Pene HAMBATAN DALAM PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DAN

A. Pene

. gakan Hukum Obyektif Seperti disebut di muka, secara obyektif, norma hukum yang hendak ditegakkan mencakup Pengertian hukum formal dan hukum materiil. Hukum formal hanya bersangkutan dengan peraturan perundang-undangan yang tertulis, sedangkan hukum materiil mencakup pula pengertian nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam bahasa yang tersendiri, kadang-kadang orang membedakan antara pengertian penegakan hukum dengan penegakan keadilan. Penegakan hukum dapat dikaitkan dengan pengertian pengertian “law enfocement” dalam arti sempit, sedangkan penegakan hukum dalam arti hukum materil, diistilahkan dengan penegakan keadilan. Dalam bahasa Inggris juga terkadang dibedakan antara konsepsi “court of law” dalam arti pengadilan hukum dan “court of justice” atau pengadilan keadilan. Bahkan dengan semangat yang sama pula, Mahkamah Agung di Amerika serikat disebut dengan istilah “Supreme Court of Justice” Istilah-istilah itu dimaksudkan untuk menegaskan bahwa hukum yang harus ditegakkan itu pada intinya bukanlah norma aturan sendiri, melainkan nilai-nilai keadilan yang terkandung didalamnya. Memang ada doktrin yang membedakan antara tugas hakim dalam proses pembuktian dalam perkara pidana dan perdata. Dalam perkara perdata dikatakan bahwa hakim cukup menemukan bukti formil belaka, sedangkan dalam perkara pidana barulah hakim diwajibkan mencari dan menemukan kebenaran materil yang menyangkut nilai-nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam peradilan pidana. Namun demikian, hakikat tugas hakim itu Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 sendiri memang seharusnya mencari dan menemukan kebenaran materil untuk mewujudkan keadilan materiil. Kewajiban demikian berlaku, baik dalam bidang pidana maupun perdata. Pengertian kita tentang penegakan hukum sudah seharusnya berisikan penegakan keadilan itu sendiri, sehingga penegakan hukum dan penegakan keadilan merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Setiap norma hukum sudah dengan sendirinya mengandung ketentuan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban para subyek hukum dalam lalu lintas hukum. Norma-norma hukum yang bersifat dasar, tentulah berisi rumusan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang juga dasar dan mendasar. Karena itu, secara akademis, sebenarnya persoalan hak dan kewajiban asasi manusia memang menyangkut konsepsi yang niscaya ada dalam keseimbangan konsep hukum dan keadilan. Dalam setiap hubungan hukum terkandung di dalamnya dimensi hak dan kewajiban secara pararel dan bersilang. Karena itu secara akademis, Hak Asasi manusia mestinya diimbangi dengan kewajiban asasi manusia. Akan tetapi, dalam perkembangan sejarah, issue hak asasi manusia itu sendiri terkait erat dengan persoalan ketidakadilan yang timbul dalam kaitannya dengan persoalan kekuasaan. Dalam sejarah, kekuasaan yang diorganisasikan ke dalam dan melalui organ-organ negara, seringkali terbukti melahirkan penindasan dan ketidakadilan. Karena itu, sejarah umat manusia mewariskan gagasan perlindungan da penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Gagasan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia ini bahkan diadopsi ke dalam pemikiran mengenai pembatasan kekuasaan yang Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 kemudian dikenal dengan aliran konstitusionalisme. Aliran konstiotusionalisme inilah yang memberi warna modern terhadap ide-ide demokrasi dan nomokrasi negara hukum dalam sejarah, sehingga perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusi ita sudah terbiasa menggunakan isti asa kal dar sebaga a dianggap sebagai ciri utama yang perlu ada dalam setiap negara hukum yang demokratis democratische rechsstaat ataupun negara demokrasi yang berdasar pada hukum Constitutional democracy. Dengan perkataan lain, issue hak asasi manusia itu sebenarnya terkait erat dengan persoalan penegakan hukum dan keadilan itu sendiri. Karena itu, sebenarnya, tidaklah terlalu tepat untuk mengembangkan istilah penegakan hak asasi manusia secara tersendiri. Lagi pula, pakaha hak asasi manusia dapat ditegakkan?. Bukankah yang ditegakkan itu adalah aturan hukum dan konstitusi yang menjamin hak asasi manusia itu, dan bukannya hak asasi manusia itu sendiri?. Namun, dalam praktek sehari-hari, kita memang sudah salah kaprah. K lah penegakan “hak asasi manusia “. Masalahnya, kesadaran umum mengenai hak si manusia dan kesadaran untuk mengghormati hak-hak asasi orang lain di angan kita pun memang belum berkembang secara sehat. Penegakan hukum di dalam criminal justice system tidak dapat dipisahkan i peran Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional selanjutnya disebut BNN i ius operatum 66 khususnya pada penanganan penyalahgunaan narkoba berupa 66 Siswanto Sunarso, Op.cit, hlm. 94, bahwa operasionalisasi hukum ius operatum terhadap tindak pidana psikotropika berhubungan dengan kewenangan penegakan hukum, secara substansial mengatu erlindungan kepada masyarakat dan para saksi baik untuk r tentang fungsi penyelidikan, fungsi penyidikan, memberikan informasi, memberikan pelayanan yang adil, memberikan p Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 pen pro terh pem pen pen Nar jelas dan pasti bahwa seseorang itu memenuhi unsur pelaku unaan Narkoba. Maka kita harus menggunakan taktik dan teknik under lled delivery dilanjutnya RPE Read Planning Execution n pada saat terjadi penawaran atau saat petugas menunjukkan nunjukkan Narkobanya sebagaimana diatur dalam Pasal 55 indakan dan pemberantasan peredaran gelap Narkoba sebelum sampai pada ses penjatuhan sanksi pidana oleh Hakim. Penegakan hukum melalui penanganan adap pelaku penyalahgunaan Narkoba oleh penyidik Kepolisian dimulai dari enuhan unsur pelaku penyalahgunaan Narkoba yang selanjutnya ditentukan pola anganannya sebagaimana diatur dalam taktik dan teknik penyelidikan dan yidikan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Kabag Analis Direktorat koba Polda Sumatera Utara sebagai berikut: 67 ” Berbicara mengenai pola penanganan terhadap pelaku penyalahgunaan Narkoba, tentunya kita terlebih dahulu berbicara mengenai pelaku penyalahgunaan Narkoba itu sendiri. Pada prinsipnya sebagaimana di atur dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang- Undang RI Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika serta Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, bahwa pelaku penyalahgunaan adalah seseorang yang memiliki, menguasai, menyimpan, membawa, mengangkut, menyerahkan, menerima penyerahan dan lain sebagainya menunjukkan pelaku penyalahgunaan Narkoba harus ada padanya. Untuk dapat dipenuhinya unsur pelaku penyalahgunaan Narkoba, maka dapatlah ditentukan pola penanganannya sebagaimana diatur dalam taktik dan teknik penyelidikan dan penyidikan. Taktik dan teknik penyelidikan berupa under cover buy, observasi, survaillance untuk mengetahui dengan penyalahg cover buy dan contro atau penggerebeka uang dan pelaku me Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Setelah pelaku penyalahgunaan dan barang bukti Narkoba sudah dikuasai petugas kemudian dilanjutkan dengan introgasi dan pemeriksaan barang bukti Narkoba ke Laboratorium Forensik untuk mengetahui secara pasti apa benar barang bukti tersebut mengandung Narkoba dan bagaimana jenis serta penggolongannya guna penerapan pasal yang diatur dalam undang-undang. Bila hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik mengatakan bahwa barang bukti positif mengandung ntingan penyelidikan maupun pada saat pemeriksaan di sidang Pengadilan serta penerapan sanksi kepe wawancara dengan Kam Sinambela, Kabag Analis pada Direktorat Narkoba Polda Sumatera Utara, tanggal 3 Juni 2008. pidana. 67 Hasil Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 Narkoba dengan jenis dan penggolongannya sudah jelas barulah kita lakukan suatu pemeriksaan dengan membuat berita acara pemeriksaan saksi penangkap, an tersangka sebagai pelaku penyalahgunaan l sesuai materi Undang-Undang yang saan dan administrasi lainnya sudah erkasan untuk diteruskan penyerahan berkas Jaksa Penuntut Umum pada tahap pertama guna dilakukan ara. Manakala hasil penelitian Jaksa Penuntut Umum ebut sudah lengkap, maka penyidik e s ngka dan barang bukti. Pola penanganan penyalahgunaan Narkoba dalam bentuk skemanya: 1. a. Under Cover c. Survaillance setiap barang kiriman melalui pos atau alat-alat penghubung lainnya yang psikotropika yang sedang dalam penyidikan, menyadap pembicaraan dilakukan oleh orang yang dicurigai atau diduga keras membicarakan waktu penyadapan berlangsung untuk paling lama 30 tiga puluh hari, Psikotropika. a. Raid Planning Execution RPE: Penangkapan dalam posisi tertangkap b. Sita Barang Bukti Narkoba d. Pemeriksaan barang bukti ke Labfor f. Resume h. Penyerahan perkara tahap I dilanjutkan berita acara pemeriksa Narkoba dengan menerapkan pasa dilanggarnya. Dari hasil berita acara pemerik terpenuhi dilanjutkan dengan pemb perkara kepada penelitian berkas perk mengatakan bahwa berkas perkara ters selanjutnya menyerahkan berkas perkara tahap ke dua disertai penyerahan t r a Lidik b. Observasi d. Under Cover Buy dan Controlled Delivery, membuka atau memeriksa diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang menyangkut melalui telepon danatau telekomunikasi elektronik lainnya yang masalah yang berhubungan dengan tindak pidana psikotropika. Jangka sesuai dengan Pasal 55 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang 2. Sidik tangan c. Interogasi pra BAP tersangka e. BAP: Saksi dan Tersangka g. Berkas perkara i. Penyerahan perkara tahap II ”. Penerapan prinsip ius operatum di dalam melakukan tindakan pengungkapan dan penindakan terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkoba oleh penyidik Polri Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 dilandasi oleh kekhasan pengaturan tindak pidana penyalahgunaan Narkoba di dalam undang-undang. Karakter kekhasan itu mengharuskan Polri berperan memainkan peranan yang lebih efektif dalam menanggulangi peredaran gelap narkotika dan psikotropika, di antaranya adalah adanya sejumlah ketentuan yang memperluas wewenang dan bertanggung jawab Polri sebagai lembaga penyidik yang khusus diberikan dalam rangka menanggulangi peredaran gelap narkotika dan psikotropika 68 berupa penerapan asas “Lex specialis derogate lex generalis” dari KUHP. Perluasan wewenang ini dimaksudkan untuk lebih mempersenjatai Polri dalam mengungkap penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Beberapa wewenang yang diberikan kepada Polri melalui ketentuan undang-undang, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Kabag Analis Direktorat Narkoba Polda Sumatera Utara bahwa ”dalam hal penerapan hukum acara, terhadap penyalahgunaan narkoba terdapat kekhususan yakni melakukan teknik penyelidikan, penyerahan yang diawasi, teknik pembelian terselubung, membuka dan memeriksa setiap barang kiriman yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara narkoba serta wewenang untuk melakukan penyadapan pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lainnya yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkoba. Dalam hal penanganan perkara narkoba termasuk perkara yang lebih didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke 68 Lihat, Pasal 14 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara idana sesuai dengan hukum acara dan peraturan perundang- undanga . Republik Indonesia yang menjelaskan bahwa kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak p n lainnya Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 Pengadilan guna pemeriksaan dan penyelesaian secepatnya”. 69 Adapun kekhususan dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut: 70 ”Pertama, Polri diberi wewenang untuk memeriksa dan membuka barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga, keras mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang sedang dalam penyidikan. Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, demikian pula ketentuan dalam Pasal 55 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Ketentuan tersebut setidaknya berkaitan dengan undang-undang Nomor. 6 tahun 1984 tetang Pos serta undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHP yang berlaku di Indonesia. Di satu sisi Undang-Undang Narkotika 1997 dan Undang-Undang Psikotropika 1997 sangat bertentangan dengan Undang- Undang Pos 1984 yang melarang semua pihak untuk membuka surat atau barang- barang yang dikirim melalui kantor pos. Namun perlu dipahami bahwa sejak lahirnya undang-undang narkotika 1997 dan undang-undang Psikotropika 1997 maka sejauh menyangkut kedua tindak pidana ini ketentuan undang-undang Pos 1984 dibatasi. Di sisi lain ketentuan ini merupakan perluasan wewenang yang dimiliki oleh Polri, hal ini ditentukan dalam Pasak 7 ayat 1 huruf e KUHAP yang menyatakan bahwa Polri berwenang untuk melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat, namun dalam Pasal 47 ayat 1 KUHAP dijelaskan lebih lanjut bahwa penyidik berhak membuka, 69 Hasil wawancara dengan Kam Sinambela, Kabag Analis pada Direktorat Narkoba Polda Sumatera Utara, tanggal 3 Juni 2008. 70 Ibid. Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan harus diberikan surat tanda pemeriksaan. Ketentuan ini dapat diartikan bahwa benda-benda yang berada atau pengirimannya melalui kantor pos atau alat perhubungan lainnya yang dapat dikenai tindakan oleh penyidik adalah surat atau paket yang memenuhi persyaratan tertentu, yaitu dalam hal “tertangkap tangan”. Namun Undang-Undang Narkotika 1997 dan Undang-undang Psikotropika 1997 telah memperluas wewenang Polri untuk dapat melakukan pemeriksan dan membukabahkan menyita terhadap baik surat, barang kiriman maupun paket pos. Jadi di sisi pemahaman terhadap kalimat “tertangkap tangan” bukan hanya berarti yang nyata-nyata peristiwa penyerahan terlihat langsung perihal benda tersebut berasal danatau diperuntukkan bagi pelaku, namun demikian sepanjang barang-barang tersebut diduga keras mempunyai pertalian yang erat dengan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang sedang diteliti, maka paket pos tersebut dapat diperiksa, dibuka dan disita. Dalam penjelasan Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Narkotika 1997 menyebutkan bahwa kewenangan tersebut diberikan untuk mempercepat proses penyidikan karena barang bukti yang menyangkut narkotika dan psikotropika sangat mudah dilenyapkan sehingga akan menyulitkan penyidikan. Tindakan ini tidak hanya dapat dilakukan pada tahap penyidikan, tetapi juga dapat dilakukan pada tahan penuntutan. Disamping itu, pemberian wewenang tersebut Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 dimaksudkan untuk mengantisipasi modus operandi peredaran gelap narkotika dan psikotropika yang memanfaatkan kantor pos dan saran perhubungan lainnya. Kedua, Polri diberi wewenang untuk menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat telekomunikasi lain yang dilakukan orang yang diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkotika dan paskotropika. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 66 ayat 2 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika dan Pasal 55 huruf c Undang-undang No. 5 Tahun 1997 Tantang Psikotropika, dalam Pasal 1 angka 18 Undang-undang narkotika 1997 menjelaskan bahwa penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan danatau penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polri dengan cara melakukan penyadapan pembicaraan melalui telepon danatau alat komunikasi elektronika lainnya. Hal ini juga merupakan perluasan wewenang Polri sebagaimana yang memuat dalam Pasal 7 ayat 1 KUHP. Mengenai hal ini menurut hemat penulis agar Polri tidak semata- mata bersikap reaktif dalam menangani penyalahgunaan narkotika dan psikotropika melainkan agar dapat bersikap lebih proaktif dalam menjalankan tugasnya, sebab wewenang yang diberikan oleh KUHAP kepada Polri selama ini hanya memungkinkan aparat kepolisian “menunggu” laporan atau pengaduan masyarakat atas tindak pidana yang terjadi danatau dialami, artinya tindakan kepolisian yang diambil Polri hanya merupakan “reaksi” atas pengaduan atau laporan dari masyarakat, sehingga hal ini tidak dapat diteruskan dengan usaha menanggulangi tindakan pidana narkotika dan psikotropika itu sendiri, padahal kebijakan nasional Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 sebagiamana telah dilakukan Badan Narkotika Nasional terhadap tindak pidana ini menekankan untuk mengutamakan upaya pencegahan lebih dini. Salah satu upaya yang dipandang cakup efektif untuk menggagalkan peredaran gelap narkotika dan psikotropika adalah memberikan pendidikan dan penyadaran kepada masyarakat untuk hidup sehat tanpa narkotika dan psikotropika serta memberikan pemahama yang cakup terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat penyalahguna maupun pelakunya. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk menanggulangi terjadinya tindak pidana tersebut adalah dengan memberdayakan tugas intelijin maupun dengan memanfaatkan peralatan komunikasi atas pembicaraan yang diduga keras ada hubungannya dengan tndak pidana narkotika dan psikotropika yang sedang dalam tahap penyidikan. Adanya perkembangan yang pesat terhadap media elektronika dan sistem komunikasi yang sangat canggih seperti SMS melalui hand phone, e-mail melalui internet, eletric data processing melalui computer, penyadapan dan pengintaian melalui peralatan ini dapat dilakukan. Dari beberapa wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada Polri tersebut jika diperhatikan ada satu persoalan yang perlu dijawab, pernyataannya adalah apakah memeriksa, membuka paket dan penyadap pembicaraan orang lain tidak bertentangan dengan prinsip- prinsip hak asasi manusia? Bukanlah membuka paket pos atau mendengarkan percakapan telepon orang lain merupakan pelanggaran atas kebebasan pribadi atau privacy orang ? Bukanlah Negara mestinya memberikan perlindungan danatau melindungi segenap bangsa sekaligus memberikan kebebasan pribadi kepada Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 warganya untuk menyampaikan pendapat? Beberapa pertanyaant tersebut perlu penulis sampaikan karena pertanyaan demikian tidak dapat dihindarkan. Deklarasi universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa atau Universal Declaration of Human Right Pasal 12 piagam hak-hak asasi manusia sedunia tersebut menyebutkan bahwa “tidak seorangpun dapat diganggu dengan sewenang-wenang dalam urusan perseorangannya, keluarga rumah tangannya atau hubungan surat menyurat, juga tak diperkenankan pelanggaran atas kehormatan dan nama baiknya. Di sini jelas bahwa nampaknya masyarakat dunia sepakat bahwa hak atas kebebasan pribadi merupakan salah satu hak dasar yang paling asasi yang dimiliki manusia, artinya bahwa setiap tindakan yang menganggu hak tersebut merupa pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini jika dihubungkan dengan Undang-undang Pos No. 6 tahun 1934 khususnya perihal telepon, surat menyurat dan penyadapan hubungan-hubungan berkomunikasi di atas bisa dikaitkan juga dalam kerangka untuk melindungi hak asasi manusia. Kebijakan nasional dan internasional adalah merupakan kejahatan yang harus dicegah, ditanggulangi bersama karena disamping membahayakan generasi muda, juga mengancam kelangsungan hidup umat manusia dan Negara. Bahkan konvensi menyerukan agar peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dinyatakan sebagai tindak pidana, Indonesia melalui Undang-Undang Narkotika 1997 dan Undang-Undang Psikotropika 1997 dan undang-undang lainnya itu menentukan kemungkinan harus mengesampingkan hak atas kebebasan pribadi untuk kepentingan penyidikan. Artinya bahwa selama ini apabila terjadi tindakan Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 Polri yang membuka surat atau paket pos atau menyadap pembicaraan telepon yang diduga keras berhubungan dengan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang sedang disidik atau diteliti dapat dibenarkan dan dapat dikatakan tidak melanggar hak-hak asasi manusia. Ketiga, Polri sebagai lembaga penyidik berwenang melakukan teknik penyidik penyerahan yang diawasi dan tehnik penyidikan penyerahan yang diawasi dan tehnik pembelian terselubung, wewenang ini diberikan kepada Polri melalui Pasal 68 Undang-Undang Narkotika 1997 wewenang yang sama juga diberikan dalam Pasal 55 Undang-Undang Psikotropika 1997. sehingga ketentuan ini dapat dikatakan merupakan penambahan kewenangan Polri sebagia penyidik sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 7 ayat 1 KUHAP. Namun perlu diperhatikan bahwa ketentuan ini sebenarnya merupakan bentuk desakan agar Polri bertindak proaktif terhadap peredaran gelap narkotika dan psikotropika, hanya sangat disayangkan bahwa undang-udnang ini tidak membeirkan keterangan cukup mengenai apa dan bagiamana teknik demikian dapat dilakukan bahkan mengenai penyerahan yang diawasi nampaknya ketentuan mengenai hal ini semata-mata merupakan pasal “titipan” Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam rangka lebih memperketat pengawasan tentang peredaran gelap narkotika dan psikotropika 1988 yang kemudian konvensi ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui undang-undang Nomor: 7 Tahun 1997. dalam penjelasan undang-undang tersebut menyebutkan bahwa salah satu isi konvensi adalah mengenai penyerahan yang diawasi. Di sana dikatakan bahwa untuk Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 kepentingan identifikasi orang-orang yang terlibat dalam kejahatan sebagiamana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 konvensi ini tindak pidana peredaran gelap narkotika yang mencakupmulai penanaman, produksi, penyaluran, lalu lintas, pengedaran sampai ke pemakaiannya. Para pihak dapat mengambil berbagai tindakan yang perlu dalam batas kemampuannya untuk menggunakan penyerahan yang diawasi controlled delivery pada tingkat internasional berdasarkan Persetujuan atau Pengaturan yang disepakati bersama oleh masing-masing pihak sepanjang tindakan tersebut tidak bertentangan dengan sistem hukum nasionalnya. Keputusan menggunakan penyerahan yang diawasi dilakukan secara kasus demi kasus, barang kiriman gelap yang penyerahannya diawasi telah disetujui, atas persetujuan para pihak yang bersangkutan dapat diperiksa dan dibiarkan lewat dan membiatkan narkotika dan psikotropika tetap utuh, dikeluarkan atau diganti seluruhnya atau sebagian Disamping ketiga wewenang tersebut di atas, Polri juga diberi tanggung jawab lain terhadap narkotika dan psikotropika illegal, yaitu seperti yang ditegaskan dalam Pasal 60 dan Pasal 62 Undang-Undang Narkotika 1997 dan Pasal 53 Undang- Undang Psikotropika 1997 yang menegaskan bahwa Polri dalam tahap penyelidikan dan penyidikan untuk memusnahkan narkotika yang berkaitan dengan tindak pidana, yang disaksikan pejabat-pejabat lain seperti dari kejaksaan dan Departemen Kesehatan. Dalam pasal 71 Undang-undang Narkotika 1997 memerintahkan Polri untuk memusnahkan tanaman narkotika yang ditemukan selambat-lambatnya duapuluh empat jam sejak saat ditemukan setelah sebagian disisihkan untuk Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di bidang pengadilan. Selanjutya mengenai tanggung jawab dan wewenang Polri dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkotika dan psikotropika umumnya dilakukan dalam kerangka peran serta masyarakat secara keseluruhan, sehingga hal ini sejalan dengan konsep “integrated” dalam sistem peradilan pidana. Konsep peradilan pidana faktor-faktor penyebabnya, tetapi juga dari pe da yang terpadu sangat memerlukan koordinasi dan integrasi diantara subsistem- subsistem”. Dewasa ini penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba menunjukkan perkembangan yang cukup mengkhawatirkan, misalnya dalam tahun 2005 penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba menunjukkan kenaikan yang paling signifikan terutama sejak terungkapnya pabrik gelap ekstasi dan shabu yang diklasifikasikan sebagai pabrik ketiga terbesar di dunia. Hal ini merupakan masalah kronis yang perlu mendapat perhatian serius, karena selain merupakan jenis transnational crime, penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba merupakan masalah kompleks bukan hanya dari akibat-akibat multidimensional yang ditimbulkannya. adapun mengenai masalah nyalahgunaan Narkoba selama tahun 2005 71 dapat digambarkan secara kuantitatif ri hasil upaya penegakan hukum, sebagai berikut: 72 71 http:www.yahoo.com, diakses tanggal 28 Mei 2008, bahwa kasus-kasus menonjol yang berhasil diungkap pada tahun 2005, antara lain : 1. tanggal 8 April 2005, pengungkapan pabrik gelap ekstasy di desa Pangradin, Jasinga – Bogor, dengan tersangka filip wijayanto alias hans philip yang tertembak mati. Pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi 504.000 butir ekstasy perhari. 2. tanggal 17 April 2005, pengungkapan 9,2 kg heroin di bandara Ngurah rai – Bali, dengan tersangka andrew chan, renae lawrence, stephens martin dan scot anthony rush. Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 1. Jumlah kasus Narkoba yang dapat diungkap sebanyak 12.256 kasus yang terdiri atas 6.179 kasus narkotika, 5.143 kasus psikotropika dan 934 kasus bahan berbahaya. 2. Jumlah tersangka Narkoba yang ditangkap sebanyak 16.702 orang, terdiri atas wni sebanyak 16.632 orang dan WNA 70 orang. 3. Jumlah barang bukti yang dapat disita : a. Ganja sebanyak 20.904.654,45 gr b. Kokain sebanyak 1.003,4 gr c. Heroin sebanyak 17.714,45 gr d. Shabu sebanyak 93.156,424 gr e. Ecstasy sebanyak 233.467 tablet 3. tanggal 21 April 2005, penangkapan tersangka samai as alias is WNI di Penjaringan – 4. tanggal 21 april 2005, penangkapan tersangka aijal marcus WN Belanda dengan barang Soekarno – Hatta. 5. tanggal 22 April 2005, penemuan 4.840 butir ekstasy pada paket kardus yang dikirim dari belanda melalui jasa angkutan kargo ekspor impor dengan tersangka aijal marcus di bandara Soekarno – Hatta. internasional di Teluk Pucung Bekasi – Jawa Barat, tersangka tertembak di TKP dengan barang bukti heroin 1.250 gr, kokain 276 gr, ekstasy 7000 butir dan 1 buah pistol fn kaliber 22. 7. tanggal 10 Mei 2005, penggerebekan rumah di komplek Green Garden Blok E-1 No.37A dengan bb shabu kristal sebanyak 50 kg, shabu cair 4 kg, ekstasy 70.000 butir, 6 unit mobil 8. tanggal 12 Mei 2005, penemuan 1 kg kokain di bawah tempat duduk No. 18A pesawat terbang klm dengan nomor penerbangan 809 di bandara Soekarno – Hatta. 9. pada pasca bencana tsunami di aceh, operasi satgas bnn menemukan areal kultivasi ganja di : a. kab. aceh besar 10 lokasi ladang ganja. ganja di areal 8 h c. kampung Lampuy Jakut, dengan barang bukti ekstasy sebanyak 3.827 butir. bukti ekstasy sejumlah 29.970 butir melalaui perusahaan jasa angkutan dhl di bandara 6. tanggal 27 April 2005, penangkapan man singh ghale wn nepal seorang buronan Jakbar, dengan tersangka tjik wang alias akwang dan hariono agus tjahyono alias seng hwat serta uang tunai Rp. 1.050.000.000,-. b. kampung Lapeng, desa Pulau Breh, Kec. Pulau Aceh terdapat 3 lokasi penanaman ektar. ang, desa Pulau Breh, Kec. Pulau Aceh terdapat 1 lokasi penyemaian ganja dan ribuan bibit ganja siap tanam. d. desa Cisuum Indrapuri ditemukan 2 titik ladang ganja setara dengan 20.000 batang pohon ganja seluas 4 hektar. 10. tanggal 11 November 2005, pengungkapan pabrik gelap pembuatan ekstasy dan shabu dengan kapasitas produksi 100 kg perminggu, di desa Cemplang Cikande, Serang – Banten. 11. tanggal 23 November 2005, pengungkapan pabrik gelap ekstasy di Banyuwangi dan Malang dengan kapasitas produksi 8.000 butir ekstasy perjam. tersangka adalah warga negara Indonesia, Singapura, Hongkong dan Malaysia. 72 S adar BNN Desem ber 2006 Adi KSG I V , Mahalnya Biaya Rehabilitasi Korban Narkoba diakses tanggal 27 Mei 2008. , tanggal 08 Januari 2007, http:www.geoogle.com, Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 Selanjutnya pada tahun 2001 – 2007 belum terhitung sampai 2008, berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa: 73 Pertama, jumlah penyalahguna sebesar 1,5 dari populasi 3,2 juta orang, dengan kisaran 2,9 sampai 3,6 juta orang, uari-Mei di wilayah hukum Polda Sumatera Utara terdapa terdiri dari: 69 kelompok teratur pakai dan 31 kelompok pecandu dari kelompok teratur pakai terdiri dari penyalahguna ganja 71, shabu 50, ekstasi 42, penenang 22. Kedua, dari kelompok pecandu terdiri dari: Penyalahguna ganja 75, Heroinputaw 62, shabu 57, ekstasi 34, penenang 25. Ketiga, biaya ekonomi sosial penyalah-gunaan narkoba yg terjadi diperkirakan sebesar Rp 23,6 triliun. Keempat, penyalahguna IDU sebesar 56 572 ribu orang dengan kisaran 515 sampai 630 ribu orang. Kelima, angka kematian pecandu 1,5 per tahun 15 ribu orang matitahun. Sedangkan perkembangan penyalahgunaan Narkoba di Wilayah Hukum Polda Sumatera Utara dalam kurun waktu 2007 sd 2008 dapat dideskripsikan sebagai berikut: 74 ”Kurun waktu 2007 sd 2008 Jan t 2.958 jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba dengan jumlah tersangka sebanyak 4.160 tersangka pada tahun 2007, sedangkan pada tahun 2008 terdapat 1.055 kasus penyalahgunaan Narkoba dengan jumlah tersangka sebanyak 1.587 tersangka, sehingga dalam kurun waktu 2007 sd 2008 Januari-Mei jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba sebanyak 4.013 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 73 www.legalitas.org, diakses tanggal 27 Mei 2008. 74 Hasil wawancara dengan Kam Sinambela, Kabag Analis pada Direktorat Narkoba Polda Sumatera Utara, tanggal 4 Juni 2008. Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 5.747 tersangka. Jumlah kasus dan tersangka penyalahgunaan Narkoba yang terbesar di wilayah hukum Polda Sumatera Utara adalah jenis ganja dengan jumlah kasus sebanyak 2.778 dan tersangka sebanyak 3.969 sedangka jumlah kasus dan tersangka penyalahgunaan Narkoba yang terkecil di wilayah hukum Polda Sumatera Utara adalah at ini sudah sampai pada tingkat yang sangat arkan data yang ada pada BNN, tercatat bahwa masalah pen usia BN ora Ind BNN telah melakukan berbagai upaya gembangan dan informatika, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Bidang pencegahan jenis ObatZat Berbahaya dengan jumlah kasus sebanyak 28 kasus dan tersangka sebanyak 30 orang”. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Perkembangannya pada sa memprihatinkan. Berdas yalahgunaan narkoba di tanah air telah merambah pada sebagian besar kelompok produktif yakni yang masih berstatus pelajar maupun mahasiswa. Hasil survei N dan Universitas Indonesia Tahun 2005 menyebutkan bahwa setiap hari 40 ng Indonesia meninggal karena narkoba, 3,2 juta orang atau 1,5 penduduk onesia menjadi pengguna dan penyalahguna narkoba. 75 Menghadapi perkembangan penyalahgunaan Narkoba sebagaimana data dari Badan Narkotika Nasional BNN maka penanggulangan baik dalam bidang pencegahan, penegakan hukum, laboratorium terapi dan rehabilitasi serta penelitian pen 75 www.legalitas.org, diakses tanggal 27 Mei 2008. Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 Bidang pencegahan berorientasi pada peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang masalah Narkoba serta upaya pencegahannya. program yang telah dilakukan bnn diwujudkan dalam berbagai kegiatan penyuluhan, pembinaan tara lain : skill di 7 tujuh propinsi. ropinsi. du, pemuda budha. karta. atihan instruktur penyuluh narkoba di 9 sembilan ia. potensi masyarakat serta pendidikan dan pelatihan. ketiga program tersebut dilaksanakan dalam bentuk beberapa kegiatan besar, an a. Pelaksanaan kegiatan advokasi bidang pencegahan penyalahgunaan narkoba parenting b. Pelaksanaan forum pertemuan dan penyuluhan antar instansi pemerintah dengan LSM di 7 tujuh p c. Pelatihan dan penataran instruktur penyuluh narkoba untuk kalangan guru SD, SLTP dan SLTA, tokoh masyarakat, tokoh agama serta remaja masjid, pemuda gereja, pemuda hin d. Temu pakar dalam rangka penyusunan modul pelatihan penataran dan penyuluhan, tanggal 17 – 19 april 2005 di Ja e. Penyusunan modul pel propinsi. f. Lomba karya tulis tingkat nasional yang diikuti 124 pelajar dan 408 mahasiswa se-Indones g. Pemasangan 40 set billboard tentang bahaya narkoba di 4 propinsi, yaitu dki jakarta, jawa barat, D I Yogyakarta dan bali. untuk dki jakarta dipasang di bandara Soekarno – Hatta. Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 h. Pembuatan CD interaktif bahaya penyalahgunaan narkoba dan pemasangan iklan layanan masyarakat di media massa. 1. Bidang penegakan hukum Selain upaya penegakan hukum secara operasional yang memberikan hasil sebagaimana dijelaskan di atas, kegiatan lain yang telah dilaksanakan selama a, dengan tujuan an narkoba bagi 15 anggota n pada tahap kedua akan dipasang di 16 lokasi. dan psikotropika di Pontianak, a tahun 2005 di Puspitek tahun 2005, antara lain: a. Pelaksanaan task force meeting on law enforcement, tanggal 22 – 23 Agustus 2005 di Bali dengan peserta berjumlah 47 orang dari 11 negar terwujudnya kawasan ASEAN dan China bebas dari narkoba tahun 2015. b. Pelatihan teknik dan taktik penyalahguna kepolisian Laos, tanggal 20 juni – 2 juli 2005 di Jakarta. c. Pembangunan sarana CBT Computer Based Training di 55 lokasi, hasil kerjasama dengan UNODC. Untuk tahap pertama telah dipasang di 39 lokasi, sedangka d. Sosialisasi undang-undang narkotika Pekanbaru, Medan, Makassar dan Jambi. Peserta sosialisasi terdiri dari personel BNP, BNK dan instansi pemerintah daerah lainnya. e. Pemusnahan barang bukti narkoba yang disita selam Serpong – Tangerang, tanggal 23 Juni 2005. f. Pendistribusian alat-alat dukungan operasional seperti teskit narkoba prekursor, x-ray machine portable, alat deteksi narkoba jenis gt 200, itemiser Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 dan screening surat dan paket pos kepada para anggota BNN serta satgas- satgas. 2. Bidang laboratorium terapi dan rehabilitasi bidang laboratorium, Terapi dan Rehabilitasi lab T R merupakan upaya untuk mewujudkan pelayanan laboratorium uji narkoba terapi dan rahabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba secara komprehensif: Adapun upaya-upaya yang telah dilakukan meliputi: , Jawa Barat, Jawa pi medik dan rehabilitasi an dan Bali. b. Pembentukan satgas T R BNN dan satgas T R di BNP nusa tenggara timur. Satgas ini bertugas untuk melakukan pendataan, monitoring dan evaluasi kegiatan pelayanan terapi dan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba sesuai standar pelayanan terapi dan rehabilitasi. c. Penyediaan sarana rawat inap pelayanan terapi medik dan rehabilitasi sosial terpadu one stop center bagi korban penyalahgunaan narkoba di 11 propinsi, yaitu DKI Jakarta, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung Tengah, D I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat. d. Penyediaan sarana rawat jalan untuk pelayanan tera sosial berbasis masyarakat berbentuk rumah dampingan outreach center bagi korban penyalahgunaan narkoba di 5 propinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Selat Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 e. Pembangunan sarana pelayanan terapi rehabilitasi terpadu di 4 empat lapas khusus narkotika, yaitu Lapas Cipinang Jakarta, Lapas Gintung Cirebon, ing dan konfirmasi untuk api dan rehabilitasi berbasis masyarakat melalui rumah dampingan. h. Pelatihan bagi petugas terapi dan rehabilitasi pemerintah Laos pada tanggal 20 Juni – 2 Juli 2005 di Jakarta. i. Penyusunan buku ”guide book on understanding drug addiction from the islamic perspective”, bekerjasama dengan drug advisory programme colombo plan pada bulan Februari 2005 di Jakarta. j. Pembangunan sarana dan prasarana pusat rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di Lido Jawa Barat, sebagai pusat rujukan nasional dalam upaya terapi dan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Narkoba maka pem angunan nasional telah memberikan arahan yakni: 76 Lapas Krobokan Denpasar dan Lapas Pamekasan Madura. f. Pelaksanaan program uji narkoba oleh laboratorium pusat terapi dan rehabilitasi sebagai rujukan nasional dalam screen kepentingan pro yustisia bagi para penegak hukum. g. Penyusunan buku panduan pelaksanaan terapi dan rehabilitasi terpadu di LapasRutan dan buku panduan pelaksanaan ter Menyangkut terapi dan rehabilitasi korban penyalahgunaan b 76 Matriks Program Pembangunan Tahun 2007, Loc.cit. Elizabeth Siahaan : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkoba Di Sumatra Utara, 2009 USU Repository © 2008 a. Peningkatan pelayanan terapi, rehabilitasi dan perlindungan sosial kepada p arakatan kembali resosialisasi terpidana. enyalahgunakorban narkoba dan napza; b. Penyusunan standarisasi pelayanan terapi dan rehabilitasi kepada penyalahgunakorban narkoba; c. Pembangunanpeningkatan sarana dan prasarana pelayanan bidang terapi dan rehabilitasi korban narkoba; d. Peningkatan pendayagunaan peran serta masyarakat dalam rangka pelayanan terapi dan rehabilitasi kepada penyalahgunakorban narkoba.

B. Hambatan Aparatur Penegak Hukum