karena penerbitannya harus mendapatkan persetujuan dimaksud, pemerintah harus menyampaikan data-data pendukung yang dapat meyakinkan DPR. Data-data yang
dipersiapkan oleh pemerintah pada waktu pengajuan penerbitan obligasi negara maupun data-data pertanggung jawaban penggunaan obligasi negara kepada DPR
memang dimaksudkan untuk konsumsi DPR sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
D. Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Obligasi Negara Ritel
Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan mengenai perjanjian sebagai berikut: ”Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih” Suatu perjanjian merupakan peristiwa seorang berjanji kepada seorang yang
lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
136
Pada setiap penerbitan surat utang negara terkandung di dalamnya perjanjian yang menciptakan
hak dan kewajiban bagi mereka yang terlibat dalam perjanjian dimaksud. Perjanjian tersebut tercipta di antara pemerintah sebagai penerbit dengan pemegang obligasi
negara sebagai investor. Perjanjian antara pemerintah dengan investor tersebut dapat dipersamakan dengan perjanjian yang terjadi di antara seorang yang berutang
debitor dengan seorang atau beberapa orang yang berpiutang kreditor. Pada saat terjadi penerbitan obligasi negara di pasar perdana, pemerintah mengakui
berutangmeminjam uang dari investor yang menjadi kreditor melalui mekanisme
136
Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-19, Jakarta: Intermasa, 2002, hlm.1.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
lelang, mengikuti aturan yang ada di pasar modal. Jika terjadi transaksi lelang obligasi negara di pasar perdana, pada dasarnya telah terjadi suatu perjanjian pinjam
meminjam antara pemerintah di satu pihak dengan investor di pihak yang lainnya. Pemerintah mengikat diri dalam sebuah perjanjian pinjam meminjam uang dengan
sedemikian banyak investor yang membeli obligasi negara dimaksud. Obligasi negara yang diterbitkan oleh pemerintah menjadi wadah dari perjanjian pinjam meminjam
tersebut, dan hakikatnya dari adanya perjanjian antara debitor dengan kreditor dapat dilihat pada Pasal 1 ayat 1 UU No.24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara
yang menyebutkan bahwa surat utang negara merupakan surat pengakuan utang. Dengan adanya perjanjian pinjam meminjam uang antara pemerintah dengan
investor melalui sarana obligasi negara, investor mempunyai hak tagih kepada pemerintah sebagai debitor pada saat angsuran pokok maupun bunga obligasi negara
jatuh tempo. Tagihan yang diwujudkan dalam bentuk surat berharga, akta atau kertas tagihan maupun catatan elektronis mengenai adanya tagihan tersebut memberikan
legitimasi kepada pemegangnya sebagai pemilik.
137
Selain perjanjian antara pemerintah dengan investor berkenaan dengan penerbitan obligasi negara, unsur perjanjian terdapat pula antara pemerintah di satu
pihak dengan Bank Indonesia di pihak lainnya. Adanya unsur perjanjian tersebut dapat dilihat pada Pasal 12 sampai dengan Pasal 14 UU No. 24 tahun 2002 tentang
Surat Utang Negara. Pemerintah menunjuk Bank Indonesia sebagai agen
137
Satrio, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie Percampuran Hutang, cetakan ke-2, Bandung: PT. Alumni 1999, hlm.2.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
penyelenggara lelang di pasar perdana, agen pembayar bunga dan pokok, serta pelaksana kegiatan penatausahaan obligasi negara. Dengan penyerahan tugas
keagenan ke Bank Indonesia tersebut mempunyai makna bahwa antara pemerintah dengan Bank Indonesia telah tercapai suatu perjanjian, Bank Indonesia telah
menyetujui untuk melaksanakan tugas-tugas yang diperjanjikan tersebut dengan sebaik-baiknya.
138
Perjanjian antara pemerintah dengan Bank Indonesia untuk pelaksanaan tugas keagenan tersebut memberikan perlindungan hukum bagi investor
atau pemegang obligasi karena segala kepentingannya yang berkaitan dengan penatausahaan, penyimpanan, dan pembayaran kembali pokok dan bunga obligasi
negara akan dilakukan oleh institusi yang tertib administrasinya terjaga dengan baik. Tugas keagenan yang disandang Bank Indonesia menempatkan Bank Indonesia
tersebut sebagai lembaga yang sangat penting dalam keberhasilan penerbitan dan perdagangan obligasi negara.
Selanjutnya adanya perjanjian Perwaliamanatan yang merupakan suatu perjanjian yang dibuat antara emiten penerbit dengan Wali Amanat yang mengikat
terhadap investor pemegang obligasi. Obligasi adalah surat utang yang harus dibayar, yang juga merupakan kewajiban yang harus dipenuhi. Kewajiban pemenuhan
kewajiban pembayaran utang yang lahir dari penerbitan obligasi berdasarkan perjanjian Perwaliamanatan menurut Pasal 1131 KUHPerdata dijamin oleh seluruh
harta kekayaan emiten penerbit. Selain itu Wali Amanat dalam hal tidak ada jaminan kebendaan, Wali amanat merupakan pemegang hak gugatan perorangan dan
138
Jonker Sihombing, Op.cit, hlm 247.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
satu-satunya pelaksana hak gugatan perorangan yang dimiliki seluruh investor pemegang obligasi. Dalam hal ini, benda yang dimiliki Wali Amanat adalah hak
gugatan perorangan yang kewenangannya berdasarkan UUPM dan Perjanjian Perwaliamanatan diserahkan kepada Wali Amanat. Tidak ada seorang investor pun
yang dapat melaksanakan hak gugatan perorangan tersebut. Dengan demikian, berdasarkan pada perjanjian Perwaliamanatan, investor pemegang obligasi tidaklah
dapat secara langsung berhubungan dengan emiten penerbit, oleh karena setiap investor pemegang obligasi hanyalah memiliki bagian-bagian dari surat utang global
atau jumbo yang diwakili oleh Wali Amanat. Setiap tindakan investor pemegang obligasi adalah tindakan bersama dari seluruh investor pemegang obligasi tersebut,
yang dilaksankan oleh Wali Amanat berdasarkan pada perintah atau amanat Rapat Umum Pemegang Obligasi. Selama dan sepanjang Wali Amanat melaksanakan tugas
dan kewajibannya kepada investor dan hak-haknya terhadap pemerintah, maka seluruh hak dan kepentingan investor pemegang obligasi akan terlindungi dalam
hukum. Perlindungan dalam bentuk jaminan pemenuhan pembayaran obligasi sebagai utang akan lebih terjamin, manakala obligasi tersebut dijamin dengan suatu
penanggungan utang menurut Pasal 1820 KUHPerdata dengan pelepasan hak istimewa, atau jaminan pembayaran menurut Pasal 1316 KUHPerdata, atau
pemberian jaminan kebendaan.
139
139
Gunawan Widjaja dan Jono, Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Pasar Modal, Edisi Pertama, Cetakan ke-1, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2006, hlm.118-119.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
Konsep dasar dari diadakannya hubungan keagenan adalah untuk memungkinkan seseorang atau satu pihak melakukan perluasan aktivitasnya melalui
tindakan ataupun jasa orang lain. KUHPerdata maupun KUHD tidak secara tegas mengatur mengenai perjanjian keagenan. Yang lebih mirip dengan tugas keagenan
adalah pekerjaan yang dilakukan oleh makelar dan komisioner sebagaimana yang dimuat pada Pasal 62 sampai dengan Pasal 73 serta Pasal 76 sampai dengan Pasal 85a
KUHD. Meskipun demikian, sifat-sifat yang terdapat pada kegiatan makelar
140
dan komisioner
141
tidak dapat dipersamakan dengan kegiatan keagenan. Perjanjian keagenan merupakan perwujudan dari kebebasan berkontrak yang
terdapat pada KUHPerdata. Kebebasan berkontrak ini menjadi dasar untuk mengisi kekosongan dalam bidang hukum perjanjian yang bersifat terbuka, dengan maksud
agar hukum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat mengikuti dinamika pembangunan ekonomi dan dapat menjadi sarana pembaharuan a tool of social
engineeging.
142
Hubungan keagenan selalu diawali dengan perjanjian, dan dari isi perjanjian dapat diketahui tindakan apa yang dapat dilakukan oleh agen terhadap
pihak ketiga dalam mewakili prinsipal. Tugas keagenan yang dipegang oleh Bank Indonesia yang berkaitan dengan obligasi negara lebih bersifat khusus, dan
140
Makelar adalah orang yang pekerjaannya menjadi perantara dalam transaksi dagang antara seseorang dengan pihak ketiga, dan makelar tidak mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas
nama salah satu pihak dalam transaksi tersebut. I Ketut Oka Setiawan, Lembaga Keagenan dalam Perdagangan dan Pengaturannya di Indonesia, Jakarta: Ind Hill Co, 1996, hlm.12.
141
Komisioner adalah orang yang melaksanakan transaksi dagang berdasarkan sebuah kuasa, dan untuk tindakannya tersebut dia menerima komisi sebagai imbalannya. Ibid., Lihat juga Johannes
Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis, dalam Persepsi Manusia Modern, Bandung: Refika Aditama, 2004, hlm.131.
142
Muchtar Kusumaatmadja, Op.cit.,
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
sebagaimana kegiatan keagenan pada umumnya, Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas-tugasnya bertindak untuk dan atas nama pemerintah.
Melihat sifatnya yang sangat khusus sebagaimana yang disebutkan di atas, tugas keagenan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia tidak tepat apabila
digolongkan ke dalam kegiatan makelar atau komisioner yang diatur dalam KUHD, tetapi lebih tepat digolongkan sebagai pemberian kuasa sebagaimana yang diatur
pada Pasal 1792 KUHPerdata. Dengan dasar pemikiran yang disebutkan di atas, sebuah pemberian kuasa akan melahirkan perwakilan yaitu adanya seseorang yang
mewakili orang lain untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dapat terjadi karena adanya suatu perjanjian ataupun karena undang-undang,
143
dan kuasa yang diterima oleh Bank Indonesia diberikan oleh undang-undang sebagaimana tercantum
pada Pasal 12 sampai dengan Pasal 14 UU No.24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
Walaupun sulit dibayangkan, pemerintah akan menolak membayar kembali para pemegang obligasi negara ritel, mengingat perbuatan ini pasti akan menurunkan
kepercayaan publik kepada ORI, sebab salah satu yang membuat banyak investor tertarik membeli obligasi negara ritel adalah kepastian pembayaran kembali oleh
negara. Karena itulah walaupun ORI tidak memiliki underlying asset, namun hal ini tidak mengurangi kepercayaan publik untuk membelinya. Apalagi UU SUN sudah
mengatur bahwa dana untuk membayar pemegang obligasi negara akan disisihkan dalam APBN setiap tahunnya sampai berakhirnya kewajiban pembayaran.
143
Subekti, Aneka Perjanjian, Op.cit., hlm.141.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
Sekecil apapun, resiko gagal bayar dan penolakan pemerintah untuk melakukan pembayaran tetap ada. Apalagi sudah ada perkara di mana pemerintah
pasang badan dan menolak pembayaran kewajibannya berdasarkan perintah pengadilan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 07Pdt.GPN.SBY tanggal 14
September 1999 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur No. 112BPDT2000 PT.SBY tanggal 6 Juni 2000 jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 3939
KPDT2001 tanggal 24 Januari 2003 jo. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 161 PK PDT2004 tanggal 31 Januari 2007.
144
Pemegang SUN tidak memiliki kepastian memperoleh pembayaran selain jaminan dari pemerintah yang
belum tentu dilaksanakan. Hal ini penting untuk dipikirkan agar tidak ada investor SUN yang mengakhiri hidupnya karena uang investasi mereka tidak kembali,
sebagaimana dilakukan seorang nasabah korban reksadana fiktif Bank Century. Menggugat, mungkin saja tidak ada gunanya, karena pemerintah dapat saja
pasang badan untuk tidak membayar. Berharap pada itikad baik pemerintah. Rasanya demi kepastian hukum dan keadilan bagi investor, itikad baik saja belum cukup.
Menjual kembali ataupun membuat perjanjian anjak piutang tagihan terhadap obligasi negara, jelas tidak menyelesaikan masalah, setidaknya dalam jangka
panjang. Pengaturan bahwa aset negara tidak dapat disita tidak boleh diberlakukan secara kaku. Benar, aset-aset negara yang bernilai vital bagi kelangsungan negara dan
bernilai sejarah seperti Gelora Bung Karno memang tidak boleh disita dengan alasan
144
Hendra Setiawan Boen, Aset Penjaminan SBSN Dan UU Kebendaan Negara, http:www.hukumonline.comdetail.asp?id=21664cl=Kolom, Diakses Tanggal 20 April 2009.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
apapun, namun selama aset itu hanya memiliki nilai ekonomis semata, rasanya tidak ada alasan lain mengapa aset negara yang demikian tidak boleh disita.
Dapat diatur bahwa pengadilan dapat memberikan perintah kepada pemerintah untuk memasukkan uang pembayaran di dalam APBN, atau menjual
danatau melelang sendiri aset-aset yang dijaminkan tersebut. Sekiranya pemerintah tetap menolak melakukannya, maka pengadilan dapat melakukan penyitaan dan
melelang aset-aset tersebut. Ketentuan seperti ini dapat menjamin supremasi putusan pengadilan terhadap pemerintah, bahwa pengadilan mempunyai kedudukan yang
seimbang dengan eksekutif dan bernegara. Seandainya pemerintah dibiarkan tidak tunduk terhadap putusan pengadilan, hal ini tentu akan merusak tatanan hukum yang
ada dan menjadi preseden buruk bagi kehidupan bernegara. Dalam cakupan lebih luas, ketentuan seperti ini dapat melindungi semua warga negara terhadap tirani
negara. Bahwa semua orang memiliki kedudukan yang sama dalam hukum, termasuk negara itu sendiri. Memang benar, negara membuat peraturan perundang-undangan,
namun setelah peraturan perundang-undangan itu berlaku, maka negara akan menjadi pihak yang tunduk kepadanya. Demikian pula terhadap putusan lembaga peradilan
yang bersumber dari konstitusi sendiri.
145
Yang paling penting harus diingat adalah bahwa selama ini larangan penyitaan terhadap aset negara sudah berlaku limitatif. Sudah sering terjadi aparat
penegak hukum, dengan alasan mengamankan aset negara, baik KPK maupun Kejaksaan Agung Republik Indonesia melakukan penyitaan terhadap aset negara
145
Ibid.,
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
yang diduga merupakan hasil tindak pidana. Misalnya penyitaan terhadap rekening PT SMP, salah satu tersangka kasus dugaan tindak pidana SISMINBAKUM.
Dengan demikian aset negara dapat disita apabila memiliki alasan yang tepat. Rasanya penyitaan terhadap aset negara oleh perintah pengadilan karena pemerintah
melakukan ingkar janji atau menolak memberikan hak warga negaranya, juga merupakan alasan yang tepat, karena memperlihatkan semua yang hidup di bawah
Konstitusi Republik Indonesia memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, sekalipun negara ataupun pemerintah. Jargon di industri pasar modal, my word is my
bond, memiliki makna pentingnya memenuhi janji-janji yang diucapkan. Jika janji itu diingkari, musnah sudah kredibilitas. Meski ORI yang dimiliki negara memiliki
tingkat kepercayaan tinggi karena yang menjamin negara, namun perlindungan investor ini juga terkait dengan harga yang wajar dan adil saat diperdagangkan.
Perlindungan investor itu, antara lain menyangkut transparansi harga obligasi. Berdasarkan informasi Manajemen PT Bursa Efek Surabaya, pembentukan harga
obligasi yang ada di bursa saat ini belum sempurna karena baru sekitar 50 pelaku pasar yang melaporkan transaksinya ke BEI. Pelaporannya pun terlambat karena
laporan transaksi obligasi itu baru diberikan saat pembayaran setlement yang pelaksanaannya setelah beberapa hari transaksi, sehingga harganya sudah berubah.
146
Kembali merujuk kepada UU SUN Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 8 ayat 2, yang menyatakan pemerintah menjamin dan wajib membayar bunga dan pokok obligasi,
146
Suli Murwani, SUN Ritel Jangan Sampai Mengecewakan, http:www.bisnis.comservletpage?_pageid=477_dad=portal30_schema=PORTAL30pared_id=
426074patop_id=O09. Diakses Tanggal 20 April 2009.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
pada dasarnya merupakan perlindungan hukum bagi pemegang obligasi. Dalam Pasal 8 ayat 3 dan ayat 4, dalam hal pembayaran kewajiban bunga dan pokok melebihi
perkiraan dana, maka Menteri Keuangan melakukan pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada DPR dalam pembahasan Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan