BAB III KEDUDUKAN HUKUM PEMEGANG OBLIGASI NEGARA RITEL ORI
A. Peranan Obligasi Negara Ritel terhadap Ekonomi Nasional
1. Pembangunan Ekonomi di Indonesia
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu dari keseluruhan aspek pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,
berdaulat, bersatu, dalam suasana peri kehidupan berbangsa yang aman, tertib, dinamis, dan damai.
83
Hal ini bisa diwujudkan bila pertumbuhan ekonomi berlangsung secara berkelanjutan, stabilitas moneter dan sektor keuangan dapat
terjaga, dan hasil peningkatan kegiatan perekonomian dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat secara berkeadilan.
“Adapun pembangunan nasional itu sendiri pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan dan pedomannya.”
84
Sebagaimana diketahui bahwa dalam pembangunan ekonomi di Indonesia,
tugas untuk mensejahterakan rakyat tidaklah semata-mata terletak di pundak pemerintah saja tetapi terletak di pundak pemerintah dan masyarakat secara bersama-
83
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999, hlm.240-241.
84
Ibid.,
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
sama. Masyarakat tidak boleh pasif dalam usaha untuk mencapai kesejahteraannya sendiri. Pembangunan ekonomi Indonesia harus dilaksanakan dengan segenap daya
yang ada, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun yang dimiliki oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 , yang berbunyi:
“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Dalam tataran perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari UUD
1945, kehendak untuk melaksanakan pembangunan nasional dengan segenap dana dan daya yang dimiliki digambarkan dengan lebih nyata. UU No. 25 tahun 2000
Tentang Program Pembangunan Nasional Propenas secara jelas menyebutkan bahwa pembangunan nasional di Indonesia merupakan upaya yang dilaksanakan oleh
segenap komponen bangsa Indonesia dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
85
Prinsip kebersamaan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional yang tercantum pada Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 tersebut harus dilihat dengan makna yang lebih
luas, yakni bahwa untuk dapat mencapai kesejahteraan masyarakat, harus dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan segenap komponen yang ada di masyarakat.
Segenap masyarakat Indonesia harus menyadari bahwa pemerintah mempunyai keterbatasan dana dan daya untuk melaksanakan pembangunan ekonomi karena
pembangunan itu sendiri sangat kompleks, sehingga harus terdapat saling isi mengisi antara pemerintah dengan masyarakat untuk keberhasilan pembangunan ekonomi
85
UU No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional Propenas Tahun 2000-2004, Lampiran Bab I Butir A, Alinea ke-5.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
nasional. Prinsip kebersamaan yang dikandung oleh Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 pada dasarnya meletakkan tanggung jawab pembangunan ekonomi nasional bukan
hanya di pundak pemerintah saja, tetapi terletak bersama-sama di pundak pemerintah dan masyarakat.
Pembangunan ekonomi Indonesia selalu mengikuti kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah yang berkuasa dari waktu ke waktu. Pada masa pemerintahan orde
lama, Indonesia menerapkan kebijakan ekonomi yang tertutup inward oriented. Prinsip berdiri di atas kaki sendiri berdikari dan kebijakan untuk tidak menerima
bantuan dari pihak luar mengakibatkan ekonomi nasional mengalami stagnasi. Pemerintah orde lama juga menetapkan kebijakan anti investasi asing dengan
semboyan go to hell with your aid, dan bahkan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan asing yang ada di Indonesia. Nasionalisasi perusahaan asing
ini mengakibatkan perekonomian nasional bertambah buruk karena pemerintah orde lama kurang memperhitungkan akibat yang akan ditimbulkannya.
86
Perekonomian Indonesia di masa orde lama semakin terisolasi dari rangkaian perdagangan dunia,
dan pembangunan ekonomi Indonesia praktis tidak mengalami kemajuan karena ketiadaan sumber-sumber dana untuk membiayai kebutuhan pembangunan.
Pemerintah orde baru diwarisi dengan kompleksnya permasalahan pembangunan ekonomi di antaranya utang luar negeri yang cukup besar, laju inflasi
yang tinggi, serta buruknya kondisi prasarana dan infrastruktur yang dibutuhkan
86
Sudargo Gautama, Segi-segi Hukum Internasional pada Nasionalisasi di Indonesia, Bandung: PT. Alumni, 1975, hlm.6.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
untuk mendukung pembangunan dimaksud. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah orde baru menetapkan langkah-langkah strategis jangka pendek dengan sasaran untuk
menghidupkan kembali roda perekonomian. Salah satu langkah penting yang ditempuh pemerintah adalah mencairkan hubungan dengan International Monetary
Fund IMF dan World Bank yang sempat terputus pada masa pemerintahan sebelumnya.
Pembangunan ekonomi di era reformasi tertuang dalam UU No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional PROPENAS Tahun 2000-2004,
yang ditujukan untuk membangun suatu sistem ekonomi kerakyatan dalam rangka penanggulangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sistem
jaminan sosial, pemberdayaan usaha kecil, menengah dan koperasi.
87
Hal tersebut adalah sejalan dengan arah pembangunan nasional yang terkandung dalam UUD
1945 yang pada dasarnya sesuai dengan tujuan dari sebuah Negara kesejahteraan welfare state.
2. Kebijakan Pemerintah dalam Hal Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Negara
Utang pada dasarnya adalah salah satu alternatif yang dilakukan karena berbagai alasan yang rasional. Dalam alasan-alasan yang rasional itu ada muatan
urgensi dan ada pula muatan ekspansi. Muatan urgensi tersebut maksudnya adalah utang mungkin dipilih sebagai sumber pembiayaan karena derajat urgensi kebutuhan
87
UU No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional PROPENAS Tahun 2000-2004, Bab IV butir C, Program-program Pembangunan.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
yang membutuhkan penyelesaian segera. Sedangkan muatan ekspansi berarti utang dianggap sebagai alternatif pembiayaan yang melalui berbagai perhitungan teknis dan
ekonomis dianggap dapat memberikan keuntungan.
88
Secara teoritis alasan negara- negara maju untuk menyetujui pemberian pinjaman untuk membiayai proyek-proyek
pembangunan di negara dunia ketiga termasuk Indonesia adalah untuk menciptakan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dan
hal itu mungkin dapat dicapai jikalau proyek-proyek pembangunan tersebut telah diuji kelayakannya, baik dari aspek teknologi, komersil, keuangan, ekonomi makro,
manajemen, maupun dari aspek dampak lingkungan. Dengan perkataan lain semua dana pinjaman dari luar negeri tersebut seyogianya dapat diukur efektivitas dan
efisiensinya. Dengan prinsip kemandirian yang dianut dalam pelaksanaan pembangunan
nasional, penerimaan yang berasal dari dalam negeri menduduki tempat yang sangat strategis karena merupakan sumber utama pembiayaan pembangunan, sedang
pembiayaan yang berasal dari luar negeri merupakan sumber tambahanpelengkap. Sesuai dengan prinsip kemandirian tersebut, dana yang didapatkan dari sumber-
sumber luar negeri tidak boleh dominan jumlahnya dibandingkan dengan dana yang didapatkan dari dalam negeri. Begitu pula halnya mengenai persyaratan dari dana-
dana yang diperoleh dari luar negeri tidak boleh bersifat mengikat, karena hal tersebut
88
Yuswar Zainul Basri dan Mulyadi Subri, Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hlm.101.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
tidak sejalan dan akan bertentangan dengan prinsip kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang digariskan dalam UUD 1945.
89
Kebijakan pemerintah dalam hal pengelolaan dan pembiayaan hutang bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana pinjaman baik yang berasal dari
dalam maupun luar negeri serta menggerakkan pasar obligasi pemerintah termasuk ORI. Sasaran yang dituju dalam program ini adalah:
a. Tercapainya penyerapan pinjaman luar negeri yang maksimal sehingga dana
pinjaman dapat digunakan tepat waktu. b.
Adanya penyempurnaan strategi pinjaman pemerintah. c.
Adanya penyempurnaan kebijakan pinjamanhibah daerah yang sesuai dengan kemampuan fiskal daerah.
d. Adanya penyempurnaan mekanisme penerusan pinjaman dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah, serta e.
Adanya penyempurnaan mekanisme sumber pembiayaan APBN melalui pengelolaan Surat Utang Negara SUN
Kemudian dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran sebagaimana dimaksud di atas, kegiatan pokok program ini dalam tahun 2005 dan 2006 adalah:
90
a. Pengamanan rencana penyerapan pinjaman luar negeri baik pinjaman program
maupun pinjaman proyek. Pinjaman program utamanya diupayakan agar matrik kebijakan policy matrix yang sudah disepakati dapat dilaksanakan sesuai dengan
89
Muchtarudin Siregar, Pinjaman Luar Negeri dan Pembiayaan Pembangunan di Indonesia, Jakarta: FEUI, 1991, hlm. 2.
90
Cetak Biru Pembangunan Bidang Ekonomi, Bab IX, hlm.XI-44.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
perencanaan, sedangkan pinjaman proyek perlu lebih dimatangkan dalam kesiapan proyek baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
b. Penyempurnaan mekanisme penyaluran pinjaman dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah sesuai dengan revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. c.
Pengamanan pipeline pinjaman luar negeri untuk mengamankan pembiayaan anggaran negara di tahun-tahun berikutnya melalui penyempurnaan strategi
pinjaman pemerintah. d.
Penyempurnaan rumusan kebijakan pinjaman daerah dan hibah yang disesuaikan dengan kemampuan fiskal masing-masing daerah.
e. Perumusan kebijakan teknis, pembinaan, penatausahaan dan pemantauan
pinjaman dan hibah luar negeri. f.
Pengelolaan portofolio SUN melalui 1 pembayaran bunga dan pokok obligasi negara, 2 penerbitan SUN dalam mata uang rupiah dan mata uang asing, 3
pembelian kembali buyback obligasi negara, 4 restrukturisasi obligasi negara jenis Hedge Bond HB, 5 debt switching, dan 6 konsolidasi data antara Pusat
Manajemen Obligasi Negara PMON, Ditjen Anggaran dan Bank Indonesia. g.
Pengembangan pasar SUN melalui 1 pengembangan infrastruktur pasar retail obligasi negara, 2 memantau pola perdagangan SUN di pasar sekunder, 3
pengembangan yield curve dan penyusunan harga indikatif obligasi negara, 4 penerbitan publikasi secara berkala, 5 sosialisasi SUN, dan 6 mengelola
website PMON.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
h. Pengembangan infrastruktur SUN melalui: 1 penyusunan rancangan peraturan
pemerintah dan ketentuan pelaksanaan lainnya, 2 menyusun peraturan pelaksanaan dan review dokumen-dokumen hukum yang berkaitan dengan
pengelolaan SUN, 3 penerbitan surat perbendaharaan negara Treasury Bills, 4 kerangka manajemen resiko, 5 analisis metode non-lelang SUN Issuance,
buy back atau debt switching, 6 pengembangan SDM, dan 7 pengembangan akses informasi pasar finansial.
i. Pengembangan dan pemeliharaan sistem informasi dan sistem pelaporan
manajemen SUN melalui: 1 mengembangkan sistem informasi yang terpadu, 2 meningkatkan kapasitas server PMON sampai siap untuk transaksi online, 3
mengevaluasi kemungkinan penerapan penggunaan treasury management information system, dan 4 memelihara dan menyempurnakan sistem jaringan
komputer.
3. Obligasi Negara Ritel ORI sebagai Instrumen Investasi guna Mendukung
pembangunan Ekonomi Nasional Investasi dimaksudkan sebagai kegiatan pemanfaatan dana yang dimiliki
dengan menanamkannya ke usahaproyek baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan harapan akan mendapatkan sejumlah keuntungan dari investasi
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
tersebut di kemudian hari.
91
Lebih khusus Komaruddin memberikan pengertian investasi sebagai:
92
1. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi, atau suatu penyertaan lainnya.
2. Suatu tindakan membeli barang modal, dan
3. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi, dengan pendapatan di masa yang
akan datang. Investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam
ini, investasi pada hakikatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika dari investasi mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan
ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat
menggairahkan investasi.
93
Investasi dimaksud akan meningkatkan Produk Domestik Bruto PDB, dan apabila pertumbuhan investasi mengalami stagnasi, pada akhirnya akan
mempengaruhi laju pertumbuhan PDB secara keseluruhan. Lebih rinci dapat disebutkan tentang manfaat investasi bagi pembangunan ekonomi, yaitu:
94
a. Investasi dapat menjadi salah satu alternatif untuk memecahkan kesulitan modal
yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
91
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan kedua, Edisi revisi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hlm.331.
92
Panji Anoraga, Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing, Jakarta: Pustaka Jaya, 1994, hlm.47.
93
Dumairy, Perekonomian Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1996, hlm.132.
94
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004, hlm.10.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
b. Industri yang dibangun dengan investasi akan berkontribusi dalam perbaikan
sarana dan prasarana, yang pada gilirannya akan menunjang pertumbuhan industri-industri turutan di wilayah sekitarnya.
c. Investasi turut serta membantu pemerintah memecahkan masalah lapangan kerja,
yakni akan menciptakan lowongan kerja untuk tenaga kerja terampil maupun untuk tenaga kerja yang tidak terampil.
d. Investasi akan memperkenalkan teknologi dan pengetahuan baru yang bermanfaat
bagi peningkatan keterampilan pekerja dan efisiensi produksi. e.
Investasi akan memperbesar perolehan devisa yang didapatkan dari industri yang hasil produksinya sebagian besar ditujukan untuk ekspor.
Secara teoritis pada tahun 1950 dan 1960-an, dalam semangat duet ekonomi Harrod-Domar
95
, utang luar negeri dipandang mempunyai dampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan tabungan masyarakat sebagai dampak
lanjutannya. Alasannya, aliran utang luar negeri dapat meningkatkan investasi yang selanjutnya meningkatkan pendapatan dan tabungan domestik dan seterusnya. Secara
teori, utang luar negeri justru menghasilkan dampak pengganda multiplier efects yang positif pada perekonomian nasional sebuah bangsa.
Namun pada tahun 1970-an, dua ekonomi lainnya yaitu: Keith Griffin dan John Enos dalam bukunya Foreign Assistance: Objectives and Consequences
membuktikan bahwa utang luar negeri berdampak negatif pada pertumbuhan. Mereka mengajukan bukti empiris bahwa utang luar negeri beralokasi negatif pada
95
Boediono, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta: BPFE, 1982, hlm.65.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan tabungan masyarakat. Utang luar negeri telah membuat pemerintah meningkatkan pengeluaran yang mengurangi dorongan untuk
meningkatkan penerimaan pajak dan sebagainya. Ekonom di era berikutnya juga melakukan studi mendukung kesimpulan Griffiin dan rekannya tersebut.
96
Pada saat ini Pemerintah Indonesia sudah mulai belajar untuk menghilangkan ketergantungan atas pinjaman luar negerinya yang belakangan ini semakin
memberatkan saja. Salah satu kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia pada saat ini adalah dengan mengembangkan pasar obligasi pemerintah Surat Utang
Negara, khususnya dalam pasar retail. Perlu dikembangkannya pasar obligasi pemerintah adalah dengan alasan sebagai berikut:
97
a. Membangun struktur utang pemerintah yang berkesinambungan. Pasar sekunder yang berkembang akan mendukung upaya pemerintah untuk melakukan re-
financing utang-utangnya secara sustainable sehingga utang domestik pemerintah pada masa yang akan datang bisa lebih seimbang jatuh temponya.
b. Untuk mengurangi ketergantungan utang luar negeri. Pengembangan pasar
obligasi pemerintah akan memberikan alternatif yang lebih fleksibel dalam mengkombinasikan utang domestik dan utang luar negeri dengan beban biaya
yang paling rendah minimum. Di samping itu obligasi yang likuid juga akan
96
Keith Griffin dan John Enos dalam makalah Umar Juoro, Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan Pinjaman Luar Negeri.
97
Makmun, Pengelolaan utang Negara dan Pemulihan Ekonomi, Edisi Khusus, Departemen Keuangan, Republik Indonesia, Jakarta: Badan Pengkajian Ekonomi Keuangan dan kerjasama
Internasional, 2005, hlm.13-14.
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
mendukung uapaya pemerintah dalam mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negari dengan mengandalkan mobilisasi dana dari sumber domestik.
c. Mendukung efektifitas Bank Sentral central registry dalam melaksanakan
kebijakan moneter. Sebagai instrumen operasi pasar terbuka OPT, Bank Indonesia selama ini hanya menggunakan SBI, karena belum adanya government
securities. Padahal di beberapa negara, bank sentral telah menggunakan obligasi pemerintah sebagai instrumen OPT. Sebagai prasyarat instrumen OPT, obligasi
ini harus tersedia dalam jumlah yang cukup, kesinambungan penerbitnya, dan juga likuid. Di samping itu juga perlu adanya koordinasi otoritas fiskal dan
moneter agar price stability bisa tetap terjamin, fiskal sustainable tidak terancam, dan market principles tetap dapat berfungsi independen.
Selain itu ada beberapa persyaratan yang diperlukan agar pasar obligasi dapat berkembang dengan baik di Indonesia, khususnya di pasar sekunder, hal-hal tersebut
di antaranya adalah sebagai berikut:
98
a. Credit worthiness penerbit pemerintah khususnya dimata investor asing.
b. Adanya perangkat hukum yang memadai untuk melindungi kepentingan investor.
c. Basis investor yang luas dari wholesale sampai dengan retail
d. Adanya sistem perpajakan yang memadai
e. Adanya lembaga perantara yang memadai, dan
f. Adanya dukungan sistem pembayaran yang efisien, aman dan cepat.
98
Ibid.,
Elvira Fitriyani Pakpahan : Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI, 2009 USU Repository © 2008
Kebijakan penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI oleh pemerintah, paling tidak telah memotivasi berkembangnya investor lokal individual yang sebenarnya
mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan lebih lanjut. Keberhasilan penjualan ORI seri 001 pada pertengahan tahun 2006 lalu kemudian dilanjutkan tahun
2008 lalu, telah membuktikan bahwa masyarakat mempunyai kesanggupan modal untuk ikut berperan serta dalam rangka mengembangkan pembangunan ekonomi
nasional yang berkelanjutan. Selain itu, jika pasar obligasi negara ritel ORI terus menerus dikembangkan
oleh pemerintah hingga menjadi benchmark investasi lokal, maka sudah barang tentu akan berkorelasi negatif terhadap pinjaman luar negeri yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia saat ini. Artinya, secara perlahan pemerintah bisa mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri dari bangsa lain dengan jalan
mengganti instrumen investasi yang lebih menguntungkan bangsa Indonesia dalam bentuk obligasi negara ritel ORI.
B. Mekanisme Transaksi Obligasi Negara Ritel