terakhir akan dievaluasi kembali sesuai dengan “Jadwal Angsuran” yang ditetapkan dalam “Surat Sanggup” untuk membayar, dan lunas pada saat
jatuh tempo”. Dengan tidak ditetapkannya jumlah dan tanggal brapa pihak hotel harus membayar pada bulan ke 4 empat dan seterusnya secara sepihak
oleh bank, memberikan keringanan bagi pihak Natama Hotel untuk dapat menjalankan kewajibannya, hal ini dapat dilihat pada kalimat “untuk
angsurannya bulan ke 4 empat sampai dengan angsuran ke 120 seratus dua puluh atau terakhir akan dievaluasi kembali sesuai dengan “Jadwal
Angsuran” yang ditetapkan dalam “Surat Sanggup””. Dimana bank memberikan kemudahan bagi nasabah untuk mengajukan waktu yang ia
sanggupi untuk membayar cicilannya kepada Bank di dalam sebuah ”surat sanggup” hal ini sesuai dengan asas maslahat yang ada pada Hukum perikatan
Islam, dengan sama-sama membrikan iktikad baik dari kedua belah pihak.
5. Sanksi Tegas Terhadap Nasabah Mampu yang Menunda-nunda
Pembayaran.
Pada Pasal 4 Jangka Waktu dan Cara Pembayara terdapat sebuah klausul yang menyangkut sanksi atas keterlambatan pembayaran yang
dilakukan oleh nasabah yang berbunyi “ Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran oleh NASABAH kepada BANK, maka NASABAH berjanji dan
dengan ini mengikatkan diri untuk membayar biaya administrasi pada BANK untuk Invesasi Pembelian Hotel Natama Padangsidimpuan sebesar Rp.
23.350,45 dua puluh tiga ribu tiga ratus lima puluh koma empat puluh lima
rupiah untuk tiap-tiap keterlambatan, terhitung sejak saat kewajiban pembayaran tersebut jatuh tempo sampai dengan tanggal dilaksanakan
pembayaran kembali.” Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.17DSN-
MUIXI2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran, dimana dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa “Nasabah
mampu yang menunda-nunda pembayaran dan atau tidak mempunyai kemauan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi”.
Kemudian pada point berikutnya diterangkan bahwa saksi harus didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan
kewajibannya. Sanksi yang diberikan bisa berupa denda sejumlah uang yang berdasarkan kesepakatan bersama dan dibuat saat penandatanganan akad,
serta dana dari denda diperuntukkan untuk dana sosial. Dari fatwa diatas, kita dapat mengetahui bahwa pembuatan
kesepakatan tentang denda yang diberikan terhadap ketidak disiplinan nasabah adalah sah secara hukum, dengan syarat harus disepakatai bersama
dan dibuat pada saat penanda tanganan akad, serta pihak Bank wajib menggunakan dana tersebut untuk dana sosial.
6. Pembebanan Biaya Transaksi kepada Nasabah
Pembebanan biaya-biaya yang langsung terkait dengan transaksi jual beli dan biaya-biaya yang tidak langsung terkait dengan transaksi tersebut
namun memberikan nilai tambah pada barang yang diperjualbelikan dapat dibolehkan.
Sesuai dengan Peratutan Bank Indonesia, Pihak BANK harus memberikan penjelasan atas segala keterangan yang menyangkut suatu
produk bank, baik keuntungan, resiko, biaya, jangka waktu dan lain-lain. Yang dimaksud dengan biaya adalah segala biaya yang akan
dikeluarkan oleh nasabah sepeti; administrasi, provisi, atau penalti, dan sebagainya. Semua hal itu harus diinformasikan pihak Bank kepada Nasabah
sebelum tercapainya akad. Biaya yang dibebankan kepada NASABAH. Dalam pasal 6 pada akad
perjanjian disebutkan “NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menanggung segala biaya yang diperlukan berkenaan dengan
pelaksanaan Akad ini termasuk jasa Notaris dan jasa lainnya, sepanjang hal itu diberitahukan BANK kepada NASBAH sebelum ditandatangani Akad ini
dan NASABAH menyatakan persetujuan. Dituliskan bahwa Nasabah berkewajiban menanggung beban biaya
yang berkaitan dengan pelaksanaan akad, namun perlu diketahui bahwa Nasabah tidak diperbolehkan menanggung biaya yang memang semestinya
dikerjakan oleh si penjual dalam hal ini pihak Bank. Dalam pembebanan biaya-biaya yang timbul haruslah diberitahukan
sebelum ditandatanganinya akad sehingga nasabah mengetahuinya dan pembebanan biaya itu harus memperoleh persetuan dan keridoan dari pihak
nasabah, dan telah disepakati kedua belah pihak. Hal ini dapat dilihat pada kalimat “hal itu diberitahukan BANK kepada NASBAH sebelum
ditandatangani Akad ini dan NASABAH menyatakan persetujuan.” Sehingga Bank tidak dapat secara sepihak membebankan biaya-biaya yang tidak
seharusnya di tanggung Nasabah. 7.
Peyelesaian Perselisihan dengan Musyawarah
Sesuai dengan Fatwa DSN-MUI bahwa bila terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat maka diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat.
Pada Pasal 15 disebutkan “Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami atau menafsirkan bagian-bagian dari isi, atau terjadi perselisihan
dalam melaksanakan Akad ini, maka NASABAH dan BANK akan berusaha untuk menyelesaikan secara musyawarah dan mufakat.”
Dan bila mana tidak tercapai kesepakatan dalam perselisihan tersebut maka dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah. “NASABAH dan
BANK sepakat untuk menunjuk dan menetapkan serta memberi kuasa kepada BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL BASYARNAS untuk
memberikan putusannya, menurut tatacara dan prosedur beratbitrase yang ditetapkan oleh dan berlaku di badan tersebut.”
Penyelesaian yang ditempuh memalalui Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS adalah penyelesaian yang bersifat final dan
mengikat, sehingga perselisihan kedua belah pihak berakhir pada keputusan yang dikeluarkan BASYARNAS.
8. Pemberian Potongan oleh Pihak Bank kepada Nasabah.