Kitab-kitab Imam Abu Hanifah Pendapat Imam Hanafi Terhadap Penyaluran Zakat

itu sebagai suatu rahmat dari Allah SWT. Beliau sangat menghormati pendapat orang lain, sekali pun pendapat itu berbeda dengan pendapatnya.

2. Kitab-kitab Imam Abu Hanifah

a. Kitab Al-Mabsuuth Kitab ini dihimpun oleh Muhammad bin Hassan, memuat masalah-masalah keagamaan yang dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah. Di samping itu juga memuat pendapat-pendapat Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hassan yang berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah. Diterangkan pula di dalamnya perbedaan pendapat Abu Hanifah dengan Ibnu Abi Laila. Yang meriwayatkan Kitab Al-Mabsuuth, ialah Ahmad bin Hafsah Al-Kabir, seorang murid dari Muhammad bin Hassan. b. Kitab al-Jaami’ush Shaghir Diriwayatkan oleh Isa bin Abban dan Muhammad bin Sima’ah yang keduanya murid Muhammad bin Hassan. Kitab ini dimulai dengan bab shalat. Karena sistematika kitab ini tidak teratur, maka disusun kembali oleh Al-Qadhi Abdut Thahir, Muhammad bin Muhammad Ad- Dabbas. c. Kitab Al-Jaami’ul Kabiir Isi kitab ini sama dengan Al-Jaami’ush Shaghir, hanya uraiannya lebih luas Kitab As Sairush shaghir, berisi tentang jihad hukum perang. Kitab As-Sairul Kabiir berisi masalah-masalah fiqih yang ditulis oleh Muhammad bin Hassan. Di samping itu, terdapat kumpulan pendapat Imam Hanafi yang berhubungan dengan masalah warisan yang bernama kitab Al-Faraa-idh dan kitab yang memuat masalah-masalah mu’ammalat yang bernama kitab Asy-Syuruuth. Masalah-masalah Ilmu Tauhid dan Ilmu Kalam yang beliau kemukakan terkumpul dalam kitab Al-Fiqhul Akbar. 3 Kitab ini diriwayatkan dari Abi Mu’thi Al Hakam bin Abdullah Al Balkhi, kemudian diberi penjelasan oleh Abu Mansur Isma’il Al Maturidi dan oleh Abul Muntaha Al-Maula Ahmad bin Muhammad Al Maghnisawi.

3. Pendapat Imam Hanafi Terhadap Penyaluran Zakat

Menurut mazhab Hanafi mengenai penyaluran dana zakat untuk pendidikan, yang dimaksud “Ibnu Sabil” adalah musafir yang kehabisan dana perjalanan, maka ia boleh menerima zakat sebatas kebutuhannya saja. Tapi yang lebih utama baginya adalah berhutang untuk memenuhi kebutuhannya. Zakat juga boleh disalurkan kepada anak orang kaya yang sudah tua, bila ia fakir. Sedangkan menyalurkan kepada anaknya yang masih kecil tidak boleh. Demikian juga boleh menyalurkan zakat kepada putri orang kaya yang fakir dan kepada seorang bapak yang melarat sekalipun anaknya berkecukupan. 3 Ibid, hlm 79. Dimakruhkan menyalurkan zakat dari satu negeri ke negeri lainnya, kecuali bila untuk kerabatnya atau untuk suatu kaum yang paling membutuhkan dari penduduk negeri tersebut. Bila ia menyalurkan untuk selain mereka ini, maka untuk yang demikian itu sah, akan tetapi hukumnya makruh. Yang demikian dimakruhkan hanyalah apabila ia mengeluarkan zakatnya itu tepat pada waktunya. Sedang apabila ia mengeluarkan lebih awal dari waktunya, maka tidak apa-apa. Yang menjadi ketentuan dalam masalah zakat ini adalah tepat harta tersebut berada, sekalipun pemiliknya ada di negerinya sedang hartanya ada di negeri lain; dan zakat itu hendaklah dipisahkan di tempat harta itu. Bila apa yang diberikan kepada anak-anak kerabatnya dan orang yang datang mengucapkan selamat kepadanya itu diniatkan sebagai zakat, maka yang demikian itu sah; demikian pula yang diberikan orang-orang fakir dari laki-laki dan perempuan pada hari-hari besar dan hari Id. 4

B. Pandangan Imam Mazhab Terhadap Penyaluran Dana Zakat Pendidikan