Dimakruhkan menyalurkan zakat dari satu negeri ke negeri lainnya, kecuali bila untuk kerabatnya atau untuk suatu kaum yang paling
membutuhkan dari penduduk negeri tersebut. Bila ia menyalurkan untuk selain mereka ini, maka untuk yang demikian itu sah, akan tetapi hukumnya
makruh. Yang demikian dimakruhkan hanyalah apabila ia mengeluarkan zakatnya itu tepat pada waktunya. Sedang apabila ia mengeluarkan lebih awal
dari waktunya, maka tidak apa-apa. Yang menjadi ketentuan dalam masalah zakat ini adalah tepat harta tersebut berada, sekalipun pemiliknya ada di
negerinya sedang hartanya ada di negeri lain; dan zakat itu hendaklah dipisahkan di tempat harta itu. Bila apa yang diberikan kepada anak-anak
kerabatnya dan orang yang datang mengucapkan selamat kepadanya itu diniatkan sebagai zakat, maka yang demikian itu sah; demikian pula yang
diberikan orang-orang fakir dari laki-laki dan perempuan pada hari-hari besar dan hari Id.
4
B. Pandangan Imam Mazhab Terhadap Penyaluran Dana Zakat Pendidikan
Penjelasan “Ibnu sabil” di atas oleh ahli tafsir dikatakan yaitu musafir yang keputusan belanja. Maka dia boleh mengambil harta zakat, sekalipun di
kampungnya tergolong orang kaya.
4
Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, Mathba’ah Al- Istiqamah, Cairo, Ct.4, penerjemah H. Chatibul Umam dan Abu Hurairah, Fiqh Empat Madzhab,
Jakarta : Darul Ulum Press, November 2002, hlm 160.
Ulama Islam terdahulu telah membuat contoh-contoh tentang ketinggian perjalanan mereka, yang tanpa ada bandingannya dalam rangka mencari ilmu. Hal
tersebut telah menjadikan ulama-ulama masa sekarang dan para ahli sejarahnya baik dari Barat dan Timur mencatat kegiatan mereka dengan rasa kagum dan
terpesona. Mengenai definisi Ibnu Sabil, dalam hadist menerangkan :
‘Dari Abi Said, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Sadaqah itu tidak halal untuk orang kaya, kecuali kalau dia itu orang yang berjuang di jalan
Allah dan karena keputusan belanja dalam perjalanan ibnu sabil, atau ada seorang tetangga yang miskin yang diberi sadaqah kemudian orang miskin itu
menghadiahkan kepadamu dan diundang ke rumahnya.” H.R Abu Daud
Syarat memberi zakat kepada Ibnu Sabil menurut Mazhab Hanafi,
walaupun tempat tinggalnya ia adalah orang kaya, karena maksud pemberian itu untuk menakut-nakuti musuh. Dengan di berinya si mujahid zakat, berarti
memperkuat keberaniannya untuk menghadapi musuh Allah. Ulama Mazhab Hanafi memasukkan Ibnu Sabil sebagai oaring yang
ghaib dari hartanya, tidak mampu memiliki walaupun berada di negerinya karena kebutuhan itulah yang menjadi alasan, sedangkan kebutuhan itu ada karenanya
orang tersebut fakir dalam kenyataan meskipun kelihatan kaya. Apabila ia seorang pedagang yang mempunyai piutang pada orang lain, akan tetapi tidak
sanggup mengambilnya dan ia tidak memiliki sesuatu apapun, maka dihalalkan
baginya mengambil zakat karena dalam kenyataanya ia adalah orang fakir sama seperti Ibnu Sabil.
Sedangkan syarat memberi zakat kepada Ibnu Sabil menurut Mazhab Maliki
“Ibnu Sabil” adalah musafir yang membutuhkan bantuan untuk bias sampai ke negerinya. Maka boleh diberi zakat bila ia seorang merdeka, muslim,
bukan dari bani Hasyim dan perjalanannya itu bukan tujuan maksiat, seperti perampok. Bila syarat-syarat ini telah terpenuhi, berarti ia berhak mendapatkan
zakat, sekalipun dinegerinya ia adalah seorang yang kaya, yaitu bila ia tidak mendapatkan seseorang untuk meminjam kebutuhan yang dapat mencukupi
sampai di negerinya. Jika ia mendapatkan orang yang dapat ia pinjami, maka tidak boleh diberi zakat, sebagaimana orang yang tidak memenuhi ketentuan
syarat-syarat tadi.
5
Pembagian zakat itu harus dilakukan di tempat zakat itu diwajibkan atau di tempat yang dekat dengannya. Ia tidak boleh menyalurkan ke tempat lain
sampai sejauh jarak boleh mengqashar shalat atau lebih, kecuali apabila penduduk tempat tersebut lebih membutuhkan dari penduduk tempat zakat itu diwajibkan,
maka ia wajib menyalurkan bagian yang lebih banyak dari zakat tersebut untuk mereka yang lebih membutuhkan tadi. Sedangkan bagian yang lebih sedikit
hendaklah dibagikan kepada penduduk setempat, sedangkan upah angkutnya itu diambilkan dari Baitul Maal kaum muslimin. Jika tidak ada Baitul Maal, maka
5
Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, Mathba’ah Al-Istiqamah, Cairo, Ct.4, penerjemah H. Chatibul Umam dan Abu Hurairah, Fiqh Emapt
Madzhab, Jakarta : Darul Ulum Press, November 2002, hlm 162.
zakat itu hendaklah dijiual dan diberikan barang yang semisal di tempat barang itu disalurkan, atau harga penjualannya itu yang dibagikan di tempat tersebut
sesuai dengan kemaslahatan. Yang dimaksud tempat wajibnya zakat adalah tempat tanaman dan buah-buahan itu dihasilkan, sekalipun bukan di negeri dan
tempat pemiliknya.
Syarat memberi zakat kepada Ibnu Sabil menurut Mazhab Hambali
adalah musafir yang kehabisan biaya perjalanan d luar negeri tempat tinggalnya untuk tujuan perjalanan mubah, atau untuk tujuan perjalanan haram lalu ia
bertaubat. Maka ia boleh mendapatkan zakat sebatas memenuhi kebutuhannya untuk kembali ke negerinya, sekalipun ia mendapatkan orang yang dapat
dihutangi, baik ia orang kaya ataupun fakir. Membayar zakat kepada satu di antara delapan golongan tersebut tadi sah. Orang banyak boleh membayarkan
zakatnya kepada satu orang, sebagaimana satu orang boleh membayarkan zakatnya kepada banyak orang.
Mengeluarkan zakat berupa harga dari zakat yang diwajibkan tidak boleh, melainkan yang wajib adalah mengeluarkan benda yang wajib dizakatkan.
Membayar zakat itu tidak boleh kepada orang kafir, hamba sahaya, orang yang kaya harta dan mata pencaharian dan tidak pula kepada orang yang wajib ia
nafkahi, selama ia bukan amil zakat, tentara perang, muallaf, hamba mukattab, ibnu sabil dan orang yang punya hutang untuk kepentingan perbaikan sesuatu
yang nyata. Dan tidak boleh juga istri membayar zakat kepada suaminya, begitu pula sebaliknya, juga tidak boleh membayar zakat itu kepada Bani Hasyim.
6
Menurut Mazhab Syafi’i mengenai syarat Ibnu Sabil adalah musafir
yang pergi dari negeri tempat zakat balad al-zakah, atau melewati negeri tersebut, maka ia boleh diberi zakat sebatas cukup untuk sampai ke tujuan, atau
sebatas cukup untuk sampai ke tempat ia miliki harta bila ada, dengan syarat ia membutuhkannya ketika melakukan perjalanan atau ketika ia melewati negeri
tempat zakat tadi dan hendaklah perjalanannya itu bukan untuk kemaksiatan melainkan untuk tujuan yang benar secara syara’.
Untuk mengambil zakat tersebut bagi delapan golongan ashnaf yang berhak menerima zakat, ada lima syarat sebagai tambahan dari ketentuan syarat-
syarat khusus bagi setiap golongan tadi, yaitu : 1. Islam
2. Merdeka penuh, kecuali ia hamba mukatab. 3. Bukan dari keturunan Bani Hasyim, Bani Muthalib dan bukan pula yang
dimerdekakan dari mereka Bani Hasyim dan Muthalib, sekalipun haknya untuk memperoleh dari Baitul Maal terhalang, yang dikecualikan dari hal itu
adalah tukang bawanya, tukang timbangnya, dan pengawas zakat. Mereka ini boleh mengambil bagian dari zakat tersebut sekalipun ia orang kafir.
4. Biaya nafkahnya itu bukan kewajiban orang yang mengeluarkan zakat.
6
Ibid, hlm 164
5. Ia layak menerima zakat tersebut, dalam arti telah akil-baligh dan mempunyai budi pekerti yang baik.
Apabila seseorang mengkhususkan diri mencari ilmu, maka boleh diberi zakat sekedar memenuhi kebutuhan membeli buku-buku dan untuk kepentingan
agama dan dunianya. Orang yang mencari ilmu patut diberi zakat karena dia melaksanakan fardhu kifayah dan juga faedah ilmunya itu tidak hanya untuk
dirinya tapi juga untuk seluruh ummat. Ia berhak untuk ditolong dengan harta zakat karena termasuk kategori orang yang membutuhkan pertolongan kaum
muslimin atau orang yang dibutuhkan kaum muslimin itu sendiri. Sebagian orang ada yang memberi syarat dengan pemberian zakat untuk
golongan pencari ilmu, yaitu kepandaian yang dapat dimanfaatkan untuk kemashlahatan masyarakat, khususnya kaum muslimin. Pendapat ini dianut oleh
Negara-negara modern, di mana pemerintah atau lembaga-lembaga memberikan beasiswa atau tugas belajar di dalam atau di luar Negeri bagi mahasiswa dan
pegawai yang pandai. Niat zakat itu disyaratkan ketika zakat itu diserahkan kepada Imam
pemimpin atau kepada para mustahik secara langsung atau ketika zakat itu dipisahkan. Bagi pemilik tidak boleh menyalurkan zakat dari satu negeri ke negeri
lain sekalipun negeri itu dekat bila di negerinya terdapat mustahik zakat. Sedangkan bagi Imam boleh menyalurkan ke negeri lain. Yang dimaksud balad
al-zakah adalah tempat zakat itu sempurna satu tahun dan tempat harta tersebut berada. Ini berlaku untuk yang disyaratkan satu tahun, seperti emas. Sedangkan
yang tidak disyaratkan satu tahun, seperti tanaman, maka yang dimaksud balad al-zakah adalah tempat dikeluarkannya zakat dimana tanaman itu berada.
C. Analisa Penyaluran Dana Zakat BAZIS Dalam Pandangan Imam Hanafi