Permasalahan Pasca Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Di Kawasan Bekas Bencana Tsunami

103 sudah ada gugatan warga yang meminta ganti rugi pembebasan tanah. Sehingga berdasarkan kesepakatan warga desa Lambaro Skep dengan tim ajudikasi 0101-05, sertifikat tidak diterbitkan sampai dengan adanya kejelasan pemilik tanah tersebut. 64 Masalah sengketa tanah tersebut terjadi sejak tahun 1980 hingga saat ini belum ada putusan pengadilan.

B. Permasalahan Pasca Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Di Kawasan Bekas Bencana Tsunami

Bencana Alam gempa dan Tsunami telah membawa beberapa dampak kepada masyarakat, terutama berkaitan dengan masalah pertanahan. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional mengambil kebijakan dalam rangka rehabilitasi bidang pertanahan tersebut yaitu melalaui sertifikasi kembali terhadap hak-hak atas tanah yang telah terkena dampak bencana alam tersebut, terutama berkaitan dengan dokumen fisik maupun dokumen yuridis. Pelaksanaan penataan kembali melalui pensertifikatan Sertifikasi kepemilikan hak atas tanah baik secara administratif maupun yuridis telah dilakukan oleh kantor kantor Badan Pertanahan Nasional yang dilaksanakan melalui suatu mekanisme ajudikasi. Pelaksanaan Sertifikasi hak milik atas tanah yang telah dijalankan tersebut disamping telah memberi landasan yuridis berupa penerbitan sertifikat kepada pemilik hak atas tanah, juga disisi lain ternyata telah menimbulkan berbagai persoalan baru berkaitan masalah pertanahan dalam msyarakat dikawasan bekas bencana Tsunami. Persoalan ini bisa jadi sebagai akibat dampak bencana 64 Mukhlis Jafar, Kepala Desa Lambaro Skep, Wawancara, tanggal 27 Januari 2013. Universitas Sumatera Utara 104 Tsunami yang sangat dahsyat terhadap kawasan terutama diwilayah pesisir Kota Banda Aceh. Beberapa masalah yang mencuat berkaitan masalah pertanahan dikawasan bekas bencana Tsunami adalah sebagai berikut: 1. Lahirnya Sertifikat ganda Setelah 5 lima tahun bencana Tsunami berlalu, ternyata hingga saat ini masih menyisakan persoalan lain sebagai ekses dari bencana tersebut, yaitu terjadinya sengketa berkaitan kepemilikan hak atas satu objek berupa sebidang tanah. Hal ini diketahu ketika hendak dijadikan anggunan pada suatu Bank. Menurut Notaris Nurdhani; pernah terjadi pada bank mitranya, dimana atas sebidang tanah yang terletak di kawasan kelurahan Keudah, Kecamatan Kuta Alam, terdapat dua sertifikat dengan nama yang berbeda. 65 Tanah tersebut atas nama Burhanudin berdasarkan Sertifikat Hak Milik No. 234 yang dikeluarkan oleh kantor BPN Kota Banda Aceh tahun 1998. Setelah bencana Tsunami oleh panitia ajudikasi kemudian dikeluarkan lagi sertifikat baru dengan Nomor 10037 atas nama Muhammad Saleh. Penerbitan sertifikat ini dilakukan atas permintaan yang bersangkutan, kerena menurutnya tanah tersebut miliknya. Permasalahan ini baru diketahui ketika hendak dijadikan anggunan pada satu bank swasta oleh Muhammad Saleh, pihak bank melakukan survey ke lapangan, dan dilapangan berjumpa dengan pemilik yang sesungguhnya yaitu Burhanuddin. Burhanuddin menjelaskan kepada petugas Bank dengan menunjukkan bukti 65 Nurdhani, Notaris di Banda Aceh, Wawancara, tanggal 23 Januari 2013 Universitas Sumatera Utara 105 kepemilikannya berupa sertifikat yang masih utuh, bahwa tanah tersebut adalah miliknya. Menurut Keuchik Keudah Bustami, Bahwa apa yang terjadi atas tanah Burhanuddin, karena kondisi ketika itu yang tidak memungkinkan untuk mengkaji secara detil, dimana kondisi lapangan yang tidak mendukung serta masyarakat tidak semuanya kembali dari pengungsian disamping itu kondisi wilayah yang sudah rata dan tidak ada lagi penanda batas seperti bangunan semuanya sudah rata, sehingga panitia ajudikasi memproses berdasarkan permintan dari yang bersangkutan ditambah keterangan dari orang sekitar yang tidak banyak tau tentang pemilik tanah tersebut, 66 Padahal panitia ajudikasi sebenarnya ketika itu sebelum menerbitkan sertifikat pernah mengumumkan untuk tanah yang akan diterbitkankan sertifikat, akan tetapi tidak ada sanggahan dari masyarakat. 67 Hal tersebut bisa jadi tidak adanya sanggahan karena pemilik yang berhak atas tanah tersebut tidak ada ditempat karena masih dipengungsiaan. Sertifikat ganda atas objek yang sama juga pernah terjadi, dimana atas satu objek lahir dua sertifikat dengan nama yang sama. Seperti yang terjadi atas sertifikat Nomor 272 atas nama Amiruddin, yang dikeluarkan oleh Kantor BPN Kota Banda Aceh tanggal 20 -12-2003, yang terletak di Desa Blang Oi, Kecamatan Meuraxa. Kemudian pada tanggal 25-8- 2006 lahir lagi sertifikat baru melalui proses ajudikasi dengan Nomor 100056, Sertifikat yang pertama dijadikan anggunan pada Bank BPD 66 Bustami, Keuchik Keudah, Kecamatan Kuta Alam. Wawancara tanggal 24 Januari 2013. 67 Yasril, Kepala BPN Kota Banda Aceh, Wawancara, tanggal 26 Januari 2013 Universitas Sumatera Utara 106 Aceh, sedangkan yang kedua hendak dijadikan anggunan untuk pengambilan kredit pada Bank BTPN. 68 Namun setelah dilakukan cek bersih kekantor BPN, ternyata ketahuan bahwa sertifikat atas objek tersebut sudah pernah dijadikan anggunan oleh yang bersangkutan pada bank lain. Dengan demikian atas objek yang sama telah lahir dua sertifikat dengan nama yang sama dikeluarkan oleh BPN Kota Banda Aceh. 2. Kesalahan Objek Kesalahan penunjukan objek terjadi sebagai akibat tidak jelasnya lagi batas- batas persil tanah terutama yang dekat dengan laut dan juga karena ketidak tahuan ahli waris yang ditinggalkan. 69 Sebagaimana yang terjadi atas tanah dengan Sertifikat Nomor: 10058 atas nama Miswar, yang terletak di Gampong Punge, Kecamatan Meuraxa. Dimana letak tanah sebagaimana yang tersebut dalam sertifikat itu adalah merupakan tanah Abdullah, sementara seharusnya milik Miswar adalah tanah yang disampingnya, Ketika di cek ke BPN kota Banda Aceh, ternyata tanah Miswar seharusnya yang berada disampingnya. Akan tetapi di BPN dalam buku tanah hasil laporan BPN disitu tercantum Mr.X. tidak ada disebutkan milik siapa. Menurut Yasril kalau dalam buku tanah tidak tercantum namanya berarti hanya inisial Mr.X, berarti ketika tim ajudikasi melakukan pendataan dilapangan pemiliknya tidak hadir dan juga tidak melapor. 70 68 Yusrawati, Notaris Di Banda Aceh, Wawancara, tanggal 27 Januari 2013. 69 Mukhlis Jafar, Keuchik Gampong Lambaro Skep, Kecamatan syiah Kuala, wawancara, tanggal 25 Januari 2013 70 Yasril, Kepala BPN Kota Banda Aceh, Wawancara, tanggal 27 Januari 2013 Universitas Sumatera Utara 107 Menurut pengakuan pemilik hak atas tanah tersebut bahwa ketika turun tim ajudikasi ke lapangan, dia masih kecil umurnya masih sekitar 12 dua tahun dan tidak memiliki orang tua serta keluarga dekat yang mengetahui tentang tanah karena semua sudah meninggal terkena bencana tsunami. 71 Hal ini diperkuat oleh Keuchik Desa setempat yaitu Keuchik Punge, bahwa dia sendiri tidak mengetahui persis letak tanah keluarga Miswar tersebut, karena memang disitu ada beberapa kapling tanah kosong yang tidak ada bangunan. Hal ini menjadi sangat sulit untuk mengidentifikasi tanah tersebut, dimana juga batas- batasanya tidak ada lagi sudah rata dan berupa hamparan tanah luas. 72 Menurut Kechik tersebut masalah ini baru mencuat ketika mau didirikan bangunan oleh seorang developer. Pak Abdullah selaku pemilik tanah itu melarang developer tersebut membangun karena menurutnya tanah itu merupakan miliknya. Dan hingga saat ini permasalahan tersebut belum tuntas penyelesaiaannya. Hal ini bisa jadi karena kalau melihat dalam peta tanah Sertifikat, disitu tidak disebutkan tanah tersebut berbatasan dengan siapa, misalnya barat, timur, utara selatan disitu tidak ada, karena dalam sertifikat hasil pendaftaran panitia ajudikasi memang tidak menyebutkan identitas yang jelas disitu yang ada hanya dicantumkan nomor NIB. Ini berbeda dengan sertifikat biasa atau hasil pendafataran secara Sporadik. 73 Sehingga agak sulit untuk mengidentifikasikan ketika ada masalah berkaitan dengan sertifikat tersebut. Dan ini maslah yang sering terjadi terhadap 71 Miswar, Pemilik sertifikat, Wawancara, tanggal 23 Januari 2013. 72 Muhammad Amin, Keuchik Gampong Punge, Wawancara, tanggal 23 Januari 2013 73 Yusrawati, Notaris di Banda Aceh, Wawancara, tanggal 23 Januari 2013 Universitas Sumatera Utara 108 tanah-tanah bekas bencana tsunami. 3. Sertifikat Bukan Atas Nama Ahli Waris Yang Berhak. Bentuk lain permasalahan yang muncul atas sertifikasi tanah di kawasan bekas Tsunami adalah keluarnya sertifikat atas nama ahli waris yang tidak berhak, sebagaimana yang terjadi di Gampong Lam Jamee. Hal tersebut dialami oleh Saiful Bahri Warga Lamjamee, sebidang tanah yang merupakan milik orang tuanya, yang ketika Tsunami Orang tua serta adik-adiknya semua meninggal dunia. Yang tersisa hanya sebidang tanah, bekas bangunan rumah yang sudah rata. Pada saat ini sebidang tanah yang merupakan peninggalan orang tuanya tersebut, belum dapat dia miliki, padahal dia merupakan ahli waris langsung yang seharusnya mewarisi harta peninggalan orang tua yang sudah meninggal. Hal ini disebabkan karena tanah tersebut sertifikatnya bukan atas namanya akan tetapi atas nama sepupunya yang bernama Junaidi, yaitu sertifikat nomor 10234 yang dikeluarkan oleh Kantor BPN Kota Banda Aceh. Padahal dia sudah meminta kepada sepupunya untuk menyelesaikan masalah ini, untuk mengembalikan tanah tersebut namun hingga saat ini belum terjadi titik temu. Menurut Keuchik Lam Jamee. Pada saat pendataan tanah oleh tim ajudikasi keberadaan Saiful Bahri tidak diketahui dan ketika itu dia juga masih kecil berumur sekitar 14 tahun. 74 Sementara menurut keterangan tetangga yang selamat dari Tsunami bahwa Saiful Bahri sudah meninggal bersama keluarga mengingat saat itu 74 Ruslan, Keuchik lam Jamee, Kecamatan Meuraxa, Wawancara, 25 Januari 2013 Universitas Sumatera Utara 109 Lam Jamee merupakan kawasan yang cukup parah dampaknya. Akan tetapi ternyata yang bersangkutan setelah 3 Tahun Tsunami pulang, karena menurutnya dia ikut mengungsi ke Kampung tetangganya ke Aceh Selatan. Setelah 3 tahun disana dia baru pulang. Ketika pulang dia lihat sudah ada bangunan rumah, yang merupakan milik sepupunya. 75 Padahal dia pulang dengan harapan dapat memanfaatkan tanah tersebut untuk mendirikan tempat tinggal. Ternyata tanah sudah beralih ke tangan sepupunya. Seharusnya tanah tersebut menjadi milik ahli waris yang lebih berhak, yaitu anaknya sendiri yang merupakan ahli waris langsung. 4. Luas Tanah Tidak Sesuai Pelaksanaan sertifikasi seharusnya memberi jaminan kepastian hak atas kepemilikan hak kepada yang berhak, akan tetapi ternyata setelah sertifikasi tanah justru terjadi kerugian bagi sebagian pemilik tanah, berupa berkurangnya luas tanah dari yang sebenarnya dimiliki oleh seseorang. Hal tersebut seperti yang dialami oleh Usman Hasan Warga Gampong Blang Oi, Kecamatan Meuraxa. Dimana luas tanah yang tercantum dalam sertifikatnya Nomor 1026 yang dikeluarkan oleh kantor BPN Kota Banda Aceh menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya dia miliki sebelum Tsunami. 76 Menurut keterangannya dulu sudah pernah ada sertifikat atas tanah tersebut, namun karena bencana semua dokumen sudah tersapu air. demikian juga yang ada di kantor BPN kota Banda Aceh sudah punah karena kantor BPN juga terletak dekat dengan laut. 75 Saiful Bahri, Warga Lam Jamee, Kecamatan Meuraxa, wawancara, tanggal 25 Januari 2013 76 Usman Hasan, Warga Blang Oi, Kecamatan Meuraxa, Wawancara, tanggal 24 Januari 2013 Universitas Sumatera Utara 110 Setelah Tsunami dia mendaftar kembali tanahnya melalui program ajudikasi ke panitia ajudikasi untuk mendapatkan sertifikat. Ternyata ketika serifikat keluar luasnya menjadi berkurang. Dimana sebagian tanahnya masuk kedalam bagian tanah tetangganya. Sementara tetanngganya juga sudah memperoleh sertifikat, yang diurus belakangan. Terhadap tanah yang bersangkutan menurut pengakuannya didalam sertifikat lama disebut memilki luas 500 m2, akan tetapi saat ini tinggal 480 m2 jadi berkurang, sekitar 20 m. 77 Ini bisa jadi sebagai akibat tidak dicantumkannya batas-batas tanah, hanya menyebutkan luasnya saja didalam sertifikat. Sehingga ketika ada sebagian orang tidak jujur susah untuk membuktikan. Tentang batas-batas, hal ini akan berpengaruh pada posisi tanah termasuk luasnya dikemudian hari. Hal yang sama juga dialami oleh Muhammad Husen, Warga Emperom, Kecamatan Meuraxa. Dimana yang bersangkutan sebagai pemilik hak atas sebidang tanah sertifikat Nomor: 10059, ternyata luas tanahnya juga berkurang tidak sesuai lagi dengan luas pada saat dia beli tahun 1999. Dimana dalam sertifikat yang dikeluarkan dari hasil pendaftaran Panitia Ajudikasi luas tanahnya menjadi 250 m2, padahal dulunya tanah tersebut memiliki luas yang disebut dalam sertrifikat seluas 300 m2. 78 Hilangnya batas-batas persil tanah akibat bencana Tsunami menjadi masalah pada saat pendataan dilapangan, karena semua bangunan sudah rata setelah gempa dan tersapu gelombang tsunami. Tidak ada tersisa sedikitpun penanda batas, sehingga 77 Usman Hasan, Warga Masyarakat yang memilik tanah di Lamjamee. Wawancara, tanggal 25 Januari 2013. 78 Muhammad Husen, Warga Masyarakat yang memiliki tanah di Gampong Emperom, Wawancara, tanggal 25 Januari 2013. Universitas Sumatera Utara 111 sangat sulit menentukan batasnya dilapangan. 79 5. Sertifikat Berganti Atas Nama Orang Lain Adanya itikat tidak baik dan ketidak jujuran dalam memberikan keterangan serta informasi pada saat pendataan ulang atas persil tanah oleh sebagian warga kepada Panitia Ajudikasi di lapangan, membawa dampak terhadap sertifikat hak atas tanah. Hal ini sebagaimana yang terjadi di Gampong Lamjabat. Sebidang tanah yang dulunya dikuasai oleh Marzuki, sekarang sudah beralih ketangan orang lain atas nama Mukhtar. Berdasarkan Sertifikat Nomor:10027. Sertifikat ini dikeluarkan setelah bencana Tsunami yaitu prosesnya melalui ajudikasi. 80 Terjadinya peralihan ini bukan karena perbuatan hukum tertentu seperti jual beli ataupun warisan, akan tetapi karena ada unsur itikat tidak baik. Sehingga Marzuki mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Banda Aceh, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Karena musyawarah di tingkat gampong tidak berhasil meyelesaiakn permasalahan tersebut. dimnana Mukhtar tetap pada pendiriannya bahwa tanah tersebut miliknya, karena menurutnya dia sudah membeli dulu ketika orang tuanya Marzuki masih hidup. Sementara sepengatahuaan Mukhtar tanah tersebut tidak pernah dijual, dan dia tau persis karena memang dia tinggal sama orang tuanya. 81 Kasus ini masih sedang diadili di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Sementara pihak Mukhtar tidak bisa membuktikan bahwa dia pernah membeli, dan juga tidak ada saksi yang dapat membuktikannya. 79 Saefudin Arianto, Mantan anggota Tim Ajudikasi RALAS, Wawancara, tanggal 27 Januari 20013. 80 Munawar Hasan, Keuchik Gampong Lamjabat, Wawancara, tanggal 24 Januari 2013 81 Marzuki Hasan, Warga Lam Jabat, Wawancara, tanggal 26 Januari 2013. Universitas Sumatera Utara 112 Hal tersebut terjadi sebagai akibat tidak adanya kejujuran, dan untuk saat ini masih banyak kasus-kasus serupa yang terjadi terhadap tanah-tanah di kawasan bekas tsunami, ada yang dapat langsung di selesaiakn di tingkat gampong melalui musyawarah dan ada juga yang sudah ada putusan pengadilan. 82 6. Objek yang sudah beralih hak kepemilikan muncul nama pemilik yang lama Atas bidang tanah yang sudah pernah beralih hak kepemilikan melalui jual beli, ternyata dikemudian hari pada saat setelah pendataan melalui ajudikasi keluar sertifikatnya atas nama pemilik lama. Seperti yang terjadi pada sertifikat Nomor 10089, yang terletak di daerah Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, dimana didalam sertifikat itu muncul nama pemilik lamanya yaitu Nuraini, padahal tanah tersebut sudah dijual tahun 2003 kepada Junaidi dengan sertifikat Nomor: 30 yang dikeluarkan oleh BPN Kota Banda Aceh tanggal 26 Januari 2003. 83 Menurut Junaidi, bahwa dia sebenarnya sudah memberikan data yang benar pada saat pendataan ulang oleh Tim Ajudikasi, dan dia juga sudah pernah memperoleh sertifikat atas tanah tersebut atas namanya tahun 2003, berdasarkan jual beli. Namun setelah tsunami semua data penting hilang di bawa air, sementara di BPN juga sudah tidak ada lagi. Setelah keluar sertifikat yang muncul nama pemilik lama. 84 Akan tetapi saat ini masalah ini sudah dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak secara baik, dengan melakukan pelepasan hak kembali dan dilakukan secara 82 Munawar Hasan, Keuchik Gampong Lamjabat, Wawancara, tanggal 24 Januari 2013 83 M. Nasir Basyah, Keuchik Lingke, Kecamatan Syiah kuala, wawancara, tanggal 27 Januari 2013 84 Junaidi, Warga Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, Wawancara, tanggal 26 Januari 20013 Universitas Sumatera Utara 113 kekluargaan. 85 7. Terjadi Sengketa Ahli Waris Sengketa antar ahli waris terjadi karena ketika Stunami terjadi banyak terjadi korban yang meninggal dunia. Dan diantara yang meninggal tersebut sebagian besar meninggalkan ahli warisnya, seperti istri, anak-anak, ataupun ada yang meninggalkan orang tua maupun adik-adiknya. 86 Sehingga ketika pendataan dilakukan untuk pensertifikatan tanah, para ahli waris mengklaim bahwa dialah yang paling berhak atas bidang tanah yang ditinggalkan pewaris yang sudah meninggal. Sebagaimana yang terjadi pada tanah dengan Sertifikat Nomor 10076, atas nama Nurlaila. Yang terletak Gampong Mulia Kecamatan Kuta Alam. Tanah yang sertifikat atas nama Nurlaila dulunya adalah atas nama Yusuf Hasan, yang sudah meninggal pada saat Tsunami tahun 2004 lalu, Nurlaila adalah adik dari Yusuf Hasan. Sementara Yusuf Hasan memiliki 2 orang anak yang masih hidup dan selamat ketika tsunami terjadi, yang sekarang sudah berumur masing- masing 19 tahun dan 17. Oleh kedua anak tersebut menyatakan bahwa merekalah sebagai ahli warisnya dan meminta supaya tanah tersebut dikembalikan, karena tanah tersebut milik orang tua mereka dan mereka sebagai anak lebih berhak atas tanah tersebut. 87 85 M. Nasir Basyah, Keuchik Gampong Jeulingke-Kecamatan Syiah kuala, Wawancara, tanggal 27 Januari 2013. 86 M. Nazir, Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi Bencana Tsunami Tesis, Fakultas Hukum Unsyiah, 2006. Hal.85. 87 Rahmat, Warga Gampong Mulia-Kecamatan Kuta Alam, Wawancara, tanggal 27 Januari 2013 Universitas Sumatera Utara 114 Kejadian ini menurut Keuchik Gampong Mulia, bahwa dulu anak tersebut masih kecil-kecil dan di pelihara oleh tantenya. Sehingga ketika pendataan oleh Panitia ajudikasi tanah beserta rumahnya tersebut didaftarkan ke Panitia Ajudikasi atas nama tantenya. Bagaimana prosesnya tidak tau persis karena pada saat menjabat dia belum menjadi Keuchik di Gampong Mulia. Sekarang masalah ini sedang ditempuh penyelesaian oleh perangkat Gampong Mulia. 88 Kasus tersebut merupakan salah satu contoh kurangnya pemahaman hukum oleh sebagian anggota masyarakat. Seharusnya sertifikat itu harus dibuat atas nama anak-anaknya meskipun anaknya masih kecil, kemudian diajukan penetapan perwalian kepengadilan siapa yang akan mengurus anak beserta kepentingan sianak. 88 Hanafiah, Keuchik Gampong Mulia-kecamatan Kuta Alam, Wawancara, tanggal 25 Januari 2013 Universitas Sumatera Utara 115

BAB IV UPAYA PENYELESAIAN TERHADAP PERMASALAHAN SERTIFIKASI