Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 disamping telah menghancurkan sarana dan prasarana fisik juga telah mengakibatkan banyak pemilik tanah kehilangan tanahnya sebagai akibat hilangnya penanda batas dari puluhan ribu persil tanah dilapangan, kehilangan pemiliknya yang meninggal dunia serta tenggelamnya sejumlah persil tanah akibat terendam air laut. Sekitar 12.000 dua belas ribu lembar sertifikat tanah, sebagai dokumen yuridis kepemilikan tanah yang berisikan informasi tentang lokasi persil tanah juga turut hilang, disamping itu diperkirakan sedikitnya 40.000 empat puluh ribu lembar sertifikat yang tersimpan di Kanwil Badan Pertanahan Nasional dapat diselamatkan dengan kondisi tidak seluruhnya utuh. 1 Secara rinci dampak tersebut dapat dilihat dalam beberapa aspek kehidupan masyarakat, terutama berkaitan dengan aspek pertanahan diantaranya : 2 1. Bencana Gempa dan Tsunami telah menghancurkan dan menghilangkan batas batas persil tanah maupun objek lain yang dapat digunakan sebagai acuan keberadaan persil-persil tanah. 1 Hasanuddin Z. Abidin, et al.,”Rekontruksi Batas Persil Tanah di Aceh Pasca Tsunami: Beberapa Aspek dan Permasalannya ”, Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Vol.1,No.2 Desember 2005, hal.1. 2 Ibid .,hal.2. Universitas Sumatera Utara 2 2. Tenggelamnya sejumlah persil tanah di pinggiran pantai akibat melimpahnya air laut ke daratan seabagai akibat adanya penurunan permukaan tanah akibat gempa. 3. Terjadinya pergeseran pada permukaan bumi di wilayah Aceh baik arah vertikal maupun arah horizontal. Berdasarkan hasil survey GPS yang dilakukan oleh ITB dan Nagoya University terlihat bahwa gempa telah menyebabkan pergeseran posisi titik-titik di Wilayah Aceh sekitar 1-3 m ke arah Barat Daya. Dalam arah vertikal juga terlihat penurunan permukaan tanah sebesar 2-3 dm yang terjadi di pantai sebelah utara Banda Aceh dan pantai sebelah barat Aceh serta kenaikan permukaan tanah sekitar 4-8 cm di pantai timur Aceh. 4. Hilangnya surat-surat bukti hak atas tanah baik yang disimpan dirumah maupun yang berada dikantor-kantor Badan Pertanahan Nasional setempat serta yang disimpan di Bank sebagai objek agunan. 5. Meninggalnya para pemilik persil tanah maupun ahli warisnya sebagai akibat bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Aceh. Sebagai akibat dari dampak bencana gempa dan tsunami tersebut maka perlu dilakukan penataan kembali baik secara administratif maupun secara yuridis terhadap berbagai persoalan yang berkaitan dengan masalah pertanahan diwilayah yang terkena dampak tsunami, terutama yang berkaitan dengan dokumen hukum kepemilikannya, yaitu melalui pendataan ulang atas kepemilikan persil tanah melalui sertifikasi pensertifikatan terhadap tanah secara menyeluruh diwilayah bencana untuk menghindari terjadinya konfik pertanahan dikemudian hari. Pensertifikatan tanah tersebut dilakukan melalui proses pendafataran tanah diwilayah yang terkena dampak bencana tsunami, melalui mekanisme ajudikasi. Dimana pendafataran itu memiliki tujuan utama yaitu untuk menjamin kepastian hukum bagi pemilik hak, disamping itu juga untuk terwujudnya tertib administrasi pertanahan dan tersedianya informasi tentang tanah bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Pendaftaran tanah juga dipandang perlu untuk memonitor Universitas Sumatera Utara 3 penguasaan tanah oleh anggota masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Chadijah Dalimunthe : Jika informasi mengenai tanah belum jelas, yaitu dengan pendaftaran tanah yang merupakan pemberian informasi tentang status tanah land information system and geografhic information system , maka penguasaan tanah saat ini present land tenure dan keadaan tanah Present land tidak akan diketahui secara jelas. ‘ 3 Kesediaan data fisik dan data yuridis dari sistem pendaftaran tanah yang akurat akan dapat memonitor kondisi penguasaan dan penggunaan tanah yang terjadi dalam masyarakat. Dengan adanya pendaftaran tanah, maka akan memudahkan negara dalam mengontrol dan mengarahkan penggunaan dan peruntukan tanah sebagai bagian dari sarana pembangunan nasional. Ketentuan tentang pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat 1 Undang- undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Paraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang untuk selanjutnya disingkat dengan UUPA, disebutkan bahwa: 1 Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2 Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi: a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah. b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa untuk mewujudkan kepastian hukum dari kedudukan tanah,maka tanah harus didaftarkan dan harus mendapatkan alat bukti berupa sertifikat hak atas tanah. 3 Chadijah Dalimunthe, Pelaksaan landreform di Indonesia dan Permasalahannya, USU, Medan, 1998, hal. 74 Universitas Sumatera Utara 4 Melalui kegiatan pengukuran akan terdapat adanya kepastian hukum mengenai letak, luas, batas-batas dari tanah yang merupakan data fisik yang kemudian diterangkan dalam surat ukur dan peta pendaftaran tanah. Sedangkan dari kegiatan pendaftaran hak atas tanah akan tercapai kepastian hukum mengenai status hukum dari tanah yang bersangkutan terhadap subjek kepemilikannya yang merupakan data yuridis. Sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 19 UUPA pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang selanjutnya disingkat dengan PP dan Peraturan Menteri AgrariaKepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana PP No.24 Tahun 1997. Dimana dalam Pasal 1 ayat 1 PP No.24 Tahun 1997,disebutkan: Pendaftaran tanah adalah Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya Alat bukti hak atas tanah berupa sertifikat sangat besar manfaatnya bagi subjek pemegang hak, selain untuk memberi kepastian hukum bagi pemiliknya , juga dapat dipergunakan sebagai jaminan untuk pelunasan hutang dalam proses pencairan kredit dibank. Menurut Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tujuan yang ingin dicapai melalui pendaftaran tanah adalah: Universitas Sumatera Utara 5 a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lian yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; b. Untukmenyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar; c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Untuk terwujudnya apa yang menjadi tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dikemukakan diatas, maka pendaftaran tanah harus dilakukan secara menyeluruh dan transparan. Dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan ada dua cara pendaftaran tanah yaitu: 1. Pendaftaran tanah secara Sistemik. Pendaftaran ini adalahkegiatan pendaftaran untukpertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftarakan dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desakelurahan pasal 1 angka 10. 2. Pendaftaran tanah secara sporadik.Pendaftaran ini adalah kegiatan pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desakelurahan secara individual atau massal pasal1 angka 11 Pendaftaran tanah secara sistematik diselengarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional, sedangkan pendaftaran secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atas kuasanya. Untuk menjamin agar data tanah selalu sesuai dengan kenyataan, maka pelaksanaan pendaftaran tanah harus dilakukan secara berkelanjutan, artinya atas Universitas Sumatera Utara 6 suatu bidang tanah yang telah dilakukan pendaftaran, harus juga dilakukan pendaftaran kembali apabila terjadi perubahan data tanah, baik karena perubahan data fisik maupun karena perubahan data yuridis. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kawasan yang dilanda bencana alam Tsunami, dimana bencana tersebut telah menyebabkan banyak terjadi perubahan baik data fisik seperti batas-batas tanah, luas tanah maupun hilangnya pemilik tanah, serta juga telah menyebabkan musnahnya bukti-bukti kepemilikan lainnya yang merupakan data yuridis.. Oleh karena itu Pemerintah melalui kantor Badan Pertanahan Nasional telah mengambil langkah konkrit untuk mencegah terjadinya konflik pertanahan dalam masyarakat yaitu dengan melakukan sertifikasi atas tanah masyarakat diwilayah bencana Tsunami dengan cara mendata ulang secara komprehensif. Sertifikasi tersebut dilakukan secara sistematik dengan metode ajudikasi, yang lebih dikenal dengan istilah Program Ajudikasi Pertanahan Berbasis Masyarakat Dalam Rekonstruksi Administrasi Pertanahan Pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Aceh. Ajudikasi menurut PP No.24 Tahun 1997, Pasal 1 butir 8 menerangkan bahwa: “Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftranan tanah untuk pertama kali meliputi pengumpulan data dan penetapan data fisik dan data yuridis mengenai suatu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftaran” Untuk mencegah atau paling tidak memperkecil peluang timbulnya sengketa, pendaftaran kembali tanah dilokasi bencana Tsunami dilaksanakan dengan Universitas Sumatera Utara 7 mengikutsertakan masyarakat yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional BPN, dimana pendaftaran tersebut disebut pendaftaran yang berbasis masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor BPN Provinsi Aceh, Luas wilayah Kota Banda Aceh adalah 61.135,9 enam puluh satu ribu seratus tiga puluh lima koma sembilan Ha, yang terkena dampak gempa bumi dan gelombang Tsunami seluas 3.857,7 tiga ribu delapan ratus lima puluh tujuh koma tujuh Ha. dengan persentase 13,54 tiga belas koma lima puluh empat persen. Akibat bencana Tsunami tersebut luas tanah di Kota Banda Aceh sebagian telah berkurang akibat tersapu gelombang Tsunami dan terkikis abrasi. Sedangkan sebagian wilayah yang masih tersisa telah dilakukan pendataan ulang atas bidang-bidang tanah yang dulunya sudah pernah didaftarkan. Penyelenggaraan pendaftaran tanah di lokasi bencana Tsunami di Kota Banda Aceh dilakukan oleh Tim Ajudikasi yang terdiri dari 6 enam tim. Lokasi kerja masing-masing tim adalah di Kecamatan Kuta Raja, Meuraxa I, Meuraxa II, Syiah Kuala, Kuta Alam dan Jaya Baru. Target penyelesaian masing-masing tim adalah 5000 lima ribu bidang tanah, baik yang sudah pernah ada hak-hak atas tanah maupun yang belum memiliki hak atas tanah sebelumnya. Sebagai petunjuk pelaksanaan yang digunakan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut adalah Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 114-II-2005 tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi Terkena Bencana Stunami di Nanggroe Aceh Darussalam Universitas Sumatera Utara 8 dan Sumatera Utara Yang Menjadi Objek Kegiatan Pemulihan Hak atas Tanah dan Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh atau dalam istilah asing disebut manual Reconstruction of Aceh Land Administration System RALAS. Adapun biaya penyelenggaraan program dibiayai oleh Multi Donor Trust Fund for Aceh and North Sumatera MDTFANS. Proses pelaksanaan pendaftaran tanah melalui ajudikasi tersebut dilakukan mulai 17 Agustus 2005 sampai 31 Desember 2008, yang meliputi 6 enam Kecamatan yaitu Kecamatan Kuta Alam, Kuta Raja, Baiturrahman, Meuraxa, Jaya Baru dan Syiah Kuala dengan target adalah 5000 lima ribu sertifikat per tim. Baik untuk sertifikat pengganti maupun sertifikat baru. Ternyata hingga akhir tugasnya tim RALAS yang dibiayai oleh Multi Donor Trust Fund for Aceh and North Sumatera MDTRANS tidak mampu mencapai target yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan 30.000 tiga puluh ribu sertifikat, dimana tim RALAS hanya mampu merealisasi sebanyak 27.540 dua puluh tujuh ribu lima ratus empat puluh sertifikat, artinya ada sekitar 2.460 dua ribu empat ratus enam puluh bidang tanah yang belum dapat direalisasikan untuk wilayah Kota Banda Aceh. Ketidak berhasilan merealisasikan sertifikat tersebut disebabkan oleh berbagai hambatan yang ditemui dilapangan. Disisi lain atas tanah-tanah yang telah dilakukan sertifikasi melalui Tim Ajudikasi, ternyata juga tidak sedikit menimbulkan permasalahan baru yang pada saat ini telah menimbulkan berbagai sengketa dalam masyarakat, seperti sertifikat ganda, penunjukan objek yang salah, sertifikat diterbitkan atas nama ahli waris yang tidak Universitas Sumatera Utara 9 berhak, batas-batas tanah tidak jelas, luasnya tidak sesuai, serta berbagai macam permasalahan lainnya yang terus muncul sebagai akibat dari pelaksanaan sertifikasi tersebut. Kenyataan tersebut merupakan problema yang harus segera diselesaikan, oleh karena itu penulis melakukan penelitian untuk penulisan tesis ini dengan judul ”Problematika Pasca Bencana Tsunami Terhadap Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Di Kota Banda Aceh”. Sehingga nantinya diharapkan dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dilapangan berkaitan dengan sertifikasi hak milik atas tanah serta berguna bagi pengembangan ilmu hukum khususnya bidang hukum agraria.

B. Perumusan Masalah