Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis moneter dan keuangan yang dialami Indonesia dalam beberapa tahun ini telah mendorong banyak pihak, termasuk para pelaku ekonomi untuk menengok keuangan syariah sebagai alternatif lembaga keuangan yang berdasarkan sistem ekonomi Islam semakin marak di Indonesia, semakin antusias masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah. Hal ini merupakan fenomena menarik, karena pada saat ini sudah saatnya umat Islam yang telah menyadari akan pentingnya kehidupan yang sesuai dengan syariah yaitu kehidupan yang terhindar dari maysir, gharar,riba. Perkembangan tersebut cukup menggembirakan apalagi ditandai dengan keberadaan UU. No.71992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No.101998; 1 dimana ditegaskan bahwa sistem perbankan syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistem perbankan nasional, yang mana saat itu perbankan syariah sudah berkembang dan bank konvensional boleh membuka cabang syariah, dan semua ketentuan pelaksanaan baik berupa peraturan pemerintah, keputusan Menteri Keuangan maupun surat Bank Indonesia. Salah satu lembaga keuangan yang pertama kali didirikan yang sesuai 1 Bank Indonesia, Booklet Perbankan Indonesia 2006, Jakarta,2006 xii dengan prinsip syariah adalah BMI Bank Muamalat Indonesia, ini menjadi cikal bakal terhadap pendirian lembaga keuangan syariah lainnya. Lembaga keuangan syariah di Indonesia mencapai puncaknya dan tergolong cepat dalam proses perkembangannya, alasannya karena adanya keyakinan kuat di kalangan masyarakat muslim bahwa perbankan konvensional itu mengandung unsur riba yang dilarang oleh agama Islam. 2 Imam Fahruddin al-Razi 1220 M bisa dibilang sebagai seorang ekonom awal yang menjelaskan pelarangan riba dari aspek ekonomi. Imam Razi menjelaskan alasan pelarangan riba. Pertama karena riba berarti mengambil harta peminjam secara tidak adil. Kedua, dengan riba, seseorang akan malas bekerja dan berbisnis karena dapat duduk tenang sambil menungu uangnya berbunga. Ketiga, riba akan merendahkan martabat manusia karena untuk memenuhi hasrat dunianya seseorang tidak segan-segan meminjam dengan bunga tinggi walau akhirnya dikejar-kejar penagih hutang. Keempat, riba akan membuat yang kaya bertambah kaya dan miskin bertambah miskin. Kelima, riba jelas-jelas dilarang oleh Alquran dan Sunnah. 3 Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT yang berbunyi: 2 Zainul Arifin. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta, Al vabet, 2002 h. 7 3 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta,Gema Insani, 2001 h. 71 xiii Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba yang belum dipungut jika kamu orang-orang yang beriman.” QS. Al-Baqarah: 278 Ternyata dari sekian banyak sistem ekonomi yang ada hanya sistem ekonomi Islam yang mampu memberikan jalan yang lurus dan adil, karena ekonomi Islam meletakkan pondasinya atas dasar tauhid, untuk segala sesuatunya dikembalikan kepada Allah SWT yang mengharap ridha-Nya. Untuk membangun sebagai dasar dan ideologi, Islam menekankan pada masalah moralitas dan keadilan dengan pendidikan moral, setiap individu dilatih untuk patuh terhadap sistem yang telah ditentukan. Oleh karena itulah, prinsip moral dan undang- undang al-Quran dan Hadits merupakan pondasipilar dalam ekonomi Islam. Ditengah berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut hendaknya kita tidak mengabaikan lembaga keuangan lainnya yaitu pegadaian. Perum pegadaian sebagai salah satu lembaga non bank yang menangani usaha jasa gadai merupakan sarana masyarakat terutama di kota-kota kecil di Indonesia. Disamping pencairan dana yang mudah terbilang cepat, pegadaian juga tidak meminta persyaratan yang menyulitkan dalam meminta dana, cukup dengan membawa barang jaminan yang bernilai ekonomis, masyarakat sudah bisa mendapatkan dana untuk memenuhi kebutuhannya baik produktif maupun konsumtif. Pemberian gadai pada dasarnya adalah suatu jaminan dalam hal xiv pelaksanaan suatu prestasi yang akan diberikan oleh nasabah untuk masa yang akan datang. 4 Masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim, yang menghendaki diterapkannya prinsip-prinsip syariah Islam dalam berbagai transaksi muamalah sebagai untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. 5 Adapun landasan hukum Pegadaian syariah atau sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-quran surat Al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi : ⌧ ⌧ ⌦ ⌧ ☺ ☺ ☺ ⌦ ☺ ☺ Artinya : “ Jika kamu dalam perjalanan dan kamu melaksanakan muamalah tidak secara tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dapat dijadikan sebagai pegangan oleh yang menghutangkan, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanat utangnya dan hendaknya ia bertakwa kepada Allah SWT” QS. Al-Baqarah 2 : 283. 4 Bank Muamalat Institute, Perbankan Syariah Perspektif Praktisi. Jakarta: 1999 h.126. 5 Umar Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Institute, Cet. Ke-1, h. 8. xv Selanjutnya pegadaian milik pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli atas kegiatan pegadaian di Indonesia. Dinas pegadaian mengalami beberapa kali bentuk badan hukum sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi perusahaan umum. Pada tahun 1960 Dinas Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Negara PN Pegadaian. Pada tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Negara Jawatan Perjan Pegadaian, dan pada tahun 1990 menjadi Perusahaan Umum Perum Pegadaian melalui Peraturan pemerintah No. 10 tahun 1990 tanggal 10 April 1990. 6 Berdirinya pegadaian syariah berawal pada tahun 1998 ketika beberapa general manager melakukan studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai melakukan penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah, tetapi ketika itu ada sedikit masalah internal sehingga hasil studi itu pun hanya ditumpuk. Pada tahun 2002 mulai diterapkannya sistem pegadaian syariah dan pada tahun 2003 pegadaian syariah resmi dioperasikan dan pegadaian cabang Dewi Sartika menjadi kantor cabang pegadaian pertama yang menerapkan sistem pegadaian syariah. Kemudian disusul dengan pembukaan cabang-cabang pegadaian syariah yang lain. Kehadiran pegadaian syariah memberi warna tersendiri bagi perekonomian nasional. Sejak kehadirannya tiga tahun yang lalu, pegadaian 6 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Adipura, 2003, Cet. Ke-1, h. 157. xvi syariah kini telah menjadi alternatif baru masyarakat untuk memperoleh dana cepat. 7 Di kawasan Cinere, Pegadaian Syariah yang berlokasi di JL. Karang Tengah Raya, Lebak Bulus, pertumbuhan Pegadaian Syariah terbilang melesat cukup pesat sejak cabang tersebut dibuka tahun tahun 2004 lalu. Dari target omzet Rp5 miliar pada tahun lalu, ternyata omzet yang tercapai Rp10,5 miliar. Sementara di Depok, Jawa Barat, Cabang pegadaian di kota tersebut juga mengalami peningkatan yang sangat membanggakan. Setiap bulan omzet kantor meningkat 20 hingga 30. Respon masyarakat juga sangat baik, bahkan setiap hari ada penambahan 10 nasabah baru, yang sebelumnya belum pernah atau mengenal pegadaian.” Perum Pegadaian kini terus mengembangkan sayap bisnis syariahnya. Setelah sukses mengembangkan dengan membuka kantor khusus Pegadaian Syariah dibeberapa tempat, kini dalam waktu dekat akan segera diluncurkan produk pembiayaan baru berbasis syariah Ar-Rum khusus untuk Usaha Mikro dan Kecil UMK. Untuk tahap awal, pegadaian menargetkan pembiayaan yang bisa disalurkan melalui produk Ar Rum ini sekitar Rp 100 miliar, dengan plafon antara Rp. 1 juta hingga Rp 50 juta. Pegadaian syariah harus merespon kebutuhan masyarakat yang menginginkan adanya transaksi secara syariah tersebut dengan 7 Majalah Wirausaha dan Keuangan, Jakarta: 2006 Cet. Ke-38, h. 41. xvii produk-produk yang tepat. Berdasarkan kinerja di lapangan, seluruh cabang Pegadaian Syariah di semua daerah mengalami pertumbuhan yang signifikan. Sebagai gambaran, tahun 2005 konstribusi laba Pegadaian Syariah terhadap perusahaan telah mencapai Rp 30 miliar, dan tahun 2006 di prediksi laba sebesar Rp 40 juta miliar dapat tercapai. Untuk memberikan rasa aman bagi nasabah pegadaian syariah, bahwa dana pembiayaan yang digunakan juga sumber dari lembaga syariah. 8 Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga pegadaian syariah tetap mendapatkan keuntungan seperti yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang digadaikan, barang dihitung dari nilai barang yang bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang dipinjamkan. Dalam Islam, gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian hutang piutang yang aman untuk suatu kepercayaan dari orang berpiutang, maka orang yang berhutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap hutangnya itu. Barang jaminan tetap menjadi milik orang yang menggadaikan tetapi dikuasai oleh penerima gadai. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi dan dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong. Bagi perum pegadaian, yang paling penting ditingkatkan adalah pelayanan kepada masyarakat agar selalu mendahulukan kepentingan para nasabah yang 8 Wasis Djuhar, Majalah Wirausaha dan Keuangan, Jakarta: 2006, Cet. Ke-38, h. 42. xviii memerlukan pertolongan, dengan begitu nasabah akan merasa puas dan senang untuk datang guna mendapatkan jasa dari pegadaian tersebut. Sehingga visi dan misi dari perum pegadaian dapat tercapai. Pada hakikatnya sistem gadai pada saat ini merupakan suatu jenis muamalah yang pernah dipraktekkan oleh Rasulullah, yang disebut dengan istilah Ar-rahn gadai, ketika itu Nabi melakukan transaksi gadai pada saat beliau berada di Madinah dan tidak mempunyai uang tunai untuk membeli gandum, maka praktek yang dilakukannya adalah dengan cara mengadaikan baju besi beliau kepada orang yahudi untuk dijadikan jaminan akan hutangnya. 9 Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui pegadaian syariah dapat mensejahterakan nasabah adalah melalui pembiayaan produktif dan kinerja karyawan bagi usaha menengah ke bawah. Dengan hal ini kita dapat mengetahui apakah nasabah yang menggunakan pegadaian syariah ini, usaha mereka semakin meningkat dan dapat membantu usahanya semakin maju dengan produk yang telah diberikan atau ditawarkan oleh perum pegadaian. Suatu perusahaaan yang bergerak dibidang apapun akan dikatakan berhasil adalah apabila perusahaan tersebut dapat memberikan sesuatu kegiatan pembelian dan atau penggunaan jasa yang sesuai dengan keinginan kebutuhan nasabah sehingga mereka merasa puas dengan pelayanan dari perusahaan tersebut, sehingga akan mengakibatkan peningkatan terhadap pendapatan. 9 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002, Cet. Ke-1, h. 253. xix Oleh karena itu, agar dapat menilai keberhasilan dari kegiatan pegadaian syariah dalam hal mensejahterakan nasabah melalui pembiayaan produktif, maka diperlukan adanya suatu perbandingan dengan cabang pegadaian konvensional yang memiliki usia yang sama. Sehingga diharapkan dapat memperoleh suatu kesimpulan yang memberikan gambaran terhadap kemajuan dan perkembangan pegadaian syariah dalam rangka peningkatan kesejahteraan melalui pembiayaan produktif.

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah