Itsbat Nikah Dan Posisi Perempuan Dalam Pernikahan

BAB IV IMPLIKASI ITSBAT NIKAH TERHADAP HAK PEREMPUAN

A. Itsbat Nikah Dan Posisi Perempuan Dalam Pernikahan

Perkawinan yang sah telah diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dalam pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu” dihubungkan dalam pasal 2 ayat 2 yaitu: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. 63 Sebuah perkawinan akan memiliki kekuatan hukum dimata negara apabila dilakukan menurut ketentuan yang berlaku di negara ini. Adapun mengenai keabsahan status perkawinan yang dilaksanakan sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, diatur di dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 64 yang berbunyi: “Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ini berlaku dijalankan menurut peraturan-peraturan lama adalah sah. 64 Dari ketentuan ini maka perkawinan yang ada sebelum undang-undang ini berlaku adalah sah. Begitu juga masalah itsbat nikah pun tetap sah. Karena 63 Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Pasal 1, h. 2. 64 Abdul Ghani Abdullah, Himpunan Perundang-undangan dan Peraturan Peradilan Agama, Jakarta: Intermasa, 1991, h. 99. itsbat nikah ini sudah ada dan melembaga dalam himpunan penetapan dan putusan Pengadilan Agama tahun 50-an. Kemudian setelah diundangkannya Undang-undang No. 7 tahun 1989 yang menggantikan segala landasan hukum Peradilan Agama, sebenarnya memang lembaga itsbat nikah tidak dimekarkan tetapi tidak berarti hilang. 65 Kelemahan dalam Undang-undang ini kemudian dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 7 ayat 2 yang berbunyi: “Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama”. Dan pada ayat 3 Berbunyi: Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan itsbat nikah yaitu: 2 Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan: a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian b. Hilangnya Akta Nikah c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 65 Damsyi Hanan, Permaalahan Istbat Nikah: kajian terhadap pasal 2 uu No. 11974 dan pasal 7 KHI, Jakarta, Alhikmah Ditbinbapera,1997, h, 77. e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 3 Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami istri, anak- anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu. 66 Pemberian mahar merupakan lambang tanda kecintaan suami terhadap istrinya. Kewajiban pemberian mahar yang dibebankan kepada suami dan bukan kepada istri pada hakekatnya berkaitan dengan realitas sosial bahwa laki- laki biasanya berinisiatif mengungkapkan perasaan cintanya kepada perempuan dan meminangnya, bukan sebaliknya. Untuk menegaskan ketulusannya dan untuk perhatian si perempuan calon istri, si laki-laki perlu memberikan sesuatu kepadanya sebagai mahar. Karena perempuan memiliki kecantikan, kelembutan dan daya tarik tersendiri, menyebabkan laki-laki terpikat hatinya untuk melamarnya. 67 Hukum Islam, pada umumnya mempunyai tujuan “melindungi” wanita, Hukum Islam memberi batasan yang tepat tentang hak-hak wanita dan menunjukkan perhatian yang mendalam untuk menjaminnya dalam Al-Qur’an dan hadits memerintahkan kepada suami untuk memperlakukan istri dengan 66 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 7, h. 16. 67 Hadidjah dan La jamaa, Hukum Islam Undang-undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga, STAIN: Ambon Press, 20007, h. 71. adil, baik dan perhatian. Al-Qur’an dan hadits juga memberi konsepsi yang lebih bermoral mengenai pernikahan dan menuju untuk mempertinggi kedudukan perempuan muslimah dengan memberinya hak-hak yuridis sekitar pernikahan dan kerumahtanggaan dimana pihak istri mutlak berhak memperoleh mahar mas kawin dimana syarat, hak mendapatkan tempat tinggal dan terutama hak belanja dan hak-hak kesejahteraan kerumahtanggaan lainnya 68 Kewajiban suami kepada istrinya setelah dilangsungkan akad pernikahan adalah memberikan mahar atau sidaq, seperti dalam Al-Qur’an ini: XY Z[1\ N H 12 _[ ` FY =: ?XR [ N - 1: ; L a ? =: b 9 c+ Od- = c . ?XR e M -  5?R = e f [g\ h i?jKk fg l 12 9 N 8 G ;FN ;m n O oqr oGs G a 8 tuGs . ,d- vDw xj 8 9 D Z[ , ? =: b NT 8 y5B1ze j n O L G vDw xjKl 9 cM M KL {NT : |NTg= O -. Artinya : “Dan diharamkan juga kamu mengawini wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki Allah telah menetapkan hukum itu sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian yaitu mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang Telah kamu nikmati campuri di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya dengan 68 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, h. 170. sempurna, sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Qs. An-Nisa: 24 Islam telah menetapkan dengan tepat dan pasti bahwa orang laki-laki mempunyai kelebihan satu derajat diatas perempuan. Ilmu biologi dan psikologi membuktikan adanya perbedaan kedua jenis tersebut. Islam memperlihatkan standar yang benar. Kemudian membatasi tugas-tugas kedua jenis itu derajat mereka sesuai dengan perbedaan keadaannya. Islam telah memperhatikan tiga perkara dalam menetapkan hak-hak perempuan. 69 Pertama : Larangan kepada laki-laki untuk menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya dalam memimpin keluarga dan mengurusi keluarga dan menjadikannya sebagai alat untuk menganiaya perempuan sehingga hubungan antara perempuan dan laki-laki seperti pelayan dan tuannya. Kedua : Semua kesempatan wajib diberikan kepada perempuan untuk mengembangkan keahlian dan bakatnya yang asli dalam batas-batas tatanan sosial secara optimal dan melakukan pekerjaan untuk mengembangkan peradaban dengan cara sebaik-baiknya. Ketiga : Bagi perempuan mudah untuk mencapai tingkat keberhasilan dan kemajuan tertinggi. Disamping itu setiap kemajuan dan kesuksesan harus dicapai dengan tetap sebagai perempuan. 69 Muhammad Ibrahim, Al-Jamal Fiqhul Mar’atil Muslimah. Jakarta: Pustaka Amani, 1995, h. 403. Apa yang telah diberikan Islam kepada perempuan berupa hak-hak peradaban dan ekonomi yang luas dengan memperlihatkan ketiga perkara ini secara penuh disamping derajat kemuliaan yang tinggi dan hukum moral adalah termasuk jaminan yang tetap dan kekal untuk memelihara hak-hak dan derajatnya ini. 70

B. Implikasi Itsbat Nikah Terhadap Perempuan