Hak Perempuan Menurut Undang-Undang Perkawinan

melahirkan hukum yang tidak adil bagi perempuan. Sedangkan hukum adalah pencerminan dari standar nilai yang dianut oleh masyarakat. 52 Bias jender dari pemahaman keagamaan ini menyebabkan terjadinya ketimpangan peran sosial wanita dalam posisi dan interaksinya di masyarakat. Karena itulah dengan adanya justifikasi teologis tersebut banyak kaum hawa yang merasa dirinya tidak bisa disejajarkan dengan kaum pria. Kaum pria dianggap lebih pintar, lebih hebat, dan lebih segalanya. Kalau kaum wanita meminta sekedar untuk “disejajarkan” kaum pria tidak akan keberatan, namun akan keberatan bila “didominasi” oleh kaum hawa sebagaimana dalam sistem matriarchal. Keberatan tersebut kembali didasarkan pada tafsir teologis agama, bahwa pria adalah pemimpin wanita. Tuntutan kaum hawa untuk mensejajarkan diri dengan kaum pria bukan berarti ingin “mendominasi” pria sebagaimana dalam sistem matriachal, melainkan untuk menuntut hak agar bisa diberikan peran dan kesempatan yang sama dengan pria untuk berkiprah dalam bidang kemasyarakatan dan pemerintahan. 53

B. Hak Perempuan Menurut Undang-Undang Perkawinan

Allah SWT telah memberikan kepada perempuan hak untuk memilih baik dalam aqidah, pernikahan, dan semua isi kehidupan lainnya. Bahkan 52 Agnes Widanti, Hukum Berkeadilan Jender, h. 20. 53 Hasbi Indra, Potret Wanita Shalehah, Jakarta: Penamadani, 2004, h. 238. perempuan diberikan kebebasan dalam memiliki harta benda. Melakukan transaksi jual beli, hibah, dan sebagainya. Islam benar-benar menjaga hak-hak kaum perempuan. Islam menempatkan seorang perempuan sebagai ibu, saudara perempuan, istri dan anak dan Islam telah menempatkan mereka dalam posisi yang sangat agung. 54 Seorang perempuan muslimah akan selalu bergandeng tangan suaminya dalam mengarungi bahtera kehidupan dengan saling tolong menolong, menunjukkan kejalan yang benar. Islam telah mengakhiri perbudakan terhadap kaum perempuan, secara tidak langsung telah memberikan kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan kembali kehormatan, kemudian memiliki suami dan anak dalam sebuah keluarga yang utuh. Islam juga telah memberikan hak untuk meminta talak ketika hal tersebut memang harus dilakukan. 55 Karena itu, merupakan hal yang amat penting untuk disadari oleh semua pihak. Lebih-lebih perempuan sendiri bahwa harkah dan martabat mereka sama sekali tidaklah berbeda dengan laki-laki. Penekanan ini perlu karena sebagian kita, laki-laki atau perempuan tidak menyadari hal tersebut dan menduga agama yang menetapkan adanya perbedaan martabat itu. 56 54 Ali Hosein Hakeem, Membela Perempuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama, Jakarta, Al-Huda, 2005, h. 44. 55 Ali Hosein Hakeem, Membela Perempuan, h. 44. 56 M. Quraish Shihab, Perempuan, Jakarta:Lentera Hati, h. 108. Betapapun, kita harus berkata dan yakin bahwa laki-laki dan perempuan adalah sepasang makhluk Tuhan yang memiliki martabat dan kadar yang sama, tetapi harus diakui pada bahwa terdapat perbedaan-perbedaan diantara mereka, melalui perbedaan-perbedaan itu, masing-masing memiliki kemandirian yang pada akhirnya bertujuan mengantar kepada terciptanya hubungan yang harmonis diantara keduanya sebagai prasyarat bagi terwujudnya masyarakat yang penuh kedamaian dan kesejahteraan bagi semua pihak. 57 Semua manusia setara dihadapan Allah SWT dan tidak ada pembedaan yang dibuat antara laki-laki dan perempuan. Manusia karena fitrahnya mampu mendaki rangkaian gradasi tingkat-tingkat kesempurnaan spritual yang berpuncak pada kedekatan maksimum dihadapan illahi. Perempuan pada umumnya adalah merupakan jenis manusia yang paling banyak memerlukan perlindungan pada masa-masa yang lalu, dikala laki-laki menggunakan hak cerai secara semena-mena perempuanlah yang banyak mengalami penderitaan akibat perceraian semacam ini bukan saja merupakan pukulan moril bagi perempuan tetapi juga sangat memberatkan hidupnya. Ia harus mencari nafkah untuk dirinya sendiri, dan tidak jarang juga nafkah untuk anak-anaknya yang seharinya adalah tanggung jawab si mantan suami. Pada umumnya perempuan enggan menuntut mantan suaminya untuk 57 M. Quraish Shihab, Perempuan, h. 109. membayar nafkah tersebut. Ia lebih suka bersikap diam walaupun dengan konsekwensi penderitaan. 58 Bahwa dalam hukum keluarga islam khususnya dalam pernikahan ada titik-titik perbedaan aturan hukum berkenaan dengan soal kewajiban antara hak pria suami serta kewajiban dan hak perempuan istri. Itu bukan perbedaan yang diproyeksikan untuk melakukan tindakan diskriminatif oleh siapa dan terhadap siapapun, melainkan harus dipahami semata-mata sebagai pembagian tugas job deskription yang sangat sistematik dan teratur guna mencapai tujuan dari pelaksanaan akad nikah dan pembentukan rumah tangga yang dikehendaki. 59 Perbedaan biologis hormonal dan patalogis antara perempuan dan laki- laki melahirkan seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan pembentukan budaya atau lingkungan masyarakat pada tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan sehingga pembentukan karakter melekat pada diri perempuan dan laki-laki. Dengan perbedaan anatomi tunuh biologis hormonal dan patalogis, mengakibatkan perbedaan psikis terhadap psikologi perempuan dan laki-laki. Dengan kosrat wanita seperti melahirkan, haid, menyusui, maka banyak keadaan-keadaan labil yang merupakan sifat dari perempuan. Ketika 58 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, h. 170. 59 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, h. 169. haid, emosional perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, ketika melahirkan banyak waktu-waktu yang tersita untuk mengurusi dirinya dan bayi didalam kandung. Pada dasarnya peran untuk meraih prestasi maksimum, tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan. Karena perempuan memiliki sebuah status khusus. Agar sukses meniti langkah dijalan ilahiah yang dianutkan, ia harus menampilkan dirinya dalam suatu cara yang membuatnya tidak akan disalahpahami dan dilecehkan oleh kaum laki-laki. 60 Dalam pasal 31 undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan menyatakan: Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, dan masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum dan pihak suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. 61 Kewajiban perempuan yang telah memiliki suami yaitu kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan bathin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh Hukum Islam, dan kewajiban istri juga 60 Ali Hosein Hakeem, Membela Perempuan, h. 276. 61 Kompilasi Hukun Islam, Pasal. 31. menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya. 62 62 Kompilasi Hukun Islam, Pasal. 34.

BAB IV IMPLIKASI ITSBAT NIKAH TERHADAP HAK PEREMPUAN