PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berkembangnya pola hidup manusia pada zaman sekarang membuat hati teriris, perubahan secara total yang terjadi di dalam masyarakat baik dalam hal
beragama, kebudayaan, dan berperilaku. Hal ini yang membuat manusia menjadi lupa akan penciptanya. Dalam masalah agama misalnnya, masyarakat
lebih cenderung beralih kepada hukum adat atau pola pikir rasional ketimbang mangambil sumber hukum pada Al-Quran dan hadits. Para Filosof
kotor oleh Imam Al-Ghazali adalah orang pertama yang dituduh sebagai penyesat manusia. Oleh karena itu Imam Al Ghazali mengarang kitab Ihya
Ulumuddin yang mengandung isi tentang hikmah-hikmah atau nasihat kepada penduduk bumi agar selalu berada dalam jalan Tuhan.
Untuk memahami isi kitab yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali butuh pemahaman yang matang, maksudnya harus ada orang yang mampu
menerjemahkan isi kitab Ihya Ulumuddin secara utuh dan tersampaikan pesan yang dimaksud. Mengalih bahasa sumber menuju bahasa sasaran adalah
suatu pekerjaan penerjemah yang dituntut untuk mencari kata yang tepat dalam bahasa sasaran. Kegiatan penerjemahan di suatu lembaga pendidikan
seperti pondok pesantren, sekolah dan majlis taklim tidak terlepas dari pemilihan kata. Secara umum kegiatan penerjemahan terjebak dengan metode
word to word kata perkata sehingga, para siswa atau santri tidak dapat menerima secara utuh pesan yang disampaikan dari isi kitab tersebut.
Pada hakekatnya terjemahan merupakan pengungkapan sebuah makna yang dikomunikasikan dalam bahasa sumber ke dalam bahasa target sesuai dengan
makna yang dikandung dalam bahasa sumber. Perspektif tersebut menjadikan penerjemahan suatu fenomena yang tidak sederhana. Penerjemahan muncul tidak
saja sebagai pengalihan kode transcoding atau sistem bahasa struktur luar tetapi juga pengalihan makna apa di balik struktur luar. Fitur-fitur umum yang
dimiliki oleh terjemahan adalah pengertian a adanya pengalihan bahasa dari bahasa sumber ke bahasa target; b adanya pengalihan isi content; dan c
adanya keharusan atau tuntutan untuk menemukan padanan yang mempertahankan fitur-fitur keasliannya Karena bahasa merupakan bagian dari
kebudayaan maka penerjemahan tidak saja bisa dipahami sebagai pengalihan bentuk dan makna tetapi juga budaya. Konsekuensinya adalah penerjemahan
sebagai bentuk komunikasi tidak saja dapat mengalami hambatan kebahasaan tetapi juga segi budaya.
Menerjemahkan berarti melakukan perubahan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Oleh karena itu, agar pengalihan suatu bahasa terjemahan tersebut
dapat di pahami dan dimengerti, maka harus diperhatikan bentuk bahasa sasaran BSa. Kridalaksana 1985, mendefinisikan “ penerjemahan sebagai
pemindahan suatu amanat dari bahasa sumber BSu ke bahasa sasaran BSa dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kemudian gaya
bahasanya. Permasalahan yang akan dijumpai bagi para penerjemah adalah ketika
mereka menemukan teks yang sulit mencari kata yang tepat untuk menerjemahkan dari bahasa sumber BSu ke bahasa sasaran BSa. Menurut
Gorays Keraf, “Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan,
dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar pilihan kata yang
tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan kosa kata bahasa itu” Dalam kegiatan penerjemahan bagi seorang penerjemah, ketidakjelasan
arti kata, ide dan makna merupakan kendala yang sering dihadapi ketika melakukan kegiatan penerjemahan. Ketika menemukan bahasa sumber yang
memiliki arti lebih dari satu, maka akan memberikan pesan yang keliru jika memilih diksi yang salah. Jika kesalahan itu terjadi maka dampak yang akan
ditimbulkan sangat besar khususnya dalam hal pemahaman. Secara ringkas, Diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan
cerita mereka. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi
juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Agar usaha mendayagunakan teknik penceritaan yang menarik lewat pilihan
kata maka diksi yang baik harus tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang diamanatkan untuk memilih tepat seorang pengarang
harus mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya mungkin kalau ia menguasai
sejumlah besar kosa kata perbendaharaan kata yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu pula menggerakkan dan mendayagunakan
kekayaannya itu menjadi jaring-jaring kalimat yang jelas dan efektif. Contoh- contoh pengunaan diksi dalam cerita fiktif misalnya penggunaan metafora,
anafora, litotes, simile, personafikasi dan sebagainya. Kita dapat menjumpai ketidak tepatan penerjemah dalam memilih kata dalam penerjemahnya.
Contoh:
ْﺪﻘ ﻦﱠ
اﺬﻬﺑ ﺚْﺪﺤﻟا
ﱠنأ ْﺻﻻا
ﻮه ْﻘﻟا
ﻮهو ﺮْﻣﻷا
ﻄ ﻟا عﺎ
ﻰﻓ ﻟﺎ
ﺪ ﺠﻟا و
ﺔﱠﻘ ﻟا ﺔﱠ ر
Artinya: Dan melalui hadits ini menjadi jelaslah bahwa pokok permasalahannya
adalah kalbu, dia adalah ratu yang ditaati dalam alam jasad sedang anggota tubuh lainnya adalah rakyatnya.
1
Dari terjemahan di atas terdapat kesalahan penerjemah dalam menerjemahkan kata
ﺮ ﻣﻷا
penerjemah menerjemahkan “ratu” sedang dalam kamus al-Munawir kata
ﺮ ﻣﻷا
berarti, pemimpin, raja, atau penguasa. Dengan demikin penerjemah tidak tepat menerjemahkan kata amir dengan kata ratu.
Penggunaan kata dan di awal kalimat tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Kata dan berfungsi sebagai konjungsi yang
menghubungkan dua buah konstituen yang kedudukkannya sederajat. Oleh karena itu kata dan tidak tepat berada dalam awal kalimat. Akan tepat bila
kata dan dihilangkan. Kalimatnya menjadi: “Dengan hadits ini menjadi jelas bahwa yang pokok adalah hati. Ia adalah pemimpin yang dipatuhi dalam
dunia tubuh, dan lainnya adalah rakyat”
1
Bahrun Abu Bakar, Ringkasan Ihya ‘Ulumuddin Bandung: Sinar Baru algesindo 2009 cet. Pertama, hal. 251
Contoh terjemahan yang kurang sesuai dalam buku ringkasan Ihya Ulumuddin:
و لﺎ
ىﺮ ْ ﻟا ْﻬﺳ :
ﺎﻀْأ لﺪ ﻮهو ﻰﺳْﺮﻜﻟا ﻮه رْﺪ ﻟا و شْﺮﻌﻟا ﻮه ْﻘﻟا ﻟا ﱠنأ ﻰ
ىﺮﺑﻮ ﻟا ْﺤ ﻟا ءارو ءْ ﺷ ْﻘﻟا ﻦﻣ ﺪْ داﺮ
2
“Sahl At-Tusturi telah mengatakan bahwa kalbu adalah bagaikan ‘arasy, dada adalah kursinya. Pengertian ini menunjukan pula
bahwa makna kalbu yang dimaksud adalah sesuatu yang ada dibalik jantung itu.
3
Kata
لﺎ
di atas tidak sesuai diterjemahkan ‘mengatakan’, karena konteks di atas menyatakan bahwa subjek sedang berpendapat masalah
hati. Seharusnya diterjemahkan seperti dalam kalimat: “Sahl At-Tusturi berpendapat, Hati adalah ‘arsy dan dada adalah Kursi. Ini
pun menunjukan bahwa yang dimaksud dengan hati adalah sesuatu di balik daging berbentuk seperti pohon cemara”
Dalam bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary bahasa Inggris yang kata dasarnya diction berarti perihal pemilihan kata. Dalam
Websters edisi ketiga, 1996 diction diuraikan sebagai choice of word esp with regard to correctness, clearness, or effectiveness.
Jadi, diksi membahas penggunaan kata, terutama pada soal kebenaran, kejelasan, dan keefektifan
2
Al-Ghazali, Mukhtasar Ihya Ulumuddin, h. 132
3
Bahrun Abu Bakar, Ringkasan Ihya ‘Ulumuddin Bandung: Sinar Baru algesindo 2009 cet. Pertama, hal. 255
Gorys Keraf dalam buku Diksi dan Gaya Bahasa menuliskan beberapa point-point penting tentang diksi:
1. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang harus
dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-
ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. 2.
Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuasa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan
kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
3. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan
kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Berdasarkan latar belakang itulah penulis mencoba meniliti hasil terjemahan kitab
ini. Untuk itu penulis memberi judul skripsi ini dengan “KETEPATAN DIKSI DALAM TERJEMAHAN KITAB
MUKHTASAR IHYA ULUMUDDIN KARYA IMAM AL-GHAZALI”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah