Diksi Efektifitas Pembelajaran Dengan Pendekatan Realistic Mathematic Education(RME) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa : suatu eksperimen di kelas 111 Mi Yapina sawangan depok

B. Diksi

1. Definisi Diksi

Bahasa terdiri atas beberapa tataran gramatikal antara lain kata, frase, klausa, dan kalimat. Kata merupakan tataran terendah dan kalimat merupakan tataran tertinggi. Ketika Anda menulis, kata merupakan kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan seseorang dapat mudah dimengerti. Dengan demikian, kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Kata sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan sewenang-wenang. Akan tetapi, kata-kata tersebut harus digunakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang benar. Dalam bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary bahasa Inggris yang kata dasarnya diction berarti perihal pemilihan kata. Dalam Websters Edisi ketiga, 1996 diction diuraikan sebagai choice of words esp with regard to correctness, clearness, or effectiveness . Jadi, diksi membahas penggunaan kata, terutama pada soal kebenaran, kejelasan, dan keefektifan. 13 Permasalahan diksi adalah berbicara tentang pilihan kata. Gorys Keraf menyimpulkan tentang diksi: Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling 13 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif,Diksi, Struktur, dan Logika Bandung, PT Refika Aditama 2007 cet. Ke-I, h. 7 baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai cocok dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendeharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. 14

2. Masalah Pilihan Kata dalam Penerjemahan

Kegiatan menerjemah adalah suatu kegiatan yang sangat sulit, karena penerjemah harus menyampaikan pesan yang terdapat dalam bahasa sumber BSu secara tepat dan utuh ke dalam bahasa sasaran BSa, kegiatan ini juga tidak hanya sebatas itu saja, penerjemah harus menguasai hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kebahasaan. Menerjemahkan bukan hanya mengalihkan bahasa saja, tetapi yang terpenting adalah pesan dan amanatnya tersampaikan kepada pembaca. Pemilihan diksi atau kata dalam sebuah terjemahan adalah suatu langkah awal bagi seorang penerjemah. Adalah suatu kekhilafan yang besar untuk menganggap bahwa persoalan kata adalah persoalan yang sederhana, 14 Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, h. 25 persoalan yang tidak perlu dibicarakan atau dipelajari Karen akan terjadi dengan sendirinya secara wajar 15 .

3. Peranti-peranati Diksi

a. Penggunaan Kata Bersinonim

Kata sinonim berasal dari kata Yunani Kuno Onoma ‘nama’ dan kata Syn ‘dengan’, jadi kurang lebih arti harfiyahnya ‘nama lain untuk benda sama’. 16 Sinonim ialah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. 17 Yang disebut sinonim ialah bentuk bahasa yang maknanya sama atau hamper sama dengan bentuk lain. Istilah lain ialah muradif. Mungkin tak ada dua kata dalam perbendahraan suatu bahasa yang betul-betul sama maknanya sehingga dalam setiap kalimat mana pun kedua patah kata bersinonim itu selalu dapat bersubsituasi saling menggantikan 18 . Kata-kata yang bersinonim ada yang dapat menggantikan ada pula yang tidak. Karen a itu, kita harus memilihnya secara tepat dan saksama. Misalnya, kata asas bersinonim dengan kata 15 Keraf, hal 23 16 J.W.M Verhssr, Pengantar Linguistik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 1995 cet. Ke-20, hal. 132 17 E Zaenal Arifin, Cermat Berbahasa Indonesia, Jakarta: PT Mediyatama Sarana Perkasa 1988 cet ke-3, hal 147 18 J.S Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III Jakarta: PT Gramedia 1989 cet Ke- 2, hal 51 dasar, pokok, dan prinsip. Dalam penggunaan kalimat, keempat kata tersebu tidaklah semuanya bisa saling menggantikan satu sama lain. 19

b. Penggunaan Kata Bermakna Denotasi dan Konotasi

Sebuah kata yang mengacu pada makna konseptual atau makna dasar berfungsi denotatif. Kata lain kecuali denotasi juga merupakan gambaran tambahan yang mengacu pada nilai dan rasa berfungsi konotatif. Nilai dan rasa diberikan masyarakat. Oleh karena itu, sebuah kata akan dinilai tinggi, baik, sopan, lucu, biasa, rendah, kotor, porno, atau sakral bergantung pada masyarakat pemakaiannya. Dalam mengarang, hendaknya digunakan kata-kata yang bermakna denotasi agar terlepas dari tafsiran yang menyimpang dari apa yang kita maksud. 20 Dalam bentuk yang murni, makna denotatif dihubungkan dengan bahasa ilmiah. Seorang penulis yang hanya ingin menyampaikan informasi kepada kita, dalam hal ini khususnya bidang ilmiah, akan berkecenderungan untuk mempergunakan kata-kata yang denotatif. Sebab pengarahan yang jelas terhadap fakta yang khusus adalah tujuan utamanya; ia tidak menginginkan interpretasi tambahan dari tiap pembaca, dan tidak akan membiarkan interpretasi itu dengan memilih kata-kata yang konotatif. Sebab itu untuk menghindari interpretasi 19 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, h. 8 20 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, h. 10 yang mungkin timbul, penulis akan berusaha memilih kata dan konteks yang relatif bebas interpretasi. 21 Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau makna eveluatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju – tidak setuju, senang – tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar; di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama. 22

c. Penggunaan Kata Umum dan Khusus

Perbedaan ruang lingkup acuan makna suatu kata terhadap kata lain menyebabkan lahirnya istilah kata umum dan kata khusus. Makin luas ruang lingkup acuan makna sebuah kata, makin umum sifatnya. Makin sempit ruang lingkup acuan maknanya, makin luas khusus sifatnya. Dengan kata lain, kata umum memberikan gambaran yang kurang jelas, sedangkan kata khusus memberikan gambaran yang jelas dan tepat. Karena itu, untuk mengefektifkan penuturan lebih tepat dipakai kata khusus daripada kata-kata umum. Misalnya: 21 Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, h. 28 22 Putrayasa, hal 29 Umum Khusus a melihat memandang gunungsawahlaut Menonton wayangdramafilm Menengok orang sakit Menatap mukagambar Menentang matahari Menoleh ke kirikanan Meninjau daerah-daerah Menyaksikan pertandingan b jatuh roboh rumahgedung Rebahpohon pisangtebubadan Tumbang pohon besar Rontok daun-daunbunga-bunga Longsor tanah c buah apel, mangga, durian, pisang, rambutan, nangka, manggis, dsb d bunga melati, mawar, anggrek, kamboja, dsb. 23 23 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, h. 10-11

d. Penggunaan Kata Abstrak dan Konkret

Kata abstrak adalah kata yang mempunyai referen berupa konsep, sedangkan kata konkret adalah kata yang mempunyai referen berupa objek yang dapat diamati akhadiah, 1999. Kata abstrak lebih sulit dipahami daripada kata konkret. Dalam hal hal menulis, kata-kata yang digunakan sangat bergantung pada jenis penulisan dan tujuan penulisan. Jika yang akan dideskripsikan suatu fakta, tentu saja harus lebih banyak digunakan kata-kata konkret. Akan tetapi, jika yang dikemukakan ialah klasifikasi atau generalisasi, maka yang banyak digunakan ialah kata-kata abstrak. Kerap kali, suatu uraian dimulai dengan kataa abstrak konsep tertentu, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan yang menggunakan kata-kata konkret. Contoh: - Keadaan kesehatan anak-anak di desa sangat buruk - Banyak yang menderita malaria, radang paru-paru, cacingan, dan kekurangan gizi . 24

e. Penggunaan Bentuk Idiomatis

Idiomatik ialah kata-kata gabungan yang kedua unsurnya itu telah bersatu sedemikian rupa sehingga salah satu unsurnya itu tidak dapat dilepaskan dalam melakukan kegiatan berbahasa. Idiomatik adalah kata-kata yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa. Ungkapan yang bersifat idiomatik terdiri atas dua atau tiga kata yang dapat memperkuat diksi di dalam tulisan. Contoh: Menteri Dalam Negeri bertemu Wakil Presiden. 24 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, h. 14-15 Menteri Dalam Negeri bertemu dengan Wakil Presiden. Kata yang benar ialah bertemu dengan. 25 Makna idiom dengan kata pembentuknya sering tidak lagi jelas atau makna itu bukanlah makna sebenarnya kata itu, idiom tak dapat dialihbahasakan secara harfiah ke dalam bahasa lain. Misalnya, idiom duduk perut dalam bahasa Indonesia yang artinya ‘hamil’ Wanita itu sedang duduk perut tak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa lain dengan mencari dalam kamus kata duduk lalu perut, kemudian menjajarkan seperti bahasa Indonesia itu. Artinya, tentu akan terasa sangat aneh dalam bahasa asing itu. Hendaknya diterjemahkan menurut arti sebenarnya arti ungkapan itu, atau menggantikannya dengan ungkapan dalam bahasa itu yang semakna dengan idiom bahasa Indonesia itu. 26

4. Ketepatan Pilihan Kata

a. Persolan Ketepatan Pilihan Kata

Persoalan pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu pertama, ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan 25 S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa, 1998 cet. Ke 3, hal. 155 26 J.S Badudu, Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar III Jakarta: PT Gramedia 1989 cet. Ke-2, hal. 47-48 diamanatkan, dan kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tadi. 27 Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Sebab itu, persoalan ketepatan pilihan kata akan menyangkut pula masalah makna kata dan kosa kata seseorang. Kosa kata yang kaya raya akan memungkinkan penulis atau pembicara lebih bebas memilih-milih kata yang dianggapnya paling tepat mewakili pikirannya. Ketepatan makna kata menuntut pula kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui bagaimana hubungan antara bentuk bahasa kata dengan referensinya. Bila kita mendengar seorang menyebut kata roti, maka tidak ada seorang pun yang berpikir tentang sesuatu barang yang terdiri dari unsur-unsur:tepung, air, ragi, dan mentega, yang telah dipanggang. Semua orang berpikir kepada esensinya yang baru, yaitu sejenis makanan, entah itu disebut: roti, bread, Brot, brood, pain, pains, atau apa saja istilahnya. Bunyi yang kita dengar atau bentuk rangkaian huruf yang kit abaca akan langsung mengarahkan perhatian kita pada jenis makanan itu. Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa kata adalah sebuah rangkaian bunyi atau symbol tertulis yang menyebabkan orang berpikir tentang suatu hal: dan makna sebuah kata pada dasarnya diperoleh 27 Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, hal. 87 karena persetujuan informal konvensi antara sekelompok orang untuk menyatakan hal atau barang tertentu melalui rangkaian bunyi tertentu. Atau dengan kata lain, arti kata adalah persetujuan atau konvensi umum tentang interrelasi antara sebuah kata dengan referensinya barang atau hal yang diwakilinya 28

b. Persyaratan Ketepatan Kata

Karena ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut. Bahwa kata yang dipakai sudah tepat akan tampak dari reaksi selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi non-verbal dari pembaca atau pendengar. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham 29 Gorys Kerap menyuguhkan beberapa butir persoalan mengenai ketepatan pilihan kata: 1. membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia harus menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai maksudnya. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkannnya, ia harus memilih kata yang denotatif; kalau ia menghendaki reaksi 28 Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, hal. 88 29 Keraf, hal. 88 emosional tertentu, ia harus memilih kata konotatif sesuai dengan sasaran yang akan dicapainya itu. 2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Seperti telah diuraikan di atas, kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Sebab itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan. 3. membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Bila penulis sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya itu, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya: bahwa – bawah – bawa, interferensi – inferensi, karton – kartun, preposisi – preposisi, korporasi – koperasi, dan sebagainya. 4. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selain tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru. Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya. 5. Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata- kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. Progres – progresif, kultur – kultural, dan sebagainya. 6. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis: ingat akan bukan ingat terhadap; berharap, berharap akan, mengharapkan bukan mengharap akan; berbahaya, berbahaya bagi, membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi sesuatu; takut akan, menakuti sesuati lokatif 7. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum. 8. Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus. 9. Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal. 10. Memperlihatkan kelangsungan pilihan kata. 30

5. Kesesuaian Pilihan Kata

a. Persoalan Kesesuaian Pilihan Kata

Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata-kata adalah kecocokan atau kesesuaian. Perbedaan antara ketepatan dan kecocokan pertama- tama mencakup soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu, walaupun kadang-kadang masih ada perbedaan tambahan berupa perbedaan tata bahasa, pola kalimat, panjang atau kompleksnya sebuah alinea, dan beberapa segi yang lain. Perbedaan yang sangat jelas antara ketepatan dan kesesuaian adalah bahwa dalam kesesuaian dipersoalkan: apakah kita dapat mengungkapkan pikiran kita dengan cara yang sama dalam semua kesempatan dan lingkungan yang kita masuki . Ada suasana yang menuntut para hadirin bertindak 30 Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, hal. 89 lebih formal, ada pula suasana yang tiidak menghendaki tindakan- tindakan yang formal. Dengan demikian, tingkah laku manusia yang berwujud bahasa juga akan disesuaikan dengan suasana yang formal dan nonformal tersebut. Suasana yang formal akan menghendaki bahasa yang formal. Sedangkan suasana yang nonformal menghendaki bahasa yang nonformal. 31 Jadi secara singkat perbedaan antara persoalan ketepatan dan kesesuaian adalah: dalam persoalan ketepatan kita bertanya apakah pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang berlainan antara pembicara dan pendengar, atau antara penulis dan pembaca; sedangkan dalam persoalan kecocokan atau kesesuaian kita mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya bahasa yang dipergunakan tidak merusak suasana atau menyimpang perasaan orang yang hadir . 32

b. Persyaratan Kesesuaian Pilihan Kata

Perubahan bahasa menjadi suatu masalah yang akan terjadi di semua bahasa yang ada di dunia. Hal ini terjadi karena mengalami pertumbuhan dan perkembangan zaman. Faktor yang menyebabkan adanya perubahan bahasa bisa terjadi karena: untuk menyerap teknologi baru yang belum dimiliki, tingkat kontak dengan bangsa- bangsa lain di dunia, kekayaan budaya asli yang dimiliki penutur bahasanya, dan macam-macam faktor yang lain. 31 Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, hal. 102 32 Keraf, hal. 103 Ada beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis atau pembicara, agar kata yang dipergunakan tidak akan mengganggu suasana, dan tidak akan menimbulkan ketegangan antara penulis atau pembicara dengan para hadirin atau para pembaca. Syarat-syarat tersebut adalah: 1. Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandard dalam suatu situasi yang formal. 2. Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata populer. 3. Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum. Istilah jargon memiliki beberapa pengertian, diantaranya kata-kata teknis yang digunakan secara terbatas dalam bidang ilmu, profesi, atau kelompok tertentu. Kata-kata ini kerap kali merupakan kata sandikode rahasia untuk kalangan tertentu dokter, militer, perkumpulan rahasia. Contoh: Sikon situasi dan kondisi, prokon pro dan kontra, dan lain-lain. 33 4. Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata slang. Pada waktu-waktu tertentu , banyak terdengar slang , yaitu kata-kata tidak baku yang dibentuk secara khas sebagai cetusan keinginan terhadap sesuatu yang baru. Kata-kata ini bersifat sementara: kalau sudah terasa usang, hilang, atau menjadi 33 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, h. 16 kata-kata biasa asoy, mana tahan, bahenol, selangit, dan sebagainya, yang mungkin hanya dikenal didaerah tertentu. 34 5. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan. 6. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang idiom yang mati 7. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial. 34 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, hal 16 BAB III SEPUTAR MUKHTASAR IHYA ULUMUDDIN, BIOGRAFI SINGKAT DAN SEJUMLAH KARYA PENULIS DAN PENERJEMAH

A. Seputar Kitab Mukhtasar Ihya Ulumuddin

Dokumen yang terkait

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistic Mathematic Education Dan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Ditinjau Dari Motivasi Belajar Pada Kelas XI IPA SMA Muhammad

0 3 16

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) Berbasis Assesment For Learning (AFL) (P

0 2 16

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) Berbasis Assesment For Learning (AFL) (P

0 2 17

PENERAPAN PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA Penerapan Pembelajaran Realistic Mathematics Education (Rme) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri 5 Karangrejo

0 4 10

IMPLEMENTASI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION Implementasi Pendekatan Realistic Mathematic Education dengan Strategi Team Accelerated Instruction untuk Meningkatkan Komunikasi dan Hasil Belajar Matematika (PTK pada Siswa Kelas XI AP di SMK Bina

0 0 18

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) (PTK Pembelajaran Matematika Kelas III SDN Karangnongko II Boyolali).

0 0 8

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION ( RME ) PADA SISWA KELAS V SD N I PUCUNG TAHUN AJARAN

0 0 17

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) Upaya meningkatkan hasil belajar matematika dengan menggunakan pendekatan REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) dengan materi bangun ruang pa

0 0 16

PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN PECAHAN.

3 27 28

View of Realistic Mathematic Education (RME) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika

0 1 14