B. Diksi
1. Definisi Diksi
Bahasa terdiri atas beberapa tataran gramatikal antara lain kata, frase, klausa, dan kalimat. Kata merupakan tataran terendah dan kalimat
merupakan tataran tertinggi. Ketika Anda menulis, kata merupakan kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah kata
dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan seseorang dapat mudah dimengerti. Dengan demikian, kata-kata yang
digunakan untuk berkomunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan
wacana. Kata sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan sewenang-wenang. Akan tetapi, kata-kata tersebut harus digunakan
dengan mengikuti kaidah-kaidah yang benar. Dalam bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary
bahasa Inggris yang kata dasarnya diction berarti perihal pemilihan kata.
Dalam Websters Edisi ketiga, 1996 diction diuraikan sebagai choice of
words esp with regard to correctness, clearness, or effectiveness . Jadi,
diksi membahas penggunaan kata, terutama pada soal kebenaran, kejelasan, dan keefektifan.
13
Permasalahan diksi adalah berbicara tentang pilihan kata. Gorys Keraf menyimpulkan tentang diksi: Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup
pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau
menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling
13
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif,Diksi, Struktur, dan Logika Bandung, PT Refika Aditama 2007 cet. Ke-I, h. 7
baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan
yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai cocok dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok
masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau
perbendeharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata
yang dimiliki oleh sebuah bahasa.
14
2. Masalah Pilihan Kata dalam Penerjemahan
Kegiatan menerjemah adalah suatu kegiatan yang sangat sulit, karena penerjemah harus menyampaikan pesan yang terdapat dalam bahasa
sumber BSu secara tepat dan utuh ke dalam bahasa sasaran BSa, kegiatan ini juga tidak hanya sebatas itu saja, penerjemah harus menguasai
hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kebahasaan. Menerjemahkan bukan hanya mengalihkan bahasa saja, tetapi yang
terpenting adalah pesan dan amanatnya tersampaikan kepada pembaca. Pemilihan diksi atau kata dalam sebuah terjemahan adalah suatu langkah
awal bagi seorang penerjemah. Adalah suatu kekhilafan yang besar untuk menganggap bahwa persoalan kata adalah persoalan yang sederhana,
14
Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, h. 25
persoalan yang tidak perlu dibicarakan atau dipelajari Karen akan terjadi dengan sendirinya secara wajar
15
.
3. Peranti-peranati Diksi
a. Penggunaan Kata Bersinonim
Kata sinonim berasal dari kata Yunani Kuno Onoma ‘nama’ dan kata Syn ‘dengan’, jadi kurang lebih arti harfiyahnya ‘nama lain untuk
benda sama’.
16
Sinonim ialah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan.
Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan.
17
Yang disebut sinonim ialah bentuk bahasa yang maknanya sama atau hamper sama dengan bentuk lain. Istilah lain ialah muradif.
Mungkin tak ada dua kata dalam perbendahraan suatu bahasa yang betul-betul sama maknanya sehingga dalam setiap kalimat mana pun
kedua patah kata bersinonim itu selalu dapat bersubsituasi saling menggantikan
18
. Kata-kata yang bersinonim ada yang dapat menggantikan ada pula yang tidak. Karen a itu, kita harus memilihnya
secara tepat dan saksama. Misalnya, kata asas bersinonim dengan kata
15
Keraf, hal 23
16
J.W.M Verhssr, Pengantar Linguistik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 1995 cet. Ke-20, hal. 132
17
E Zaenal Arifin, Cermat Berbahasa Indonesia, Jakarta: PT Mediyatama Sarana Perkasa 1988 cet ke-3, hal 147
18
J.S Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III Jakarta: PT Gramedia 1989 cet Ke- 2, hal 51
dasar, pokok, dan prinsip. Dalam penggunaan kalimat, keempat kata
tersebu tidaklah semuanya bisa saling menggantikan satu sama lain.
19
b. Penggunaan Kata Bermakna Denotasi dan Konotasi
Sebuah kata yang mengacu pada makna konseptual atau makna dasar berfungsi denotatif. Kata lain kecuali denotasi juga merupakan
gambaran tambahan yang mengacu pada nilai dan rasa berfungsi konotatif. Nilai dan rasa diberikan masyarakat. Oleh karena itu, sebuah
kata akan dinilai tinggi, baik, sopan, lucu, biasa, rendah, kotor, porno, atau sakral bergantung pada masyarakat pemakaiannya. Dalam
mengarang, hendaknya digunakan kata-kata yang bermakna denotasi agar terlepas dari tafsiran yang menyimpang dari apa yang kita
maksud.
20
Dalam bentuk yang murni, makna denotatif dihubungkan dengan bahasa ilmiah. Seorang penulis yang hanya ingin menyampaikan
informasi kepada kita, dalam hal ini khususnya bidang ilmiah, akan berkecenderungan untuk mempergunakan kata-kata yang denotatif.
Sebab pengarahan yang jelas terhadap fakta yang khusus adalah tujuan utamanya; ia tidak menginginkan interpretasi tambahan dari tiap
pembaca, dan tidak akan membiarkan interpretasi itu dengan memilih kata-kata yang konotatif. Sebab itu untuk menghindari interpretasi
19
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, h. 8
20
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, h. 10
yang mungkin timbul, penulis akan berusaha memilih kata dan konteks yang relatif bebas interpretasi.
21
Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau makna eveluatif. Makna konotatif adalah suatu
jenis makna dimana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi karena pembicara ingin
menimbulkan perasaan setuju – tidak setuju, senang – tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar; di pihak lain, kata yang dipilih itu
memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama.
22
c. Penggunaan Kata Umum dan Khusus
Perbedaan ruang lingkup acuan makna suatu kata terhadap kata lain menyebabkan lahirnya istilah kata umum dan kata khusus. Makin
luas ruang lingkup acuan makna sebuah kata, makin umum sifatnya. Makin sempit ruang lingkup acuan maknanya, makin luas khusus
sifatnya. Dengan kata lain, kata umum memberikan gambaran yang kurang jelas, sedangkan kata khusus memberikan gambaran yang jelas
dan tepat. Karena itu, untuk mengefektifkan penuturan lebih tepat dipakai kata khusus daripada kata-kata umum. Misalnya:
21
Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, h. 28
22
Putrayasa, hal 29
Umum Khusus
a melihat
memandang gunungsawahlaut
Menonton wayangdramafilm Menengok
orang sakit
Menatap mukagambar
Menentang matahari
Menoleh ke
kirikanan Meninjau
daerah-daerah Menyaksikan
pertandingan
b jatuh
roboh rumahgedung
Rebahpohon pisangtebubadan
Tumbang pohon
besar Rontok
daun-daunbunga-bunga Longsor
tanah
c buah
apel, mangga, durian, pisang, rambutan, nangka, manggis, dsb
d bunga
melati, mawar, anggrek, kamboja, dsb.
23
23
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, h. 10-11
d. Penggunaan Kata Abstrak dan Konkret
Kata abstrak adalah kata yang mempunyai referen berupa konsep, sedangkan kata konkret adalah kata yang mempunyai referen berupa
objek yang dapat diamati akhadiah, 1999. Kata abstrak lebih sulit dipahami daripada kata konkret. Dalam hal hal menulis, kata-kata yang
digunakan sangat bergantung pada jenis penulisan dan tujuan penulisan. Jika yang akan dideskripsikan suatu fakta, tentu saja harus
lebih banyak digunakan kata-kata konkret. Akan tetapi, jika yang dikemukakan ialah klasifikasi atau generalisasi, maka yang banyak
digunakan ialah kata-kata abstrak. Kerap kali, suatu uraian dimulai dengan kataa abstrak konsep tertentu, kemudian dilanjutkan dengan
penjelasan yang menggunakan kata-kata konkret. Contoh: -
Keadaan kesehatan anak-anak di desa sangat buruk -
Banyak yang menderita malaria, radang paru-paru, cacingan, dan kekurangan gizi
.
24
e. Penggunaan Bentuk Idiomatis
Idiomatik ialah kata-kata gabungan yang kedua unsurnya itu telah bersatu sedemikian rupa sehingga salah satu unsurnya itu tidak dapat
dilepaskan dalam melakukan kegiatan berbahasa. Idiomatik adalah kata-kata yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah
ekonomi bahasa. Ungkapan yang bersifat idiomatik terdiri atas dua atau tiga kata yang dapat memperkuat diksi di dalam tulisan. Contoh:
Menteri Dalam Negeri bertemu Wakil Presiden.
24
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, h. 14-15
Menteri Dalam Negeri bertemu dengan Wakil Presiden. Kata yang benar ialah bertemu dengan.
25
Makna idiom dengan kata pembentuknya sering tidak lagi jelas atau makna itu bukanlah makna sebenarnya kata itu, idiom tak dapat
dialihbahasakan secara harfiah ke dalam bahasa lain. Misalnya, idiom duduk perut
dalam bahasa Indonesia yang artinya ‘hamil’ Wanita itu sedang duduk perut tak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa lain
dengan mencari dalam kamus kata duduk lalu perut, kemudian menjajarkan seperti bahasa Indonesia itu. Artinya, tentu akan terasa
sangat aneh dalam bahasa asing itu. Hendaknya diterjemahkan menurut arti sebenarnya arti ungkapan itu, atau menggantikannya
dengan ungkapan dalam bahasa itu yang semakna dengan idiom bahasa Indonesia itu.
26
4. Ketepatan Pilihan Kata
a. Persolan Ketepatan Pilihan Kata
Persoalan pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu pertama, ketepatan memilih kata untuk
mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan
25
S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa, 1998 cet. Ke 3, hal. 155
26
J.S Badudu, Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar III Jakarta: PT Gramedia 1989 cet. Ke-2, hal. 47-48
diamanatkan, dan kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tadi.
27
Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau
pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Sebab itu, persoalan ketepatan pilihan kata akan
menyangkut pula masalah makna kata dan kosa kata seseorang. Kosa kata yang kaya raya akan memungkinkan penulis atau pembicara lebih
bebas memilih-milih kata yang dianggapnya paling tepat mewakili pikirannya. Ketepatan makna kata menuntut pula kesadaran penulis
atau pembicara untuk mengetahui bagaimana hubungan antara bentuk bahasa kata dengan referensinya.
Bila kita mendengar seorang menyebut kata roti, maka tidak ada seorang pun yang berpikir tentang sesuatu barang yang terdiri dari
unsur-unsur:tepung, air, ragi, dan mentega, yang telah dipanggang. Semua orang berpikir kepada esensinya yang baru, yaitu sejenis
makanan, entah itu disebut: roti, bread, Brot, brood, pain, pains, atau apa saja istilahnya. Bunyi yang kita dengar atau bentuk rangkaian
huruf yang kit abaca akan langsung mengarahkan perhatian kita pada jenis makanan itu.
Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa kata adalah sebuah rangkaian bunyi atau symbol tertulis yang menyebabkan orang berpikir
tentang suatu hal: dan makna sebuah kata pada dasarnya diperoleh
27
Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, hal. 87
karena persetujuan informal konvensi antara sekelompok orang untuk menyatakan hal atau barang tertentu melalui rangkaian bunyi
tertentu. Atau dengan kata lain, arti kata adalah persetujuan atau konvensi umum tentang interrelasi antara sebuah kata dengan
referensinya barang atau hal yang diwakilinya
28
b. Persyaratan Ketepatan Kata
Karena ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau
pendengar seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha
secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut. Bahwa kata yang dipakai sudah tepat akan tampak dari reaksi
selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi non-verbal dari pembaca atau pendengar. Ketepatan tidak akan menimbulkan
salah paham
29
Gorys Kerap menyuguhkan beberapa butir persoalan mengenai ketepatan pilihan kata:
1. membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Dari dua kata
yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia harus menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai
maksudnya. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkannnya, ia harus memilih kata yang denotatif; kalau ia menghendaki reaksi
28
Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, hal. 88
29
Keraf, hal. 88
emosional tertentu, ia harus memilih kata konotatif sesuai dengan sasaran yang akan dicapainya itu.
2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
Seperti telah diuraikan di atas, kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Sebab itu,
penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya,
sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan. 3.
membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Bila penulis sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya
itu, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya: bahwa
– bawah – bawa, interferensi – inferensi, karton – kartun, preposisi – preposisi, korporasi – koperasi, dan sebagainya.
4. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selain tumbuh dan
berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan
jumlah kata baru. Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya.
5. Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-
kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. Progres – progresif, kultur – kultural, dan sebagainya.
6. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara
idiomatis: ingat akan bukan ingat terhadap; berharap, berharap
akan, mengharapkan bukan mengharap akan; berbahaya,
berbahaya bagi, membahayakan sesuatu bukan membahayakan
bagi sesuatu; takut akan, menakuti sesuati lokatif
7. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus
membedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum.
8. Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang
khusus. 9.
Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
10. Memperlihatkan kelangsungan pilihan kata.
30
5. Kesesuaian Pilihan Kata
a. Persoalan Kesesuaian Pilihan Kata
Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata-kata adalah kecocokan atau kesesuaian. Perbedaan antara ketepatan dan kecocokan pertama-
tama mencakup soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu, walaupun kadang-kadang masih ada perbedaan
tambahan berupa perbedaan tata bahasa, pola kalimat, panjang atau kompleksnya sebuah alinea, dan beberapa segi yang lain. Perbedaan
yang sangat jelas antara ketepatan dan kesesuaian adalah bahwa dalam kesesuaian dipersoalkan: apakah kita dapat mengungkapkan pikiran
kita dengan cara yang sama dalam semua kesempatan dan lingkungan yang kita masuki
. Ada suasana yang menuntut para hadirin bertindak
30
Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, hal. 89
lebih formal, ada pula suasana yang tiidak menghendaki tindakan- tindakan yang formal. Dengan demikian, tingkah laku manusia yang
berwujud bahasa juga akan disesuaikan dengan suasana yang formal dan nonformal tersebut. Suasana yang formal akan menghendaki
bahasa yang formal. Sedangkan suasana yang nonformal menghendaki bahasa yang nonformal.
31
Jadi secara singkat perbedaan antara persoalan ketepatan dan kesesuaian adalah: dalam persoalan ketepatan kita bertanya apakah
pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang berlainan antara pembicara dan
pendengar, atau antara penulis dan pembaca; sedangkan dalam persoalan kecocokan atau kesesuaian kita mempersoalkan apakah
pilihan kata dan gaya bahasa yang dipergunakan tidak merusak suasana atau menyimpang perasaan orang yang hadir
.
32
b. Persyaratan Kesesuaian Pilihan Kata
Perubahan bahasa menjadi suatu masalah yang akan terjadi di semua bahasa yang ada di dunia. Hal ini terjadi karena mengalami
pertumbuhan dan perkembangan zaman. Faktor yang menyebabkan adanya perubahan bahasa bisa terjadi karena: untuk menyerap
teknologi baru yang belum dimiliki, tingkat kontak dengan bangsa- bangsa lain di dunia, kekayaan budaya asli yang dimiliki penutur
bahasanya, dan macam-macam faktor yang lain.
31
Gorys keraf, Diksi dan Gaya bahasa Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2006 cet. Ke 16, hal. 102
32
Keraf, hal. 103
Ada beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis atau pembicara, agar kata yang dipergunakan tidak akan mengganggu
suasana, dan tidak akan menimbulkan ketegangan antara penulis atau pembicara dengan para hadirin atau para pembaca. Syarat-syarat
tersebut adalah: 1.
Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandard dalam suatu situasi yang formal.
2. Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja.
Dalam situasi yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata populer.
3. Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum. Istilah
jargon memiliki beberapa pengertian, diantaranya kata-kata teknis yang digunakan secara terbatas dalam bidang ilmu, profesi, atau
kelompok tertentu. Kata-kata ini kerap kali merupakan kata sandikode rahasia untuk kalangan tertentu dokter, militer,
perkumpulan rahasia. Contoh: Sikon situasi dan kondisi, prokon pro dan kontra, dan lain-lain.
33
4. Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian
kata-kata slang. Pada waktu-waktu tertentu , banyak terdengar slang
, yaitu kata-kata tidak baku yang dibentuk secara khas sebagai cetusan keinginan terhadap sesuatu yang baru. Kata-kata ini
bersifat sementara: kalau sudah terasa usang, hilang, atau menjadi
33
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, h. 16
kata-kata biasa asoy, mana tahan, bahenol, selangit, dan sebagainya, yang mungkin hanya dikenal didaerah tertentu.
34
5. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.
6. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang idiom yang mati
7. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial.
34
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet. Ke-1, hal 16
BAB III
SEPUTAR MUKHTASAR IHYA ULUMUDDIN, BIOGRAFI SINGKAT DAN SEJUMLAH KARYA PENULIS DAN PENERJEMAH
A. Seputar Kitab Mukhtasar Ihya Ulumuddin