Penelitian tentang karangan imam al-Ghazali belum ada yang membahas. Oleh karena itu Penulis merasa tertarik untuk meneliti terjemahan Kitab
Mukhtasar Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.
E. Landasan Teori
Dalam penelitian ini, penulis akan memakai teori Newmark dalam buku yang disusun oleh Rochayah Maachali yang berjudul Pedoman bagi
Penerjemah. Penulis juga akan menggunakan teori Eugene A. Nida. Selain itu,
penulis akan menggunakan Gorys Keraf yang terdapat dalam buku Diksi dan Gaya Bahasa.
Selanjutnya, sebagai alat untuk menganalisis, penulis akan menggunakan teori Kunjana Rahardi dalam bukunya Seni Memilih Kata.
F. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian studi naskah terjemahan, yaitu dengan cara menginventarisir kata-kata berkaitan dengan
masalah yang diteliti untuk menyingkap fakta yang ada sekaligus menemukan masalah-masalah baru. Setelah itu, penulis mendeskripsikan masalah tersebut
sesuai dengan data yang ada sehingga dapat mencakup dan tujuan penelitian. Penulis melakukan pencarian data dengan membaca dan menelaah
berbagai kamus guna mengetahui diksi atau pilihan kata dengan tepat dan sesuai secara gaya bahasa penulis mengritik pilihan kata atau diksi yang
terdapat dalam buku terjemahan Mukhtasar Ihya Ulumuddin. Di samping itu, penulis juga terus berkonsultasi dengan para ahli untuk mengetahui lebih jauh
dalam memilih diksi yang tepat.
Dalam penulisan ini, penulis juga merujuk pada sumber-sumber sekunder berupa buku-buku tentang penerjemahan, buku mengenai semantik, kamus
bahasa Arab, bahasa Indonesia, linguistik, ensiklopedi, internet, dan lain-lain. Selain itu, penulis menggunakan kajian pustaka Library Research. Secara
teknis, penulisan ini didasarkan pada buku pedoman penulisan karya ilmiahskripsi, tesis, dan disertasi yang berlaku di lingkungan UIN Syarif
hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Center of Quality Development and Assurance CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab I merupakan yang mewadahkan topik penelitian ini. Bab ini menjelaskan latar belakang masalah
atau alasan pemilihan topik penelitian ini, pembatasan masalah, perumusan masalah yang berupa pertanyaan, tujuan, manfaat, Tinjauan Pustaka, Landasan
Teori, Metodologi penelitian, dan ketujuh sistematika penulisan. Bab ini sangat penting karena akan berpengaruh terhadap bab-bab selanjutnya.
BAB II menyajikan teori penerjemahan yang meliputi Teori Terjemah, Definisi Penerjemahan, Proses penerjemahan, Metode penerjemahan
mengingat penelitian ini berorientasi pada analisis dan penilaian. Karenanya pada bab ini juga dipaparkan kerangka teori yang akan dipakai, diantaranya,
teori diksi dan perantinya, ketepatan, dan kesesuaian pemilihan kata dan kalimat dan lain-lain. Bab ini akan menjadi alat analisis.
BAB III menyajikan hal yang terkait objek atau data penelitian ini, yaitu kajian tentang biografi singkat dan sejumlah karya penulis, dan Biografi
singkat dan sejumlah karya penerjemah BAB IV meliputi analisis internal atau penilaian dengan menerapkan teori
yang ada pada bab II. Bab ini akan membuktikan hasil penelitian BAB V merupakan bab yang mengakhiri penelitian ini dengan
memeberikan kesimpulan dari seluruh pembahasan, dengan tidak lupa menyertakan saran.
BAB II KERANGKA TEORI
A. Penerjemahan
1. Definisi Penerjemahan
Dalam bahasa Indonesia, istilah terjemah diambil dari bahasa Arab
ﺔ ﺮ
, bahasa Arab sendiri mengambil istilah tersebut dari bahasa Armenia turjuman. Kata turjuman sebentuk dengan tarjaman dan
turjuman yang berarti orang yang mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain. Sedangkan secara terminologis menerjemahkan adalah
mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan.
1
Penerjemahan bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia “usaha memindahkan pesan dari teks bahasa Arab bahasa sumber dengan
padanannya ke dalam bahasa Indonesia bahasa sasaran”.
2
Menerjemahkan merupakan kegiatan yang berusaha mengalihkan bahasa sekaligus pesan yang terdapat dalam teks sumber TSu ke dalam
teks sasaran TSa. Kamus The New International Webster’s 2002: 1.428 memberikan definisi bahwa to translate menerjemahkan berarti to render
into another language menyusun ke dalam bahasa lain; to express on
their term mengungkap dalam istilah lain; to explain by using another
word menjelaskan dengan menggunakan kata-kata lain. Kata ‘translate’
1
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia Bandung: Humaniora, 2005 h. 6
2
Ibnu Burdah, Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab, Yogyakarta: P. t. Tiara Wacana 2004, cet. Ke-1, h. 9
berasal dari kata-kata bahasa Latin; trans, artinya melintas dan latum, artinya melaksanakan. Sementara itu, The Oxford Companion to the
English Language 2005: 1329 mendefinisikan translateterjemahan sebagai “uraian baru dari satu bentuk bahasa ke dalam bahasa lain”.
Beberapa ahli juga mengemukakan definisi yang hampir serupa; yakni sebagai uraian baru dari bentuk bahasa lain.
Larson 1984: 51 menyatakan; dalam penerjemahan, bentuk naskah dalam bahasa sumber digantikan oleh bentuk naskah dalam bahasa target.
Larson lebih lanjut menjelaskan bahwa bentuk bahasa merujuk ke kata, frase, kalimat, kalimat, paragraf, dan lainnya, yang diucapkan atau ditulis
dengan sebenarnya. Nida dan Taber di dalam Widyamartaya, 1989:11, juga menyatakan bahwa menerjemahkan terdiri atas reproduksi pesan ke
dalam bahasa penerima melalui gaya bahasa alamiah yang paling mendekati kesetaraan dengan naskah bahasa sumber, pertama dalam hal
makna dan kedua dalam hal gaya bahasa. Bassnett 1991: 2 mengatakan bahwa apa yang umumnya dipahami sebagai terjemahan melibatkan
proses rujukan teks bahasa sumber SL = Source Language ke dalam bahasa target TL = Target Language. Catford 1965 dikutip dalam
Machali 2000: 5 menyebutkan bahwa terjemahan adalah penggantian bahan tekstual dalam satu bahasa SL yang setara dengan isi bahan dalam
bahasa lain TL. Menurut Sapardi Djoko Damono di Kompas 21 Juni 2003, terjemahan adalah transfer ide yang menggunakan beberapa bahasa
sebagai media.
Penerjemahan adalah istilah umum yang mengacu pada proses pengalihan buah pikiran dan gagasan dari satu bahasa sumber ke dalam
bahasa lain sasaran, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan, baik kedua bahasa tersebut telah mempunyai system penulisan yang telah baku
maupun belum, baik salah satu atau keduanya didasarkan pada isyarat sebagaimana isyarat orang tuna rungu
3
Secara lebih sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan sebagai memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan
pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya bahasanya.
4
Widyamartaya menyatakan bahwa terjemahan yang baik harus nampak tidak seperti terjemahan, melainkan harus dibaca bagai
komposisi asli dan mengekspresikan seluruh makna aslinya. Larson menyebutkan karakteristik terjemahan yang baik adalah sebagai berikut:
1.
Menggunakan gaya bahasa normal dalam bahasa penerima
2.
Mengkomunikasikan kepada penutur bahasa penerima makna yang sama yang juga dipahami oleh pembicara dari bahasa sumber.
3.
Menjaga dinamika pada teks asli yang berbahasa sumber.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa terjemahan memproduksi makna SL makna yang dirancang oleh
penutur asli di alam bentuk TL.
3
Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariayanto, Translation: Bahasa Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan
Yogyakarta: Kanisius, 2003, h. 12.
4
Widyatama, Seni Menerjemahkan Yogyakarta: Kanisius, 1989, h. 11.
Menurut Benny Hoendoro Hoed, Penerjemahan dan kebudayaan. Penerjemahan adalah upaya untuk mengungkapkan kembali pesan yang
terkandung dalam teks suatu bahasa atau teks sumber BSUTSu ke dalam bentuk teks dalam bahasa lain atau teks sasaran BSaTSa
5
2. Proses Penerjemahan
Menerjemahkan bukanlah menuliskan pikiran-pikirannya sendiri dan bukan pula menyadur saja, dengan pengertian menyadur sebagai
pengungkapan kembali amanat dari suatu karya dengan meninggalkan detail-detailnya tanpa harus mempertahankan gaya bahasanya dan tidak
harus ke dalam bahasa lain. pengertian menyadur tersebut diberikan oleh Harimurti Kridalaksana. Selain memahami apa itu menerjemahkan dan
apa yang harus dihasilkan dalam terjemahannya, seorang penerjemah hendaknya mengetahui bahwa kegiatan menerjemahkan itu kompleks,
merupakan suatu proses, terdiri dari serangkaian kegiatan-unsur sebagai unsur integralnya.
6
Penerjemahan merupakan kegiatan memproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan yang paling dekat dan wajar di dalam
bahasa penerima, baik dilihat dari segi arti maupun gaya. Dalam proses menerjemahkan seringkali penerjemah mengalami berbagai problematika
dalam rangka menemukan padanan yang sewajarnya dikarenakan terjemahan harus komunikatif dengan respon pembaca.
5
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan Jakarta: Dunia Pustaka jaya, 2006, h. 28
6
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, Yogyakarta: Kanisius, 1989 Cet. Ke-1, hal. 14
Problematika selama proses penerjemahan sering kali dialami oleh penerjemah. Adapun problematika yang dimaksud berkaitan dengan aspek
kebahasaan, nonkebahasaan, dan kebudayaan. Kesulitan kebahasaan terfokus pada gejala interferensi antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia
berikut faktor-faktor penyebabnya, sedangkan aspek nonkebahasaan menyangkut lemahnya pengusaan penerjemahan akan bahasa sasaran dan
teori terjemah serta minimnya sarana penunjang. Adapun masalah kebudayaan bertalian dengan kesulitan mencari padanan antara dua
budaya yang berbeda. Proses penerjemahan di sini adalah suatu model atau rangkaian tindakan yang dilakukan oleh penerjemah atas
kualifikasinya dalam mengalihkan makna dan maksud teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaranpenerima untuk memperoleh terjemahan
yang berkualitas. Proses penerjemahan tentunya berlangsung dalam tahapan-tahapan.
Tahapan-tahapan tersebut harus dilalui oleh seorang penerjemah dalam proses penerjemahannya. Apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam
pikiran penerjemah ketika ia sedang menerjemahkan? Dalam penelitian ini tahapan-tahapan yang dilalui penulis mengacu pada pendapat De Maar,
dalam petunjuk-petunjuknya mengenai cara menerjemahkan, hal ini juga menunjukkan adanya tiga tahap dalam proses penerjemahan yaitu
membaca dan mengerti karangan itu memahami bahasa sasaran, menyerap segenap isinya dan membuatnya menjadi kepunyaan kita
menguasai bahasa sumber, dan mengungkapkannya dalam bahasa kita
dengan kemungkinan perubahan sekecil-kecilnya akan arti atau nadanya pengungkapan kembali ke dalam bahasa sasaran.
Nida dan Taber 1969: 33, dikutip dalam Novianti 2005: 16, membagi proses penerjemahan ke dalam tiga tahapan:
1 Analisis pesan pada bahasa sumber;
2 Transfer, dan; 3 Rekonstruksi pesan yang ditransfer ke dalam bahasa target
penyelarasan.
Tahap analisis adalah proses di mana hubungan gramatikal dan makna atau kombinasi kata dianalisis. Pada tahap transfer, bahan yang telah
dianalisa dalam tahap 1 ditransfer dalam pikiran penerjemah dari bahasa sumber ke dalam bahasa target. Tahap rekonstruksi adalah tahap di mana
penulis menuliskannya kembali atau mengekspresikan kembali bahan sedemikian rupa sehingga produk terjemahan dapat diterima dan dibaca
dalam aturan dan gaya bahasa target.
3. Metode Penerjemahan
Newmark mengelompokkan metode penerjemahan mejadi dua metode, yaitu 1 Communicative translation, dan 2 Semantic translation. Baik
Newmark maupun Larson menjelaskan bahwa pemilihan metode penrjemahan memainkan peran penting dalam menghasilkan naskah
terjemahan yang baik. Ini berart bahwa pembaca merasa nyaman membaca
naskah hasil terjemahan –seolah mereka membaca naskah aslinya yang alami.
Dilihat dari jauh dekatnya terjemahan dari bahasa sumber dan bahasa sasaran, terjemah dapat diklasifikasikan ke dalam 8 jenis. Kedelapan jenis
terjemahan tersebut dapat dikategorisasikan dalam dua bagian besar. Pertama
, terjemahan yang lebih berorientasi pada bahasa sumber, dalam hal ini penerjemah berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-
tepatnya makna kontekstual penulis, meskipun dijumpai hambatan sintaksis dan semantik yakni hambatan bentuk dan makna. Kedua,
terjemahan yang lebih berorientasi pada bahasa sasaran. Dalam hal ini penerjemah berupaya menghasilkan dampak yang relatif sama dengan
yang diharapkan oleh penulis asli terhadap pembaca versi bahasa sasaran
a. Klasifikasi terjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber:
1 Terjemahan kata demi kata
word for word translation .
Penerjemahan jenis ini dianggap yang paling dekat dengan bahasa sumber. Urutan kata dalam teks bahasa sumber tetap
dipertahankan, kata-kata diterjemahkan menurut makna dasarnya diluar konteks. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan
secara harfiah. Terjemahan kata demi kata berguna untuk memahami mekanisme bahasa sumber atau untuk menafsirkan teks
yang sulit sebagai proses awal penerjemahan. Contoh:
ْ ﻌ ر ةﺮْهز
ﻰﻟإ ﺎﻬ ْﺑ
ﺲْﻣأ
Apabila kalimat tersebut diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa Indonesia, maka hasilnya adalah telah kembali Zuhairah ke
rumahnya kemarin . Terjemahan ini terkesan kaku dan tidak sesuai
dengan sistem kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Hasil terjemahan yang lebih tepat ialah Zuhairah kembali ke rumahnya
kemarin.
1
Terjemahan Harfiah literal translation atau sering juga disebut
terjemahan struktural. Dalam terjemahan ini konstruksi gramatikal bahasa sumber dikonversikan ke dalam padanannya dalam bahasa
sasaran, sedangkan kata-kata diterjemahkan di luar konteks. Sebagaimana proses penerjemahan awal terjemah harfiah ini dapat
membantu melihat masalah yang perlu diatasi. Contoh :
ْﻮﻃ دﺎﺠﱢﻟا
ْﻓر دﺎ ﻌﻟا
ﺮْﺜآ دﺎﻣﱠﺮﻟا
.
Ia adalah orang yang panjang sarung pedangnya, tiangnya tinggi dan banyak abu dapurnya.
Metode ini dapat digunakan sebagai metode pada tahap awal pengalihan, bukan sebagai metode yang lazim. Sebagai proses
penerjemahan awal, metode ini dapat membantu penerjemah melihat masalah yang harus diatasi
7
2
Terjemahan setia faithful translation. Terjemahan ini mencoba
menghasilkan kembali makna kontekstual walaupun masih terikat
7
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah Jakarta: Grasindo, 2000, h. 5
oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Ia berpengang teguh pada tujuan dan maksud bahasa sumber sehingga terkesan kaku.
Terjemahan ini bermanfaat sebagai proses awal tahap pengalihan. Sebagai contoh:
ْﻮﻃ دﺎﺠﱢﻟا
ْﻓر دﺎ ﻌﻟا
ﺮْﺜآ دﺎﻣﱠﺮﻟا
.
Apabila pasemon kinayah ini diterjemahkan dengan terjemahan setia, maka hasil terjemahannya ia adalah orang yang pemberani
karena ia memiliki sarung pedang yang panjang, ia adalah seorang yang kaya atau berkedudukan yang tinggi karena tiang
rumahnya yang tinggi, ia adalah seorang yang pemurah karena banyak abunya
. Dari terjemahan ini terlihat bahwa penerjemah berusaha untuk tetap setia pada bahasa sumber, meskipun sudah
tertlihat ada upaya untuk mereproduksi makna kontekstual. Kesetian tersebut tampak pada adanya upaya untuk tetap
mempertahankan uangkapan metaforis yang tersurat dalam teks asli misalnya ungkapan sarung padangnya yang panjang, tiang
tertinggi, dan banyak adanya.
4
Terjamahan semantis semantic teranslation
. Berbeda dengan terjemahan setia. Terjemahan semantis lebih memperhitungkan
unsur estetika teks bahasa sumber dan kreatif dalam batas kewajaran. Selain itu terjemahan setia sifatnya masih terkait
dengan bahasa sumber, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel. Penerjemah sangat menekankan pada penggunaan istilah,
kata kunci, ataupun ungkapan yang harus dihadirkan dalam terjemahannya.
8
Apabila ungkapan pasemon kinayah di atas terjemahan secara semantis, maka hasil terjemahnanya adalah dia
laki-laki adalah seorang pemberani, terhormat dalam lingkungan
keluarga dan masyarakatnya, dan seorang dwermawan Murtdho,
1999.
b. Klasifikasi terjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran:
1 Terjemahan adaptasi
adaptation . Terjemahan inilah yang
dianggap paling bebas dan palingdekat kebahasaan sasaran. Terutama untuk jenis terjemahan drama dan puisi, tema, karakter
dan alur biasanya dipertahankan. Dalam karangan ilmiah logikanya diutamakan, sedangkan contoh dikurangi atau ditiadakan. Contoh:
ﺎ ْﺣ ﺎ أ ﺎ ر ﺎ رْﺪﺑ
Selama bulan purnama bersinar.
9
2 Terjemahan bebas
free trantation . Penerjemahan bebas adalah
penulisan kembali tanpa melihat tanpa aslinya. Biasanya merupakan parafrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang
dari aslinya. Contoh:
ﻪْ ﻮﻟا ﺪْﺪﺠﻟا
ﺔ ﺻﺎ ﺎ ﺎ ْﻟأ
8
Benny Hoendoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 2006, h. 58
9
Syarif Hidayatullah, Diktat Teori danPermasalahan Penerjemahan Arab-Indonesia. H. 67
Pembaruan wilayah pemerintah Ibukota baru lama Jerman- Berlin.
10
3
Terjemahan idiomatik idiomatic translation. Dalam terjemahan
jenis ini pesan bvahasa sumber disampaikan kembali tetapi ada penyimpangan nuansa makan karena mengutamakan kosa kata
sehari-hari dan idiom dan tidak ada di dalam bahasa sumber tetapi bisa dipakai dalam bahasa sasaran. Contoh:
لﺎ ﻟا ماﺮﺤﻟا
ﻻ مْوﺪ
Harta haram tak akan bertahan lama
11
4
Terjemahan komunikatif communicative translation.
Terjermahan ini berusaha menyampaikan makna kontekstual dari bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isiu dan bahasanya
berterima dan dapat dipahami oleh dunia pembaca bahasa sasaran. Terjemahan ini biasanya dianggap terjemahan yang ideal. Contoh:
ﺤﻟا ىﻮ ﻟا
“Spermatozoon” untuk para ahli biomedik, tetapi untuk khalayak pemabaca yang lebih umum diterjemahkan dengan “air mani”.
12
10
Hidayatullah. h. 69
11
Hidayatullah. h. 69
12
Hidayatullah. h. 70
B. Diksi