Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Inseminasi Intra Uteri

(1)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KEBERHASILAN INSEMINASI INTRA UTERI

TESIS

OLEH :

ANDRI PUTRANDA ASWAR

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP.H. ADAM MALIK – RSUD. Dr. PIRNGADI MEDAN


(2)

PENELITIAN INI DIBAWAH BIMBINGAN TIM-5

 

 

PEMBIMBING: dr. YOSTOTO B. KABAN, SpOG(K)

dr. M. FIDEL GANIS SIREGAR, SpOG

PENYANGGAH : dr. LETTA SARI LINTANG, SpOG

dr. M. RHIZA Z. TALA, SpOG(K)

Prof. dr. M. FAUZIE SAHIL, SpOG(K)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah

satu syarat untuk mencapai keahlian dalam bidang


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Penelitian ini telah disetujui oleh Tim Lima

Pembimbing :

Dr. YOSTOTO B. KABAN, SpOG(K)

………

Pembimbing I ….

MARET 2011

Dr. M. FIDEL GANIS SIREGAR, SpOG

………

Pembimbing

II

….

MARET 2011

Penyanggah :

Dr. LETTA SARI LINTANG, SpOG

.………

Subbagian Feto Maternal

….

MARET 2011

Dr. M. RHIZA Z. TALA,SpOG(K)

……….

Subbagian Fertilitas Endokrinologi

….

MARET 2011

& Reproduksi

Prof. Dr. M. FAUZIE SAHIL, SpOG (K)

……….


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridho dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

“ FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN 

INSEMINASI INTRA UTERI ” 

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.


(5)

2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr. M. Fidel Ganis Siregar, SpOG, Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr henry Salim siregar, SpOG.K, Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr. M. Rhiza Z. Tala, SpOG.K, Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dan juga Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG.K, selaku Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi pada saat saya diterima untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; Prof. M. Yusuf Hanafiah, SpOG.K ; Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG.K ; Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG.K ; Prof. dr. Djaffar Siddik, SpOG.K ; Prof. dr. T.M. Hanafiah, SpOG.K ; Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG.K ; Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K dan Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K yang telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

3. dr. Yostoto B. Kaban, SpOG.K dan dr. M. Fidel Ganis Siregar, SpOG selaku pembimbing tesis saya, bersama dr. Letta Sari Lintang, SpOG ; dr. M. Rhiza Z. Tala, SpOG.K ; dan Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K, selaku penyanggah dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.


(6)

4. Dr Ichwanul adenin, SpOG.K, selaku ketua Sub divisi Fertilisasi Endokrinologi dan reproduksi atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melakukan penelitian ini.

5. Khususnya kepada dr. Binarwan Halim, SpOG.K dan Staff Halim Fertility center yang telah memberikan saya ide dan mengizinkan saya melakukan penelitian di Halim Fertility Center.

6. Kepada dr. Surya Dharma, MPH, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

7. dr. Makmur Sitepu, SpOG.K, selaku pembimbing Referat Mini Fetomaternal saya yang berjudul ”Emboli cairan Amnion” ; kepada dr. Indra G. Munthe, SpOG.K selaku pembimbing Referat Mini Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul ”Sindroma Hiperstimulasi Ovarium” dan kepada dr. John S. Khoman, SpOG.K selaku pembimbing Referat Mini Onkologi saya yang berjudul ”Inspeksi

Visual Asam Asetat”.

8. dr. Indra Z. Hasibuan, SpOG, selaku Bapak Angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.


(7)

9. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

10. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, atas ijin yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di FK-USU Medan.

11. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

12. Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan ; dr. Rushakim Lubis, SpOG sebagai Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Dr. Pirngadi Medan beserta staff yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

13. Direktur RS. PTPN 2 Tembakau Deli ; dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG.K ; beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.


(8)

14. Direktur RS Haji Mina ; dr Muslich perangin-angin, SpOG sebagai kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RS Haji Mina beserta staff yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

15. Direktur RS Sundari ; dr M. Haidir, SpOG beserta staff yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

16. Ka. RUMKIT Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB ; dr Gunawan Rusuldi, SpOG beserta staff yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

17. Direktur RSU Pandan beserta staf, yang telah memberikan kesempatan kerja dan bantuan moril selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

18. Ketua Departemen Anastesiologi dan Reanimasi FK USU Medan beserta staff, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Departemen tersebut.

19. Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Departemen tersebut.


(9)

20. Kepada senior-senior saya, dr. Ade Taufik, SpOG; dr. Samson Chandra, SpOG; dr. Miranda Diza, SpOG; dr. Johny Marpaung, SpOG; dr. Melvin N. G. Barus, SpOG; dr. Anandia Yuska, SpOG; dr. Ronny Ajartha, SpOG; dr. Wahyudi gani, SpOG; dr. Maria Pardede, SpOG; dr. M. Aswin Pranata, SpOG; dr. M Oky Prabudi, SpOG; dr. Dudy Aldiansyah, SpOG; dr. Hayu Lestari, SpOG; dr. David Leo Ginting, SpOG; dr. Nismah Situmorang, SpOG; dr. Rachma B Panjaitan, SpOG; dr. T. R. Iqbal,SpOG; dr. Sukbir singh, SpOG; dr. Muara P. Lubis, SpOG; dr. Simon P. Saing, SpOG; dr. John N. Tambunan, SpOG; dr. Fery Simatupang SpOG; dr Desy Hasibuan, SpOG; dr. Yusmardi, SpOG; dr. Nur Aflah, SpOG; dr. Dwi Faradina, SpOG; dr. Maya Hasmita, SpOG; dr. Anggia Lubis, SpOG; dr. Ilham Lubis, SpOG; dr. Beny Marpaung, SpOG; dr. Zilliyadein, SpOG; dr. Lili kuswani; dr. Ari A. Lubis; dr. Edward, SpOG; dr. Jouhara; dr. Yusuf Rachmadsyah; dr. Boy P. Siregar; dr. Yuri adriansyah; dr. M. Rizky Yaznil, SpOG, terimakasih banyak atas segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

21. Teman-teman seangkatan saya: dr. Alfian Siregar; dr. Firman Alamsyah; dr. Reynanta; dr. Errol Hamzah; dr. Hatsari Siahaan; dan dr. Aidil Akbar, SpOG, terima kasih untuk kebersamaan dan kerjasama kita selama pendidikan ini.

22. dr. T. Johan Avicenna; dr. Elvira M. Sungkar; dr. Tigor P. Hasugian; dr. Ismail Usman; dr. Irwansyah Putra; dr. Hendri Ginting; dr. Henry Gunawan; dr. Eka Handayani; dr. Yudha Sudewo; dr. Aries Misrawani; dr. Kiko Marpaung; dr. Novrial; dr. Anindita Novina; dr. Nureliani Amni; dr. M. Wahyu Wibowo; dr. Fifi P. Adella; dr.


(10)

Rahmanita Sinaga; dr. Hilma P. Lubis; dr. M. Dezarino; dr. Masitha ; dr. Meifi Elfira; dr. Hamima; dr. Bandini; dr. Jesurun Hutabarat; dr. Gamal, saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan kita selama pendidikan.

23. Seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.

24. Dokter Muda, Bidan, Paramedis, karyawan / karyawati, serta para pasien di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUP. H. Adam Malik – RSUD. Dr. Pirngadi Medan dan RS Jejaring yang daripadanya saya banyak memperoleh pengetahuan baru, terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan kepada saya sehingga dapat sampai pada akhir program pendidikan ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua Orang Tua saya yang tersayang, Ayahanda dr. Aswar Aboet, SpOG.K dan Ibunda Dra. Rina Fauzia, yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan ini.


(11)

Kepada adik – adikku tercinta dr Andra Aswar ; dr Andini Aswar dan Andru Aswar, terima kasih atas dorongan semangat serta doa yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan program pendidikan ini.

Buat istriku yang tercinta, dr. Deyvia Daulay dan buah hatiku Althaf Rahan Andri tiada kata lain yang bisa saya sampaikan selain rasa terima kasih atas kesabaran, dorongan, semangat, pengorbanan dan doa sehingga saya dapat menyelasaikan pendidikan ini. Mohon maaf yang sebesar – besarnya karena kesibukan dalam menyelesaikan pendidikan ini tugas saya sebagai suami dan ayah kadang terabaikan.

Kepada Ayahanda mertua, Sofyan Daulay dan ibunda mertua, Machdalena Nasution, terima kasih atas bimbingan, dorongan semangat serta doa yang diberikan kepada saya dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.

Medan, Maret 2011


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………...i

DAFTAR ISI……….x

DAFTAR TABEL………...…xiv

DAFTAR GAMBAR………...xv

DAFTAR GRAFIK……….xvi

DAFTAR SINGKATAN……….. .xvii

ABSTRAK……….xviii

BAB 1. PENDAHULUAN ………...1

1.1. LATAR BELAKANG……….1

1.2. RUMUSAN MASALAH……….………..6

1.3. TUJUAN PENELITIAN ……….………...6

1.3.1. Tujuan Umum………...6

1.3.2. Tujuan Khusus………...6

1.4. MANFAAT PENELITIAN………....6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………...8

2.1. INSEMINASI INTRA UTERI (IIU)………...8

2.1.1. Latar belakang sejarah………...………..………...8

2.1.2. Defenisi………...………....9


(13)

2.1.4. Keuntungan teknik inseminasi intra uteri………….……...13

2.1.5. Kerugian teknik inseminasi intra uteri……….…...13

2.1.6. Komplikasi inseminasi intra uteri………...14

2.1.7. Keberhasilan dan rekomendasi inseminasi intra uteri…...14

2.2. FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEBERHASILAN INSEMINASI INTRA UTERI…………..………...15

2.2.1. Usia pasien………...16

2.2.2. Durasi infertilitas………19

2.2.3. Etiologi infertilitas………...21

2.2.4. Ketebalan endometrium dan jumlah folikel saat ovulasi………...23

2.2.5. Sperma yang di inseminasikan………..26

2.3. PROSEDUR PELAKSANAAN INSEMINASI INTRA UTERI (IIU)…………30

2.3.1 IIU dengan siklus natural / tanpa stimulasi………...30

2.3.2. IIU dengan siklus stimulasi………..………...30

2.3.3. Preparasi Sperma……….…32

2.3.4 Waktu melakukan inseminasi intra uterin……….32

2.3.5. Alat – alat yang diperlukan……….33

2.3.6. Tehnik kerja………...34

2.3.7. Fase Luteal……….35

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN………...36

3.1. DESAIN PENELITIAN……….36

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN………...36


(14)

3.3.1. Populasi penelitian………...36

3.3.2. Sampel penelitian………..36

3.4. KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI………...37

3.4.1 Kriteria inklusi………...37

3.4.2. Kriteria ekslusi……….37

3.5. ALUR PENELITIAN………..…38

3.6. KERANGKA KONSEP………...…39

3.7. VARIABEL PENELITIAN……….39

3.8. CARA KERJA………40

3.9. PENGOLAHAN DATA / ANALISA STATISTIK………40

3.10. BATASAN OPERASIONAL………...40

3.11. ETIKA PENELITIAN………...41

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN………...42

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian………...43

4.2. Hubungan Usia dengan Keberhasilan IIU………...45

4.3. Hubungan durasi infertilitas dengan keberhasilan IIU………….………….46

4.4. Hubungan ketebalan endometrium dengan keberhasilan IIU...……….….47

4.5. Hubungan jumlah folikel dangan keberhasilan IIU………..………….48

4.6. Hubungan analisa sperma dengan keberhasilan IIU…………..………….49

4.6.1. Motilitas sperma………....49

4.6.2. Konsentrasi sperma……….50

4.7. Hubungan etiologi infertilitas dengan keberhasilan IIU………..………….50


(15)

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN………..…………54

5.1. KESIMPULAN………..…………..54

5.2. SARAN………...55

DAFTAR PUSTAKA………...56


(16)

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1. Penyebab dari infertilitas……….………..3

TABEL 2.1. Indikasi IIU dan siklus fekunditas menurut berbagai sebab………...11

TABEL 2.2. Analisa semen: Standar minimal untuk semen normal berdasarkan kriteria WHO (1999)………....27

TABEL 4.1. Karakteristik subjek penelitian………43

TABEL 4.2. Distribusi Frekuensi penyebab infertilitas……….44

TABEL 4.3. Hubungan Usia dengan keberhasilan IIU……….45

TABEL 4.4. Hubungan durasi infertilitas dengan keberhasilan IIU………46

TABEL 4.5. Hubungan ketebalan endometrium dengan keberhasilan IIU………47

TABEL 4.6. Hubungan jumlah folikel dengan keberhasilan IIU………..48

TABEL 4.7. Hubungan motilitas sperma dengan keberhasilan IIU………49

TABEL 4.8. Hubungan konsentrasi sperma dengan keberhasilan IIU…………..50

TABEL 4.9. Hubungan etiologi infertilitas dengan keberhasilan IIU………..50


(17)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Hasil ultrasonografi dari prosedur inseminasi intra uteri, dimana pada gambar tersebut terlihat kateter plastik yang dimasukkan ke dalam kavum uteri bagian tengah………10

GAMBAR 2. Gambaran injeksi sperma ke dalam saluran reproduksi wanita….11 GAMBAR 3.. Bentuk abnormal dari spermatozoa manusia………....28 GAMBAR 4. Kateter yang digunakan untuk inseminasi intra uteri……….…35


(18)

DAFTAR GRAFIK

GRAFIK 1. Usia wanita dan tingkat kesuburannya……….…….…19 GRAFIK 2. Inseminasi intra uterus dibandingkan dengan lamanya infertilitas…20

GRAFIK 3. Distribusi ketebalan endometrium pada pasien IIU yang mendapat stimulasi……….……..………...24


(19)

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

ART : Assisted Reproduction Technology IIU : Inseminasi Intra Uterus

IVF : In Vitro Fertilization USG : Ultrasonography

FSH : Folicel Stimulating Hormone

HMG : Human Menopausal Gonadotrophin PCOS : Poly Cystic Ovarian Syndrome LH : Luteinizing Hormone


(20)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN INSEMINASI INTRA UTERIN

Aswar AP, Kaban YB, Siregar FG Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran USU / RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Tujuan : Untuk menganalisa faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan

inseminasi intra uterin

Rancangan Penelitian : Penelitian ini bersifat survey analitik dengan metode

pengumpulan data dari Halim Fertility Center Klinik Bayi Tabung Divisi Fertilisasi, Endokrinologi dan Reproduksi bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU RSUP H. Adam Malik medan periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2011. Data yang diperoleh diolah dan dirangkum kemudian dilakukan uji statistik Chi-square dengan derajat kepercayaan 95% untuk menganalisa hubungan antar variabel, dan uji regresi logistik berganda untuk melihat faktor yang paling berpengaruh menggunakan perangkat komputer.

Hasil Penelitian : Pada penelitian ini selama periode Januari 2008 sampai dengan

desember 2011 terdapat sebanya 336 siklus IIU. Dilihat faktor umur, lama infertilitas, tebal endometrium, jumlah folikel, motilitas sperma, konsentrasi sperma dan penyebab infertilitasnya. Dari umur dijumpai angka kehamilan tertinggi pada kelompok umur < 25


(21)

tahun yaitu sebesar 46,7% (p=0,028). Dari lama infertilitas tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan keberhasilan IIU (p=0,53). Angka kehamila terbanyak pada kelompok lama infertilitas ≤ 3 tahun yaitu sebesar 20,7%. Kelompok tebal endometrium >13 mm memiliki angka keberhasilan kehamilan sebesar 23,8% (p=0,923). Angka kehamilan terbesar juga dijumpai pada kelompok dengan jumlah folikel 1 yaitu sebesar 21,5% (p=0,318). Angka kehamilan terbesar juga didapat dari kelompok motilitas sperma ≥32% dan konsentrasi ≥13,5% (21,1%, 22,7%) P=0,027 dan p=0,012. Dari penelitian ini didapat penyebab infertilitas karena anovulasi memiliki angka keberhasilan yang tinggi dan yang terendah oleh kelompok endometriosis (30,4%, 7,1%) dengan P=0,022. Dari hasil regresi logistik berganda didapati usia sebagai faktor yang paling berpengaruh kemudian penyebab infertilitas dan konsentrasi sperma ( OR=1,44vs1,27vs0,48) dengan overall percentage 27%

Kesimpulan : Usia merupakan faktor yang paling mempengaruhi dalam keberhasilan

IIU yaitu sebesar 1,44 kali.

Kata Kunci : Inseminasi intra uteri, infertilitas, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan IIU.


(22)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN INSEMINASI INTRA UTERIN

Aswar AP, Kaban YB, Siregar FG Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran USU / RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Tujuan : Untuk menganalisa faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan

inseminasi intra uterin

Rancangan Penelitian : Penelitian ini bersifat survey analitik dengan metode

pengumpulan data dari Halim Fertility Center Klinik Bayi Tabung Divisi Fertilisasi, Endokrinologi dan Reproduksi bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU RSUP H. Adam Malik medan periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2011. Data yang diperoleh diolah dan dirangkum kemudian dilakukan uji statistik Chi-square dengan derajat kepercayaan 95% untuk menganalisa hubungan antar variabel, dan uji regresi logistik berganda untuk melihat faktor yang paling berpengaruh menggunakan perangkat komputer.

Hasil Penelitian : Pada penelitian ini selama periode Januari 2008 sampai dengan

desember 2011 terdapat sebanya 336 siklus IIU. Dilihat faktor umur, lama infertilitas, tebal endometrium, jumlah folikel, motilitas sperma, konsentrasi sperma dan penyebab infertilitasnya. Dari umur dijumpai angka kehamilan tertinggi pada kelompok umur < 25


(23)

tahun yaitu sebesar 46,7% (p=0,028). Dari lama infertilitas tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan keberhasilan IIU (p=0,53). Angka kehamila terbanyak pada kelompok lama infertilitas ≤ 3 tahun yaitu sebesar 20,7%. Kelompok tebal endometrium >13 mm memiliki angka keberhasilan kehamilan sebesar 23,8% (p=0,923). Angka kehamilan terbesar juga dijumpai pada kelompok dengan jumlah folikel 1 yaitu sebesar 21,5% (p=0,318). Angka kehamilan terbesar juga didapat dari kelompok motilitas sperma ≥32% dan konsentrasi ≥13,5% (21,1%, 22,7%) P=0,027 dan p=0,012. Dari penelitian ini didapat penyebab infertilitas karena anovulasi memiliki angka keberhasilan yang tinggi dan yang terendah oleh kelompok endometriosis (30,4%, 7,1%) dengan P=0,022. Dari hasil regresi logistik berganda didapati usia sebagai faktor yang paling berpengaruh kemudian penyebab infertilitas dan konsentrasi sperma ( OR=1,44vs1,27vs0,48) dengan overall percentage 27%

Kesimpulan : Usia merupakan faktor yang paling mempengaruhi dalam keberhasilan

IIU yaitu sebesar 1,44 kali.

Kata Kunci : Inseminasi intra uteri, infertilitas, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan IIU.


(24)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Keinginan seorang wanita untuk memiliki anak terkadang melebihi ketertarikannya terhadap kecantikan dan bahkan dapat melebihi tuntutan karirnya. Ketidakhadiran seorang anak menjadi sebuah tragedi bagi wanita yang menikah, dan keadaan ini dapat menimbulkan kekecewaan dalam suatu pernikahan. Pentingnya kehadiran seorang anak diilustrasikan dengan adanya fakta di Inggris dan Wales bahwa dua-pertiga dari jumlah pasangan yang bercerai, tidak memiliki anak atau hanya memiliki seorang anak.1

Infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan pasangan suami – istri untuk mencapai konsepsi / kehamilan setelah satu tahun melakukan sanggama teratur tanpa kontrasepsi atau ketidakmampuan untuk hamil sampai melahirkan bayi yang mampu hidup.

Umumnya, pasangan yang datang untuk mendapatkan pengobatan infertilitas, tidak berhadapan dengan sterilitas pasangannya, tetapi kemungkinan terjadinya konsepsi atau siklus fekunditas tiap bulannya relatif lebih rendah. Keadaan seperti ini lebih tepat disebut sebagai subfertilitas, dimana kehamilan spontan masih dapat terjadi walaupun kemungkinannya rendah.2


(25)

Istilah infertilitas harus dibedakan dengan fekunditas. Fekunditas adalah kemungkinan tejadinya kehamilan setiap bulannya.3 Fekunditas sangat tergantung kepada usia pasangan wanita. Kemungkinan terjadinya kehamilan pada usia wanita 36-37 tahun akan berkurang setengahnya dari wanita yang masih berusia 25-27 tahun. Siklus fekunditas akan menurun seiring dengan penurunan jumlah oosit.4,5 Secara umum, siklus fekunditas untuk pasangan normal adalah sekitar 20-25%, sementara pada pasangan infertil hanya 1-3%.2

Data dari National Survey of Family Growth (1995) menunjukkan bahwa dari 7% pasangan yang menikah, dimana pasangan wanitanya masih berada pada usia reproduktif, tidak mendapatkan kehamilan setelah 12 bulan melakukan senggama teratur tanpa kontrasepsi.6

Diperkirakan sekitar 10-15% pasangan suami – istri mengalami masalah infertilitas, atau yang lebih tepat disebut sebagai subfertilitas.7 Saat ini, insidensi infertilitas telah meningkat (bahkan kemungkinan telah meningkat 100% dalam 20 tahun terakhir), terutama di negara berkembang.5

Menurut data WHO, sekitar 50-80 juta pasangan suami - istri dari seluruh dunia mempunyai masalah infertilitas.2 ESHRE Capri workshop 1996, menyatakan bahwa jumlah pasangan infertil di seluruh dunia diperkirakan sebanyak 60-80 juta pasangan. Di Negara – Negara industri prevalensinya 10-33% (Schmidt & Muster 1995). Sedangkan pada Negara – Negara berkembang 3-7 % dari populasi wanita pada masa


(26)

akhir reproduksi tidak memiliki anak, (Schmidt & Muster 1995, Sundby & Schei 1996, wulff et al 1997).(dikutip dari 8)

Infertilitas dapat terjadi akibat adanya gangguan pada kedua pasangan (40%), atau pada pasangan wanitanya saja (25-30%), ataupun pada pasangan prianya saja (20%). Sedangkan pada infertilitas yang tidak dapat dijelaskan 10-15% (Thonneau et al, 1991).(dikutip dari 8)

Hull et al. 1985, Thonneau et al. 1991, Schmidt et al. 1995, menyatakan bahwa

penyebab utama dari infertilitas adalah gangguan ovulasi (20-32%), gangguan Tuba (14-26%), dan endometriosis (4-6%). Pada 26-30% pasangan tidak dijumpai adanya alasan karena faktor wanita dan dijumpai adanya penurunan kualitas semen pada 24-42% pasangan pria.(dikutip dari 8)

Terdapat 5 faktor penyebab infertilitas yang mendasar, yaitu faktor pasangan pria, faktor servikal, disfungsi ovulasi, adanya masalah pada rahim atau organ pelvis pasangan wanita ataupun keduanya, dan penyebab yang tidak dapat dijelaskan.6

Tabel 1.1. Penyebab dari infertilitas.6

Differential diagnosis Percent Basic evaluation

Male factors 30 Semen analysis

Tubal/uterine/peritoneal factors

25 Hysterosalpingogram, laparoscopy, chromopertubation

Anovulation/ovarian factors

25 Basal body temperature chart, midluteal progesterone level, endometrial biopsy, luteinizing hormone testing

Cervical factors 10 Postcoital test


(27)

Sekitar 50% wanita infertil akan mencari pertolongan medis terhadap masalah fertilitasnya.8 Pilihan terapi paling optimal terhadap pasangan ini juga masih membingungkan. Terapi yang berlebihan dan tidak perlu harus dihindari untuk meminimalisasi biaya total terapi infertilitas dan kemungkinan timbulnya resiko kesehatan yang berhubungan dengan stimulasi ovarium.8

Dewasa ini, telah banyak kemajuan yang dicapai dalam penanganan infertilitas. Metode pembedahan yang dahulunya digunakan untuk pengobatan infertilitas telah menurun jumlahnya. Metode pembedahan ini telah diganti dengan Assisted reproduction technology (ART).

Beberapa teknik konsepsi dibantu (associated conception) dapat digunakan untuk meningkatkan kemungkinan hamil jika cara-cara konvensional tidak berhasil setelah dicoba dalam kurun waktu tertentu. 2,9 Ada 3 cara dari teknik konsepsi dibantu yaitu inseminasi intra uteri, fertilisasi in-vitro, injeksi sperma intra sitoplasma.10

Inseminasi intra uterus / IIU merupakan salah satu prosedur yang banyak dipakai di klinik fertilitas dan biasanya merupakan pilihan pengobatan pertama pada pasien-pasien dengan gangguan ovulasi, infertilitas yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, infertilitas karena faktor serviks dan faktor pria. Walaupun kemungkinan hamil dengan cara inseminasi intra uterus lebih rendah dibandingkan dengan fertilisasi in-vitro, tetapi bagaimanapun cara ini merupakan pengobatan yang sederhana, murah, dan cukup efektif.2


(28)

Angka keberhasilan IIU berkisar antara 8-12% per siklus.11 Abdelrahman M, 2009

melaporkan bahwa angka kehamilan pada IIU per pasien adalah 10-20%, dimana angka terendah adalah 5%.12

Keberhasilan kehamilan dengan inseminasi intra uterus bervariasi tergantung kepada faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilannya, yaitu: indikasi inseminasi, usia pasien, jenis stimulasi ovarium, faktor sperma, frekuensi inseminasi, lamanya infertil dan beberapa faktor lain.2

Berdasarkan etiologi dari infertilitas, keberhasilan tertinggi yang dilaporkan ketika IIU digunakan pada pasien dengan anovulasi yang dilakukan induksi ovulasi. kemudian pada infertilitas karena faktor pria dan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan, sedangkan angka kehamilan terendah pada pasien endometriosis.12

Dari data diatas dapat kita lihat bahwa angka keberhasilan IIU sangat rendah. Untuk meningkatkan keberhasilan IIU perlu diketahui faktor – faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan IIU. Di bagian obstetri ginekologi fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H Adam malik, RS jejaring belum pernah dilakukannya penelitian tentang faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan IIU.

Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan IIU terutama di bagian Obstetri dan ginekologi fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H Adam malik, Medan dan RS jejaring.


(29)

1.2. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa belum diketahuinya faktor yang paling mempengaruhi keberhasilan IIU di bagian Obstetri dan ginekologi fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H Adam malik dan RS jejaring.

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menganalisa faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan IIU.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisa hubungan usia dengan keberhasilan IIU.

2. Untuk menganalisa hubungan lamanya infertil dengan keberhasilan IIU.

3. Untuk menganalisa hubungan ketebalan endometrium dengan keberhasilan IIU. 4. Untuk menganalisa hubungan jumlah folikel dengan keberhasilan IIU.

5. Untuk menganalisa hubungan analisa sperma dengan keberhasilan IIU. 6. Untuk menganalisa hubungan Penyebab infertil dengan keberhasilan IIU. 7. Untuk menganalisa faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan IIU.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi dan pusat – pusat pelayanan infertilitas dalam memilih pasien – pasien yang akan menjalani IIU, sehingga didapati angka keberhasilan yang tinggi.


(30)

2. Data yang diperoleh diharapkan dapat menjadi data dasar dalam program pendidikan dokter spesialis obstetri dan ginekologi FK USU.

   


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. INSEMINASI INTRA UTERI (IIU) 2.1.1. Latar belakang sejarah

Teknik konsepsi yang dibantu merupakan fasilitasi dari konsepsi alamiah yang melibatkan teknologi. Teknik ini sebenarnya telah dilakukan sejak beberapa ratus tahun yang lalu. Diperkirakan yang pertama sekali melakukannya adalah seorang ahli bedah London yang terkenal, John Hunter pada tahun 1785. Beliau melakukan pengobatan terhadap pasangan suami – isteri infertil, dimana suaminya menderita hipospadia. Beliau pun melakukan inseminasi buatan dengan memasukkan sperma penderita ke dalam vagina isterinya dan ternyata isterinya hamil dan akhirnya melahirkan.9

Pada tahun 1866, seorang ahli ginekologi di kota New York, Sims melaporkan kasus pertama yang berhasil, dimana sperma dimasukkan langsung ke dalam kavum uteri. Beliau menyimpulkan bahwa kondisi sperma suami yang gagal berpenetrasi melalui lendir serviks merupakan indikasi yang baik untuk teknik ini. Sayangnya, kehamilan ini gagal pada bulan ke-empat setelah gestasi.13

Rendahnya angka keberhasilan inseminasi intra uteri (IIU) terjadi bersamaan dengan timbulnya beberapa komplikasi, seperti kram pada rahim yang ringan sampai berat ataupun resiko penyakit inflamasi pelvis, sehingga hal ini mengarahkan kepada suatu


(32)

dikembangkan.13 Minat terhadap IIU meningkat pada dekade terakhir seiring dengan penemuan teknologi fertilisasi in-vitro, dimana banyak modifikasi teknologi yang ditawarkan pada fertilisasi in-vitro juga dapat diterapkan pada IIU, seperti metodologi seleksi dan persiapan sperma, stimulasi hormonal pada ovarium, penentuan waktu pelaksanaan inseminasi, dan metode transfer sperma.8,13,14

Pada akhir tahun 1980-an, terdapat penemuan baru dalam hal prosedur persiapan sperma. Sampai akhirnya metode yang paling banyak digunakan dalam hal persiapan sperma adalah mencuci sperma dengan maksud untuk menghilangkan plasma seminal yang mengandung faktor penghambat fertilisasi, prostaglandin, dan mikroba yang dapat menghambat fertilisasi, mengakibatkan kram pada rahim, dan resiko infeksi.8,13

Saat ini, IIU telah menjadi teknik yang dipergunakan secara luas untuk terapi infertilitas pada pasien dengan faktor servikal dan / atau fertilitas idiopatik, endometriosis minimal hingga ringan, gangguan ovulasi, kondisi salah satu tuba yang patologi, infertilitas pria yang ringan. Oleh karena resiko terhadap timbulnya gangguan kesehatan yang rendah, pelaksanaan yang lebih mudah, biaya yang rendah, dan angka keberhasilan yang relatif tinggi, IIU umumnya ditawarkan lebih dulu sebelum prosedur IVF yang memakan banyak biaya.13

2.1.2. Defenisi

Inseminasi intra uteri merupakan teknik bantuan reproduksi dengan cara memasukkan secara langsung spermatozoa yang bergerak ke dalam kavum uteri pada waktu yang


(33)

tepat dari siklus menstruasi pasien, dimana sebelumnya telah dilakukan preparasi terhadap sperma.9,11 Sekitar 2 minggu sesudah dilakukan inseminasi, maka akan dilakukan tes kehamilan untuk mengetahui keberhasilan inseminasi.9

Prosedur IIU terdiri dari pencucian spesimen semen hasil ejakulasi dengan maksud untuk menghilangkan prostaglandin dan faktor-faktor lainnya, mengkonsentrasikan sperma ke dalam medium kultur sehingga meningkatkan kapasitasinya, dan reaksi akrosom.15 Prosedur IIU ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi pengaruh factor yang menghalangi fungsi sperma, misalnya keasaman vagina dan pengaruh lendir serviks yang tidak menguntungkan. Prosedur IIU juga mengambil keuntungan dengan deposisi sperma dengan konsentrasi, motilitas, serta morfologi normal sedekat mungkin dengan oosit.11

Gambar 1. Hasil ultrasonografi dari prosedur inseminasi intra uteri, dimana pada

gambar tersebut terlihat kateter plastik yang dimasukkan ke dalam kavum uteri


(34)

Gambar 2.Gambaran injeksi sperma ke dalam saluran reproduksi wanita.7

2.1.3. Indikasi dan kontraindikasi IIU(dikutip dari 2)

Menurut Sahakyan (1999), indikasi untuk IIU adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1.Indikasi IIU dan siklus fekunditas menurut berbagai sebab

INDIKASI JUMLAH PASIEN (%) SIKLUS FEKUNDITAS Faktor pria 32 (11,7) 7

Anovulasi 73 (26,6) 13 Endometriosis 55 (20,1) 12 *Unexplained 97 (35,4) 10 Faktor tuba 16 (6,2) 9

Yang dimaksud dengan kontraindikasi adalah keadaan yang tidak dianjurkan untuk dilakukan IIU karena angka keberhasilannya rendah. Berikut ini adalah berbagai kontraindikasi:


(35)

• Infeksi traktus genitalia pada salah satu pasangan

• Parameter semen abnormal berat

• Kelainan genetik pada suami

• Perdarahan traktus genitalis tidak terjelaskan

• Massa di pelvis

• Wanita usia tua

• Etiologi infertilitas multipel bersamaan

• Pembedahan panggul

• Kontraindikasi hamil

• Penyakit berat pada satu atau kedua pasangan

• Dalam terapi kemoterapi atau radioterapi

• Kegagalan berulang inseminasi

Beberapa penelitian menunjukkan hasil terbaik IIU diperoleh pada kasus “unexplained”, ovulasi abnormal, ketidakramahan lendir serviks yang tidak berhubungan dengan antibodi sperma. Sedangkan hasil terburuk diperoleh pada kasus-kasus faktor pria sedang – berat dan endometriosis. Tummon I.S. (1997) mendapatkan untuk endometriosis minimal – ringan maka IIU dengan pemicuan ovulasi masih lebih efektif tanpa inseminasi.


(36)

2.1.4. Keuntungan teknik inseminasi intra uteri

IIU mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:

1. Lebih banyak sperma yang dimasukkan langsung ke dalam kavum uteri sehingga terhindar dari proses penghancuran di vagina.2

2. Jarak yang ditempuh sperma untuk mencapai daerah fertilisasi di tuba falopii lebih pendek.2

3. Dalam pelaksanaannya, IIU tidak seinvasif fertilisasi in-vitro (IVF) dan teknik ini memungkinkan lebih banyak oosit yang berada di tuba falopii sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya fertilisasi, paling tidak salah satu di antaranya berhasil dibuahi. Pada akhirnya, adanya lebih dari satu embrio akan meningkatkan kemungkinan implantasi salah satu di antaranya.2,9

4. Teknik yang digunakan relatif sederhana dan biayanya cukup murah.9 5. IIU lebih diterima oleh kelompok umat beragama.9

2.1.5. Kerugian teknik inseminasi intra uteri

Angka keberhasilannya umumnya lebih rendah dibandingkan dengan IVF dan jika siklusnya gagal, maka lebih sedikit informasi yang kita dapatkan daripada dengan siklus IVF, terutama menyinggung mengenai sel telur yang mungkin atau kualitas embrio berikutnya. IIU juga membutuhkan setidaknya satu tuba falopii yang sehat dan parameter sperma.9


(37)

2.1.6. Komplikasi inseminasi intra uteri

Komplikasi yang terjadi pada prosedur IIU jarang didapatkan, hanya sekitar 0,01-0,2%.11,12 Komplikasi yang terjadi dapat berupa resiko infeksi dari kateterisasi uterus dan injeksi spesimen semen.12 Efek samping yang bisa timbul biasanya berhubungan dengan penggunaan stimulasi ovarium yaitu sindroma hiperstimulasi ovarium dan kehamilan ganda.11,12 Banyak penelitian yang menunjukkan data angka kejadian kehamilan ganda antara 10-15% dan kehamilan triplet kurang dari 1%. Sedangkan untuk sindroma hiperstimulasi ovarium, umumnya berupa yang ringan sampai sedang. Jikapun terjadi pada tingkatan yang berat, biasanya karena penggunaan dosis stimulasi yang tidak sesuai disertai dengan pengawasan yang tidak tepat.9

Gaudoin et al. melaporkan dalam studi cohort retrospektif bahwa induksi ovulasi yang dikombinasikan dengan IIU berhubungan dengan peningkatan resiko kelahiran preterm dan berat badan lahir bayi yang rendah.(dikutip dari 12)

Selain itu, pasien juga seharusnya diingatkan akan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik, sehingga sebaiknya dilakukan USG pada pasien – pasien dengan hasil tes kehamilan (+) saat kandungannya berusia sekitar 6-7 minggu.9

2.1.7. Keberhasilan dan rekomendasi inseminasi intra uteri

Angka kehamilan IIU berkisar antara 8-12% per siklus, tetapi dari berbagai hasil penelitian dilaporkan bahwa angka kehamilan IIU terendah adalah 5% dan yang tertinggi adalah 70%.11,12


(38)

Campana et al. melaporkan angka keberhasilan kehamilan hasil IIU adalah 18,7% per pasien dan 5,6% per siklus, sedangkan menurut laporan Frederick et al. angka keberhasilannya adalah sekitar 21% per pasien dan 10% per siklus. LAJ van der Westerlaken (1998) mendapatkan angka keberhasilan kehamilan adalah 21,4% per pasien dan 6,9% per siklus.13

Berdasarkan etiologi dari infertilitas, angka kehamilan tertinggi ditemukan pada kasus pasien dengan anovulasi yang menjalani terapi induksi ovulasi bersamaan dengan IIU, faktor infertilitas pria, dan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan. Sedangkan angka kehamilan terendah pada IIU adalah pada kasus endometriosis.12

2.2. FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEBERHASILAN INSEMINASI INTRA UTERI

Protokol stimulasi yang digunakan dan teknik inseminasi dapat mempengaruhi hasil terapi IIU.8 Namun ada hal lain yang mempengaruhi yaitu karakteristik pasien seperti usia pasangan wanita, lama dan etiologi infertil, ketebalan endometrium dan jumlah folikel saat ovulasi, jenis dan persentasi motilitas sperma, jumlah total sperma motil yang diinseminasi, dan persentasi morfologi sperma yang normal (Farimani M, Amiri I,

2007)16, berat badan, dan merokok juga dapat mempengaruhi keberhasilan

kehamilan.2,8 Semua faktor tersebut harus diperhitungkan ketika keberhasilan terapi sangat diharapkan oleh pasien dan hasil – hasil penelitian beberapa studi pun harus menjadi bahan pertimbangan.


(39)

2.2.1. Usia pasien

Telah umum diketahui bahwa tingkat kesuburan akan menurun sesuai bertambahnya usia.2,8 Menurut Noel L.K.Y. (2000), wanita sehat pada usia 20-an mempunyai kemungkinan hamil 20-25% secara alamiah tiap bulannya, tetapi wanita pada usia 40-an kemungkin40-an hamil tiap bul40-annya menurun secara drastis di bawah 5%. Demiki40-an pula halnya pada IIU. Keberhasilan IIU sangat tergantung faktor usia.2

Dengan meningkatnya usia, jumlah folikel ovarium yang tersisa terus menurun. Penurunan jumlah folikel ini terjadi lebih cepat setelah kira – kira umur 38 tahun. Observasi pada siklus haid yang distimulasi menyatakan bahwa folikel yang mengalami penuaan juga menjadi kurang sensitive terhadap stimulasi gonadotropin sehingga dosis total dan lamanya pemberian gonadotropin yang dibutuhkan untuk menstimulasi perkembangan folikel multipel bertambah besar. Dengan meningkatnya usia, jumlah kohor folikel yang direkrut menjadi lebih kecil. Hal ini ditunjukkan oleh laju peningkatan kadar estradiol dan konsentrasi puncak yang dicapai mengalami penurunan.17

Data – data yang ada menunjukkan bahwa penurunan fertilitas wanita yang berhubungan dengan peningkatan usia dan peningkatan resiko abortus spontan sebagian besar dapat dihubungkan dengan deplesi folikel progresif dan insidensi abnormalitas yang tinggi pada oosit yang mengalami penuaan. Abnormalitas oosit ini adalah peningkatan prevalensi aneuploid akibat dari gangguan mekanisme pengaturan yang mengendalikan pembentukan dan fungsi meiosis, sehingga prevalensi oosit aneuploid meningkat progresif dengan meningkatnya usia mencapai kira – kira 30%


(40)

pada umur 40 tahun, 50% pada umur 43 tahun dan akhirnya 100% pada umur 45 tahun. Observasi ini memberikan penjelasan yang logis kenapa terjadi peningkatan prevalensi aneuploid pada abortus spontan dengan meningkatnya umur.17

Cadangan ovum berkurang seiring dengan pertambahan usia, namun terdapat variasi yang luas mengenai waktu awal mulanya terjadi gangguan potensi reproduksi pada wanita.8

Menurut data yang diambil dari studi populasi, fertilitas yang baik terdapat pada wanita dengan rentang usia antara 20-24 tahun, dan selanjutnya menurun 4-8% pada wanita usia 25-29 tahun. Kemudian menurun lagi sekitar 15-19% pada usia 30-34 tahun, dan untuk selanjutnya menurun kembali sebanyak 26-46% pada usia 35-39 tahun. Pada akhirnya menurun sebanyak 95% pada usia 40-45 tahun. Secara keseluruhan, keberhasilan untuk hamil akan menurun sebanyak 5% setiap pertambahan tahun dari usia wanita.17

Tomlinson et al. (1996) menyatakan bahwa usia tidak berhubungan dengan hasil kehamilan pada IIU, kecuali pada usia lebih 40 tahun.18 Hal serupa juga ditemukan pada studi yang dilakukan oleh Hull et al. (1992) dan Frederick et al. (1994).(dikutip dari 18)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lucette A. Van Der Westerlaken (1997), wanita berusia 40 tahun atau lebih tidak mendapatkan kehamilan setelah menjalani terapi IIU.19 Selain itu, Agarwel dan Buyalos menemukan penurunan angka


(41)

keberhasilan kehamilan terapi IIU pada pasangan wanita berusia 35 tahun. Sementara Corsan et al. melaporkan angka keberhasilan kehamilan per siklus pada wanita berusia 40 tahun atau lebih adalah kurang dari setengah (6,69%) dibandingkan dengan wanita yang berusia lebih muda (17,95%) namun masih mungkin mendapatkan kehamilan.(dikutip dari 19) Kondisi ini akan semakin menurun pada usia 32 tahun.11

Jeffrey Haebe et al. (2002) melaporkan angka bayi lahir hidup hasil IIU menurun seiring dengan peningkatan usia. Meskipun begitu, angka keberhasilan kehamilan dari IIU tidak menurun secara dramatis pada usia antara 30 tahun (20%) sampai usia 40 tahun ke atas (17,7%). Angka keguguran spontan juga meningkat seiring dengan pertambahan usia. Meskipun begitu, pada usia wanita lebih dari 40 tahun, angka bayi lahir hidup hasil IIU adalah 8,5%. Demikian pula penelitian lainnya melaporkan angka keberhasilan kehamilan pada IIU yang disertai stimulasi ovarium adalah 9,6% pada wanita berusia 40 tahun, 5,2% pada wanita berusia 41 tahun, dan 2,4% pada wanita berusia 42 tahun. Tetapi tidak didapatkan kehamilan pada wanita yang berusia 43 tahun atau lebih. Selanjutnya pada penelitian Jeffrey Haebe et al. juga didapatkan angka bayi hidup hasil IIU pada wanita usia 40-42 tahun adalah 9,8% dan untuk wanita berusia 43 tahun sekitar 4,2%. Namun tidak ada bayi lahir hidup pada wanita berusia 44 tahun.20

M. Farimani et al. (2007) mendapatkan angka kehamilan pada wanita di bawah 35 tahun lebih tinggi secara signifikan (14%) dibandingkan dengan wanita yang berusia


(42)

lebih tua (4,2%) dan tidak ada kehamilan yang terjadi pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.16

Grafik 1.Usia wanita dan tingkat kesuburannya21

2.2.2. Durasi infertilitas

Lama infertilitas perlu dipertanyakan untuk memberikan gambaran tentang prognosis fertilitasnya. Jika lama infertilitas kurang dari 2 tahun, mempunyai kesempatan lebih baik untuk hamil. Akan tetapi jika lama infertilitas lebih dari 3 tahun, ada kemungkinan terdapat problem biologis yang berat.2

Lamanya infertilitas pasangan suami-isteri subfertil yang tidak diterapi akan menjadi faktor prognostik untuk bayi lahir hidup. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dunphy et al. (1989), Collins et al. (1995), Snick et al. (1997), pada pasangan – pasangan yang menderita infertilitas selama 2 sampai 4 tahun, kemungkinan untuk melahirkan bayi hidup akan menurun.8


(43)

Pembatasan lamanya infertilitas pasangan suami-isteri sebagai acuan dalam menawarkan terapi IIU belum jelas.14 Tomlinson et al. melaporkan bahwa lamanya infertilitas tidak mempengaruhi angka keberhasilan kehamilan secara signifikan kecuali jika infertilitas telah berlangsung lebih dari 72 bulan. Kemungkinan terjadinya konsepsi pada pasien yang mengalami infertilitas kurang dari 6 tahun adalah lebih dari 20%.18

Grafik 2. Inseminasi intra uterus dibandingkan dengan lamanya infertilitas.18

Sedangkan menurut Iberico et al. (2004), IIU tidak dapat direkomendasikan pada kasus dengan durasi infertilitas yang lama dan angka keberhasilan kehamilan akan menurun pada durasi infertilitas lebih dari 3 tahun.14,22

Zahra basirat et al. (2009) menemukan bahwa pasien-pasien IIU yang berhasil hamil mempunyai durasi infertilitas yang lebih kecil (p=0,002). Dengan kata lain, kemungkinan keberhasilan IIU meningkat pada wanita dengan durasi infertilitas yang lebih singkat.23


(44)

Secara keseluruhan, keberhasilan untuk hamil akan menurun sebanyak 15-25% setiap pertambahan tahun dari durasi infertilitasnya. Mayoritas kehamilan spontan terjadi dalam waktu 3 tahun, namun jika tidak terjadi kehamilan setelah 3 tahun tersebut, maka prognosis keberhasilan untuk hamil menjadi relative buruk.17

2.2.3. Etiologi infertilitas

Infertilitas yang dikaitkan dengan endometriosis memiliki 3 mekanisme utama:

1. Distorsi anatomi adneksa yang menghambat atau mencegah penangkapan ovum setelah ovulasi.

2. Gangguan perkembangan oosit atau embryogenesis. 3. Reseptivator endometrium menurun

Selama stimulasi gonadotropin dan IIU sperma pasangan, fekunditas wanita dengan endometriosis minimal – ringan adalah kurang dari 50% dibandingkan dengan wanita tanpa endometriosis. Dengan demikian endometriosis menurunkan fertilitas yang berkorelasi dengan keparahan endometriosis.17

Pada endometriosis tingkat berat, distorsi anatomi adneksa dapat menyebabkan penurunan fertilitas. Sedangkan pada kasus minimal – ringan dengan hubungan tuba dan ovarium yang normal, endometriosis diakui memiliki efek yang merugikan terhadap fertilitas melalui peningkatan berbagai sitokin termasuk tumor necrosis faktor. Mediator – mediator inflamasi ini bisa mengubah lingkungan peritoneum, intra tuba atau intra uterin dan mempengaruhi fertilisasi, perkembangan embrio dini atau implantasi.24


(45)

Menurut Katja Ahinko (1999), efek dari etiologi infertilitas pada keberhasilan IIU jarang dimasukkan ke dalam kategori faktor prognostik. Namun, banyak peneliti yang melaporkan rendahnya angka keberhasilan kehamilan IIU pada wanita dengan endometriosis jika dibandingkan dengan alasan lainnya dari infertilitas. satu penelitian meta-analisis yang dilakukan oleh Hughes (1997), dilaporkan endometriosis menurunkan efektivitas hiperstimulasi ovarium terkontrol dan IIU sampai setengahnya.14

Nouja-Huttunen (1999), melaporkan dalam studinya bahwa angka keberhasilan kehamilan dengan IIU adalah 6,5% per siklus pada grup endometriosis, dimana hasil ini ternyata lebih rendah dibandingkan studi sebelumnya, yaitu 9-16% (Chaffkin et al.,

1991; Dodson dan Haney, 1991; Tummon et al., 1997).25

Mona Zafar et al. (2007) menyatakan bahwa pada suatu studi meta-analisis, angka keberhasilan kehamilan rata–rata per siklus pada infertilitas yang tidak dapat dijelaskan adalah 18%, dimana hasil ini sama dengan yang diperoleh pada penelitiannya.26

Sedangkan pada studi yang dilakukan oleh Tay et al. (2007), angka keberhasilan kehamilan pada infertilitas yang disebabkan oleh faktor pria lebih rendah dibandingkan infertilitas yang disebabkan gangguan ovarium.(dikutip dari 23) Sementara Zahra Basirat et al. (2010) mendapatkan angka keberhasilan kehamilan pada kedua faktor di atas adalah sama (12,4%). Namun, dari penelitiannya tetap didapatkan angka keberhasilan kehamilan dengan IIU yang paling tinggi adalah pada kasus infertilitas yang tidak dapat dijelaskan (23,7%).23


(46)

Informasi yang tersedia saat ini mengindikasikan bahwa IIU harus menjadi bahan pertimbangan pertama pada pemilihan terapi terutama untuk pasien dengan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan, infertilitas akibat faktor pria, dan juga pada kasus-kasus gangguan anovulasi yang sebelumnya mengalami induksi ovulasi yang gagal daripada menggunakan teknik IVF yang biayanya lebih mahal.14,26

2.2.4. Ketebalan endometrium dan jumlah folikel saat ovulasi

Saat ini ketebalan endometrium telah dianggap berpengaruh pada keberhasilan dari terapi infertilitas. Meskipun penilaian endometrium dengan menggunakan USG telah menjadi prosedur standar dalam penegakkan diagnosa dan terapi wanita infertil, perbedaan ketebalan endometrium yang dinilai dalam hal ini masih dianggap kontroversi.14

Banyak studi yang menemukan bahwa ketebalan endometrium yang baik adalah 8-9 mm atau lebih, sementara keberhasilan kehamilan menjadi sulit jika ketebalan endometrium kurang dari 6-7 mm.17

Beberapa peneliti telah melaporkan hubungan antara ketebalan endometrium dan keberhasilan IUI.14 Salah satunya adalah Tomlinson et al. (1996) melaporkan gambaran distribusi ketebalan endometrium pada pasien – pasien inseminasi intra uteri yang mendapatkan hormon FSH murni atau hormon HMG (grafik 3).18


(47)

Grafik 3. distribusi ketebalan endometrium pada pasien IIU yang mendapat stimulasi1

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Anjali Sharma et al. (2008), ketebalan endometrium merupakan faktor penting dalam keberhasilan IIU dimana pada ketebalan antara 9-11 mm, angka keberhasilannya 35,5%. Pada ketebalan endometrium 7-9 mm, angka keberhasilannya 28,5% dan pada ketebalan 11-13 mm, angka keberhasilannya adalah 16%.27

Namun, tidak semua peneliti beranggapan demikian seperti halnya yang data yang diperoleh dari penelitian Hock et al. (1997) dan Tsai et al. (2000). Sebagai tambahan, menurut studi yang dilakukan oleh Zollner et al. (2003), volume endometrial < 2 ml yang diukur dengan ultrasonografi tiga-dimensi pada saat dilakukannya IIU berkorelasi negatif terhadap keberhasilan IIU.14


(48)

Dalam hal jumlah folikel, menurut Tomlinson et al. (1996), nilai prognostik jumlah folikel terhadap keberhasilan IIU tidaklah mengejutkan mengingat begitu banyak studi yang telah membuktikan bahwa IIU hanya akan lebih berhasil jika dikombinasi dengan induksi ovulasi. Bahkan ternyata, suatu analisa yang dilakukan selama 15 tahun menunjukkan bahwa angka keberhasilan kehamilan pada IIU tanpa stimulasi hanya setengahnya jika dibandingkan dengan siklus distimulasi.18

Pada penelitian yang dilakukan oleh G. Makkar et al. (2003), pasien dengan jumlah folikel yang banyak dan diameter folikel > 16 mm berhasil hamil. Keadaan ini merefleksikan kadar serum E2 yang tinggi sehingga didapatkan angka keberhasilan kehamilan yang lebih baik. Namun resiko kehamilan multipel juga menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan mengingat terjadinya pertumbuhan multi-folikel.28

Begitu juga yang didapatkan pada penelitian Houmard et al. dimana persentase kehamilan wanita dengan jumlah folikel >3 adalah 9,1%,dan angka ini lebih besar dibandingkan dengan persentase kehamilan wanita dengan jumlah folikel <3 (4,6%).(dikutip dari 23)

Namun, tidak demikian halnya dengan studi yang dilakukan oleh Van Rumste et al.

(2006) dan Basirat et al. (2010) yang tidak menemukan perbedaan yang bermakna

pada keberhasilan kehamilan IIU dengan jumlah folikel satu, dua, tiga, ataupun empat.(dikutip dari 23)


(49)

2.2.5. Sperma yang di inseminasikan

Densitas sperma, motilitas dan morfologinya semuanya mempengaruhi kesuksesan IIU. probabilitas kesuksesan IIU meningkat dengan meningkatnya jumlah total sperma motil yang diinseminasikan. Hasil terbaik dapat dicapai bila jumlah total sperma motil melebihi batas kira – kira 10 juta. Jumlah yang lebih besar tidaklah lebih lanjut meningkatkan kemungkinan untuk sukses dan IIU sangat jarang sukses bila jumlah sperma total yang motil kurang dari 1 juta yang di inseminasikan.17

Probabilitas kesuksesan IIU meningkat dengan meningkatnya persentase sperma yang berbentuk normal. Angka kesuksesan dengan IIU paling tinggi bila 14% atau lebih sperma dengan morfologi normal, sedang bila antara 4% dan 14% dan umumnya jelek bila kurang dari 14% sperma dengan morfologi normal.17

Sebelum memulai program IIU, setiap pasien harus melakukan analisa sperma 2 kali dengan selang waktu 3 minggu dan 1 kali pencucian sperma (sperm washing) dalam waktu 2 tahun terakhir.2

Analisa semen merupakan alat yang paling penting dalam penilaian fertilitas pria. Subfertilitas pada pria diartikan sebagai kurangnya konsepsi yang terjadi setelah setidaknya 12 bulan melakukan sanggama teratur tanpa kontrasepsi dan dikombinasikan dengan keadaan setidaknya 2 sampel semen yang tidak mencapai kriteria semen normal menurut WHO. Menurut Aitken et al. (1995), meskipun analisa


(50)

semen merupakan alat untuk menilai subfertilitas pria, tetapi hasilnya tidak boleh digunakan sebagai indikasi absolut dari subfertilitas.(dikutip dari 14)

Tabel 2.2. Analisa semen: Standar minimal untuk semen normal berdasarkan

kriteria WHO (1999)14

Classical criteria of normal semen (WHO 1999)

VOLUME ≥ 2,0 ml

CONCENTRATION ≥ 20 x 106 /ml TOTAL COUNT 40 x 106 TOTAL PROGRESIVE MOTILITY > 50 %

NORMAL MORPHOLOGY ≥ 15 % ANTI-SPERM ANTIBODIES ≤ 10 %

Kemungkinan terjadinya konsepsi meningkat pada total sperma yang bergerak mencapai 60%. Menurut satu studi yang besar di Amerika Serikat, infertilitas pada pria terjadi ketika total sperma yang bergerak kurang dari 32%.17

Tooba Mehrannia (2006), dalam penelitiannya menemukan efek total sperma yang bergerak terhadap keberhasilan kehamilan dengan IIU. Pada total sperma yang bergerak < 10 juta, maka angka keberhasilan kehamilan dengan IIU dengan atau tanpa stimulasi ovarium menjadi sangat rendah. Namun, pada total sperma yang bergerak > 30 juta, maka angka keberhasilan kehamilan akan tinggi.29

Bahkan, Cihat Unlu et al. (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa jika total sperma yang bergerak adalah 10 juta ataupun kurang dari 10 juta, maka prognosis


(51)

untuk terjadinya kehamilan adalah kecil (sekitar 12%), sehingga dibutuhkan teknik yang lebih canggih daripada IIU seperti IVF atau teknik lainnya.30 Hasil penelitian ini juga didukung oleh Ahmed Badawy et al. (2009) yang menyimpulkan bahwa jika total sperma yang bergerak adalah <1 juta, maka angka keberhasilan kehamilannya hanya sekitar 1,1% sehingga disarankan untuk dilakukan IVF.31

 

Variabilitas morfologi spermatozoa manusia membuat penilaian morfologi sperma menjadi sulit. Spermatozoa yang normal harus memiliki struktur berupa kepala, leher, badan, dan ekor.14

Menurut WHO (1992), sampel sperma dikatakan normal jika persentase bentuk sperma yang normal ≥ 30%, namun peraturan ini diubah pada tahun 1999 dimana sperma dikatakan normal jika persentase sperma normal ≥ 15%. WHO (1999) mengeluarkan klasifikasi kategori sperma yang dikatakan abnormal atau mengalami defek.14


(52)

Banyak peneliti yang mengatakan bahwa IIU tidak efektif dilakukan jika pada sampel semen hanya ditemukan morfologi sperma normal < 30%. Beberapa peneliti lainnya mengatakan ketika morfologi sperma yang normal < 30%, maka dibutuhkan total sperma yang bergerak > 5 x106 untuk lebih memastikan efektifitas IIU.32

Burr et al. (1996) mendapatkan angka keberhasilan kehamilan dengan IIU hanya 4,3% pada sampel semen dengan morfologi sperma normal < 10%.(dikutip dari 24)

Pada studi yang dilakukan oleh Ahmed Badawy et al. (2009) didapatkan angka keberhasilan kehamilan dengan IIU adalah 4,62% pada morfologi sperma yang normal < 30% dengan total sperma yang bergerak < 5 x106 dan angka keberhasilan kehamilan 9,45% dengan total sperma yang bergerak > 5 x106.31

Menurut Motazedian Sh et al. (2009), angka keberhasilan IIU yang tertinggi adalah ketika morfologi sperma normal yang ditemukan di dalam sampel semen ≥ 14% dan yang terendah adalah pada morfologi sperma normal < 4%.32

Infertilitas pria akan meningkat jika saat ejakulasi konsentrasi sperma kurang dari 13,5 juta/ml, total sperma yang bergerak kurang dari 32% dan morfologi sperma normal kurang dari 9% (strict criteria, WHO standar).17


(53)

2.3. PROSEDUR PELAKSANAAN INSEMINASI INTRA UTERI (IIU)

Prosedur IIU dapat dilaksanakan dengan stimulasi (stimulated cycle) maupun tanpa stimulasi (natural cycle) tergantung dari umur dan faktor penyebab infertilitas. IIU tanpa stimulasi dapat dilakukan pada usia muda dan pada pasangan infertilitas yang disebabkan karena faktor sperma.11

2.3.1 IIU dengan siklus natural / tanpa stimulasi

IIU dengan siklus natural sebaiknya dilakukan pada wanita dengan siklus haid teratur, sehingga penentuan masa ovulasi lebih mudah. Pemantauan masa ovulasi dilakukan dengan pemeriksaan LH urine atau menggunakan USG atau kombinasi keduanya.11

2.3.2. IIU dengan siklus stimulasi

Rasionalisasi dari penggunaan stimulasi ovarium pada IIU ada 2 hal, yaitu meningkatkan jumlah oosit yang tersedia untuk IIU dan meningkatkan produksi hormon steroid yang berguna untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya fertilisasi dan implantasi.

Obat-obatan yang digunakan untuk stimulasi ovarium dapat diberikan dalam bentuk oral, yaitu klomifen sitrat dan aromatase inhibitor, dapat pula secara injeksi, misalnya gonadotropin, dalam bentuk human Menopausal (hMG), Follicle Stimulating Hormone-urine (u-FSH) atau FSH-rekombinan (r-FSH).


(54)

Tujuan stimulasi ovarium pada IIU adalah mendapatkan 2 sampai 4 folikel dengan diameter 17-18 mm, kadar estradiol 150-250 pg/ml per folikel, dan tebal endometrium 9 mm dengan gambaran trilaminar.2,11

Stimulasi ovarium dengan Klomifen Sitrat

Klomifen sitrat dengan dosis 50-100 mg diberikan selama 5 hari mulai hari ke-3 sampai ke 7. Pasien diinstruksikan mulai melakukan pemeriksaan LH urine secara serial mulai hari ke 11-12. Bila hasilnya positif, prosedur IIU dilaksanakan esok harinya.2,11

Stimulasi ovarium dengan injeksi FSH

Penentuan dosis awal FSH tergantung beberapa hal, antara lain usia wanita dan respon ovarium sebelumnya. Secara umum, untuk stimulasi ovarium siklus pertama dibutuhkan dosis awal FSH 75-150 IU. Dengan bertambahnya usia, terutama pada usia lebih dari 40 tahun yang diasumsikan telah terjadi penurunan cadangan ovarium, dosis awal sebaiknya dinaikkan menjadi 225-300 IU.2,11

Stimulasi dengan kombinasi klomifen sitrat dan injeksi FSH

Pemberian klomifen sitrat akan mengaktifkan GnRH di hipotalamus sehingga menstimuli keluarnya hormon gonadotropin yang akan mempromosi pertumbuhan dan perkembangan folikel. Kombinasi pemberian FSH setelah pemberian klomifen sitrat akan langsung melanjutkan pertumbuhan folikel. Klomifen sitrat diberikan dengan dosis 50-100 mg mulai hari ke 2 selama 5 hari. Pada hari ke 8 dilakukan pemantauan dengan USG jika diameter folikel > 12 mm lakukan USG serial sampai diameter folikel 17 – 18


(55)

mm dan tebal endometrium ≥ 9 mm. jika diameter folikel < 12 mm berikan injeksi FSH 75 IU / hari selama 2 hari, USG ulang.2,11

Pada pemantauan USG pada hari ke 10 bila didapatkan folikel dengan diameter < 15 mm, naikkan dosis injeksi FSH menjadi 150 IU / hari selama 2 hari, kemudian di USG ulang. Jika diameter folikel telah mencapai > 15 mm, injeksi FSH dengan dosis tetap 75 IU / hari dilanjutkan. HCG diberikan bila diameter folikel 17 – 18 mm dan tebal endometrium ≥ 9 mm. IIU dilakukan 36 jam setelah HCG.2,11

2.3.3. Preparasi Sperma

Semen harus diambil dengan cara masturbasi minimal 36 jam sesudah abstinensi dan harus sampai laboratorium andrologi dalam waktu 30 menit setelah dikeluarkan. Semen ditampung pada tabung plastik khusus steril yang disediakan lab andrologi. Semen sudah harus diterima lab andrologi 2 jam sebelum inseminasi.2

2.3.4 Waktu melakukan inseminasi intra uterin

Tujuan menentukan waktu inseminasi adalah memadukan saat ovulasi dengan penempatan sperma dalam kavum uteri. Ovulasi biasanya terjadi 38-42 jam sesudah awal terjadinya lonjakan LH atau penyuntikan HCG, dengan kemungkinan sebagai berikut:2

• Tidak ada lonjakan LH, berikan injeksi HCG 5000 IU/IM, jadwalkan inseminasi 34-36 jam pasca penyuntikan.


(56)

• Ada lonjakan LH, tetapi progesterone belum meningkat, berikan injeksi HCG 5000 IU/IM dan jadwalkan inseminasi 28-32 pasca penyuntikan HCG

• Terjadi lonjakan LH, Dan progesterone mulai meningkat, injeksi HCG boleh diberikan boleh tidak. Jadwalkan inseminasi 24-26 jam sesudah pemeriksaan darah.

• Jika hormon LH dan estrogen tidak diperiksa maka lakukan inseminasi 34-36 jam pasca penyuntikan HCG.

2.3.5. Alat – alat yang diperlukan

Dalam kamar inseminasi harus dilengkapi dengan peralatan sebagai berikut:2

• Meja ginekologi

• Lampu sorot

• 2 buah meja instrumen

• 2 buah spekulum cocor bebek dengan 2 ukuran

• 2 buah tenakulum

• 2 buah sonde uterus

• 2 buah klem pean lurus panjang

• 2 buah mangkok kecil untuk cairan NaCl dan medium

• Duk steril


(57)

2.3.6. Tehnik kerja2

1. Pasien berbaring dengan posisi dorso litotomi 2. Speculum cocor bebek dibilas dengan NaCl hangat

3. Masukkan speculum tersebut ukuran standar ke dalam vagina sampai serviks Nampak dengan jelas.

4. Serviks diusap dengan NaCl hangat dilanjutkan dengan sedikit medium untuk inseminasi memakai kapas yang sudah disediakan.

5. Sementara pasien disiapkan, sperma yang sudah preparasi di laboratorium dimasukkan ke dalam kateter tom cat atau Edward Wallace.

6. Volume medium inseminasi yang akan dimasukksn ke dalam cavum uteri adalah 0,2 – 0,4 ml (rata – rata 0,3 ml)

7. Masukkan kateter tom cat yang sudah berisi medium dan sperma melalui ostium uteri eksternum, kanalis servikalis, sampai kedalam kavum uteri sesuai dengan arah yang dicatat sewaktu trial sounding.

8. Jika ditemui kesulitan, terkadang diperlukan pemasangan tenakulum untuk menarik serviks pada saat memasukkan kateter tom cat

9. Jarang diperlukan anastesi (paraservikal blok) pada waktu

10. Prosedur inseminasi ini harus dilakukan secara perlahan dan hati – hati untuk mengurangi cedera pada endometrium yang dapat mengakibatkan perdarahan sehingga mengurangi viabilitas dari sperma.

11. Setelah ujung kateter mencapai fundus, tarik keluar sekitar 1 cm sehingga ujung kateter berada pada cavum uteri yang terluas. Selanjutnya, medium dan sperma disemprotkan ke dalam kavum uteri.


(58)

12. Tarik kembali kateter perlahan – lahan sambil memutarnya

13. Pasien diminta tetap berbaring terlentang selama 20 – 30 menit pasca inseminasi. Selanjutnya, diperbolehkan pulang dan melakukan aktivitas seperti biasa.

14. Hubungan seksual dianjurkan 24 jam pasca inseminasi.

Gambar 3. Kateter yang digunakan untuk inseminasi intra uteri.

2.3.7. Fase Luteal

Diberikan suntikan HCG 1500 IU atau 2000 IU pada H+4 dan H+7 pasca inseminasi. Jika perlu periksa kadar progesterone.2


(59)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini bersifat survey analitik melalui pendekatan dengan metode pengumpulan data dari rekam medik Halim Fertility Center (HFC) bagian Obstetri dan ginekologi FK USU RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Halim Fertility Center (HFC) Klinik Bayi Tabung Divisi Fertilisasi, Endokrinologi dan Reproduksi bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU RSUP H. Adam Malik medan mulai bulan November 2010 sampai selesai.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.3.1. Populasi penelitian

Wanita infertil dan subfertil yang telah mengikuti program inseminasi intra uteri di Halim Fertility Center Klinik Bayi Tabung Divisi Fertilisasi, Endokrinologi dan Reproduksi bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU RSUP H. Adam Malik medan periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2010 dengan kriteria inklusi dan ekslusi.

3.3.2. Sampel penelitian


(60)

3.4. KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI 3.4.1 Kriteria inklusi

• Wanita infertil dan subfertil yang telah mengikuti program inseminasi intra uteri di Halim Fertility Center Klinik Bayi Tabung Divisi Fertilisasi, Endokrinologi dan Reproduksi bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU RSUP H. Adam Malik medan.

• Tercatat dalam rekam medik periode januari 2008 sampai dengan Desember 2010.

3.4.2. Kriteria ekslusi


(61)

3.5. ALUR PENELITIAN

Pasien – pasien yang telah  melakukan IUI di Halim 

Fertility Center 

MR  Lengkap  MR Tidak Lengkap 

Analisa terhadap faktor‐faktor yang  mempengaruhi keberhasilan: 

Usia 

Durasi infertilitas 

Ketebalan endometrium  

Jumlah folikel 

Analisa sperma 

Etiologi infertilitas 

Dikeluarkan dari penelitian  Sampel Penelitian 

Uji Chi‐ Square 

Faktor yang paling berpengaruh dengan uji regresi  logistik berganda 


(62)

3.6. KERANGKA KONSEP

Inseminasi Intra  Uteri (IIU) 

Keberhasilan  Inseminasi Intra 

Uteri (IIU) 

Usia 

Durasi infertilitas 

Ketebalan endometrium 

Jumlah folikel 

Analisa sperma 

Etiologi infertilitas 

 

3.7. VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel tergantung

Keberhasilan inseminasi intra uteri 2. Variabel bebas

• Usia

• Durasi infertilitas

• Ketebalan endometrium

• Jumlah folikel

• Analisa sperma


(63)

3.8. CARA KERJA

1. Data penelitian dikumpulkan berdasarkan catatan rekam medik pasien – pasien yang telah dilakukan inseminasi intra uteri.

2. Dari data tersebut dicatat mengenai hal berikut:

• Usia

• Durasi infertilitas

• Ketebalan endometrium

• Jumlah folikel

• Analisa sperma

• Etiologi infertilitas

3.9. PENGOLAHAN DATA / ANALISA STATISTIK

Data yang diperoleh diolah dan dirangkum dalam bentuk tabel distribusi Kemudian dilakukan uji statistik Chi-square dengan derajat kepercayaan 95% untuk menganalisa hubungan antar variable. Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh digunakan uji Regresi Logistik Berganda menggunakan perangkat komputer.

3.10. BATASAN OPERASIONAL

1. Inseminasi intra uteri adalah tehnik bantuan reproduksi dengan cara memasukkan secara langsung sperma kedalam cavum uteri.

2. Infertilitas adalah ketidakmampuan suami – istri untuk memiliki keturunan setelah satu tahun melakukan senggama teratur tanpa kontrasepsi.


(64)

3. Subfertil adalah pasangan yang pernah hamil sebelumnya, namun tidak dapat hamil kembali.

4. Usia adalah umur pasien sewaktu melakukan IIU.

5. Durasi infertilitas adalah lamanya infertil dihitung dari awal pernikahan atau kehamilan sebelumnya.

6. Ketebalan endometrium adalah ukuran dinding endometrium pada saat akan dilakukan IIU dengan pemeriksaan USG.

7. Jumlah folikel adalah banyaknya folikel yang berkembang dengan ukuran 18 mm atau lebih pada saat akan dilakukan IIU.

8. Analisa sperma adalah konsentrasi dan motilitas sperma yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium.

9. Etiologi infertilitas adalah penyebab terjadinya infertilitas.

10. Keberhasilan IIU adalah dijumpainya kehamilan yang diketahui dengan dijumpainya kantong kehamilan dari pemeriksaan USG.

3.11. ETIKA PENELITIAN

Usulan Penelitian ini harus mendapat persetujuan dari komite etika penelitian bidang kesehatan FK USU (ethical clearance).


(65)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat survey analitik dengan mengumpulkan data – data dari Halim fertility center (HFC) bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU RSUP H Adam Malik Medan mulai periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2010.

Dalam periode Waktu tersebut diatas, dijumpai sebanyak 278 orang wanita infertil dan subfertil dengan 336 siklus IIU yang diikut sertakan dalam penelitian ini.


(66)

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik N %

USIA

< 25 15 4,5

25-29 107 31,8

30-34 114 33,9

35-39 75 22,3

≥ 40 25 7,4

TOTAL 336 100

DURASI INFERTILITAS

≤ 3 164 48,8

> 3 172 51,2

TOTAL 336 100

TEBAL ENDOMETRIUM

≤7 47 14,0

7,1-9 120 35,7

9,1-11 93 27,7

11,1-13 55 16,4

>13 21 6,3

TOTAL 336 100

JUMLAH FOLIKEL

1 163 48,5

2 99 29,5

3 37 11,0

≥4 37 11,0

TOTAL 336 100

MOTILITAS SPERMA

< 32% 47 14,0

≥ 32% 289 86,0

TOTAL 336 100

KONSENTRASI SPERMA

< 13,5x106 94 28,0 ≥ 13,5x106 242 72,0


(67)

Dari tabel 4.1. diatas dapat dilihat sebanyak 33,9% siklus IIU berada pada kelompok usia 30-34 tahun, sedangkan yang berusia < 25 tahun sebanyak 4,5%. Sebanyak 51,2% siklus IIU dengan durasi infertilitas > 3 tahun, dengan tebal endometrium 7,1-9 mm sebanyak 35,7%. Jumlah folikel sebanyak 1 dijumpai pada 163 siklus (48,5%). Sebanyak 86% (289 siklus) dengan motilitas sperma ≥ 32% dan 72% dengan knsentrasi sperma ≥ 13,5x106.

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi penyebab infertilitas

Karakteristik N %

PENYEBAB INFERTILITAS

Unexplained 85 25,3

Faktor pria 125 37,2

Anovulasi 23 6,8

Endometriosis 28 8,3 Multi-faktor 75 22,3

TOTAL 336 100

Dari tabel 4.2. di atas dapat dilihat bahwa faktor pria sebagai penyebab terbanyak infertilitas (37,2%), diikuti oleh unexplained infertility, multi-faktor, endometriosis, dan anovulasi (25,3%, 22,3%, 8,3%, 6,8%).


(68)

4.2. Hubungan Usia dengan Keberhasilan IIU Tabel 4.3. Hubungan Usia dengan keberhasilan IIU

Keberhasilan IIU Kelompok Usia

(Tahun) Hamil % Tidak Hamil % Total P

< 25 7 46,7 8 53,3 15

25-29 24 22,4 83 77,6 107

30-34 18 15,8 96 84,2 114

35-39 14 18,7 61 81,3 75

≥40 2 8,0 23 92,0 25

0,028

Dari tabel 4.3. di atas dapat dilihat tingkat keberhasilan IIU pada kelompok usia <25 tahun yang lebih tinggi (46,7%) dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, yaitu kelompok usia 25-29 tahun (22,4%), kelompok usia 30-34 tahun (15,8%), kelompok usia 35-39 tahun (18,7%), dan kelompok usia ≥40 (8,0%).

Dari penelitian ini diperoleh tingkat keberhasilan IIU yang menurun secara signifikan kelompok usia >40 tahun, dimana hasil ini juga didukung oleh penelitian lainnya.

Tomlinson (1996) menyatakan kesuksesan IIU menurun secara signifikan hanya ketika

usia wanita >40 tahun.18 Hal senada juga diperoleh dari penelitian Nuojua-Huttunen

(1999) yang menemukan angka keberhasilan IIU lebih tinggi pada kelompok usia <40

tahun (13,7% vs. 4,1%).25

Secara statistik dari tabel 4.3. diatas diperoleh hubungan yang bermakna antara usia dan keberhasilan IIU (p= 0,028), dan hasil ini sesuai dengan beberapa studi lainnya (Nuojua-Huttunen et al. 1999, Zafar et al. 2007, Basirat et al. 2010).


(69)

4.4. Hubungan durasi infertilitas dengan keberhasilan IIU

Tabel 4.4. Hubungan durasi infertilitas dengan keberhasilan IIU Keberhasilan IIU

Durasi Infertilitas

(Tahun) Hamil % Tidak Hamil % total

P

≤ 3 34 20,7 130 79,3 164

> 3 31 18,0 141 82,0 172

0,53

Dari tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa keberhasilan IIU pada kelompok durasi infertilitas ≤3 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan durasi infertilitas >3 tahun (20,7% vs 18%).

Dalam studi yang dilakukan oleh Houmard et al. diperoleh angka keberhasilan IIU pada kelompok wanita dengan durasi infertilitas <3 tahun secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok durasi infertilitas >3 tahun (9% vs 2,2%).(dikutip dari 26) Begitu juga pada penelitian yang dilakukan oleh Iberico (2004) yang menemukan angka keberhasilan IIU pada kelompok durasi infertilitas <3 tahun lebih tinggi (64%) dibandingkan kelompok dengan durasi infertilitas >3 tahun (29%).22

Secara statistik, dari tabel 4.4. di atas dapat dilihat tidak adanya hubungan yang bermakna antara durasi infertilitas dengan keberhasilan IIU (p= 0,53). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Farimani (2006) yang menyatakan bahwa terdapat penurunan yang signifikan dari angka keberhasilan kehamilan seiring dengan peningkatan durasi infertilitas, namun hal ini tidak merupakan faktor prediktif keberhasilan IIU.16


(70)

Hal ini dapat terjadi dikarenakan begitu banyaknya faktor yang mempengaruhi keberhasilan IIU, jadi pada durasi infertilitas yang ≤ 3 tahun dapat disertai dengan faktor – faktor lain yang tidak mendukung. Oleh karena itu keberhasilannya menjadi berkurang.

4.5. Hubungan ketebalan endometrium dengan keberhasilan IIU

Tabel 4.5. Hubungan ketebalan endometrium dengan keberhasilan IIU Keberhasilan IIU

Ketebalan endometrium

(mm) Hamil % Tidak Hamil % Total P

≤7 7 14,9 40 85,1 47

7,1-9 24 20,0 96 80,0 120

9,1-11 18 19,4 75 80,6 93

11,1-13 11 20,0 44 80,0 55

>13 5 23,8 16 76,2 21

0,923

Dari tabel 4.5. di atas dapat dilihat bahwa keberhasilan IIU pada ketebalan endometrium >13 mm lebih tinggi (23,8%) daripada kelompok lainnya, yaitu kelompok dengan ketebalan endometrium ≤7 mm (14,9%), kelompok dengan ketebalan endometrium 7,1-9 mm (20,0%), kelompok dengan ketebalan endometrium 9,1-11 mm (19,4%), dan kelompok dengan ketebalan endometrium 11,1-13 mm (20,0%).

Secara statistik, tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara ketebalan endometrium dengan keberhasilan IIU (p=0,923). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Noujua-Huttunen (1999). Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya faktor yang mempengaruhi keberhasilan IIU ini. Misalnya pada penelitian ini, ketika


(71)

ketebalan endometrium pasien 8-9 mm namun usia pasien ≥40 tahun. Maka dari segi usianya, keberhasilan IIU menjadi sulit dicapai.

4.6. Hubungan jumlah folikel dangan keberhasilan IIU

Tabel 4.6. hubungan jumlah folikel dengan keberhasilan IIU Keberhasilan IIU

Jumlah folikel

Hamil % Tidak Hamil %

Total p

1 35 21,5 128 78,5 163

2 20 20,2 79 79,8 99

3 7 18,9 30 81,1 37

≥4 3 8,1 34 91,9 37

0,318

Dari tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa keberhasilan IIU pada kelompok jumlah folikel 1 (21,5%) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok jumlah folikel lainnya, yaitu kelompok jumlah folikel 2 (20,2%), kelompok jumlah folikel 3 (18,9%), dan kelompok jumlah folikel ≥4 (8,1%).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sharma et al. (2008) dimana diperoleh angka keberhasilan IIU pada kelompok jumlah folikel satu mencapai 48%, sementara pada kelompok jumlah folikel 2 dan 3 masing-masing 34% dan 18%.27

Secara statistik dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah folikel dan keberhasilan IIU (p=0,318) seperti yang didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Van Rumste et al. (2006) dan Basirat et al. (2007). Dengan


(72)

jumlah folikel yang lebih dari satu seharusnya lebih meningkatkan angka keberhasilan IIU dan juga meningkatkan kejadian kehamilan multipel. Tetapi pada penelitian ini dengan jumlah folikel1 memiliki keberhasilan kehamilan yang relatif lebih tinggi dapat disebabkan karena banyaknya faktor yang mempengaruhi keberhasilan IIU.

4.7. Hubungan analisa sperma dengan keberhasilan IIU 4.7.1. Motilitas sperma

Tabel 4.7. hubungan motilitas sperma dengan keberhasilan IIU Keberhasilan IIU

Motilitas sperma

Hamil % Tidak Hamil %

Total p

< 32% 4 8,5 43 91,5 47

≥ 32% 61 21,1 228 78,9 289

0,027

Dari tabel 4.7. di atas dapat dilihat bahwa keberhasilan IIU pada kelompok motilitas sperma ≥32% lebih tinggi dibandingkan kelompok motilitas sperma <32% (21,1% vs 8,5%).

Secara statistik, terdapat hubungan yang bermakna antara motilitas sperma dengan keberhasilan IIU (p= 0,027) dimana hasil ini sesuai dengan penelitian Tomlinson (1996), Mehrannia (2006), dan Abdelkader (2009).


(73)

4.7.2. Konsentrasi sperma

Tabel 4.8. hubungan konsentrasi sperma dengan keberhasilan IIU Keberhasilan IIU

Konsentrasi sperma

Hamil % Tidak Hamil %

Total p

< 13,5x106 10 10,0 84 89,4 94

≥ 13,5x106 55 22,7 187 77,3 242 0,012

Dari tabel 4.8. di atas dapat dilihat angka keberhasilan IIU pada kelompok konsentrasi sperma ≥ 13,5x106/ml dibandingkan dengan kelompok dengan konsentrasi sperma <13,5x106/ml (22,7% vs 10,0%).

Secara statistik, dijumpai hubungan yang bermakna antara konsentrasi sperma dengan keberhasilan IIU (p= 0,012).

4.9. Hubungan etiologi infertilitas dengan keberhasilan IIU

Tabel 4.9. Hubungan etiologi infertilitas dengan keberhasilan IIU Keberhasilan IIU

Etiologi infertilitas

Hamil % Tidak Hamil %

Total P

Unexplained 24 28,2 61 71,8 85

Faktor pria 23 18,4 102 81,6 125

Anovulasi 7 30,4 16 69,6 23

Endometriosis 2 7,1 26 92,9 28

Multi-faktor 9 12,0 66 88,0 75


(74)

Dari tabel 4.9. di atas dapat dilihat bahwa keberhasilan IIU pada kelompok etiologi infertilitas akibat anovulasi lebih tinggi (30,4%) dibandingkan kelompok lainnya, yaitu kelompok unexplained (28,2%), faktor pria (18,4%), multi faktor (12%), dan endometriosis (7,1%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diperoleh Ahinko-Hakamaa et al. (2007) yang menyatakan bahwa berdasarkan etiologi infertililitas, maka angka keberhasilan IIU paling tinggi diperoleh pada kelompok anovulasi, yang kemudian diikuti oleh kelompok faktor pria dan unexplained. Sedangkan angka keberhasilan IIU terendah pada kelompok endometriosis.(dikutip dari 12)

Secara statistik, dijumpai hubungan yang bermakna antara etiologi infertilitas dengan keberhasilan IIU (p=0,022), dimana hal ini juga didapati pada beberapa studi lainnya

(Nuojua-Huttunen 1999, Zafar 2007).

4.10. Faktor – faktor yang paling berpengaruh

Untuk mencari faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan IIU digunakan uji regresi logistik berganda. Dalam penelitian ini terdapat 7 (tujuh) variabel penelitian yaitu usia, durasi infertilitas, ketebalan endometrium, jumlah folikel, motilitas sperma, konsentrasi sperma dan penyebab infertilitas.


(1)

20. Haebe, J. Martin, J. Tekepety, F. et al. Success of Intrauterine Insemination in Women Aged 40-42 Years. Fertility and Sterility, vol.78, no.1, 2002.

21. Petrozza, JC. Assisted Reproduction Technology. eMedicine Obstetrics and Gynecology. 2008.

22. Iberico, G. Voque, J. Ariza, N. et al. Analysis of Factors Influencing Pregnancy Rates in Homologous Intrauterine Insemination. Fertility and Sterility, vol.81, no.5, 2004.

23. Basirat, Z. Esmaelzadeh, S. Prognostic Factors of Pregnancy in 500 Cases of Intrauterine Insemination in Babol, Northern Iran. International journal of fertility and sterility. Vol.4, No.1, 2010; 35-39.

24. Berek J S. Infertility. Berek & Novak’s Gynecology. Lippincott Williams & Wilkins. 14th ed. 2007. Hal: 1185-1259.

25. Nuojua H.S. Tomas C. Bloigu R. et al. Intrauterine Insemination Treatment in Subfertility: an Analysis of Factors Affecting Outcome. Human Rep, Vol.14. No 3. 1999.

26. Zafar, M. Jameel, T. Abdullah, KN. Impact of Intrauterine Insemination as First Line Treatment of Subfertility. J Pak Med Association. Vol. 57, no.3, 2007.

27. Sharma A. Nellore V. Conway D. Outcome and Prognostic Factors For Successful IUI Cycles. Infertility Unit Monklands Hospital. 2009.

28. Makkar G. Ng EHY. Yeung WSB. Et al. Prognostic Factors For Successful Outcome in Patients Undergoing Controlled Ovarian Stimulation and Intrauterine Insemination. Hong Kong Med J. 2003; 9; 341-5.


(2)

29. Mehrannia, T. The Relationship between Total Motile Sperm Count and Pregnancy Rate after Intrauterine Insemination. Pak J Med Sci. Vol.22, No.3. 2006; 223-227. 30. Unlu, C. Ozmen, B. The Current Role of Intrauterine Insemination for the Treatment

of Male Factor and Unexplained Infertility. Middle East Fertility Society Journal. Vol.10, No.1, 2005; 35-39.

31. Badawy, A. Elnashar, A. Eltotongy, M. Effect of Sperm Morphology and Number on Success of Intrauterine Insemination. International journal of fertility and sterility. Vol.91, No.3, 2009.

32. Motazedian, SH. Hamedi, B. Zolghadri, J. et al. Outcome of IUI Based on Sperm Morphology in Cases of Unexplained and Male Factor Infertility. Vol.10, no.2, 2009.


(3)

LAMPIRAN

No rekam medis:

Identitas Pribadi

Nama Ibu : Nama Suami :

Usia : Usia :

Suku : Suku :

Pekerjaan : Pekerjaan :

Pendidikan : Pendidikan :

Pernikahan ke : Lama menikah : Siklus IIU ke :

Riwayat penyakit terdahulu:

Riwayat pemakaian obat – obatan/ kebiasaan:

• Merokok : jumlahnya/hari:

• Alkohol : jumlahnya/hari:

• Caffeine : jumlahnya/hari:

• Narkoba : jumlahnya/hari:

• Obat diet : jumlahnya/hari:


(4)

Riwayat keluarga:

• Cacat lahir :

• Infertility :

• Kelainan hormonal :

• Keguguran :

• Kehamilan kembar :

• Kanker :

• Tekanan darah tinggi :

• Stroke :

• Kelainan jantung :

• Kelainan ginjal :

• DM :

• TB paru :

• Lain-lain : Riwayat operasi:

Riwayat kontrasepsi:

• Jenis kontrasepsi :

• Lamanya :

Riwayat Obstetri:


(5)

Riwayat sexual:

• Berapa kali berhubungan suami-istri:

• Nyeri berhubungan:

• Perdarahan sewaktu berhubungan:

• Ejakulasi di dalam vagina selama berhubungan: Riwayat haid:

• Haid pertama/menarch:

• Siklus: Teratur/tidak:

• Lamanya:

• Volumenya:

• Nyeri haid:

Pemeriksaan fisik dan ginekologi:

BB: TB:

Abdomen:

Inspekulo:

VT:

Pemeriksaan infertilitas Semen analisis:


(6)

HSG:

Laparoscopy:

USG:

pemeriksaan Hormonal:

• FSH:

• LH:

• Estrogen:

• Progesteron:

• Prolaktin:

• Tiroid:

Cara stimulasi ovarium:

Pengobatan yang diperlukan dalam mengatasi penyebab infertilitas:

Keberhasilan inseminasi intra uteri: