Partai politik Islam tahun 1970-an

D. Partai politik Islam tahun 1970-an

Partai politik merupakan salah satu sarana masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik. Definisi partai politik secara umum adalah suatu kelompok yang terorganisir, yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita- cita yang ingin diperjuangkan secara bersama-sama. 72 Partai politik yang terdapat di dalam suatu negara tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan negara. Mengutip pendapat seorang sarjana bernama Sigmund Neumann , definisi partai politik adalah, organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada cara untuk menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. 73 Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas. Pada umumnya masih banyak definisi partai politik, akan tetapi di dalam pembahasan ini hanya dikemukakan dua definisi saja. Partai politik sebagai sebuah sarana dan instrumen untuk mengartikulasikan suatu orientasi dan cita-cita, maka partai politik memiliki beberapa fungsi. Baik artikuasi kepentingan maupun penggabungan kepentingan interest aggregation yang dilakukan oleh partai politik dalam suatu sistem 72 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 16 73 Ibid, hal. 16 politik merupakan sebuah masukan input yang disampaikan kepada instansi- instansi yang berwenang untuk membuat keputusan yang bersifat mengikat. Partai politik sebagai sebuah instrumen perjuangan dan artikulasi kepentingan dari suatu kelompok yang memiliki keragaman kepentingan seperti di negara Indonesia ini, semestinya harus bersifat alamiah dan berdasarkan seleksi alam dalam evolusi kehidupan partai tersebut. Artinya di negara yang sangat multi etnis, multi kultural, dan multi agama yang menjadi realita yang tidak tunggal; tentunya memiliki keragaman kepentingan yang ingin diperjuangkannya, apalagi umat Islam sebagai umat mayoritas pemilik saham terbesar di negara ini harus diberi kebebasan dalam membentuk dan menetapkan corak dan ideologi partainya. Kebebasan dalam menentukan hidup dan matinya suatu partai di negara yang menganut sistem demokrasi adalah konstituen partai tersebut, dan bukan rezim suatu pemerintahan, seperti yang terjadi di negara Indonesia pada masa Orde Baru dahulu. Peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru di Indonesia pada tahun 1966 telah menjadi malapetaka besar bagi kehidupan perpartaian di Indonesia. Dalam hal ini yang merasakan dampak kerugian besar dari kebijakan rezim tersebut adalah umat Islam. Pada kenyataannya sistem yang telah diterapkan oleh rezim Orde Baru tidak memberi ruang kebebasan dan kesempatan bagi kelomopk umat Islam tertentu untuk memperjuangkan aspirasi dan mengaktualisasikan kepentingan mereka melalui partai politik yang sesuai dengan corak dan karakter kelompok mereka. Pada masa awal lahirnya Orde Baru, umat Islam menaruh harapan besar untuk dapat berpartisipasi dan berperan dalam mengatur dan menjalankan roda pemerintahan negara dengan berjuang melalui partai politik mereka. Akan tetapi harapan tersebut menjadi sirna dan hilang setelah pemerintahan Orde Baru yang di topang oleh militer TNI-Angkatan Darat, pada tahun 1971 menetapkan suatu kebijakan yang sangat melukai hati dan perasaan umat Islam. Militer khususnya TNI-AD sebagai penopang utama rezim Orde Baru sangat mencurigai dan mengkhawatirkan jika umat Islam Indonesia akan menjadikan Islam sebagai dasar negara dan membentuk negara Islam Indonesia. Di atas kanvas yang besar, inilah periode yang diisi oleh militer yang membangun dominasinya dalam politik Indonesia dan dengan dukungan kekuasaan Barat, mengintegrasikan kembali negara ini dengan sistem kapitalis global. Kepemimpinan militer yang dominan memandang bahwa partai-partai politik hanya berhasil memecah–belah Indonesia menurut garis-garis agama dan ideologi, yang mengancam persatuan nasional dan pada akhirnya menimbulkan kehancuran politik dan ekonomi. 74 Orde Baru yang dikomandani oleh Soeharto mempercayakan kepada Ali Murtopo untuk menciptakan kendaraan politik yang mampu memenangi pemilihan. Dan Ali Murtopo menjadikan Golkar yang lahir pada tahun 1964 sebagai kendaraan politik Orde Baru yang pada pemilu pertama Orde Baru sangat sukses dan meraih suara terbanyak. 74 Vedi R. Hadiz dan David Bouchier ed, Pemikiran Sosial Dan Politik Indonesia 1965-1999, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, cet. I, hal. 15 Setelah kekalahan partai-partai politik pada pemilu pertama tahun 1971 berimplikasi terhadap masa depan sistem politik dengan multi partai seperti pada masa Orde Lama. Diperlemah oleh kinerjanya yang buruk, posisi tawar partai-partai sangat berkurang. Ali Murtopo tidak menyia-nyiakan waktu untuk memprakarsai suatu reorganisasi sistem politik secara besar-besaran, dengan memaksa sembilan partai politik oposisi untuk melebur menjadi dua partai yang disponsori oleh pemerintah dengan nama yang sama sekalipun tidak menjelaskan apa-apa, yaitu PPP Partai Persatuan Pembangunan dan PDI Partai Demokrasi Indonesia. Militer setelah sukses memaksa difusi partai-partai politik, untuk selanjutnya semakin mendepolitisasi masyarakat, dengan ketentuan baru diciptakan, yaitu untuk mencegah keberadaan partai-partai politik di tingkat yang lebih rendah di tingkat kabupaten. 75 Organisasi-organisasi massa yang berafiliasi ke partai juga dilarang dan para anggaotanya diserap ke dalam badan-badan korporatis yang didukung oleh negara, yang pada gilirannya digabung ke dalam Golkar. 76 Dari gerakan Orde Baru didukung oleh militer ini, kelompok muslim merupakan target khusus dan utama untuk menyeragamkan perpolitikan melalui penyederhanaan keberadaan partai-partai politik. 77 Ini mencerminkan bahwa kaum militer pada waktu itu yang kebanyakan abangan dan mitra-mitranya yang sekuler atau beragama Kristen sama-sama takut akan kemungkinan munculnya partai partai Islam sebagai kekuatan politik penting. 75 Ibid, hal.17 76 Ibid, hal.17 77 Ibid, hal.18 Setelah penyederhanaan partai-partai poltik dan dengan dihapuskannya sistem multi partai setelah pemilu pertama Orde Baru, maka politik Islam yang semestinya memiliki kebebasan untuk mengekpresikan orientasi politik mereka secara langsung telah hilang dan mati dari hiruk pikuk panggung politik nasional. BAB III ORIENTASI ORDE BARU TERHADAP PEMBANGUNAN INDONESIA

A. Hubungan Orde Baru dengan ABRITNI