Peran Politik Islam Era Awal Orde Baru

C. Peran Politik Islam Era Awal Orde Baru

Era awal Orde Baru yang dimulai pada tahun 1966 sejak Soeharto mengambil alih kekuasaan untuk mengendalikan ketertiban dan keamanan dalam negara, dan disahkan melalui sidang MPRS tahun itu. Orde Baru yang pada saat berdirinya dinakhodai oleh jenderal Soeharto, dikonsepsikan sebagai orde koreksi total terhadap segala penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yang afiliasi politiknya lebih cenderung kepada kelompok komunis. Pilihan politik Orde Baru adalah pembangunan yang berorientasi kepada modernisasi sebagai pilihan strategis yang memiliki dua pengaruh. Pertama, pemerintah Orde Baru memiliki basis ideologi yang kuat yang langsung menyentuh hajat hidup orang banyak, sehingga dapat menaikkan dukungan serta partisipasi politik. Kedua, dukungan dan partisipasi politik masyarakat pada giliran berikutnya mendukung kelangsungan proses pembangunan sekaligus mengukuhkan posisi pemerintahan Orde Baru itu sendiri. Dan dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus 1967, Jenderal Soeharto menyatakan bahwa tujuan Orde Baru adalah untuk mempertahankan dan memurnikan eksistensi dan implementasi Pancasila serta UUD 1945, sebagaimana ditegaskan oleh Tap. MPRS No.10MPRS1966. Politik Islam hanya memainkan peran sebagai aktor yang ikut membidangi kelahiran rezim Orde Baru, dan setelah Orde Baru terciptakan, peran politik Islam seperti pada masa Orde Lama tidak pernah terdengar lagi. Keterlibatan politik Islam dalam membidangi kelahiran Orde Baru sangat tampak sekali yaitu ketika umat Islam berperan besar dalam usaha untuk menghancurkan PKI Partai Komunis Indonesia. Hal ini dikarenakan umat Islam, di sisi lain menganggap komunisme sama dengan ateis, dan karena itu menjadi musuh utama agama dan sila pertama Pancasila. Dengan demikian, perjuangan melawan komunisme dianggap sebagai salah satu aspek jihad melawan musuh-musuh Islam. 68 Tidak ada seorangpun yang dapat menafikkan bahwa umat Islam telah memainkan peranan yang sangat besar dalam menghancurkan kekuatan komunis di Indonesia dan sebagai salah satu komponen penegak Orde Baru yang sangat utama. 69 Oleh karena itu, pada permulaan lahirnya Orde Baru peranan politik Islam untuk mendorong dan menjadi penggagas utama untuk melakukan kegiatan politik yang dilandasi oleh sistem demokrasi. Kegagalan para aktivis politik Islam untuk memperjuangkan rehabilitasi partai Masyumi, maka pada pertengahan tahun 1967, dibentuk panitia tujuh untuk bernegosiasi dengan pemerintah Orde Baru mengenai kemungkinan didirikannya partai baru. 70 Wadah politik baru ini dimaksudkan untuk “menyatukan seluruh aspirasi dan kekuatan organisasi Islam yang ada dan yang tidak tergabung dalam sebuah partai“. Pada mulanya Orde Baru tidak mengizinkan berdirinya partai baru tersebut, dikarenakan Orde Baru sangat khawatir akan ketiadaan mekanisme politik untuk mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan-kepentingan konstituen politik Islam di atas, akan menumbuhkan rasa frustasi yang lebih 68 Masykuri Abdillah, Demokrasi Di Persimpangan Makna, Respon Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi 1966-1993 , hal.40 69 Asep Gunawan ed , Artikulasi Islam Kultural, Dari Tahapan Moral Ke Periode Sejarah, hal.267 70 Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, hal. 113 dalam, yang pada gilirannya dapat mendorong mereka ke arah ekstremisme politik yang lebih membahayakan. 71 Dikarenakan alasan tersebut maka pemerintahan Orde Baru menyepakati maksud mereka untuk mendirikan organisasi politik baru. Akan tetapi kesuksesan tersebut diraih setelah melalui perjuangan yang sangat berat, izin mendirikan partai politik baru pun akhirnya diberikan kepada bekas konstituen Masyumi. Demikianlah, pada tanggal 20 Februari 1968, Partai Muslimin Indonesia Parmusi didirikan di bawah pimpinan Djarnawi Hadikusumo dan Lukman Harun, dua aktivis Muhammadiyah. Akan tetapi didirikannya Parmusi tampaknya tidak menunjukkan adanya perubahan apa pun dalam hal hubungan antara para pemimpin dan aktivis Islam politik dengan elite pemerintahan Orde Baru. Hal ini dikarenakan pemerintahan Orde Baru setidak-tidaknya sama khawatir dengan para pendahulunya yang selalu mengartikulasikan ideologi politik Islam dengan; 1 tuntutan kelompok Islam agar Piagam Jakarta dilegalisasikan kembali pada sidang MPRS tahun 1968, dan 2 dilangsungkan kongres umat Islam Indonesia pada tahun yang sama. Dari perkembangan awal ini, pada akhirnya berimplikasi pada, 1 harapan kelompok Islam untuk memainkan peran lebih besar di bawah pemerintahan Orde Baru segera menyusut, 2 perkembangan-perkembangan itu menumbuhkan sikap saling curiga dan memusuhi yang jauh lebih dalam antara para pemimpin serta aktivis politik Islam dan elite pemerintahan Orde Baru. 71 Ibid, hal.113

D. Partai politik Islam tahun 1970-an