Uji Disolusi Kalium Diklofenak Dalam Sediaan Tablet Menggunakan Metode Spektrofotometri Ultraviolet

(1)

UJI DISOLUSI KALIUM DIKLOFENAK DALAM SEDIAAN

TABLET MENGGUNAKAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET

TUGAS AKHIR

OLEH:

DIAN AYUMI

NIM 122410066

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Uji Disolusi Kalium Diklofenak Dalam Sediaan Tablet Menggunakan Metode Spektrofotometri Ultraviolet. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahlimadya pada program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bimbingan danbantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

3. Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh perhatian hingga selesainya Tugas Akhir ini.

4. Bapakdan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.


(4)

5. Bapak dan Ibu seluruh staf di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktek kerja lapangan.

6. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Vegi, Nana, Anggi, dan Moli dan teman-teman PKL Fitri, Lesi, Tami, Palupi, Grace, Desi, Sherin, Amin, Syahrum, dan Rambeyang selalu semangat dan selalu menghibur penulis setiap saat. 7. Seluruh teman-teman seperjuangan “Analis Farmasi 2012” dan semua pihak

tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan berjasa kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Terima kasih banyak kepada ayahanda H. Syamsul Hidayat, SE dan ibunda Hj. Lisnawaty, Kakak-kakak tersayangDian Suziana, S.Si., Apt, Dian Wahyuni, Amd, dan Dian Novita, SE , yang selalu memberikan nasehat dan doa restu, serta kasih sayang dan motivasi hingga Tugas Akhir ini selesai.

Penulis menyadari dalam tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan.Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan berguna bagi kita semua.Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya untuk kita semua, Amin.

Medan, 2015 Penulis,

Dian Ayumi NIM 122410066 iv


(5)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ……… ix

DAFTAR GAMBAR ……… x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

BAB II TINJUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tablet ... 4

2.1.1. Tablet Salut Gula ... 4

2.1.1.1. Mekanisme Penyalutan Gula pada Tablet ... 4

2.1.1.2. Fungsi Penyalutan Gula pada Tablet ... 5

2.2. Antiinflamasi ... 5

2.3. Kalium Diklofenak ... 7

2.3.1. Struktur Kalium Diklofenak ... 7

2.3.2. Farmakologi Kalium Diklofenak ... 7


(6)

2.3.3. Efek Samping ... 8

2.3.4. Dosis ... 9

2.4. Disolusi ... 9

2.4.1. Komponen Alat Uji Disolusi ... 9

2.4.2. Metode Uji Disolusi ... 10

2.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan Zat Aktif ... 12

2.5. Spektrofotometri Ultraviolet ... 12

2.5.1. Teori Spektrofotometri Ultraviolet ... 12

2.5.2. Instrumentasi Spektrofotometri Ultraviolet ... 13

2.5.3. Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet ... 14

BAB III METODE PERCOBAAN ... 16

3.1. Tempat Pengujian ... 16

3.2. Alat ... 16

3.3. Bahan ... 16

3.4. Sampel ... 16

3.5. Prosedur ... 17

3.5.1. Pembuatan Larutan Baku ... 17

3.5.2. Pembuatan Cairan Usus Buatan Tanpa Enzim ... 17

3.5.3. Pembuatan Larutan Uji ... 17

3.5.4. Pengukuran Absorbansi Sampel ... 18

3.6. Perhitungan Kadar ... 18

3.7. Persyaratan ... 19


(7)

4.1. Hasil ... 20

4.2. Pembahasan ... 20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

5.1. Kesimpulan ... 22

5.2. Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

LAMPIRAN 1 ... 25

LAMPIRAN 2 ... 29

LAMPIRAN 3 ... 30


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Tabel Penerimaan Uji Disolusi ... 11 Tabel 4.1.Kadar Kelarutan Kalium Diklofenak dalam Media Disolusi ... 20


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Uji Disolusi Kalium Diklofenak ... 25 Lampiran 2. Gambar Spektrum UV pada Kalium Diklofenak ... 29 Lampiran 3. Gambar Alat dan Sampel yang Digunakan ... 30


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Rumus Struktur Kalium Diklofenak ... 7


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam mengobati, mengurangi rasa sakit, dan mencegah penyakit pada manusia dan hewan. Obat mempunyai beberapa sediaan seperti tablet, kapsul, suspensi dan berbagai larutan sediaan farmasi. Salah satu sediaan uji tablet adalah bentuk sediaan padat yang dibuat secara kempa atau dengan mencetak dan sediaan tablet mempunyai beberapa persyaratan antara lain proses pelarutan obat, seperti uji disolusi untuk mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat, yang terabsorpsi dan masuk kedalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi.

Faktor yang diperhatikan dalam uji disolusi yaitu ukuran dan bentuk yang akan mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan, selain itu sifat media pelarutan juga akan mempengaruhi uji kelarutan. Beberapa kegunaan uji disolusi yaitu menjamin keseragaman 1 batch, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru (Ditjen POM, 1995).

Diklofenak adalah derivat sederhana dari phenylacetic acid (asam fenilasetat) yang menyerupai flurbiprofen dan meclofenamate. Obat ini adalah penghambat cyclooxygenase yang relative non selektif dan kuat, juga mengurangi bioavailabilitas arachidonic acid. Obat ini memiliki sifat antiinflamasi, analgesic,


(12)

dan antipiretik biasa. Obat ini cepat diserap sesudah pemberian secara oral dan memiliki waktu paruh sekitar 1 – 2 jam (Katzung, 2002).

Pada pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat. Sediaan obat yang berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapetik yang diharapkan. Prosedur penetapan kadar dan pengujian diberikan untuk menetapkan kesesuaian dengan persyaratan identitas, kadar, mutu dan kemurnian yang tertera pada Farmakope (Ditjen POM, 1995). Menurut United States Pharmacopeia (USP) edisi XXXIV Vol. 2 kalium diklofenak ditentukan kadar kelarutannya menggunakan spektrofotometri UV menggunakan larutan cairan usus buatan sebagai blanko dan dideteksi pada panjang gelombang 276 nm.

Berdasarkan hal ini, penulis melakukan pengujian uji disolusi kalium diklofenak dalam sediaan tablet dengan metode spektrofotometri UV.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari uji disolusi Kalium Diklofenak dalam sediaan tablet adalah untuk mengetahui apakah kadar kelarutan Kalium diklofenak dalam sediaan tablet memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh United States Pharmacopeia (USP) edisi XXXIV Vol. 2.

1.3. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari uji disolusi Kalium Diklofenak dalam sediaan tablet adalah agar dapat mengetahui bahwa sediaan tablet kalium diklofenak yang


(13)

berada dipasaran memenuhi syarat yang ditetapkan oleh United States Pharmacopeia (USP) edisi XXXIV Vol. 2 sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.


(14)

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1. Tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa (Ditjen POM, 1995).

2.1.1. Tablet Salut Gula

Tablet salut gula yaitu tablet yang disalut dengan gula dari suspense dalam air yang mengandung serbuk yang tidak larut seperti pati, kalsium karbonat, talk atau titanium dioksida, yang disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin. Penyalutan tahan air berisi zat seperti selak atau selulosa asetat dalam pelarut yang tidak mengandung air sering digunakan sebelum tablet disalut gula. Kelemahan penyalutan dengan gula antara lain yaitu waktu penyalutan yang lama dan perlu penyalutan tahan air (Ditjen POM, 1995).

2.1.1.1. Mekanisme Penyalutan Gula pada Tablet

Beberapa mekanisme penyalutan gula pada sediaan tablet yaitu:

a. Dilakukan penyalutan dasar (subcoating), yaitu proses pemberian laurtan dasar dan pemberian serbuk salut apabila tablet sebagian kering.

b. Pelicinan (smoothing), yaitu proses pembasahan ganti berganti dengan sirup pelicin (bolak-balik) dan pengeringan dari salut tablet menjdai bulat dan licin. Untuk melicinkan digunakan sirup pelicin yaitu:


(15)

c. Proses pewarnaan (coloring), dilakukan dengan memberi zat warna yang dicampurkan pada sirup pelicin.

d. Proses finishingI yaitu proses pengeringan salut sirp yang terakhir dengan cara perlahan-lahan dan terkontrol dengan memutar panci penyalut dengan tangan dan pengeringan berjalan perlahan-lahan sehingga memperoleh hasil yang licin.

e. Tahap akhir dilakukan penggilapan (polishing) dengan menggunakan lapis tipis lilin yang licin. Lilin dilarutkan dalam nafta panas atau petroleum benzin, larutan ini ditambahkan pada tablet dalam panci dan diputar hingga pelarut menguap.

(Anief, 2000) 2.1.1.2. Fungsi Penyalutan Gula pada Tablet

Beberapa fungsi penyalutan gula pada sediaan tablet yaitu: a. Melindungi zat aktif dari udara, kelembaban atau cahaya. b. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak

c. Membuat penampilan lebih baik dan mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran cerna

(Ditjen POM, 1995)

2.2. Antiinflamasi

Inflamasi adalah mekanisme protektif yang dirancang untuk membersihkan tubuh dari penyebab cedera dan memepersiapkan jaringan tubuh kita untuk membentuk kembali jaringan yang mengalami cedera (Barber, 2012).


(16)

Tanda dan gejala utama inflamasi adalah kemerahan, nyeri, bengkak, panas, dan hilangnya fungsi. Hal tersebut disebabkan oleh substansi kimia yang dilepaskan oleh protein plasma dan sel. Protein plasma dan berbagai sel darah putih menyusup melalui dinding pembuluh darah kapiler dan masuk ke area jaringan yang cedera, area yang terinfeksi, atau area yang didalamnya terdapat benda asing. Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia, dan pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau agar dapat mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk, membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Barber, 2012).

Inflamasi (radang) biasanya dibagi dalam 3 fase yaitu inflamsi akut, respon imun, dan inflamsi kronis. Inflamsi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan, hal tersebut terjadi melalui media rilisnya serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun. Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis (Katzung, 2002). Sifat inflamasi akut dikarakteristikan dengan awitan yang cepat dan durasi yang singkat. Respon ini bertujuan untuk mengeluarkan debris dari jaringan, seperti mikroorganisme dan jaringan mati lainnya. Sedangkan pada inflamasi kronis, tubuh menggunakan pertahanan tubuh yang lebih spesifik dan ini terlihat dari jenis sel darah putihnya. Usaha untuk memperbaiki jaringan ini terilhat seperti


(17)

fibrosis akibat penempatan pita serbut kolagen yang tebal sebagai upaya keras tubuh untuk memulihakan lokasi cedera secara alami (Barber, 2012).

2.3. Kalium Diklofenak

2.3.1. Struktur Kalium Diklofenak Rumus struktur

Gambar 2.1. Rumus struktur Kalium Diklofenak

Nama Kimia : Potassium [o-(2,6-dichloroanilino)phenyl]acetate. Rumus Molekul : C14H10Cl2KNO2

Berat Molekul : 334.2

Pemerian : Bubuk Kristal putih atau sedikit kekuningan dan sedikit higroskopis

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alcohol, sedikit larut dalam aseton, dan bebas larut dalam metil alcohol

(Sweetman, 2009)

2.3.2. Farmakologi Kalium Diklofenak

Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang menyerupai florbiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek anti inflamasi, analgesik dan anti piretik. Diklofenak cepat


(18)

diabsorbsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Seperti flurbiprofen, obat ini berkumpul di cairan sinovial. Potensi diklofenak lebih besar dari pada naproksen. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis seperti artritis rematoid dan osteoartritis serta untuk pengobatan nyeri otot rangka akut (Katzung, 2002 ).

Mekanisme kerjanya, bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat. Asam lemak poli-tak jenuh ini kemudian untuk sebagian diubah oleh ezim cyclo-oksigenase menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi prostaglandin. Cyclo-Oksigenase terdiri dari dua iso-enzim, yaitu COX-1 (tromboxan dan prostacyclin) dan COX-2 (prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat di jaringan, antara lain dipelat-pelat darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat dijaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang. Penghambatan COX-2 lah yang memberikan efek anti radang dari obat NSAIDs. NSAID yang ideal hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan mukosa lambung).

2.3.3. Efek Samping

Efek samping yang dapat terjadi meliputi distres gastrointestinal, pendarahan gastrointestinal dan timbulnya ulserasi lambung, sekalipun timbulnya ulkus lebih jarang terjadi daripada dengan beberapa antiinflamasi non-steroid (AINS) lainnya. Peningkatan serum aminotransferases lebih umum terjadi dengan obat ini daripada dengan AINS lainnya. (Katzung, 2002).


(19)

2.3.4. Dosis

Penggunaan obat yang mengandung zat aktif kalium diklofenak dilakukan secara oral. Pada orang dewasa 2 – 3 kali sehari 100 – 150 mg. pada kasus yang lebih ringan atau pada anak yang berusia > 14 tahun 75 – 100 mg sehari. Tidak dianjurkan pada anak yang berusia < 14 tahun (ISO, 2010).

2.4. Disolusi

Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan pada suatu medium. Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera pada monografi pada sediaan tablet kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji disolusi. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi (Ditjen POM, 1995).

2.4.1. Komponen Alat Uji Disolusi

Beberapa komponen dalam alat uji disolusi yaitu:

a. Motor pengaduk yang kecepatannya dapat berubah.’

b. Keranjang baja stainless berbentuk silinder atau dayung untuk ditempelkan ke ujung pengaduk.

c. Bejana dari gelas atau bahan lain yang inert dan transparan dengan volume 100 ml, bertutup ditengah – tengahnya ada tempat untuk menempelkan pengaduk, dan ada dua lubang satu tempat zat dan satu menempatkan


(20)

thermometer. Penangas air yang sesuai untuk menjaga temperature pada media disolusi alam bejana.

(Voigh, R, 1994) 2.4.2. Metode Uji Disolusi

Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi. Dari jenis alat penggunaannya dari salah satu sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi yaitu:

a. Tipe keranjang

Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37° ± 0,5°C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap (Ditjen POM, 1995).

b. Tipe dayung

Bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi. Jarak


(21)

25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan (Ditjen POM, 1995).

Tabel 2.1. Tabel Penerimaan Uji Disolusi

Tahap Jumlah

yang Diuji

Kriteria Penerimaan

S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%

S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit dari Q – 15% dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q – 25%


(22)

2.4.3. Faktor yang mempengaruhi kelarutan zat aktif

Faktor – faktor yang mempengaruhi kelarutan zat aktif antara lain: a. Ukuran partikel

Ukuran partikel mencapai ukuran minimum, artinya cukup kecil agar permukaan kontak menjadi luas dan permukaan yang bersentuhan dengan medium disolusi sehingga semakin cepat zat aktif tersebut melarut.

b. Bentuk Kristal/amorf

Zat aktif dalam bentuk amorf lebih mudah larut dibandingkan dengan yang berbentuk Kristal sehingga mudah diabsorpsi dengan demikian memberikan efek terapi yang cepat.

(Devissaguet, J., dkk, 1993) 2.5. Spektrofotometri Ultraviolet

2.5.1 Teori Spekrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suaktu interaksi antara radiasi elektomagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, inframerah, dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah inframerah dekat 780-3000 nm, dan daerah inframerah 2,5-40 m atau 4000-250 cm-1 (Ditjen POM, 1995).

Spektroforometer UV-Vis adalah pengukuran intensitas sinar


(23)

ultraviolet dan cahayatampak memiliki energi yang cukup untuk

mempromosikan elektron pada kulitterluar ke tingkat energi yang lebih

tinggi.Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion

anorganik ataukompleks di dalam larutan.Spektrum UV-Vis mempunyai

daerah yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa

didapatkan dari spektrum ini.Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk

pengukuran secara kuantitatif.Konsentrasi dari senyawa (analit) di dalam

larutan bisa ditentukan denganmengukur absorban pada panjang

gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.Sinar

ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400nm (Dachriyanus,

2004).

2.5.2. Instrumentasi Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran didaerah spectrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu system optic dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalan jangkuan panjang gelombang 200 – 800 nm (Rohman,2007).

Menurut Khopkar (1990), suatu spektrofotometri tersusun dari: a. Sumber

Sumber yang biasanya digunakan untuk daerah UV adalah lampu deuterium pada panjang gelombang 190-350 nm.

b. Monokromator

Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang


(24)

diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapat yang diinginkan.

c. Sel Absorpsi

Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.

d. Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang.

2.5.3. Penggunaan Spektofotometri Ultraviolet

Spektrum UV-Vis dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif.

1. Aspek Kualitatif

Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak dalam analisis kualitatif sangat terbatas, karena rentang daerah radiasi yang sangat sempit (500 nm) hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena senyawa tidak diketahui, tidak memungkinkan.

Data yang diperoleh dari spektrofotometri Uv adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH dan pelarut yang kesemuanya dapat diperbandingkan dengan data yang diperoleh (Rohman, 2007).


(25)

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami enurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunana karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Rohman, 2007).


(26)

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1. Tempat Pengujian

Uji disolusi Kalium Diklofenak dalam sediaan tablet dengan metode Spektrofotometri Ultraviolet dilakukan di Laboratorium Pengujian Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPPOM) di Medan yang berada di Jalan Williem Iskandar Pasar V Barat No.2 Medan.

3.2. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah Alat disolusi metode dayung, Erlenmeyer 250 ml, Gelas ukur, Tissue,Beaker glass, Pipet tetes, Neraca analitik, Alat Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu UV-1800 Series.

3.3. Bahan

Bahan yang digunakan adalah aquadest, NaOH 0,2 N, Baku Pembanding Kalium Diklofenak BPFI dan sampel “Erphaflam Tablet”.

3.4. Sampel

 Nama contoh : Tablet Erphaflam

 Wadah/Kemasan : Kotak/10 Strip @10 tablet


(27)

 No. Batch : C 2514024

 No Reg : DKL1006414216A1

 Komposisi : setiap 1 tablet mengandung 50 mg Kalium Diklofenak

 Kadaluarsa : May 2018  Produksi : PT. Erlimpex

3.5. Prosedur

3.5.1. Pembuatan Larutan Baku

Ditimbang Kalium Diklofenak BPFI sebanyak 50 mg, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml. Add– kan dengan larutan cairan usus buatan tanpa enzim hingga garis tanda.

3.5.2. Pembuatan Cairan Usus Buatan Tanpa Enzim

Ditimbang 6,8 gr KH2PO4 . dilarutkan dalam 250 ml air. Ditambah 190 ml NaOH 0,2 N. Ditambahkan 400 ml air. Diatur pH hingga 7,5 ± 0,1 dengan penambahan NaOH 0,2. Addkan dengan air hingga volume 1000 ml (United States Pharmacopecial Convention, 2011).

3.5.3. Pembuatan Larutan Uji

Pembuatan larutan uji dilakukan dengan menggunakan alat disolusi metode dayung. Dimasukkan 900 ml cairan usus buatan tanpa enzim ke dalam masing-masing vessel. Setelah suhu 37,0ºC ± 0,5 dimasukkan tablet ke dalam vessel. Motor diatur pada kecepatan konstan 50 rpm selama 60 menit (United States Pharmacopecial Convention, 2011).


(28)

3.5.4. Pengukuran Absorbansi Sampel

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat spektrofotometri uv Shimadzu-1800. Sampel di ukur pada panjang gelombang 276 nm dengan menggunakan larutan cairan usus buatan tanpa enzim sebagai blanko (United States Pharmacopecial Convention, 2011).

3.6. Perhitungan Kadar

 Perhitungan Uji Disolusi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: Q = FK x Au

Ket: FK= Faktor Koreksi Au = Absorbansi Uji

 Perhitungan Faktor Koreksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: FK = V x

x x

x 100 %

Ket: FK = Faktor Koreksi

V = Volume media disolusi Fu = Faktor Pengenceran uji Fb = Faktor Pengenceran Baku Bb = Bobot baku

Ab = Absorbansi Baku Kb = Kadar Baku Ke = Kadar Etiket


(29)

3.7. Persyaratan

Persyaratan hasil uji disolusi Tablet Kalium Diklofenak menurut United States Pharmacopeia (USP) edisi XXXIV Vol. 2 adalah ≥ Q + 5%, dimana nilai Q=75% maka syaratnya yaitu ≥80%.


(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil uji disolusi Kalium Diklofenak dalam sediaan tablet dengan menggunakan Spektrofotometri UV, diperoleh:

UD Kalium Diklofenak (Q=75%) No Media Fu Fb BB

Abs.

Baku KB KE FK

Abs

Uji Q (%) 1 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3438 102.3716% 2 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3438 102.3716% 3 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3313 98.6495% 4 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3125 93.05153% 5 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3255 96.92248% 6 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3251 96.80337% Tabel 4.1. Kadar Kelarutan Kalium Diklofenak dalam Media Disolusi

Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap penetapan kadar kelarutan Kalium Diklofenak dengan metode Spektrofotometri UV diperoleh kadar kelarutan kalium Diklofenak sebesar 102,37%, 102,37%, 98,64%, 93,05%, 96,92%, dan 96,80%.

Spektrum hasil pengujian dari spektrofotometri UV dapat dilihat pada lampiran 2 Sedangkan perhitungan kadar kelarutan Kalium Diklofenak dapat dilihat pada lampiran 1.

4.2. Pembahasan

Kalium diklofenak mempunyai efek penurunan volume udem paling kuat karena obat golongan diklofenak merupakan obat antiinflamasi yang terkuat daya anti radangnya dibandingkan dengan obat antiinflamasi yang lainnya. Kalium diklofenak sangat cepat


(31)

larut dalam air sehingga pemberian obat kalium diklofenak cepat diserap secara lengkap dan sempurna di dalam lambung, kadar plasma tertinggi dicapai 2 jam setelah pemberian oral dengan waktu paruh 1-3 jam, dimana diklofenak kurang lebih bekerja selektif, artinya lebih kuat menghambat COX-2 dari pada COX-1 (Wilmana, 1995; Tjay dan Rahardja, 2002).

Dari hasil uji disolusi yang dilakukan, diperoleh bahwa Kalium Diklofenak dalam sediaan tablet memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh United States Pharmacopeia (USP) edisi XXXIV Vol. 2. Kadar kalium diklofenak yang diperoleh yaitu 102,37%, 102,37%, 98,64%, 93,05%, 96,92%, dan 96,80%. Kadar aktif yang terlarut tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam United States Pharmacopeia (USP) edisi XXXIV Vol. 2, dimana jumlah ke 6 sampel yang diuji memenuhi persyaratan yaitu tidak satu pun kadar yang diperoleh kurang dari Q + 5% yaitu 75% + 5% = 80%. Maka dapat disimpulkan bahwa tablet kalium diklofenak 50 mg PT. Erlimpex tersebut memenuhi syarat karena dapat melarut dengan baik dan dapat terjadi absorbs di lambung dan usus sesuai dengan efek terapi yang ditetapkan.

Pada pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat. Sediaan obat yang berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapetik yang diharapkan. Salah satu persyaratan mutu adalah harus memenuhi persyaratan kadar seperti yang tercantum dalam Farmakope Indonesia. Prosedur penetapan kadar dan pengujian diberikan untuk menetapkan kesesuaian dengan persyaratan identitas, kadar, mutu dan kemurnian yang tertera pada Farmakope (Ditjen POM, 1995).


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil percobaan uji disolusi kalium diklofenak dalam tablet dengan metode spektrofotometri UV, diketahui bahwa tablet yang diuji memiliki kadar kelarutan 102,37%, 102,37%, 98,64%, 93,05%, 96,92%, dan 96,80%. Dapat disimpulkan bahwa tablet kalium diklofenak yang diuji tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh United States Pharmacopeia (USP) edisi XXXIV Vol. 2 yakni kadar kelarutan Kalium Doklofenak dalam tablet > Q + 5%, dimana Q = 75% maka syarat kelarutan yang diperbolehkan yaitu > 80%.

5.2. Saran

Uji disolusi suatu sediaan obat sebaiknya dilakukan dengan berbagai metode misalnya menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) agar dapat dibandingkan hasilnya.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (2000). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 210, 212-213.

Barber, Paul., Dkk. (2012). Intisari Farmakologi untuk Perawat. Jakarta: EGC. Hal: 91-92.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Hal.1, 7, 8.

Devissaguet, J., Dkk. (1993). Farmasetika – Biofarmasi. Surabaya: Airlangga University Press. Hal: 154-156.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 6, 1085, 1061.

ISO. (2010). Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Hal: 1-2.

Katzung, Bertram G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 449-450, 462.

Khopkar, S. M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Hal. 225-227.

Rohman, Abdul. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal: 240, 261-262.

Sweetman, Sean C. (2009). Martindale: The Complate Drug Referance. Thirty-Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press. Page: 44.

Tjay, T.H., dan Rahardja,K..(2002). Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek-

Efek Sampingnya. Cetakan Kedua. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit PT. Elex

Media Komputindo. Hal: 308.

United States Pharmacopecial Convention. (2011). The United States Pharmacopecial 34- National Formulary 29 (USP 34 – NF 29). 34th Edition. Rockville USA: United States Pharmacopecial Convention Inc. Page: 2544.

Wilmana, F. P.. (2007). Analgesik-Antipiretik Analgesik Antiinflamasi Nonsteroid dan

Obat Pirai. Dalam Farmakologi dan Terapi. Editor: Ganiswara, S.G. Edisi ke-5.

Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 207-208

Voigh, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 127.


(1)

3.5.4. Pengukuran Absorbansi Sampel

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat spektrofotometri uv Shimadzu-1800. Sampel di ukur pada panjang gelombang 276 nm dengan menggunakan larutan cairan usus buatan tanpa enzim sebagai blanko (United States Pharmacopecial Convention, 2011).

3.6. Perhitungan Kadar

 Perhitungan Uji Disolusi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: Q = FK x Au

Ket: FK= Faktor Koreksi Au = Absorbansi Uji

 Perhitungan Faktor Koreksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: FK = V x

x x

x 100 % Ket: FK = Faktor Koreksi

V = Volume media disolusi Fu = Faktor Pengenceran uji Fb = Faktor Pengenceran Baku Bb = Bobot baku

Ab = Absorbansi Baku Kb = Kadar Baku Ke = Kadar Etiket


(2)

Persyaratan hasil uji disolusi Tablet Kalium Diklofenak menurut United States Pharmacopeia (USP) edisi XXXIV Vol. 2 adalah ≥ Q + 5%, dimana nilai Q=75% maka syaratnya yaitu ≥80%.


(3)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil uji disolusi Kalium Diklofenak dalam sediaan tablet dengan menggunakan Spektrofotometri UV, diperoleh:

UD Kalium Diklofenak (Q=75%)

No Media Fu Fb BB

Abs.

Baku KB KE FK

Abs

Uji Q (%)

1 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3438 102.3716%

2 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3438 102.3716%

3 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3313 98.6495%

4 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3125 93.05153%

5 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3255 96.92248%

6 900 5 500 5.241 0.2782 87.81 50 297.7649 0.3251 96.80337%

Tabel 4.1. Kadar Kelarutan Kalium Diklofenak dalam Media Disolusi

Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap penetapan kadar kelarutan Kalium Diklofenak dengan metode Spektrofotometri UV diperoleh kadar kelarutan kalium Diklofenak sebesar 102,37%, 102,37%, 98,64%, 93,05%, 96,92%, dan 96,80%.

Spektrum hasil pengujian dari spektrofotometri UV dapat dilihat pada lampiran 2 Sedangkan perhitungan kadar kelarutan Kalium Diklofenak dapat dilihat pada lampiran 1.

4.2. Pembahasan

Kalium diklofenak mempunyai efek penurunan volume udem paling kuat karena obat golongan diklofenak merupakan obat antiinflamasi yang terkuat daya anti radangnya


(4)

dan sempurna di dalam lambung, kadar plasma tertinggi dicapai 2 jam setelah pemberian oral dengan waktu paruh 1-3 jam, dimana diklofenak kurang lebih bekerja selektif, artinya lebih kuat menghambat COX-2 dari pada COX-1 (Wilmana, 1995; Tjay dan Rahardja, 2002).

Dari hasil uji disolusi yang dilakukan, diperoleh bahwa Kalium Diklofenak dalam sediaan tablet memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh United States Pharmacopeia (USP) edisi XXXIV Vol. 2. Kadar kalium diklofenak yang diperoleh yaitu 102,37%, 102,37%, 98,64%, 93,05%, 96,92%, dan 96,80%. Kadar aktif yang terlarut tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam United States Pharmacopeia (USP) edisi XXXIV Vol. 2, dimana jumlah ke 6 sampel yang diuji memenuhi persyaratan yaitu tidak satu pun kadar yang diperoleh kurang dari Q + 5% yaitu 75% + 5% = 80%. Maka dapat disimpulkan bahwa tablet kalium diklofenak 50 mg PT. Erlimpex tersebut memenuhi syarat karena dapat melarut dengan baik dan dapat terjadi absorbs di lambung dan usus sesuai dengan efek terapi yang ditetapkan.

Pada pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat. Sediaan obat yang berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapetik yang diharapkan. Salah satu persyaratan mutu adalah harus memenuhi persyaratan kadar seperti yang tercantum dalam Farmakope Indonesia. Prosedur penetapan kadar dan pengujian diberikan untuk menetapkan kesesuaian dengan persyaratan identitas, kadar, mutu dan kemurnian yang tertera pada Farmakope (Ditjen POM, 1995).


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil percobaan uji disolusi kalium diklofenak dalam tablet dengan metode spektrofotometri UV, diketahui bahwa tablet yang diuji memiliki kadar kelarutan 102,37%, 102,37%, 98,64%, 93,05%, 96,92%, dan 96,80%. Dapat disimpulkan bahwa tablet kalium diklofenak yang diuji tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh United States Pharmacopeia (USP) edisi XXXIV Vol. 2 yakni kadar kelarutan Kalium Doklofenak dalam tablet > Q + 5%, dimana Q = 75% maka syarat kelarutan yang diperbolehkan yaitu > 80%.

5.2. Saran

Uji disolusi suatu sediaan obat sebaiknya dilakukan dengan berbagai metode misalnya menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) agar dapat dibandingkan hasilnya.


(6)

Anief, Moh. (2000). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 210, 212-213.

Barber, Paul., Dkk. (2012). Intisari Farmakologi untuk Perawat. Jakarta: EGC. Hal: 91-92.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Hal.1, 7, 8.

Devissaguet, J., Dkk. (1993). Farmasetika – Biofarmasi. Surabaya: Airlangga University Press. Hal: 154-156.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 6, 1085, 1061.

ISO. (2010). Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Hal: 1-2.

Katzung, Bertram G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 449-450, 462.

Khopkar, S. M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Hal. 225-227.

Rohman, Abdul. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal: 240, 261-262.

Sweetman, Sean C. (2009). Martindale: The Complate Drug Referance. Thirty-Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press. Page: 44.

Tjay, T.H., dan Rahardja,K..(2002). Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek- Efek Sampingnya. Cetakan Kedua. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Hal: 308.

United States Pharmacopecial Convention. (2011). The United States Pharmacopecial 34- National Formulary 29 (USP 34 – NF 29). 34th Edition. Rockville USA: United States Pharmacopecial Convention Inc. Page: 2544.

Wilmana, F. P.. (2007). Analgesik-Antipiretik Analgesik Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai. Dalam Farmakologi dan Terapi. Editor: Ganiswara, S.G. Edisi ke-5. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 207-208

Voigh, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 127.