Metode Penelitian Pengertian Arbitrase

M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir. Menurut Priyatna Abdurrasyid, ketua BANI yang diperiksa pertama kali adalah klausul arbitrase. Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan menentukan apakah suatu sengketa akan diselesaikan melalui jalur arbitrase. Priyana menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase dibuat setelah sengketa timbul. 11

F. Metode Penelitian

1. SifatBentuk Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertamam dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum sekunder, yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa pasar modal di luar pengadilan Alternatif Dispute Resolution, khususnya lembaga arbitrase. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam persektif hukum perdata khususnya yang terkait dengan masalah penyelesaian sengketa pasar modal dengan menggunakan lembaga arbitrase. 2. Data 11 Yahya Harahap, Arbitrase Ditinjau dari Reglement Acara Perdata, Peraturan Prosedur BANI, ICSID, dan Peraturan Arbitrase UNCITRAL, Sinar Grafika, Jakarta, 2001. hal 23 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Bahan atau data yang diteliti berupa data sekunder yang terdiri dari: a. bahansumber primer berupa peraturan perundang-undangan, buku, kertas kerja. b. Bahansumber sekunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan informasi yang mendukung penulisan skripsi ini. 3. Tehnik Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan library research, yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika penulisangambaran isi skripsi ini sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang, perumusan M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 masalah, keaslian penulisan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, dan diakhiri dengan metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II ARBITRASE SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengertian arbitrase dan arbitrase internasional, perjanjian dan bentuk klausula arbitrase, keuntungan dan kelemahan arbitrase, tata cara pengangkatan arbiter, hukum acara arbitrase dan badan arbitrase nasional Indonesia.

BAB III TINJAUAN UMUM PRAKTEK PASAR MODAL DI

INDONESIA Pada bagian ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengertian pasar modal dan penujang pasar modal, pelaku-pelaku dan profesi penunjang pasar modal, instrument atau produk pasar modal, instrument derivatif di dalam pasar modal Indonesia dan mekanisme perdagangan pasar modal Indonesia.

BAB IV TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN LEMBAGA

ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL DI INDONESIA Pada bagian ini dibahas mengenai transaksi benturan kepentingan di dalam pasar modal, penyelesaian sengketa di pasar modal melalui lembaga arbitrase sebagai APS Alternatif Penyelesaian Sengketa di M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 luar pengadilan, serta eksistensi dan masa depan lembaga arbitrase sebagai APS alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam penyelesaian sengketa pasar modal di Indonesia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil dari pembahasan dan penguraian skripsi ini secara keseluruhan. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009

BAB II ARBITRASE SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENYELESAIAN

SENGKETA DI LUAR PENGADILAN

A. Pengertian Arbitrase

Kata arbitrase berasal dari bahasa latin yaitu “arbitrare” yang artinya kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut “kebijaksanaan”. Dikaitkannya istilah arbitrase dengan kebijaksanaan seolah-olah memberi petunjuk bahwa majelis arbitrase tidak perlu memperhatikan hukum dalam menyelesaikan sengketa para pihak, tetapi cukup berdasarkan kebijaksanaan. 12 Dalam penjelasan UU No. 30 tahun 1999 disebutkan bahwa jika arbiter diberi kebebasan untuk memberikan putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan, maka peraturan perundang-undangan dapat dikesampingkan. Akan tetapi dalam hal tertentu hukum memaksa dwi ngende regels harus diterapkan dan tidak dapat disimpangi oleh arbiter. Jika arbiter tidak diberi kewenangan untuk menjatuhkan putusan Dalam memeriksa dan memutus suatu sengketa, arbiter atau majelis arbitrase selalu mendasarkan diri apda hukum, yaitu hukum yang telah dipilih oleh para pihak yang bersengketa choice of law. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa para arbiter apabila dikehendaki oleh para pihak, memutus atas dasar keadilan dan kepatutan ex aequo et bono. 12 Subekti, Arbitrase perdagangan, Binacipta, Bandung, 1981. hal. 1-3. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 berdasarkan keadilan dan kepatutuan, maka arbiter hanya dapat memberi putusan bedasarkan kaidah hukum materil sebagaimana dilakukan oleh hakim Banyak penulis mencoba mendefenisikan arbitrase dari suatu pandang yang berbeda. Ada yang mengartikan arbitrase sebagai peradilan swasta, pengadilan pengusaha, perwasitan dan lain-lain. Jika diperhatikan, esensi berbagai pendapat para penulis tersebut tidak berbeda secara signifikan, karena mengacu pada pilihan penyelesaian sengketa komersial berdasarkan kesepakatan. Secara umum arbitrase adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih menyerahkan sengketa mereka kepada satu orang atau lebih yang imparsial disebut arbiter untuk memperoleh suatu putusan final dan mengikat. Dari pengertian itu terdapat tiga hal yang harus dipenuhi, yaitu: 1. adanya suatu sengketa 2. kesepakatan untuk menyerahkan ke pihak ketiga 3. putusan final dan mengikat akan dijatuhkan Menurut mertokusumo, arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang berkepentingan untuk menyerahkan sengketa mereka kepada seorang wasit atau arbiter. 13 Definisi lainnya tentang arbitrase, adalah suatu tindakan hukum dimana ada pihak yang menyerahkan sengketa atau selisih pendapat antara dua orang atau lebih maupun dua kelompok atau lebih kepada seseorang atau beberapa ahli yang Di sini kata wasit digunakan sebagai pihak ketiga yang netral dalam memutus perselisihan. 13 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999. hal. 144. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 disepakati bersama dengan tujuan memperoleh suatu keputusan final dan mengikat. 14 Dari pengertian pasal 1 butir 1 tersebut diketahui pula bahwa dasr dari arbitrase adalah perjanjian di antara para pihak sendiri, yang didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1338 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa apa yang telah diperjanjikan oleh para pihak mengikat mereka sebagai undang-undang. Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Di sini arbiter disebut sebagai ahli, yang keputusannya final dan mengikat. Dalam pasal 1 butir 1 UU No. 30 tahun 1999 disebutkan: “arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Dari rumusna tersebut daspat disimpulkan bahwa sengketa yang dapat dibawa pada arbitrase adalah sengketa yang bersifat keperdataan. Para pihak telah menyepakati secara tertulis, bahwa mereka, jika terjadi perkara mengenai perjanjian yang mereka buat, akan memilih jalan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan tidak berperkara di depan peradilan umum. Dengan demikian, yang dilakukan adalah untuk memutuskan pilihan forum, yaitu yurisdiksi dimana suatu sengketa akan diperiksa dan bukan pilihan hukum. 15 Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase, baik 14 Prayitna Abdurrasyid, Arbitrase Alternatif Penyelesaian Sengketa: Suatu Pengantar, Fikahati Aneka, Jakarta, 2002. hal. 16 15 sudikno, Op.Cit. hal. 5 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 arbitrase yang bersifat sementara Ad-hoc maupun sebuah badan permanent institusi merupakan praktik yang sudah sangat lama dikenal dalam dunia perdagangan. Sebuah arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang sengaja dibentuk untuk tujuan berarbitrase, misalnya UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa APS, atau arbitrase UNCITRAL UNCITRAL Arbitration Rules, dan lain-lain, serta seringkali dibentuk setelah sengketa timbul, maka ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebut berlaku bagi sengketa mereka. Di samping itu, aturan tentang prosedur arbitrase Ad-hoc dapat disusun oleh para pihak sendiri atau oleh majelis arbitrase, atau kombinasi di antara keduanya. Arbitrase Ad-hoc bersifat sementara dan berakhir pada saat dijatuhkannya putusan atas sengketa tersebut. Pada umumnya arbitrase Ad-hoc ditentukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prsedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak. Jadi, penggunaan arbitrase Ad-hoc pun perlu diperhatikan dalam sebuah klausula arbitrase. Di samping itu, yang lebih dikenal dan sering digunakan adalah arbitrase institusi, yaitu suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase baik yang bersifat nasional, seperti badan arbitrase nasional Indonesia BANI, maupun badan arbitrase internasional, seperti the rules of arbitration dari the international chamber of M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 commerce ICC di Paris, the arbitration rules dari the international centre for settlement of investment disputes ICSID di Washington, dan lain-lain. Badan-badan arbitrase nasional dan internasional tersebut memiliki peraturan dan sistem arbitrase sendiri. Jadi, dalam transaksi bisnis saat ini para pihak tidak dapat dengan bebas, misalnya memilih arbiter yang akan menangani sengketa, karena mereka terikat pada lembaga yang bersifat mengatur arbitrase tersebut, misalnya jika para pihak telah mencantumkan BANI di Indonesia sebagai badan arbitrase yang akan menangani sengketa, maka ketentuan-ketentuan arbitrase BANI berlaku bagi mereka, baik ketentuan mengenai pemilihan arbiter, tata cara atau prosedur pelaksanaan arbitrase, biaya yang harus dibayar, dan lain-lain. Pengertian arbitrase institusi diatur dalam pasal 1 angka 8, yaitu: “lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. Lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Pengertian di atas cukup membingungkan khususnya dari perspektif internasional karena bukan lembaga badan tersebut yang memberikan putusan atas sengketa tertentu, arbiter atau majelis arbitraselah atas nama badan arbitrase tersebut yang memutuskan sengketa para pihak. Dalam pasal 34 UU No. 30 tahun 1999 disebutkan: M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 1. penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para pihak; 2. penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih, kecuali ditetapkan oleh para pihak. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ketentuan-ketentuan dalam UU No. 30 tahun 1999 tersebut tidak akan digunakan jika para pihak telah menentukan salah satu lembaga arbitrase institusi bagi penyelesaian sengketa mereka. Masing-masing lembaga arbitrase yang ditunjuk akan menangani sengketa sesuai dengan peraturan dan ketentuan acaranya. Dengan kata lain, undang-undang arbitrase nasional Indonesia hanya berfungsi jika para pihak tidak menunjuk sebuah lembaga arbiter tertentu. Dari rumusan di atas, terlihat bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan memilih lembaga arbitrase dari berbagai badan arbitrase, baik nasional maupun internasional, selain ada kebebasan menentukan sendiri aturan- aturan dan acara yang berlaku bagi arbitrase. Sehubungan dengan pengertian tentang kelembagaan arbitrase, secara luas telah disepakati bahwa suatu arbitrase dikategorikan internasional jika memenuhi salah satu atau lebih syarat sebagai berikut: 16 16 Prayitna Abdurrasyid, Op.Cit. hal 22 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 a. keorganisasiannya, yaitu suatu organisasi yang para anggotanya adalah negara- negara, sehingga bersifat internasional, misalnya arbitrase ICSID yang berkedudukan di Washington merupakan arbitrase internasional karena ia dibentuk oleh negara-negara peserta berdasarkan the convention on settlement of investment dispute between states and nationals of other states. b. Proses beracaranya, yaitu tata cara atau prosedur persidangannya dilaksanakan menurut ketentuan atau peraturan, yang bebas dari sistem hukum negara di tempat keberadaan arbitrase tersebut, misalnya arbitrase the international chamber of commerce ICC yang berkedudukan di Paris adalah arbitrase internasional karena negara-negara anggotanya menyepakati ketentuan ICC terlepas dari sistem hukum Perancis. c. Tempatnya, yaitu dalam kenyataannya apakah tempat arbitrase tersebut berhubungan dengan lebih dari satu yurisdiksi, atau apakah terdapat unsur yurisdiksi asing di dalamnya. Artinya, mengingat tempatnya suatu arbitrase dianggap internasional, apabila: 1. para pihak saat membuat perjanjian arbitrase mempunyai tempat usaha di negara-negara yang berlainan 2. tempat arbitrase yang ditentukan dalam perjanjian arbitrase letaknya di luar negara tempat para pihak mempunyai usaha mereka. Dalam UNCITRAL model law 1985, pasal 1 ayat 3 menyebutkan, bahwa: suatu arbitrase dikatakan internasional jika memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 a. para pihak yang terlibat dalam perjanjian arbitrase mempunyai tempat kegiatan bisnis di negara yang berbeda, pada saat penandatanganan perjanjian “… their place of business in different state”, atau b. satu dari beberapa tempat berikut berada di luar negara dimana para pihak mempunyai tempat kegiatan bisnisnya, yaitu 1. tempat arbitrase jika ditentukan di dalam perjanjian arbitrase 2. setiap tempat dimana kewajiban terbesar dari hubungan komersial akan dilaksanakan, atau tempat dimana masalah yang disengketakan memiliki hubungan terdekat “… which the subject – matter of the disput e is most closely connected” atau c. para pihak secara tegas setuju bahwa ruang lingkup dari perjanjian arbitrase berhubungan dengan lebih satu negara “… relates to more than one country”. Dalam kaitan dengan hal tersebut, jika salah satu pihak mempunyai lebih dari satu tempat usaha, maka tempat usaha yang dipakai adalah yang memiliki hubungan terdekat dengan perjanjian arbitrase. Tetapi jika salah satu pihak tidak mempunyai tempat usaha, maka alamat ditujukan pada alamat dimana ia biasanya tinggal. 17 Ketentuan arbitrase internasional tersebut tidak mempengaruhi hukum negara lain yang melarang sengketa tertentu untuk diserahkan pada arbitrase. Misalnya untuk Indonesia, sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa pasal 5 ayat 1 UU No. 30 tahun 1999 menentukan ruang lingkup sengketa yang dapat ditangani oleh arbitrase. 17 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009

B. Perjanjian dan Bentuk Klausula Arbitrase