M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
memiliki kepentingan yang berbenturan dengan kepentingan emiten atau perusahaan publik.
B. Penyelesaian Sengketa di Pasar Modal Melalui Lembaga Arbitrase Sebagai
APS Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Alternatif penyelesaian sengketa APS atau alternative dispute resolution ADR adalah suatu cara penyelesaian sengketa di samping cara yang pada umumnya
ditempuh oleh masyarakat pengadilan. Alternatif penyelesaian sengketa dibuat juga alternatif penyelesaian di luar pengadilan, meksipun dewasa ini penerapan salah satu
mekanisme alternatif penyelesaian sengketa, yakni mediasi telah diterapkan pula sebagai bagian dari proses persidangan perdata.
40
Alternatif penyelesaian sengketa mempunyai beberapa mekanisme yang bisa dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa, di antaranya yang paing
popular adalah:
41
1. negosiasi, adalah istilah lain dari musyawarah untuk mufakat. Semua orang,
secara alamiah, cenderung untuk menempuh cara ini ketika menghadapi perselisihan dengan pihak lain sebelum cara lain
2. pendapat mengikat, adalah pendapat yang diberikan oleh pihak ketiga yang
dianggap netran dan ahli atas permintaan para pihak untuk memberikan
40
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perjanjian Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1998. hal. 25
41
Gary Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, dalam Arbitrase Dividen Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hal. 10
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
penafsiran mengenai suatu ketentuan yang kurang jelas di dalam perjanjian agar di antara para pihak tidak terjadi lagi perbedaan penafsiran.
3. mediasi, adalah cara penyelesaian sengketa melalui perundingan di antara
para pihak dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut mediator, dengan tujuan tercapainya kesepakatan damai dari pihak
bersengketa. Berbeda dengan hakim dan arbiter, mediator hanya bertindak sebagai fasilitator pertemuan dan tidak memberikan keputusan atas sengketa
para pihak sendiri yang memegan kendali dan menentukan hasil akhirnya, apakah akan berhasil mencapai perdamaian atau tidak.
4. arbitrase, adalah cara penyelesaian sengketa dengan cara menyerahkan
kewenangan kepada pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut arbiter, untuk memeriksa dan mengadili sengketa pada tingkat pertama dan
terakhir. Arbitrase mirip dengan pengadilan, dan arbiter mirip dengan hakim pada proses peradilan.
Perkembangan alternatif penyelesaian sengketa antara satu negara dengan negara lain berbeda-beda, namun selalu ada kaitannya dengan kondisi social, politik,
ekonomi, hukum, ekonomi dan kelengkapan infrastruktur teknologi dan transportasi dari negara yang bersangkutan. Selain perbedaan kondisi, tetap ada kesamaan
mengenai faktor pendorongnya, yakni sebagai akibat kebutuhan pelaku usaha mengenai penyelesaian yang efisien dari segi waktu dan biaya, dan sebagai akibat
dari keterbatasan pengadilan dan demokratisasi hukum, serta sinergi dari kedua faktor pendorong tersebut.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Alternatif penyelesaian sengketa adalah mekanisme yang baru berkembang dan dikembangkan seiring dengan kemajuan transaksi komersial kebutuhan pelaku
usaha, meskipun mungkin secara histories sudah muncul lebih dahulu daripada institusi pengadilan bentukan negara. Di Indonesia praktek arbitrase sudah dikenal
sebelum perang dunia II namun masih jarang dipakai karena kurangnya pemahaman masyarakat dan tidak ada keyakinan tentang manfaatnya.
42
a. Negosiasi
Dari segi konsep, manfaat mekanisme yang tersedia di dalam lebih banyak dan fleksibel daripada pengadilan, para pihak bisa memilih mana yang paling disuka,
yang paling cocok dan sesuai dengan kebutuhan:
Di dalam proses negosiasi tidak ada keterlibatan, campur tangan atau intervensi pihak ketiga, perundingan dilaksanakan secara langsung antara para pihak
yang berselisih. Negosiasi adalah cara pertama untuk menghindari berkembangnya permasalahan menjadi sengketa yang lebih serius lagi. Syarat terpenting dari
negosiasi yang efektif adalah kesetaraan posisi tawar bargaining position. Apabila hal itu tidak ada, maka sangat diperlukan adanya kehendak willingness dari pihak
yang mempunyai posisi tawar yang lebih kuat untuk mau mendengar pihak lainnya dan tidak bersifat take-it-or-leave-it.
Ada kemungkinan negosiasi menghadpi deadlock ketika para pihak tidak mencapai mufakat dan tidak melanjutkan perundingan. Dalam hal ini APS
42
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Jakarta, 1982. hal. 20
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
menyediakan mekanisme lain yang bisa dipilih oleh para pihak untuk melanjutkan penyelesaian sengketanya, yatu pendapat mengikat, mediasi dan arbitrase.
43
b. Pendapat Mengikat
Sesuai dengan namanya, pendapat mengikat bersifat mengikat bagi para pihak yang memintanya. Pendapat mengikat cocok menjadi pilihan bagi para pihak
terhadap perselisihan yang berkenaan dengan perbedaan penafsiran perjanjian. Mekanisme ini masih merupakan produk yang bersifat kontraktual oleh
karena itu setiap tindakan yang bertentangan dengan pendapat mengikat yang telah diberikan oleh pihak ahli dianggap sebagai cidera janji wan prestasi. Jika hal itu
terjadi, APS menyediakan mekanisme lain yang bisa dipilih oleh para pihak untuk melanjutkan penyelesaian sengketa, yaitu mediasi dan arbitrase.
c. Mediasi
Keunggulan dari mediasi adalah kehadiran mediator sehingga memungkinkan para pihak didengar secara seimbang, parapihak merasa mempunyai kesetaraan
posisi, para pihak merasa terlibat aktif dalam proses perundingan, dan mempermudah tercapainya win-win solution. Keunggulan inilah yang menyebabkan mediasi banyak
diterapkan untuk menyelesaikan perselisihan yang ada stagnasi komunikasi dan ketidaksetaraan posisi tawar, misalnya antara kosumen dengan produsen, nasabah
kecil dengan bank, masyarakat korban pencemaran dengan pabrik, dan sebagainya. Bahkan pemerintahan di banyak negara dengan sengaja mendorong mediasi pada
sector tertentu sehingga mediasi tidak sekedar pilihan para pihak tetapi sudah
43
Gary Goodpaster, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, Elips Project, Jakarta, 1993. hal. 14
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
merupakan anjuran bahkan diwajibka oleh pemerintah. Namun bukan berarti bahwa mediasi hanya cocok untuk kasus semacam itu, bahkan mediasi juga sukses
menyelesaikan persengketaan antara perusahaan besar seperti antara Singapore Airlines dengan British Airways. Persengketaannya adalah mengenai hak cipta first
class seats, kedua belah pihak empat memprosesnya ke pengadilan, namun akhirnya sepakat menyelesaikannya secara damai. SIA dan BA tidak memberikan penjelasan
mengenai rincian penyelesaian yang mereka capai. Ketika negosiasi mengalami kegagalan, mediasi layak untuk dipilih sepanjang
untuk:
44
1. para pihak masih yakin dapat menyelesaikan permasalahan berdasarkan win-
win solution, bukan benar salah menurut hukum 2.
para pihak masih menghendaki terpeliharanya hubungan baik danatau kontrak di antara mereka, dan
3. yang dibutuhkan para pihak hanya kehadiran mediasi untuk membantu
mereka demi kelancaran perundingan. Mediasi tidak selalu berhasil mencapai kesepakatan damai, bagaimanapun tetap ada
kemungkinan terjadinya deadlock. Atau keadaan lain, misalnya kesepakatan damai tercapai namun tidak ditaati oleh salah satu pihak. Jika ini terjadi, APS menyediakan
mekanisme lain yang bisa dipilih oleh para pihak untuk melanjutkan penyelesaian sengketanya, yaitu arbitrase.
d. Arbitrase
44
Ibid, hal. 21
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Apabila mediasi mengalami kebuntuan, arbitrase layak dipilih oleh para pihak untuk melanjuti proses penyelesaian sengketa sepanjang:
45
1. para pihak sudah tidak dapat lagi melanjutkan perundingan
2. para pihak menghendaki cara penyelesaian yang lebih mempertimbangkan
benar salah menurut hukum namun tidak kaku dalam mengambil dasarpenerapan hukum atas dasar keadilan dan keputusan, tidak semata-
mata atas dasar ketentuan hukum 3.
para pihak menghendaki keputusan yang final dan mengikat namun melalui prosedur yang lebih fleksibel dan efisien dari segi waktu dan biaya
dibandingkan pengadilan 4.
para pihak menghendaki persengketaannya diperiksa dan diputus oleh orang yang ahli bukan generalist yang ditunjuk sendiri oleh mereka, dan
5. para pihak menghendaki pemeriksaan yang bersifat tertutup untuk umum
Arbiter memegang posisi penting dalam proses arbitrase karena ia yang akan memeriksa dan mengadili mengambil putusan atas sengketa yang diajukan
kepadanya. Arbiter ditunjuk atas dasar keahlian dan kompetensinya. Dalam menjalankan tugasnya, arbiter harus menjunjung tinggi kode etik, bersikap adil, netral
dan mandiri, bebas dari pengaruh tekanan pihak manapun, serta bebas dari benturan kepentingan dan afilitasi, baik dengan salah satu pihak yang bersengketa maupun
dengan persengketaan yang bersangkutan. Apabila hal-hal tersebut dilanggar maka arbiter yang bersangkutan harus berhenti atau diberhentikan dari tugasnya.
45
Huala Adolf, Arbitrase Dagang Internasional, Rajawali Press, Jakarta, 1994. hal. 46.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Berbeda dengan negosiasi dan mediasi yang masih mungkin tidak berhasil, arbitrase pasti akan menghasilkan suatu keputusan terhadap sengketa yang diperiksa
karena arbiter berwenang untuk itu bahkan dalam hal ketidakhadiran pihak termohon sekalipun. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengikat para pihak. Dengan demikian terhadap putusan arbitrase tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali.
46
a. Kepastian Hukum
Berdasarkan penjelasan secara teorikonsep di atas, alternatif penyelesaian sengketa mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan pengadilan, yakni efektifitas
waktu dan biaya, prosedur yang lebih sederhana, lebih fleksibel, banyak ditentukan atas dasar kesepakatan para pihak, kerahasiaan, dan hasilputusan yang cepat bahkan
ada yang bersifat final dan mengikat. APS lebih fleksibel diterapkan pada semua sector kehidupan, dari komersial sampai kehidupan keluarga.
Berdasarka penjelasan di atas, alternatif penyelesaian sengketa mempunyai manfaat lebih, namun kenyataannya tidak serta merta bahwa konsep alternatif
penyelesaian sengketa dengan mudah berkembang di tengah masyarakat. Faktor kemanfaatan lainnya yang menjadi persoalan bagi masyarakat adalah bagaimana
kepastian hukum dan hasil nyata dari praktek alternatif penyelesaian sengketa.
Masyarakat percaya bahwa putusan pengadilan pasti mempunyai kekuatan hukum dan dpat dipaksakan pelaksanannya terhadap pihak yang tidak
menjalankannya secara sukarela. Namun masyarakat sanksi apakah alternatif
46
Ibid, hal. 24
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
penyelesaian sengketa juga punya kekuatan yang sama seperti layaknya putusan pengadilan, apakah putusan arbitrase sama kuatnya dengan putusan pengadilan.
Berikut ini penjelasan mengenai kepastian hukum alternatif penyelesaian sengketa dan hasil-hasilnya:
47
1. Kepastian hukum negosiasi dan mediasi
Bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang pada dasarnya akarnya adalah perundingan dan hasilnya berupa kesepakatan, seperti negosiasi dan mediasi,
efektifitasnya tentu akan sangat tergantung dari itikad baik para pihak mentaati hasil- hasil perundingankesepakatan tersebut. Secara teori mestinya tidak mungkin ada
kesepakatan damai yang tidak dipatuhi dan dijalankan oleh salah satu pihak karena untuk mencapai kesepakatan damai sudah merupakan kerelaan dari parapihak untuk
win-win solution, apalagi tidak ada paksaan sedikitpun dari pihak ketiga dalam menentukan hasil akhir dari proses perundingan. Setiap tindakan salah satu pihak
yang bertentangan dengan hasil perundingan merupakan tindakan cidera janji wanprestasi.
Undang-undang yang mengatur dasar-dasar mediasi di Indonesia adalah UU No. 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa
UUAAPS, dalam bab II pasal 6. UUAAPS secara jelas menyatakan bahwa mediasi sangat tergantung dari irikad baik para pihak, dan hasilnya sangat tergantung dari
kehendak para pihak. Tidak ada ancaman jika salah satu pihak tidak menjalankan
47
Suyud Margono, ADR dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000. hal. 72.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
kesepakatan mediasi selain ancaman tuntutan wanprestasi dari pihak yang berkepentingan.
Namun khusus untuk mediasi yang pelaksanaannya dianjurkan oleh regulator melalui peraturan yang dibuat oleh regulator yang bersangkutan, ada sedikit
pengecualian yakni adanya unsur paksaan dari regulator kepada pihak perusahaan khususnya dalam bentuk kewajiban untuk melaksanakan dan ancaman sanksi jika
tidak dilaksanakan. Contohnya adalah Peraturan Bank Indonesia No. 85PBI2006, 20 januari 2006, pasal 13 jo pasal 16. Eksistensi mediasi di Indonesia semakin
dikukuhkan dengan diterbitkannya Perma No. 2 tahun 2003 dimana semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk lebih dahulu
diselesaikan melalui mediasi. Bentuk paksaan lain adalah seperti yang diatur dalam peraturan dan acara
BAPMI. Pasal 18 peraturan tersebut menyatakan bahwa jika salah satu pihak tidak melaksanakan kesepakatan mediasi, maka pihak yang berkepentingan dapat
menyampaikan pengaduan kepada pengurus dari asosiasiorganisasi dimana ia menjadi anggota, dan selanjutnya kepada badan pengawas pasar modal dan
asosiasiorganisasi dimana pihak yang tidak bersedia melaksanakan menjadi anggota. Tindakan ini lebih merupakan sanksi social.
2. Kepastian hukum arbitrase
Keraguan yang mendasar terhadap putusan arbitrase adalah apakah putusan yang dikatakan final dan mengikat itu benar-benar bisa langsung dilaksanakan, bisa
dieksekusi, termasuk juga terhadap putusan arbitrase asing apakah benar-benar diakui
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
oleh negara dimana putusan tersebut akan dilaksanakan. Apakah sistem hukum suatu negara mengakui putusan arbitrase. Keraguan masyarakat ini terpengaruh tidak hanya
karena keterbatasan pemahaman mengenai arbitrase, tetapi juga karena banyaknya pemberitanaan mengenai putusan arbitrase yang tidak dipenuhi atau bertele-tele – bad
news is a good news – padahal lebih banyak putusan arbitrase yang lancar dilaksanakan.
Keraguan itu sangat mengganggu apalagi mengingat bahwa pengguna dari arbitrase sebagian besar adalah pelaku usaha yang sering melakukan transaksi bisnis
internasional. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tingkat internasional PBB mengeluarkan convention on the recognition and enforcement of foreign arbitral
award tahun 1958, atau yang dikenal dengan new york convention. Konvensi ini mewajibkan negara penandatangan atau yang meratifikasi untuk menghormati
putusan arbitrase asing berdasarkan asas resiprositas. New York Convention menanamkan prinsip-prinsip umum mengenai arbitrase, kewenangan arbitrase dasar
mengenai arbitrase internasional juga dimuat dalam UNCITRAL model law. Kedua sumber inilah yang banyak diadopsi oleh lembaga-lembaga arbitrase
internasional.dan negara-negara di dunia dalam membuat peraturan perundang- undangan mengenai arbitrase di negara masing-masing.
48
Prinsip-prinsip umum arbitrase antara lain sebagai berikut:
49
48
Sudargo Gautama, Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di Indonesia, Eresco, Bandung, 1989. hal. 12
49
Ibid, hal. 15.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
a. syarat utama arbitrase adalah adanya kesepakatan para pihak bahwa sengketa
akan diselesaikan melalui arbitrase perjanjian arbitrase, tanpa perjanjian tersebut maka arbitrase tidak berwenang menangani persengketaan dimaksud
b. pengadilan tidak berwenang menangani persengketaan yang telah terikat
dengan perjanjian arbitrase c.
para pihak yang telah terikat oleh perjanjian arbitrase tidak mempunyai hak lagi untuk mengajukan perkara ke pengadilan
d. arbiter bewenang memutus perkara, bahkan dalam hal ketidakhadiran salah
satu pihak e.
putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta mengikat
f. intervensi seminim mungkin dari pengadilan terhadap pertimbangan arbiter,
namun ada dukungan dari pengadilan untuk pelakanaan putusan arbitrase g.
arbiter dipilih oleh para pihak h.
para pihak mempunyai kesempatan yang sama untuk didengar pendirian dan penjelasannya
i. pemeriksaan arbitrase berlangsung dalam kerangka waktu yang ditetapkan di
awal j.
para pihak bebas memilih tempat, acara dan bahasa yang dipergunakan dalam arbitrase
k. putusan arbitrase dapat dimohonkan banding dengan alasan tertentu yang
ditetapkan dalam undang-undang.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Pengakuan terhadap arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa lainnya di Indonesia bisa dilihat pada ratifikasi Indonesia atas New York Convention melalui
Keppres No. 34 tahun 1981, pasal 3 ayat 1 UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, bagian penjelasan bahwa UU ini tidak menutup kemungkinan
penyelesaian perkara dilakukan di luar pengadilan negara melalui perdamaian atau arbitrase, dan telah diberlakukannya undang-undang khusus yakni UU alternatif
penyelesaian sengketa sejak berlakunya UU No. 30 Tahun 1999. UU alternatif penyelesaian sengketa, sebagaimana halnya negara lain dan
lembaga-lembaga alternatif penyelesaian sengketa, mempunyai kesamaan prinsip- prinsip umum. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat arbiter memang pada
mulanya ditujukan bagi pelaku bisnis yang tidak mengenal batas-batas negara, yang menjalankan bisnis sesuai dengan kelaziman praktek yang diterima secara umum di
dalam transaksi internasional. Kita hampir tidak menemukan perbedaan yang prinsip antara UU alternatif penyelesaian sengketa dengan New York Convention atau
UNCITRAL model law atau ICC Rules on arbitration, begitu pula dengan peraturan acara BAPMI, BANI dan banyak lembaga arbiter lainnya.
Di samping peraturan perundang-undangan, pengadilan di Indonesia dan mahkamah agung sebenarnya juga banyak memberikan dukungan terhadap arbitrase
domestic maupun asing, baik penguatanpengakuan terhadap perjanjian arbitrase, penegasan terhadap kompetensi absolute arbitrase, dan juga pelaksanaan putusan
arbitrase.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Berdasarkan uraian di atas, arbitrase dan putusannya telah mendapatkan kepastian hukum oleh peraturan perundang-undangan maupun pengadilan di
Indonesia, dan bahwa ketentuan mengenai arbitrase di dalam UU alternatif penyelesaian sengketa, peraturan acara BAPMI, BANI dan lembaga arbitrase
nasional di Indonesia sudah sesuai dengan kelaziman praktek yang diterima secara umum di dalam transaksi internasional, sehingga tidak perlu dikhawatirkan lagi.
Praktek arbitrase di Amerika Serikat
Dari artikel pada consumer news, spring 2002, dikatakan bahwa pada umumnya di AS di awal tahun 1970-an telah banyak digembar-gemborkan bahwa
arbitrase adalah metode penyelesaian yang hemat waktu dan biaya. Namun pada saat itu para pihak yang bersengketa enggan untuk mempercayai arbiter, mereka lebih
condong kepada hakim yang memang sudah berpengalaman mengadili persengketaan daripada menyerahkan kepada arbiter yang putusannya tanpa bisa dibanding.
50
Kini keadaannya sudah sangat berubah, para hakim lebih sering menyarankan para pihak untuk menempuh arbitrase, banyak hakim yang beralih profesi mejnadi
arbiter, kontrak-kontrak yang disodorkan oleh advokat sering memasukkan klausula arbitrase, termasuk kontrak polis asuransi. Arbitrase berkembang sangat pesat tidak
terbendung, bahkan dikatakan “booming”, diterapkan secara luas hampir di semua sector perdata. Pada bidang-bidang tertentu yang terkait dengan pelyanan dan
kepentingan publik, khususnya konsumen, klaim keuangan yang kecil-kecil, dan
50
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
perburuhan, di banyak negara bagian sudah diharuskan melalui mekanisme di luar pengadilan mandatory sifatnya.
Untuk menggambarkan bagaimana persepsi masyarakat AS terhadap arbitrase dibanding pengadilan, berdasarkan Harris Interactive Survey, US Chamber Institute
of Legal Reform, April 2005, yang merupakan survey terhadap respondent yang pernah menjalani arbitrase:
51
1. responden terbanyak dari kalangan berpendidikan college, penghasilan USD
50,000-99,999 pertahun, dan usia 45-54 2.
74 responden menyatakan arbitrase lebih cepat, 6 mengatakan lebih lambat dan 12 mengatakan sama saja, sisa tidak tau.
3. 63 menyatakan lebih simpel, 8 mengatakan lebih kompleks dan 17
mengatakan sama saja, sisa tidak tau. 4.
51 menyatakan lebih murah, 8 mengatakan lebih mahaldan 11 mengatakan sama saja, sisa tidak tau.
5. 35 menyatakan lebih simpel, 30 mengatakan cukup puas dan 15
mengatakan tidak puas, sisa tidak tau. 6.
54 menyatakan puas dengan kinerja arbiter, 27 mengatakan cukup puas dan 11 mengatakan tidak puas.
7. 48 menyatakan putusan arbitrase sangat fair, 24 mengatakan cukup fair
dan 25 mengatakan tidak puas, sisanya tidak tau
51
Gatot P. Soemartono, Finalitas Putusan Arbiter Internasional: Analisis Pasal 52 Konvensi ICSID, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum “Era Hukum”, Tahun IVNo. 13, Jakarta, 1997. hal. 45
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
8. 66 menyatakan akan menggunakan arbitrase lagi, 19 mengatakan kapok,
sisanya tidak tau 9.
yang kalah 30 tetap bersedia menggunakan arbitrase di lain kesempatan 10.
yang kalah 40 menganggap proses arbitrase fair, dan 21 puas dengan keputusan arbitrase
11. 45 dari responden menempuh arbitrase karena saran dari advokat, 19
karena tertulis di kontrak, 16 atas inisiatif sendiri, 10 atas saran dari pihak lawan, dan 5 atas saran dari pengadilan
12. 33 putusan arbitrase tidak berupa uang, 15 bernilai lebih dari USD
50,000, 13 di bawah USD 1,000, selebihnya bervariasi di antara angka tersebut;
Survey yang lain tahun 2003 Roper ASW menunjukkan bahwa 66 orang Amerika mengaku sudah mengetahui aware mengenai arbitrase sebagai alternatif
penyelesaian sengketa, dan 64 mengatakan akan memilih arbitrase daripada pengadilan. Faktor yang mendorong perkembangan arbitrase dan bentuk alternatif
penyelesaian sengketa lainnya di AS adalah:
52
1. proses pengadilan yang sangat kompleks dan lama, akibatnya biaya beracara
sangat mahal-biaya terbesar dari fee advokat 2.
keterbatasan anggaran pengadilan-pengadilan di AS yang menyebabkan pengurangan pegawai, hakim dan harijadwal sidang, sehingga berdampak
serius kepada akses public kepada keadilan national arbitration forum, 2005
52
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
3. kenyataan praktek bahwa arbitrase jauh lebih efisien dari segi waktu dan biaya
daripada pengadilan 4.
perkembangan demokrasi yang pada decade terakhir memberikan perhatian yang lebih kepada masyarakat kecil dan kepentingan public seperti pada isu-
isu konsumen dan buruh, membuktikan bahwa APS merupakan mekanisme yang cocok untuk melindungi kepentingan publik semacam itu
5. dukungan dari hakim dan mahkamah agung melalui putusan-putusan yang
melindungi dan menguatkan klausula arbitrase, termasuk pengakuan terhadap klausula arbitrase yang dibuat melalui e-mail dan website
6. dukungan dari kongres, parlemen, negara bagian dan korporasi dalam
mengendorse alternatif penyelesaian sengketa, termasuk sweetener bagi penggunaan arbitrase, misalnya fee arbiter ditanggung oleh
perusahaanasuransi, biaya arbitrase lainnya dibagi 50:50.
Praktek Mediasi dan Arbitrase di Singapura
Singapore international arbitration centre SIAC berdiri pada tahun 1991, adalah salah satu contoh kisah sukses lembaga arbitrase. SIAC telah menunjukkan
perkembangan yang sangat berarti dan menjadi pusat arbitrase di kawasan asia pasifik. Berdasarkan catatan statistic diambil dari www.siac.org.sg., pada tahun
pertama berdiri Singapore international arbitration centre SIAC hanya menangani 2 sengketa, dan kini rata-rata 70-80 sengketa pertahun, dengan perbandingan 40
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
transaksi domestic dan 60 transaksi internasional. Total sampai dengan tahun 2005 sudah menangani 879 persengketaan perdata.
53
Pengalaman Singapore international arbitration centre SIAC Singapore mediation centre SMC menunjukkan dua faktor penting dalam membangun
lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang kuat: Perkembangan mediasi di Singapura melalui Singapore mediation centre
SMC juga tidak kalah dengan Singapore international arbitration centre SIAC. SMC berdiri pada tahun 1997. Menurut data yang dipublikasikan melalui websitenya,
sampai dengan april 2006 telah menangani lebih dari 1000 sengketa, dan 75 berhasil diselesaikan. Keberhasilan itu berdampak kepada penghembatan biaya pada
pengadilan berkurangnya perkara sampai dengan 18 juta, begitu pula pada sisi para pihak, bukan hal yang aneh jika rata-rata mereka bisa menghemat 80.000.
54
1. modal stabilitas politik dan sosial, kuatnya rule of law, lingkungan dan
fasilitas bisnis serta ekonomi yang nyaman, kelengkapan infrastruktur teknologi informasi, kemudahan transportasi, dan masyarakat yang multi
rasial yang dimiliki oleh Singapura adalah lingkungan yang sangat mendukung berkembangnya APS. Faktor lain yang secara langsung
mendukung APS adalah sistem hukum yang mengakui dan menghormati keputusan arbitrase internasional, dukungan yang maksimal dari pengadilan
terhadap putusan-putusan arbitrase, intervensi pengadilan yang sangat minim
53
www.siac.org.sg, tanggal 2 agustus 2005
54
Teuku Mohammad Radhie, Pengantar Umum Transaksi Bisnis Internasional, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, 1990, hal. 16
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
terhadap pelaksanaan putusan-putusan arbitrase, dan pembebasan pajak atas fee arbiter.
2. pengelolaan organisasi yang baik dengan memperhatikan kebutuhan
pengguna. Fasilitas perkantoran dan persidangan di SIACSMC sangat modern dan lengkap, standar prosedur beracara dan administrasi yang tertib,
arbitermediator dengan kualifikasi internasional, dan skema biaya dan komisi yang kompetitif. SIACSMC mampu mengembangkan kegiatannya dengan
menyediakan pelatihan APS, dan menyediakan layanan ruang sidang dan adminitrasi untuk perkara dari lembaga lain yang menyewa tempat di SIAC.
C. Eksistensi dan Masa Depan Lembaga Arbitrase Sebagai APS Alternatif