46
5.1 Karakteristik Informan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa informan yang terpilih sudah sesuai dengan azas kesesuaian, yang mana sampel yang dipilih dalam
penelitian ini yaitu informan yang memiliki peranan dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks remaja dan berkaitan dengan topik penelitian.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dilihat karakteristik informan berdasarkan umur yaitu 1 informan berusia 32 tahun, 1 informan berusia 48 tahun, 1 informan
berusia 30 tahun, 1 informan berusia 24 tahun, 1 informan berusia 27 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa guru di SMA Negeri 1 Kotanopan bervariasi dalam hal umur.
Karakteristik informan berdasarkan jenis kelamin informan perempuan lebih terbuka dari pada laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari rangkaian jawaban yang
diberikan pada saat wawancara. Informan perempuan lebih menerima dan memberikan jawaban-jawaban yang jelas, sedangkan informan laki-laki sedikit
tertutup dengan jawaba-jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Dilihat dari pendidikan terakhir informan diketahui bahwa semua informan menamatkan S1.
Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi gambaran pengetahuan dan sikap terhadap perilaku seksual remaja.
5.2 Pengetahuan Informan tentang Perilaku Seksual Remaja
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan 5 informan dapat diketahui bahwa pengertian informan tentang perilaku seksual memiliki arti yang sama.
Informan mengartikan bahwa perilaku seksual adalah perilaku yang di dorong hasrat seksual, seperti yang di ungkapkan informan berikut :
Universitas Sumatera Utara
47
“Tingkah laku yang didorong hasrat seksual.Baik dengan sesama jenis ataupun lawan jenisnya,menurut ibuk demikian
”
Informan lain mengatakan :
“Perilaku seksual ya? Perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh lawan jenis yang tidak dalam ikatan pernikahan yang kebiasaan
dilakukan anak zaman sekarang yang masih berpacaran sudah ada
yang melakukan seks diluar nikah menurut bapak ya gitu”
Sarlito 2006 mengatakan bahwa perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis.
Bentuk-bentuk tingkah laku ini beraneka ragam mulai dari perasaan tertarik hingga kencan, bercumbu, dan bersenggama.
Wimpie Pangkahila 2001 berpendapat, perilaku seksual adalah suatu bentuk keinginan seseorang yang mengarah pada hubungan seksual. Dorongan
seksual mulai muncul pada masa remaja karena pengaruh hormon seks, khususnya hormon testoterone.
Perilaku seksual merupakan tingkah laku yang didorong oleh keinginan atau hasrat seksual yang muncul dalam dirinya yang diwujudkan dengan
melakukan aktifitas yang mengacu adrenalin kearah seksual dengan menggunakan bagian alat tubuh untuk memuaskan hasrat seksualnya atau dengan berfantasi
untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru mengartikan perilaku seksual
berdasarkan pengalaman, pemahaman yang mereka dapatkan baik dari literatur maupun pelatihan yang diberikan, yang mana perilaku seksual adalah perilaku
yang menyimpang yang seharusnya diberikan kepada remaja di sela-sela materi pelajaran berupa arahan, ajaan, didikan, pemberian informasi-informasi tentang
Universitas Sumatera Utara
48
perubahan yang terjadi secara biologis dalam diri remaja, hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dampak dari perbuatan yang tidak baik dan memotivasi
remaja untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat guna meningkatkan potensi diri bagi remaja. luarga remaja bersangkutan.
5.3 Sikap tentang Perilaku Seksual Remaja