subjek berdasarkan penggunaan data diri asli. Untuk variabel tendensi atribusi bermusuhan, subjek yang tidak mencantumkan data diri asli juga memiliki
tendensi atribusi bermusuhan lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang mencantumkan data diri asli, dan juga ada perbedaan signifikan tendensi
atribusi bermusuhan ditinjau berdasarkan penggunaan data diri asli p sign = 0,007 0,05. Namun untuk variabel perilaku tweet war tidak ditemukan
perbedaan yang signifikan tingkat perilaku tweet war subjek ditinjau dari penggunaan data diri asli di Twitter p sign = 0,194 0,05.
IV. D. PEMBAHASAN
Penelitian ini membahas peran tendensi atribusi bermusuhan dalam memediasi hubungan antara penolakan sosial dan perilaku tweet war. Hipotesis
dalam penelitian ini adalah “tendensi atribusi bermusuhan memediasi hubungan antara penolakan sosial dan perilaku tweet war
”. Hasil analisis data mendukung hipotesis penelitian dimana didapatkan bahwa hubungan antara penolakan sosial
dan perilaku tweet war dimediasi oleh tendensi atribusi bermusuhan, dan didapatkan bahwa tendensi atribusi bermusuhan merupakan mediator penuh pada
hubungan keduanya, artinya perilaku tweet war merupakan hasil dari tendensi atribusi bermusuhan, dimana saat tendensi atribusi bermusuhan dikontrol
penolakan sosial tidak lagi memiliki peran yang signifikan dalam munculnya perilaku tweet war. Hal ini sesuai dengan pernyataan Baron Kenny 1986 yang
menyatakan bahwa mediasi sempurna terjadi apabila variabel bebas tidak memiliki efek terhadap variabel terikat saat variabel mediator dikontrol.
Universitas Sumatera Utara
Munculnya perilaku agresi yang kini banyak terjadi terutama di media sosial, diketahui disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah penolakan
sosial, dimana saat seseorang mengalami penolakan, ia akan mengembangkan reaksi kompensatoris dalam bentuk dendam serta mencari keenakan hidup dengan
cara-cara yang mengundang perhatian Kartono dalam Soliha, 2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku tweet war bukan muncul karena
adanya penolakan sosial yang terjadi pada diri seseorang, namun karena adanya tendensi atribusi bermusuhan yang meningkat karena hasil penolakan sosial
tersebut. Penolakan secara emosional menyakitkan karena sifat sosial dan kebutuhan
dasar manusia untuk diterima dalam kelompok. Abraham Maslow dalam Leary, 2001 dan teori lain menyatakan bahwa kebutuhan akan cinta dan memiliki adalah
motivasi dasar manusia, dan individu juga menginginkan orang lain menerimanya hingga pada level tertentu. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini membuat seseorang
mengembangkan perilaku maladaptif dan sikap bermusuhan untuk dapat mempertahankan dirinya di lingkungan sosial. Sikap bermusuhan ini muncul
karena adanya proses kognitif yang dikembangkan seseorang karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasarnya untuk diterima oleh orang lain, inilah yang
disebut dengan tendensi atribusi bermusuhan, dimana seseorang memiliki kecenderungan untuk mengartikan perilaku ambigu orang lain dengan cara
bermusuhan. Perilaku tweet war yang saat ini sangat sering terjadi merupakan salah satu
bentuk dari perilaku agresi yang dilakukan di media sosial twitter. Muncul atau
Universitas Sumatera Utara
tidaknya perilaku agresi sangat bergantung pada proses interpretasinya terhadap suatu stimulus, dimana proses kognitif sangat penting dalam pembentukan
respons Krahe, 2005. Proses interpretasi stimulus merupakan bentuk dari atribusi yang dilakukan seseorang, dan karena kecenderungan yang dimiliki
seseorang untuk mengatribusikan suatu perilaku dengan cara yang bermusuhan, maka muncullah perilaku tweet war. Interaksi dalam bentuk tulisan di Twitter
membuat proses kognitif dan atribusi sangat penting dalam menentukan bentuk perilaku yang muncul, hal ini pula yang menjelaskan bahwa tendensi atribusi
bermusuhan sebagai hasil dari penolakan sosial menyebabkan munculnya perilaku tweet war pada seseorang.
Dari penelitian ini pula dapat diketahui bahwa penolakan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 4,4 dalam memunculkan perilaku tweet war.
Adapun penolakan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 10,6 dalam meningkatkan tendensi atribusi bermusuhan. Diketahui pula bahwa penolakan
sosial dan tendensi atribusi bermusuhan secara bersama-sama memberikan sumbangan efektif sebesar 20,5 dalam memunculkan perilaku tweet war. Hal
ini menjelaskan bahwa penolakan sosial menyebabkan munculnya tendensi atribusi bermusuhan, dan tendensi atribusi bermusuhan menyebabkan munculnya
perilaku tweet war. Hasil tambahan yang didapatkan dalam penelitian ini adalah ada
perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan pada tingkat penolakan sosial. Leary 2001 menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan akan beradaptasi
dengan sebuah penolakan dengan cara yang berbeda. Dimana wanita akan
Universitas Sumatera Utara
cenderung menghindar selama adanya penolakan namun kemudian akan bekerja keras saat mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan evaluasi orang lain
terhadap mereka. Sebaliknya, laki-laki akan cenderung untuk menyibukkan diri mereka dengan manipulasi objek seperti melihat dompet ketika mereka
diabaikan, berkata pada orang lain bahwa mereka tidak peduli, dan merasa bahwa mereka tidak perlu meningkatkan status mereka. Respon yang berbeda dari laki-
laki dan perempuan pada sebuah penolakan ini yang menyebabkan adanya perbedaan yang signifikan tingkat penolakan sosial pada laki-laki dan perempuan.
Selain jenis kelamin, juga ada perbedaan yang signifikan tingkat penolakan sosial berdasarkan penggunaan data diri asli di Twitter, terlihat bahwa
subjek yang tidak mencantumkan data diri asli memiliki mean lebih tinggi pada penolakan sosial dibandingkan dengan subjek yang mencantumkan data diri asli.
Hal ini merupakan salah satu temuan dalam penelitian ini dimana subjek yang mengalami penolakan sosial lebih tinggi memilih untuk memiliki akun anonim
dengan tidak mencantumkan data diri asli di jejaring sosialnya. Hal ini dijelaskan oleh Leary 2001 bahwa orang yang mengalami penolakan sosial sebagian besar
memilih internet sebagai salah satu media agar mereka dapat memenuhi kebutuhan akan penerimaan, karena anonimitas dalam interaksinya membuat
mereka merasa lebih nyaman. Untuk variabel tendensi atribusi bermusuhan didapatkan bahwa ada
perbedaan tendensi atribusi bermusuhan berdasarkan penggunaan data diri asli di akun twitternya. Dimana hal ini juga merupakan salah satu temuan dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini dimana subjek dengan tendensi atribusi bermusuhan yang tinggi akan lebih cenderung memiliki akun anonim yang tidak mencantumkan data diri
aslinya. Hal ini disebabkan karena orang yang memiliki kecenderungan untuk mengatribusikan perilaku orang lain secara bermusuhan akan dekat dengan
perilaku agresi Krahe, 2005 dan agresivitas seseorang akan meningkat saat mereka merasa anonim Zimbardo dalam Dittmann, 2004. Orang yang memiliki
tendensi atribusi bermusuhan tinggi akan cenderung menyukai interaksi anonim karena berkurangnya tanggung jawab sosial, dan orang lain tidak mengetahui
identitas mereka saat mereka melakukan hal-hal yang berhubungan dengan kecenderungan bermusuhan.
Perilaku tweet war dapat dibedakan berdasarkan status sosial dan durasi penggunaan twitter. Pada status sosial, ditemukan ada perbedaan yang signifikan
pada tingkat perilaku tweet war, dan mean tertinggi ada pada subjek dengan status sosial pengangguran. Berdasarkan pada hipotesis frustrasi-agresi yang
dikemukakan Berkowitz dalam Fischer, Greitemeyer Frey, 2008 penelitian Fischer, Greitemeyer Frey 2008 mendapatkan bahwa ada hubungan antara
agresi dengan tidak memiliki pekerjaan, dimana orang yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki uang serta kegiatan yang berarti akan merasa
frustrasi dan menjadi agresi. Selain berdasarkan status sosial, perilaku tweet war juga dapat dibedakan
berdasarkan durasi penggunaan twitter, semakin lama durasi yang dihabiskan seseorang di twitter, maka semakin tinggi kemungkinan dirinya terlibat dalam
Universitas Sumatera Utara
interaksi di twitter, baik yang positif maupun yang negatif, salah satunya adalah perilaku tweet war. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dr.
Chih-Hung Ko dalam Norton, 2009 dari Kaohsiung Medical University terhadap lebih dari 9.400 remaja Taiwan, remaja yang disibukkan dengan waktu internet
mereka mungkin lebih rentan terhadap perilaku agresif, lebih jauh lagi, kegiatan chatting online, game, dan berinteraksi di forum online berhubungan dengan
perilaku agresi. Berdasarkan gambaran subjek dalam penelitian, didapatkan pula bahwa
subjek penelitian ini memiliki tingkat penolakan sosial, tendensi atribusi bermusuhan, dan perilaku tweet war yang lebih rendah dibandingkan orang pada
umumnya, terlihat dari mean empirik yang lebih kecil dibandingkan dengan mean hipotetik. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dalam penelitian ini dimana
mayoritas partisipan penelitian berasal dari kelompok yang memiliki skor penolakan sosial, tendensi atribusi bermusuhan, dan perilaku tweet war yang
rendah, sehingga tidak dapat menggambarkan populasi dengan baik. Peneliti selanjutnya diharapkan mampu mendapatkan partisipan yang lebih dapat
menggambarkan keadaan populasi.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V. A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasaannya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil utama penelitian:
a. Hubungan antara penolakan sosial dengan perilaku tweet war dimediasi penuh oleh tendensi atribusi bermusuhan. Perilaku tweet war yang muncul
pada orang dengan penolakan sosial yang tinggi merupakan hasil dari adanya kecenderungan untuk mengatribusikan suatu stimulus dengan cara
bermusuhan yang muncul karena tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang untuk diterima oleh orang lain.
2. Hasil tambahan penelitian
a. Pada hasil tambahan didapatkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada variabel penolakan sosial berdasarkan jenis kelamin dan penggunaan data
diri asli. Sedangkan pada tendensi atribusi bermusuhan, ada perbedaan yang signifikan ditinjau dari penggunaan data diri asli di twitter. Kemudian pada
variabel perilaku tweet war, ada perbedaan yang signifikan ditinjau dari status sosial dan durasi penggunaan twitter.
Universitas Sumatera Utara