BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di SMP kecamatan Medan Timur dan Medan Tuntungan, subjek penelitian berjumlah 324 orang yang terdiri dari usia 12-14 tahun. Jumlah
anak laki-laki 171 orang 52,8, perempuan 153 orang 47,2. Kelompok anak usia 12 tahun 107 orang 33, usia 13 tahun 112 orang 34,6, usia 14 tahun 105
orang 32,4 Tabel 2. Data hasil penelitian diperoleh rerata pengalaman karies kelompok I adalah
1,51±0,50, kelompok II 4,29±1,59 dan kelompok III 4,08±2,30 dengan rerata PUFA 1,82±1,0 Tabel 3. Data yang diperoleh anak dengan decay yang tinggi yaitu 1,44,
3,98, dan 3,50 karena kurangnya pengetahuan, motivasi dari orangtua terhadap kesehatan rongga mulut anak dan pola makan anak yang tidak teratur. Data dengan
filling pada anak yang rendah karena minimnya kesadaran orangtua untuk melakukan perawatan gigi yang mengalami karies, dan anak tidak pernah mengeluh sakit gigi
pada orangtua. Data penelitian Billy et al pada 71 anak usia 12-14 tahun didapat rerata DMFT anak tanpa PUFA 3,52; hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang
didapat.
29
Data penelitian pada anak kelompok PUFA, rerata karies mencapai Pulpa 1,69, Ulserasi 0,01, Fistula 0,04, dan Abses 0,06 , dengan rerata PUFA 1,82 ± 1,00
Tabel 4. Rerata pengalaman karies mencapai pulpa mempunyai nilai yang paling besar disebabkan kurangnya perhatian orangtua dan anak untuk merawat gigi yang
telah mengalami karies dini, sehingga motivasi dari orang tua sangat diperlukan agar anak dapat melakukan kontrol berkala ke dokter gigi apabila terdapat gigi yang
mengalami karies untuk segera dilakukan penambalan sebagai bentuk pencegahan agar karies tidak berlanjut. Penelitian menurut Monse et al pada 50 anak didapat
rerata PUFA 1; hasil yang didapat tidak berbeda jauh dengan peneliti.
9
Data hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan indeks massa tubuh pada kelompok anak DMFT tanpa PUFA dan anak yang memiliki PUFA dengan nilai
Universitas Sumatera Utara
yang signifikan yaitu p0,05. Kelompok DMFT ≤2 tanpa PUFA didapati anak yang
termasuk dalam kategori kurus sebanyak 13 anak 12, normal 70 anak 64,8dan gemuk25 anak 23,1. Pada kelompok anak DMFT 2 tanpa PUFA anak yang
termasuk kategori kurus 15 anak 13,9, normal 69 anak 63,9 dan gemuk 24 anak 22,2. Pada kelompok anak yang memiliki PUFA didapat anak yang
termasuk dalam kategori kurus sebanyak 30 anak 27,8, normal 56 anak 51,9, dan gemuk 22 anak 20,4 Tabel 4. Indeks massa tubuh dibawah normal terbesar
terdapat pada kelompok III yaitu anak yang memiliki PUFA sebesar 27,8, kelompok II sebesar 13,9 dan kelompok I 12 Tabel 4. Hasil ini sesuai dengan
peneltian Benzian et al bahwa anak dengan infeksi odontogenik pufaPUFA memiliki resiko mengalami penurunan IMT. Hal ini mungkin disebabkan karena anak
yang memiliki indeks PUFA akan merasakan rasa sakit sehingga asupan makanan berkurang karena anak tidak mau makan mengakibatkan penurunan berat badan, sulit
tidur, kegiatan menjadi terbatas, mengurangi konsentrasi belajar, dan kualitas hidup.
8.13
Data penelitian pada kelompok DMFT dengan indeks massa tubuh anak, dengan koefisien korelasinya -0,098 dan tidak terdapat hubungan yang bermakna
Tabel 5. Hasil ini sejalan dengan penelitian Tramini et albahwa tidak ada hubungan antara karies dengan indeks massa tubuh IMT. Hubungan yang tidak signifikan
dapat disebabkan oleh nutrisi anak, genetik, dan pola makan anak.
10
Data penelitian pada kelompok PUFA dengan indeks massa tubuh anak, koefisien korelasi -0,167Tabel 5 dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
rerata PUFA dengan rerata IMT. Hasil penelitian sesejalan dengan penelitian Rohiniet al bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara PUFA dengan IMT
dengan nilai p=0,499. Hal ini dapat terjadi karena anak yang memiliki PUFA sedikit. Rasa sakit yang dialami anak akibat karies yang tidak dirawat tidak hanya
mempengaruhi IMT tetapi dapat disebabkan faktor nutrisi yang diperoleh anak berbeda-beda, faktor genetik anak, dan pola makan anak.
11,13
Hasil penelitian tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kelompok DMFT tanpa PUFA berdasarkan usia Tabel 7. Hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa rerata DMFT tanpa PUFA meningkat seiring bertambahnya usia anak yaitu usia 12 tahun rerata DMFT tanpa PUFA 2,82
± 1,34, usia 13 tahun 2,84 ± 2,03, dan usia 14 tahun 3,04 ± 1,99. Hasil yang diperoleh sesuai dengan faktor
proses terjadinya karies yaitu waktu, semakin lama host gigi terpapar dengan lingkungan yang menyebabkan terjadinya karies, semakin tinggi untuk terkena karies.
Usia yang semakin tinggi maka resiko untuk terkena karies juga tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mohammed et al menunjukkan bahwa
semakin bertambah usia maka rerata DMFT semakin meningkat.
15
Data penelitian yang diperoleh tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara PUFA dengan usia. Kemungkinan hal ini terjadi karena anak pada
usia 12-14 tahun memiliki tingkat pemahaman terhadap kesehatan gigi dan mulut hampir sama sehingga sikap dan perilaku dalam menjaga kebersihan dan kesehatan
rongga mulut tidak mempunyai banyak perbedaan. Penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara DMFT tanpa
PUFA berdasarkan jenis kelamin, anak laki-laki memiliki rerata DMFT tanpa PUFA 3,03
± 2,07 dan anak perempuan 2,76 ± 1,47 Tabel 8. Anak laki-laki memiliki rerata DMFT tanpa PUFA lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Anak
perempuan cenderung lebih memperhatikan kesehatan gigi dan mulut dibandingkan dengan anak laki-laki. Perilaku menjaga kesehatan gigi dan mulut anak perempuan
lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki karena dipengaruhi perbedaan psikologis anak. Anak laki-laki diduga cenderung lebih tidak memperhatikan keadaan
diri termasuk kesehatan gigi dan mulut. Anak perempuan cenderung memiliki tingkat kecemasan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Tingkat
kecemasan anak yang tinggi menyebabkan anak perempuan lebih berusaha mengurangi rasa takutnya dengan mencari, melakukan tindakan preventif dan kuratif
melakukan perawatan gigi dibandingkan anak laki-laki.
28
Hal ini sesuai dengan penelitian Elisa et al bahwa rerata DMFT tanpa PUFA laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan anak perempuan.
5
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Billy et al.
29
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian yang diperoleh tidak terdapat hubungan yang signifikan antara PUFA berdasarkan jenis kelamin, anak laki-laki memiliki rerata PUFA 2
±1,09 dan anak perempuan 1,64
± 0,87 Tabel 9. Hasil ini sama dengan penelitian Karam pada anak berusia 11-12 tahun yang mendapatkan hasil rerata PUFA laki-laki 0,57 ± 0,732
dan rerata PUFA perempuan 0,20 ± 0,403. Anak laki-laki memiliki rerata PUFA lebih tinggi. Hal ini mungkin terjadi karena sikap dan perilaku anak perempuan lebih
menjaga kesehatan gigi dan mulut sehingga lebih sedikit mengalami karies yang mencapai pulpa. Data Riskesdas 2013, menyatakan bahwa perempuan rutin
melakukan perawatan gigi dan mulut sebanyak 33,4 sedangkan laki-laki hanya 28,4 sehingga rerata PUFA anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.
30
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN