Perlindungan Hukum Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

sangat dibutuhkan dalam persaingan global. 57 Dilihat dari aspek perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan, tidak ditegakkannya perlindungan hukum sangat tidak ideal dan dalam praktek merugikan bagi konsumen, karena pada tiap kecelakaan alat angkutan darat tidak pernah terdengar dipermasalahkannya tanggung jawab pengusaha kendaraan angkutan umum. Pemerintah dalam rangka mewujudkan perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa angkutan umum, memberikan bentuk perlindungan hukum berupa: 58

1. Perlindungan Hukum Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan undang-undang tersebut disebutkan bahwa “perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” 59 Kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen. 60 57 Abdul Halim Barkatullah, Op. Cit., hal. 23 58 E. Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 163 59 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlundungan Konsumen 60 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008, hal. 4 Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki Universitas Sumatera Utara hak dan posisi yang berimbang dan mereka dapat menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha. 61 Hukum perlindungan konsumen yang berlaku saat ini memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Pengertian perlindungan konsumen yang termaktub dalam undang- undang ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang danatau jasa bagi konsumen, dan menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab. 62 “Hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.” AZ Nasution berpendapat bahwa: 63 Namun, ada pula yang berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen. Hal ini dapat di lihat bahwa hukum konsumen memiliki skala yang lebih luas karena hukum konsumen meliputi berbagai aspek hukum yang didalamnya terdapat kepentingan pihak konsumen dan salah satu bagian dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan 61 Ibid. , hal. 5 62 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 8 63 AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Diadit Media, Jakarta, 2001, hal. 11 Universitas Sumatera Utara pihak lain. 64 1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional yakni yang berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Maksud dari asas-asas tersebut yakni sebagai berikut: 2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. 65 Pada dasarnya lahir dan dibentuknya undang-undang perlindungan konsumen bertujuan untuk: 66 1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. 2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang danatau jasa. 3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. 64 Ibid., hal. 12 65 Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 66 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Universitas Sumatera Utara 4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. 5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. 6. Meningkatkan kualitas barang danatau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang danatau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Tujuan yang ingin dicapai perlindungan konsumen umumnya dapat dibagi dalam tiga bagian utama yaitu: 1. Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang danatau jasa kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya. 2. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsur-unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi. 3. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab. Berdasarkan ketiga tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa sangat penting untuk dapat melindungi konsumen dari berbagai hal yang dapat mendatangkan kerugian bagi mereka. Konsumen perlu dilindungi, karena konsumen dianggap memiliki suatu kedudukan yang tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini menyangkut bidang pendidikan dan posisi tawar yang dimiliki oleh konsumen, dimana seringkali konsumen tak berdaya mengahadapi posisi yang lebih kuat dari para pelaku usaha. 67 Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formiil makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai 67 Gunawan Widjaya Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 27 Universitas Sumatera Utara sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang guna melindungi hak-hak konsumen yang sering diabaikan produsen yang hanya memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas untuk melindungi produsen yang jujur. 68 Pada era perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa dapat masuk kesemua negara dengan bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan yang jujur. Persaingan yang jujur adalah suatu persaingan dimana konsumen dapat memilih barang atau jasa karena jaminan kulitas dengan harga yang wajar. Oleh karena itu pola perlindungan konsumen perlu diarahkan pada pola kerjasama antar negara, antara semua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi produsen sendiri diantara keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi antara produsen dan konsumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi hal yang sangat penting di berbagai negara bahkan negara maju yang tercatat sebagai 68 Happy Susanto, Op. Cit., hal. 39 Universitas Sumatera Utara negara yang banyak memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen. 69 Terkait dengan pertanggungjawaban didalamnya terdapat prinsip tanggung jawab yang merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati- hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. 70 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan liability base on fault. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukan. Prinsip ini tercantum dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang harus dipegang secara teguh. Pasal 1365 KUH Perdata yang dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok yaitu: Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab hukum dalam hukum perlindungan konsumen dapat dibedakan sebagai berikut: a. Adanya perbuatan melanggar hukum, perbuatan melanggar hukum dapat berupa melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat, berlawanan dengan kesusilaan dan berlawanan dengan sikap hati-hati yang seharusnya diindahkan dalam pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang lain. 71 69 Husni Syawali Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 33 70 Shidarta, Op. Cit., hal. 59 71 Ahmadi Miru Sutarrnan Yodo, Op Cit., hal. 130 Universitas Sumatera Utara b. Adanya unsur kesalahan, dimana kesalahan ini mempunyai tiga unsur yaitu perbuatan yang dilakukan dapat disesalkan, dan perbuatan tersebut dapat diduga akibatnya. 72 c. Adanya kerugian yang diderita, adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu yang disebabkan oleh perbuatan melakukan atau membiarkan yang melanggar norma oleh pihak lain. Dalam arti objektif, sebagai manusia normal dapat menduga akibatnya, sedangkan dalam arti subjektif sebagai seorang ahli dapat menduga akibatnya. 73 Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian yaitu kerugian yang menimpa diri dan kerugian yang menimpa harta benda seseorang, sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian nyata yang dialami serta kehilangan yang diharapkan. 74 d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Prinsip ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Artinya tidak jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain, dan beban pembuktiannya ada pada pihak yang mengakui mempunyai suatu hak, dalam hal ini adalah penggugat. 2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab presumption of liability. Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan kalau ia tidak bersalah. Beban pembuktian ada pada si 72 Purwahid Patrick, Dasar-Dasar Hukum Perikatan Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Dan Undang-Undang , Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 10-11 73 Nieuwenhuis, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Universitas Airlangga, Surabaya, 1985, hal. 57 74 Ahmadi Miru Sutarrnan Yodo, Op. Cit., hal. 133 Universitas Sumatera Utara tergugat. Ini dikenal dengan istilah beban pembuktian terbalik. Dalam prinsip beban pembuktian terbalik, seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya, hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah yang lazim dikenal dalam hukum namun jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak asas ini cukup relevan karena yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pelaku usaha. 75 3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab presumption of nonliabiity . Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. 76 Contohnya dapat dilihat dalam hukum pengangkutan, kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabintangan yang biasanya dibawa dan diawasi oleh penumpang konsumen adalah tanggung jawab dari penumpang, dalam hal ini pelaku usaha tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. 77 Sekalipun demikian, dalam ada penegasan prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab ini tidak lagi diterapkan secara mutlak dan mengarah kepada prinsip tanggung jawab dengan pembatasan uang ganti rugi, 78 75 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 95 76 Shidarta, Op. Cit., hal. 62 77 Ibid ., hal. 96 78 Pasal 44 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkatan Udara artinya bagasi kabintangan tetap dapat dimintakan pertanggungjawabannya Universitas Sumatera Utara sepanjang bukti kesalahan pihak pelaku usaha dapat ditunjukkan, beban pembuktian ada padi si penumpang. 79 4. Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab misalnya keadaan force majeur. Pada prinsip ini hubungan kausalitas antara pihak yang bertanggung jawab dengan kesalahannya harus ada. Strict liability adalah bentuk khusus dari tort perbuatan melawan hukum, yaitu prinsip pertanggungjawaban dalam perbuatan melawan hukum yang tidak didasarkan pada kesalahan sebagaimana pada tort umumnya, tetapi prinsip ini mewajibkan pelaku usaha langsung bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum itu. Dengan prinsip tanggung jawab mutlak ini, maka kewajiban pelaku usaha untuk mengganti kerugian yang diderita oleh konsumen karena mengonsumsi produk yang cacat merupakan suatu risiko, yaitu termasuk dalam risiko usaha. Karena itu, pelaku usaha harus lebih berhati-hati dalam menjaga keselamatan dan keamanan pemakaian produk terhadap konsumen. Di dalam negeri konsep strict liability tanggung jawab mutlak, tanggung jawab risiko secara implisit dapat ditemukan di dalam Pasal 1367 dan Pasal 1368 KUH Perdata. Pasal 1367 KUH Perdata mengatur tentang tanggung jawab seseorang atas kerugian yang disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya, sedangkan Pasal 1368 KUH Perdata tentang tanggung jawab pemilik atau 79 Ibid. Universitas Sumatera Utara pemakai seekor binatang buas atas kerugian yang ditimbulkan oleh binatang itu, meskipun binatang itu dalam keadaan tersesat atau terlepas dari pengawasannya. Keadaan tersesat atau terlepas ini sudah menjadi faktor penentu tanggung jawab tanpa mempersoalkan apakah ada perbuatan melepaskan atau menyesatkan binatangnya. Dengan perkataan lain, pemilik barang dan pemilik atau pemakai binatang dapat dituntut bertanggungjawab atas dasar risiko, yaitu risiko yang diambil oleh pemilik barang atau pemilik atau pemakai binatang. 80 5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan limitation of liability. Prinsip ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian jasa laundry misalnya jika barang konsumen hilang atau rusak maka ganti kerugian hanya dibatasi yaitu 10 sepuluh kali dari biaya pencucian. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha dan dalam UUPK seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausul yang merugikan konsumen termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya, jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 81 Peranan undang-undang perlindungan konsumen dalam melindungi hak konsumen dapat dilihat dalam ketentuan dan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sebagaimana tercantum dalam Pasal 7, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang 80 Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 115-119 81 Ibid ., hal. 98 Universitas Sumatera Utara Perlindungan Konsumen. Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumenmenjelaskan bahwa kewajiban pelaku usaha yang di atur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu: 82 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. 2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 4. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku. 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan. 6. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan. 7. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Terdapat juga larangan dimana pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang: 83 1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut. 3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya. 4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang danatau jasa tersebut. 5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut. 6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut. 82 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 83 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Universitas Sumatera Utara 7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. 8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label. 9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat. 10. Tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut diatas dapat dilihat bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sangat melindungi semua hak-hak konsumen dari perbuatan melawan hukum atau kelalaian pelaku usaha, dimana poin-poin dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan apa saja yang harus dilakukan pelaku usaha untuk melindungi segala hal yang menjadi hak-hak dari konsumen itu sendiri. Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga menyertakan pemerintah untuk memberikan peranan dan tanggung jawab dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen sebagaimana dinyatakan bahwa “pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha”. 84 84 Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dalam Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa “pembinaan perlindungan konsumen yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah sebagai upaya untuk menjamin Universitas Sumatera Utara diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilakukannya kewajiban masing-masing sesuai dengan asas keadilan dan asas keseimbangan kepentingan.” Tugas pembinaan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan oleh menteri atau menteri teknis terkait. Menteri ini melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen. Beberapa tugas pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen sebagai berikut: 85 1. Menciptakan iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Sebagaimana disebutkan dalam peraturan pemerintah, untuk menciptakan iklim usaha dan menumbuhkan hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen, menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis terkait, dimana tugas-tugas koordinasi yang dimaksud adalah: 86 a. Menyusun kebijakan di bidang perlindungan konsumen. b. Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. c. Meningkatkan peran BPKN dan BPSK melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan lembaga. d. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha dan konsumen terhadap hak dan kewajiban masing-masing. e. Meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan. f. Meneliti terhadap barang danatau jasa yang beredar yang menyangkut perlindungan konsumen. g. Meningkatkan kualitas barang danatau jasa. 85 Pasal 4-6 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. 86 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Universitas Sumatera Utara h. Meningkatkan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab pelaku usaha dalam memproduksi, menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, dan menjual barangjasa. i. Meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dan menengah dalam memenuhi standar mutu barang danatau jasa serta pencantuman label dan klausula baku. 2. Berkembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM. Sebagaimana disebutkan dalam peraturan pemerintah, untuk mengembangkan LPKSM, menteri juga perlu melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis. 87 Tugas- tugas koordinasi yang dimaksud adalah: 88 a. Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. b. Melakukan pembinaan dan peningkatan sumber daya manusia pengelola LPKSM melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan. c. Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen yang dimaksud untuk meningkatkan sumber daya manusia. 3. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen, menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis sebagai berikut: 89 a. Meningkatkan kualitas aparat penyidik pegawai negeri sipil di bidang perlindungan konsumen. b. Meningkatkan kualitas tenaga peneliti dan penguji barang danatau jasa. c. Melakukan pengembangan dan pemberdayaan lembaga pengujian mutu barang. 87 Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen 88 Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen 89 Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Universitas Sumatera Utara d. Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pengujian dan standar mutu barang danatau jasa serta penerapannya. 2. Perlindungan Hukum Melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Perlindungan hukum dalam undang-undang ini terlihat secara tegas, dimana dinyatakan bahwa “angkutan umum wajib mengangkut orang danatau barang, setelah disepakati perjanjian pengangkutan danatau dilakukannya pembayaran biaya angkutan oleh penumpang danatau pengiriman barang.” Penjelasan pasal dalam undang-undang ini kemudian menambahkan bahwa wajib angkut ini dimaksudkan agar perusahaan angkutan umum tidak melakukan perbedaan perlakuan terhadap pengguna jasa angkutan, sepanjang pengguna jasa angkutan telah memenuhi persyaratan perjanjian pengangkutan yang telah disepakati. 90 90 Pasal 138 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Perjanjian pengangkutan disini tidak harus diwujudkan dalam bentuk kontrak tertentu tertulis. Perjanjian pengangkutan dapat terjadi secara lisan. Bahkan dalam hal tertentu, misalnya ketika penumpang yang telah memasuki angkutan umum ke suatu tujuan tertentu, maka ia dianggap telah melakukan perjanjian atau telah disepakati secara diam-diam semua persyaratan perjanjian angkutan. Dengan demikian para pihak terlibat disini telah mengadakan perjanjian pengangkutan. Sebagai konsekuensinya, pengangkutan atau produsen dalam konteks hukum konsumen harus atau wajib mengangkut penumpang tersebut sampai ke tempat tujuan yang disepakati. Universitas Sumatera Utara Pengangkutan tidak boleh melakukan tindakan diskriminasi dalam mengangkut penumpang. Dalam melakukan angkutan umum tersebut, pengangkut harus mematuhi penetapan tarif angkutan yang dibuat pemerintah. Tarif angkutan terdiri dari tarif angkutan orang dan tarif angkutan barang. 91 91 Pasal 181 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Selain pengaturan perjanjian pengangkutan yang berkaitan dengan kewajiban mengangkut di atas, bagian terpenting lain dalam hukum pengangkutan yang dapat memberikan perlindungan konsumen adalah pengaturan tanggung jawab pengangkut. Kemudian seberapa besar perlindungan konsumen yang dapat diberikan pengaturan tanggung jawab ini sangat bergantung kepada prinsip tanggung jawab pengangkut yang dianut suatu undang-undang. Universitas Sumatera Utara 58 BAB IV BENTUK GANTI RUGI YANG DIBERIKAN BAGI PENUMPANG JASA PENGANGKUTAN DARAT ONLINE BERBASIS APLIKASI DALAM HAL TERJADI KECELAKAAN D. Tanggung Jawab Penyedia Jasa Pengangkutan Darat Online Berbasis Aplikasi Atas Keselamatan Penumpang Pada perjanjian pengakutan, pengangkut memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan dari tempat asal ke tujuan tertentu yang disepakati dan menjaga keselamatannya hingga sampai tujuan tersebut. Apabila pengakut telah melaksanakan kewajibannya, ia terikat pada konsekuensi yang dipikulnya berupa tanggung kepada pengirim barang atau penumpang. Dari kewajiban pengakut di atas timbul tanggung jawab pengangkut. Segala sesuatu yang menganggu keselataman barang atau penumpang menjadi tanggung jawab pengangkutan, dengan demikian berarti wajib menaggung segala kerugian yang diderita pengirim barang atau penumpang. Wujud tanggung jawab tersebut adalah ganti rugi, dimana ketentuan tanggung jawab pengkutan inilah yang dapat dijadikan sebagai instrumen perlindungan konsumen penggunan jasa angkutan umum. Berdasarkan ketentuan di atas, maka konsumen angkutan umum memiliki hak untuk dilayani secara benar dan layak oleh pelaku usaha. Konsumen juga berhak atas keselamatan dan kenyamanan atas jasa angkutan umum yang digunakan. Untuk menjamin adanya keselamatan tersebut, maka pelayanan harus dengan standar mutu yang baik, Universitas Sumatera Utara pelaku usaha harus menggunakan kendaraan yang benar-benar laik jalan untuk mengangkut penumpang. Konsumen juga secara tegas memiliki hak untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha jika penumpang atau konsumen, jika penumpang mengalami kerugian akibat kecelakaan lalu lintas atau kerugian lainnya. Konsumen juga memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi jika ia mendapatkan pelayanan yang tidak semestinya. Didalam hukum pengangkutan dikenal 3 tiga macam prinsip tanggung jawab, yakni: 92

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Adanya Unsur Kesalahan Fault

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Kredit Perumahan Menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang)

1 35 87

Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan Umum Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009

10 93 88

Perlindungan Hukum Terhadap Data Diri Pengguna Transportasi Umum Berbasis Aplikasi Online Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

9 67 123

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

2 45 99

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA JASA ANGKUTAN TAKSI DALAM HAL TERJADINYA KETIDAKSESUAIAN TARIF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DAN UNDANG-UNDANG NOM.

0 0 1

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

2 7 8

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 1

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 1 18

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 5 26

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 4