Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

(1)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

Agung Nugroho dan Nur Mega Sari. Perlindungan Konsumen Terhadap Produk

Peralatan Makanan yang Mengandung Melamin Palsu. Jakarta:Lex

Jurnal, Volume VIII, No. 2, 2005.

Ahmad Miru dan Sutarman Yodi, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Cecil R. Andrew, Penegakan Hukum Lalu Lintas. Jakarta: Nusa Cendikia, 2011.

C.S.T. Kansil Dan Christine ST. Kansil.Disiplin Berlalu Lintas DiJalan Raya

(SistemTanya Jawab). Jakarta: Rineka Cipta. 1995.

Fuady, Munir.Hukum Anti Monopoli.Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1999.

Ibrahim, Jhonny.Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif,Malang: Cetakan Pertama. Bayu Media, 2005.

Koentjorodiningrat.Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka, 1997.

Kristiyanti Celina Tri Siwi.Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Lexy J Moleong. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rosda Karya, 2008.

Manan Bagir. Peningkatan Fungsi Kontrol Masyarakat Terhadap Lembaga

Legislatif,Eksekutif, Yudikatif, Makalah, 2000.

Purba, Hasim. Hukum Pengangkutan Di Laut, Medan Pustaka Bangsa Press, 2005.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta:Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 2008.

Rahardjo, Soetjietjipto.Permasalahan Hukum Di Indonesia. Bandung: Alumni 1983, 1983.

Shidarta.Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Grasindo, 2000

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986


(2)

Sujamto, Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 1996.

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum.Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

Usman, Rahmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar pengadilan.Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.

Warpani, Suwardjoko. Pengelolaan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Bandung: ITB, 1990.

Wijaya Andika, Aspek Hukum Bisnis Transportasi Jalan Online, Jakarta: Sinar Grafika, 2016.

Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Prenada Media Group, 2013.

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Republik Indonesia

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.


(3)

Internet

SosialisasiPengaturan Angkutan Umum Berbasis Aplikasi Online yang Ada di Indonesia

Moda Transportasi atau sejarah tranportasi di Dunia Dan Indonesia https://id.wikibooks.org/wiki/Moda_Transportasi/Sejarah_transportasi

(diakses pada tanggal 3 Maret 2017)

Lahirnya Interne 2017)

Pengaturan Jasa Transportasi Online Yang Ada di Indonesia, http://www.indotelko.com/kanal?c=bid&it=indonesia-aturan-transportasi-online (diakses pada 17 Januari 2017)

Jasa Transportasi Online yang ada di indonesia dari gojek hingga uber taksi...http://economy.okezone.com/read/2015/09/23/320/1219859/10jasa -transportasi-online-di-indonesia-dari-go-jek-hingga-uber(diakses pada tanggal 21 Desember 2016)

Ojek Online

Gojek Menggunakan Asuransi Allianz diakses dari

Permenhub No. 32 Tahun 2016 mulai berlaku pada tanggal 1 oktober 2016 berikut 4 poin pentingnya no-32-tahun-2016-resmiberlaku-oktober-2016-berikut-4-poin-pentingnya/ diakses pada tanggal 11 Maret 2017.

Jasa Transportasi Onlline, http://www.indotelko.com/kanal?c=bid&it=indonesia-aturan-transportasi-online diakses pada tanggal 27 desember 2016

Transportasi Online Wajib Sediakan Sarana Keamanan, http://infonitas. com/komuter/transjakarta/4-tahun-grab-investasi-rp-93-triliun/35781 diakses pada tanggal 26 Desember 2016

Komisi Pengawas Persaingan Usaha , http//:www.KPPU.go.id (diakses pada tanggal 28 Desember 2016)


(4)

Tugas Pokok Kementerian Perhubungan,

Sosialisasi Pengaturan Angkutan Umum Berbasis Aplikasi Online, 28 Desember 2016)

Pengertian Perlindungan Konsumen Definisi Dalam Hukum Undang Undang,

Lembaga Permberdayaan Konsumen, 12 Januari 2017)

Gugatan Peradilan Lembaga Perlindungan Konsumen http://ditjenspk. kemendag.go.id. (Diakses pada tanggal 15 Januari 2017).

Konsekwensi Bagi Pengendara Kendaraan Bermotor Penyebab Kecelakaan,

Perlindungan Konsumen Transportasi Online,

transportasi-online/7 (diakses pada tanggal 31 Januari 2017)

Membedah Legal Standing Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat Dalam Beracara di

Pengadilanhttps://www.djkn.kemenkeu.go.id/2013/artikel/membedah- legal-standing-lembaga-perlindungan-konsumen-swadaya-masyarakat-dalam-beracara-di-pengadilan. (Di akses tanggal 10 April 2017)

Makalah analisis kecelakaan kerja pada kasus kecelakaan


(5)

BAB III

PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA TRANSPORTASI BERBASIS APLIKASI ONLINE

A. Perlindungan Konsumen Di Indonesia

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, ditemukan istilah konsumen sebagai defenisi yuridis formal, yaitu

konsumen ialah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makluk

hidup lain yang tidak diperdagangkan.

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan para ahli

hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai terakhir

dari penggunaan barang dan jasa. 48

Ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan

menampungnya dalam satu jenis undang-undang, seperti undang-undang hukum

perlindungan konsumen. Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan Dengan rumusan itu Hondius ingin

membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir dengan konsumen

pemakai terakhir. Berbagi negara di dunia mempunyai pengertian yang beragam

tentang konsumen. Seperti di Spanyol, pengertian konsumen didefenisikan secara

lebih luas, yaitu konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga

suatu perusahaan yang menjadi pemberi dan pemakai terakhir. Adapun yang

menarik disini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga

dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.

48

Hondius, Konsumentenrecht, 1976, dalam Mariam Darus Badrulzaman, Pelindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku (Standar) dalam BPHN. Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, ( Bandung : Bina Cipta, 1986) hal 57.


(6)

berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap

bidang dan cabang hukum itu senantiasa terdapat pihak yang berkedudukan

sebagai konsumen. Dengan memahami pengertian konsumen, maka perbedaan

antara hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen, antar hak-hak

pokok dari konsumen dan keterkaitan hukum perlindungan konsumen dengan

bidang-bidang hukum yang lain dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang

hukum perlindungan konsumen.49

Praktis, sebelum tahun 1999, hukum positif Indonesia belum mengenal

istilah konsumen. Kendatipun demikian, hukum positif Indonesia berusaha untuk Asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan

masalah konsumen itu terdapat di dalam berbagai aspek hukum, baik tertulis

maupun tidak tertulis : antara lain aspek hukum perdata, hukum dagang,

hukum pidana, hukum administrasi (negara) dan hukum internasional, terutama

konvensi-konvensi yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen.

Jadi hukum perlindungan konsumen itu tidak berarti hanya ada dalam wilayah

hukum perdata saja. Karena hukum perlindungan konsumen ini berkolerasi erat

dengan aspek hukum yang lain. Terhadap hubungan antar tata hukum itu,

Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengaturnya dalam Pasal 64 yang

berbunyi :

“segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan,dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang- undang ini”.

49


(7)

menggunakan beberapa istilah yang pengertiannya berkaitan dengan konsumen.

Variasi penggunaan istilah yang berkaitan dengan konsumen tersebut mengacu

kepada perlindungan konsumen, namun belum memiliki ketegasan dan kepastian

hukum tentang hak-hak konsumen.50

1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, secara tegas meneyebutkan dengan istilah “pengguna jasa” (Pasal 1

Angka 10) sebagai konsumen jasa, yang diartikan sebagai setiap orang

dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan orang maupun

barang.

Ada beberapa pengertian konsumen menurut Undang-Undang yaitu :

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menggunakan

istilah “setiap orang” untuk pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat jasa

kesehatan dalam konteks konsumen, hal ini disebutkan dalam Pasal 1

Angka 1, Pasal 3, 4, 5 dan Pasal 46. Istilah “masyarakat” juga digunakan

dalam undang-undang ini dengan asumsi sebagai konsumen, hal ini

termaktub dalam Pasal 9, 10 dan Pasal 21.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan beberapa istilah yang

berkaitan dengan konsumen, yaitu : pembeli, penyewa, penerima hibah,

peminjam dan sebagainya. Adapun dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang ditemukan istilah tertanggung dan penumpang.

50

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), hal. 13.


(8)

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah mengenal istilah konsumen, dan

menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap pemakai dan/atau pengguna

barang dan/jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk

kepentingan pihak lain.

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer, secara

harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang

menggunakan barang. Berdasarkan dari beberapa pengertian yang dikemukan

di atas, maka konsumen dapat dibedakan kepada tiga batasan, yaitu :

1. Konsumen komersial (commercial consumer), adalah setiap orang yang

mendapatkan barang dan/atau jasa lain dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

2. Konsumen antara (intermediate consumer), adalah setiap orang yang

mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan

kembali, juga digunakan dengan tujuan mencari keuntungan.

3. Konsumen akhir (ultimate consumer/end user), adalah setiap orang yang

mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan

memenuhi kebutuhan kehidupan pribadi, keluarga, orang lain, dan mahluk

hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan kembali dan/atau untuk

mencari keuntungan kembali.51

Sesungguhnya peranan hukum dalam konteks ekonomi adalah menciptakan ekonomi dan pasar yang kompetatif. Terkait dengan hal ini pula, bahwa tidak ada pelaku usaha atau produsen tunggal yang mampu mendominasi

51


(9)

pasar, selama konsumen memiliki hak untuk memilih produk mana

menawarkan nilai terbaik, baik dalam harga maupun mutu. Serta tidak ada

pelaku usaha dan produsen yang mampu menetapkan harga berlebihan atau

menawarkan produk dengan kualitas yang rendah, selama masih ada produsen

lain dan konsumen akan pindah kepada produk lain tersebut.52

Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian yang lebih, karena

investasi asing telah menjadi bagian pembangunan ekonomi Indonesia, dimana

ekonomi Indonesia juga berkaitan dengan ekonomi dunia. Persaingan

internasional dapat membawa implikasi negatif bagi konsumen.53

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam

usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang merugikan

konsumen itu sendiri. Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah segala

upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan

kepada konsumen.

Perlindungan

konsumen tidak saja terhadap barang-barang berkualitas rendah, akan tetapi

juga terhadap barang-barang berkualitas rendah, akan tetapi juga terhadap

barang-barang yang membahayakan kehidupan masyarakat.

54

52

Ibid, hal. 21. 53

Ibid, hal. 23.. 54

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi

perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat


(10)

Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen dalam memenuhi kebutuhan adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidup. Terbukti bahwa semua norma perlindungan konsumen dalam undang-undang perlindungan konsumen memiliki sanksi pidana.55

Singkatnya bahwa segala upaya yang dimaksudkan dalam perlindungan

konsumen tersebut tidak saja terhadap tindakan preventif, akan tetapi juga

tindakan represif dalam semua bidang perlindungan yang diberikan kepada

konsumen. Maka pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan:56

1) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses informasi, serta menjamin kepastian hukum.

2) Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha.

3) Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.

4) Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan menyesatkan.

5) Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan

konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya.

Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Pasal 1 ayat 1 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sedangkan, konsumen

adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain

dan untuk tidak diperdagangkan.

Kepastian hukum dalam pengertian perlindungan konsumen dalam

undang-undang tersebut di atas berarti konsumen mempunyai hak untuk

55 Ibid. 56


(11)

memperoleh barang atau jasa yang menjadi kebutuhannya serta mempunyai

hak untuk menuntut apabila dirugikan pelaku usaha penyediaan kebutuhan

tersebut. Kepastian hukum tersebut secara umum bertujuan untuk memberikan

perlindungan kepada masyarakat. Hukum konsumen diartikan sebagai

keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah bersifat mengatur hubungan dan

masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa

konsumen di dalam pergaulan hidup.57

Sebagai suatu konsep “konsumen” telah diperkenalkan beberapa puluh

tahun lalu diberbagai negara dan sampai pada saat ini sudah puluhan negara Sedangkan hukum perlindungan konsumen adalah hukum perlindungan

konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas

atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang

melindungi kepentingan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hukum

konsumen berskala lebih luas daripada hukum perlindungan konsumen

merupakan bagian dari hukum konsumen yang mengatur lebih rinci asas-asas

perlindungan bagi konsumen sebagai pihak yang lebih lemah dibandingkan

produsen.

Karena, posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh

hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan

perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum

konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang

sulit dipisahkan dan ditarik batasnya

57

Pengertian Perlindungan Konsumen Definisi Dalam Hukum Undang Undang, tanggal 12 Januari 2017.


(12)

memiliki undang-undang atau pengaturan khusus mengenai perlindungan

konsumen. Sejalan dengan perkembangan itu maka semakin jelaslah hak-hak

konsumen dalam mencapi haknya sebagai konsumen

B. Badan Pelaksana Dan Pengawas PerlindunganKonsumen

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK) disebutkan tiga jenis lembaga konsumen yakni Badan

Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen

Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK).58

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) adalah badan yang

dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan

konsumen.Terminologi ini sesungguhnya sangat luas dan menunjukan

kesungguhan untuk memberdayakan konsumen dari kedudukan yang sebelumnya

berada pada pihak yang lemah manakala berhadapan dengan para pelaku usaha

yang memiliki bargainingposition yang sangat kuat dalam aspek sosial, ekonomi

dan bahkan psikologis.

1. Badan Perlindungan Konsumen Nasional

59

Dari sisni kita mengetahui bahwa tujuan diadakannya lembaga ini ialah untuk

mengembangkan uapaya perlindungan konsumen, hal ini ditegaskan kembali

dalam UUPK Pasal 31. Istilah “mengembangkan” di sini menunjukkan BPKN

sebagai upaya unutk mengembangkan perlindungan konsumen yang sudah diatur

58

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Bab ke-8, 9 dan ke-11.

59

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) hal.21.


(13)

dalam pasal yang lain, khusunya mengnai hak dan kewajiban konsumen dan

pelaku usaha, larangan-larangan bagi pelaku usaha dalam menjalankan bisnis,

tanggung jawab pelaku usaha dan mengenai pengaturan penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen.60

BPKN berkedudukan di Ibukota; Jakarta dan bertanggung jawab langsung

kepada Presiden. Bila diperlukan, BPKN dapat membentuk perwakilan di ibukota

provinsi.61

a. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;

Fungsi dari BPKN disebutkan dalam Pasal 33 UUPK untuk memberikan

saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan

perlindungan konsumen di Indonesia. Berdasarkan fungsi tersebut, Pasal 34

menjabarkan tugas-tugas dari BPKN, yaitu:

b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;

c. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;

d. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

e. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;

f. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha; g. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Dalam melaksanakan tugas-tuganya tersebut, BPKN dapat bekerja sama

dengan instansi atau organisasi konsumen internasional.Sedangkan mengenai

struktur organisasi dan keanggotaan diatur dalam Undang-Undang Perlindungan

60

Ibid, hal. 195. 61

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hal.119.


(14)

Konsumen Pasal 35 sampai dengan Pasal 38. Mengenai keanggotaan ada pada

Pasal 35:

a. Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang dan sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima) orang anggota yang mewakili semua unsur.

b. Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

c. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

d. Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.

Unsur dari keanggotaan tersebut ialah pemerintah, pelaku usaha, lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat, akademisi dan tenaga ahli (UUPK

Pasal 36). Sedang syarat keanggotaannya disebutkan pada Pasal 37, yaitu:

a. Warga Negara Republik Indonesia; b. Berbadan sehat;

c. Berkelakuan baik;

d. Tidak pernah dihukum karena kejahatan;

e. Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan

f. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

Mengenai berhentinya keanggotaan dalam BPKN dijelaskan pada pasal

selanjutnya Pasal 38, yakni berhenti karena meninggal dunia, mengundurkan diri

atas permintaan sendiri, bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik

Indonesia, sakit secara terus menerus, berakhir masa jabatan sebagai anggota atau


(15)

2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) ialah

lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang

mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. 62 Menurut Miru, pengertian ini sesungguhnya mengaburkan makna istilah

“swadayamasyarakat” yang selama ini dikenal independen menjadi berkesan

sebagai LSM produk pemerintah dengan adanya syarat terdaftar dan diakui

pemerintah. Hal ini berimplikasi pada tumpulnya perjuangan LPKSM untuk

memberdayakan konsumen dikarenakan adanya bayang-bayang eksistensi yang

setiap saat dapat hilang.63

Tujuan LPKSM ini ialah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

upaya perlindungan konsumen serta menunjukan bahwa perlindungan konsumen

menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.64

a. Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat yang memenuhi syarat.

Sedangkan tugas dan wewenang dari LPKSM diatur dalam Pasal 44:

b. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki

kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan

konsumen.

c. Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat

meliputi kegiatan:

62

UUPK Pasal 1 Angka 9 63

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum PerlindunganKonsumen, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008) hal. 17-18.

64


(16)

1) Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkankesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2) Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;

3) Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;

4) Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;

5) Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakatterhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungankonsumen

swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Untuk menjamin adanya suatu kepastian hukum, keterbukaan dan

ketertiban dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen di Indonesia, setiap

LPKSM wajib melakukan Pendaftaran pada Pemerintah Kabupaten atau Kota,

untuk memperoleh Tanda Daftar LPKSM (TDLPK) sebagai bukti bahwa LPKSM

yang bersangkutan benar-benar bergerak di bidang Perlindungan Konsumen,

sesuai dengan bunyi Anggaran Dasar dan atau Rumah Tangga dari Akta Pendirian

LPKSM tersebut.65

LPKSM yang telah didirikan dan melakukan kegiatan dibidang

Perlindungan Konsumen, jika belum mendaftarkan dan memperoleh Tanda Daftar Tanda Daftar LPKSM dapat dipergunakan oleh LPKSM yang

bersangkutan untuk melakukan kegiatan penyelenggaraan Perlindungan

Konsumen di seluruh Indonesia, dan pendaftaran tersebut dimaksudkan sebagai

pencatatan dan bukan merupakan suatu perizinan.

65

Membedah Legal Standing Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Dalam Beracara di Pengadil tanggal 10 April 2017


(17)

LPKSM dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, maka LPKSM yang

bersangkutan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen belum memenuhi syarat atau belum diakui untuk

bergerak diperlindungan konsumen.

Setelah LPKSM yang bersangkutan memperoleh Tanda Daftar LPKSM,

maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

menjadi landasan hukum bagi LPKSM, untuk menyelenggarakan perlindungan

konsumen di Indonesia, baik melalui kegiatan upaya pemberdayaan konsumen

dengan cara pembinaan, pendidikan konsumen maupun mampu melalui

pelaksanaan tugas LPKSM sesuai UU Nomor 8 Tahun 1999, berikut peraturan

pelaksanaannya.66

Setelah LPKSM mendapatkan izin serta sudah mulai menjalankan

kegiatannya, tidak berhenti sampai di sana. Ketentuan ini masih harus diuji dalam

pelaksanaannya, mengingat Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001

Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (PP LPKSM),

menentukan bahwa:67

1) Pemerintah membatalkan pendaftaran LPKSM apabila LPKSM

tersebut:

a) Tidak lagi menjalankan kegiatan perlindungan konsumen; atau

66

Lembaga Permberdayaan Konsumen,

67

Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.


(18)

b) Terbukti melakukan kegiatan pelanggaran ketentuan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan

Pelaksanaannya.

2) Ketentuan mengenai tata cara pembatalan pendaftaran sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri.

LPKSM posisinya amat strategis dalam ikut mewujudkan perlindungan

konsumen. Selain menyuarakan kepentingan konsumen, lembaga ini juga

memiliki hak gugat (legal standing) dalam konteks ligitas kepentingan konsumen

di Indonesia. Hak gugat tersebut dapat dilakukan oleh lembaga konsumen

(LPKSM) yang telah memenuhi syarat, yaitu bahwa LPKSM yang dimaksud telah

berbentuk Badan Hukum atau Yayasan yang dalam anggaran dasarnya memuat

tujuan perlindungan konsumen. Gugatan oleh lembaga konsumen hanya dapat

diajukan ke Badan Peradilan Umum (Pasal 46 Undang-undang Perlindungan

Konsumen).68

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah badan yang bertugas

menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

3.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

69

Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah

Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan (UUPK

Pasal 49 Ayat 1).

Sedangkan tujuan diadakannya BPSK ini tertera dalam UUPK Pasal 49 Ayat 1

dan penjelasannya Pasal 1 Angka 11.

68

Gugatan Peradilan Lembaga Perlindungan Konsumen http://ditjenspk.kemendag.go.id.Diakses pada tanggal 15 Januari 2017.

69


(19)

Badan ini dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen yang

efisien, cepat, murah dan profesional (Penjelasan UUPK Pasal 1 Angka 11).

Menururt Miru rumusan tersebut tidak penting bila hanya menentukan

tugas BPSK. Menurutnya pengertian BPSK akan memberikan makna apabila

dihubungkan dengan subtansi penjelasannya, sehingga pengertian tersebut

seharusnya mennyatakan: “Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ialah badan

yang menangani dan menyelesaikan sengketa di luar pengadilan antara pelaku

usaha dan konsumen secara efisien, cepat, murah dan frofesional.”70

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

Tugas dan wewenang dari BPSK ini diatur dalam UUPK Pasal 52, yaitu:

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;

h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;

l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

70


(20)

Mengenai struktur dan keanggotaan diatur dalam UUPK Pasal 49 Ayat ke-2

sampai Pasal 51:

Pasal 49

1. Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. warga negara Republik Indonesia; b. berbadan sehat;

c. berkelakuan baik;

d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;

e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

2. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha.

3. Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

4. Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 50

Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) terdiri atas :

a. Ketua merangkap anggota; b. Wakil ketua merangkap anggota; c. Anggota.

Pasal 51

1. Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sekretariat.

2. Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan anggota sekretariat.

3. Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.


(21)

C. Hak Dan Kewajiban Konsumen Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Istilah “perlindungan konsumen” berkaitan dengan perlindungan hukum.

Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun

materi yang mendapat perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih

lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain perlindungan konsumen

sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang

hak-hak konsumen.71

2. Hak untuk mendapat informasi

Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu :

1. Hak untuk mendapatkan keamanan

3. Hak untuk memilih 4. Hak untuk didengar.72

Empat hak dasar ini diakui secara internasional. Dalam

perkembangannya ada beberapa hak lain yang juga diakui secara internasional

seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti

kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. YLKI

hanya menambahkan satu tambahan hak yaitu hak mendapatkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat sehingga keseluruhannya dikenal sebagai panca hak

konsumen.73

Hak ini dimaksudkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

karena Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara khusus mengecualikan

hak-hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan dibidang pengelolaan

lingkungan.

71

Shidarta, Op.Cit, hal. 4. 72

Ibid,hal. 15. 73


(22)

Hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 Nomor 8 Tahun

1999 Undang-Undang perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam memgkonsumsi

barang dan/atau jasa

Barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga

konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani dan rohani.Terhadap barang

dan jasa yang dipasarkan oleh pelaku usaha beresiko tinggi terhadap

keamanan konsumen, pemerintah selayaknya mengadakan pengawasan

secara cepat.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan

yang dijanjikan Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan

kebebasan kepada konsumen untuk memilih barang dan/atau jasa tertentu

sesuai dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak luar.

Berdasarkan hak ini konsumen berhak memutuskan untuk membeli suatu

barang atau tidak, demikian pula keputusan untuk memilih baik kualitas

maupun kuantitas jenis barang yang dipilihnya.Selain dapat memilih

barang dan/atau jasa sesuai keinginan, konsumen juga memiliki hak untuk

mendapatkan barang sesuai nilai tukar yang dijanjikan.Ini dimaksudkan

untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara

tidak wajar. Dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga

suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan


(23)

3. Hak atau informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa

Hak ini sangat penting, karena tidak memadainya informasi yang

disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk

cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena

informasi yang tidak memadai. Hal ini dimaksudkan agar konsumen dapat

memperoleh gambaran yang benar tentang suatu barang supaya dapat

memilih barang sesuai kebutuhan dan terhindar dari kerugian akibat

kesalahan dalam penggunaan barang.

3. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan

Hak ini dapat berupa pertayaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan

barang dan/atau jasa tertentu apabila informasi yang diproleh tentang

barang dan/atau jasa tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan

atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu barang.

4. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut

Jika permintaan yang diajukan konsumen dirasakan tidak mendapat

tanggapan yang layak dari pihak terkait dalam hubungan hukum

dengannya, maka konsumen berhak mendapatkan penyelesaian hukum,

termasuk advokas. Dengan kata lain, konsumen berhak menuntut

pertanggungjawaban hukum dari pihak yang dipandang merugikan karena


(24)

5. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

Pendidikan disini tidak harus diartikan sebagai proses formal yang

dilembagakan. Bentuk informasi yang lebih komprehensif dengan tidak

semata-mata menonjolkan usur komersialisasi, sebenarnya sudah

merupakan bagian dari pendidikan konsumen. Hal ini dimaksudkan agar

konsumen memproleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan

agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan barang, karena

dengan pendidikan konsumen tersebut konsumen akan dapat menjadi lebih

kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya,

miskin, dan status sosial lainnya.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang

telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang

atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen, termasuk di dalamnya

baik kerugian materi maupun kerugian yang menyangkut diri konsumen

itu sendiri. Biasanya untuk menghindari kewajiban ini pelaku usaha


(25)

antara pelaku usaha dan konsumen, namun pencantuman secara sepihak

demikian tidak dapat menghilangkan hak konsumen untuk mendapatkan

ganti kerugian.

Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya. Kewajiban konsumen menurut Pasal 5 Undang-Undang No.8 Tahun

1999 tentang PerlindunganKonsumen adalah sebagai berikut :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa

c. Membayar sesuai nilai tukar yang disepakati

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

e. Adanya kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi

dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan merupakan hal yang penting untuk mendapat

pengaturan. Seringkali pelaku usaha telah menyampaikan peringatan

secara jelas pada suatu produk, namun memberikan konsekuensi pelaku

usaha tidak bertanggung jawab jika konsumen yang bersangkutan

menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut, namun jika

produsen tidak menggunakan cara yang wajar dan efektif untuk

mengkomunikasikan peringatan itu yang menyebabkan konsumen tidak

membacanya, maka hal itu tidak mengahalangi pemberian ganti kerugian


(26)

Terdapat juga hak dan kewajiban penyedia jasa transportasi berbasis

aplikasionline. Adapun hak penyedia jasa transportasi berbasisonline, yaitu:74 1. Menerima pembayaran atas pelaksanaan pengantaran melalui aplikasi

jasa transportasi berbasisonline baik secara tunai maupun transfer.

2. Hak untuk membela diri dalam hal pelaku usaha di gugat oleh konsumen

atas kelalaian pelaksanan pengangkutan jasa transportasi berbasis

aplikasionline.

3. Hak untuk membuktikan bahwa pelaku usaha tidak bersalah, jika ia

merasa yakin atas hal pemakaian jasa transportasi berbasis aplikasionline.

4. Hak untuk mendapatkan nama baik kembali jika ia berhasil membuktikan

bahwa pelaku usaha tidak bersalah dalam pemberiaan jasa transportasi

berbasis aplikasionline.

5. Mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan aturan

perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan yang menjadi kewajiban dari pelaku usaha terhadap produk

kendaraan bermotor yang akan di pasarkannya adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada konsumen mengenai pemberian jasa

transportasi berbasis aplikasionline.

2. Memberikan petunjuk kepada konsumen mengenai fungsi dalam

penggunaan fasilitas serta fitur keamanan dan kenyamanan yang tersedia

dalam jasa tranportasi berbasisonline.

74

Andika Wijaya, Aspek Hukum Bisnis Transportasi Jalan Online, (Jakarta: Sinar Grafika), 2016, hal 99-102.


(27)

3. Memberikan jaminan terhadap penggunaan jasa transportasi berbasis

aplikasionline.

4. Memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi konsumen dalam

penggunaan jasa transportasi berbasis aplikasionline.75

Berdasarkan hal tersebut di atas, sangatlah diperlukan kesadaran pelaku

usaha dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumen dalam

rangka peningkatan keamanan dan keselamatan berkendara bagi konsumen. Serta

diperlukan juga kesadaran pengguna jasa untuk memenuhi kewajiban yang

ditanggungkan kepadanya. Karena disini posisi konsumen sangat lemah sehingga

diperlukan perlindungan hukum.

Begitu juga pemerintah telah membuat beberapa instansi terkait terhadap

perlindungan konsumen pengguna transportasi berbasis aplikasi online,

instansi-instansi tersebut dapat menjamin hak para pengguna jasa transportasi tersebut,

pengguna jasa dan pengendara jasa transportasi berbasis aplikasi online dapat

melapor ke instansi-instansi tersebut sehingga mereka akan menangani masalah

yang terjadi sampai pemenuhan hak pengguna jasa dan pengendara terpenuhi.

75


(28)

BAB IV

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online Yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

A. Tanggung Jawab Hukum Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, mengungkapkan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa

di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan

atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau

kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan

yang sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau

kerusakan atau kerugian pada pemiliknya (korban) (WHO, 1984).

Menurut F.D. Hobbs (1995) yang dikutip Kartika (2009) mengungkapkan

kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sulit diprediksi kapan dan dimana

terjadinya. Kecelakaan tidak hanya trauma, cedera, ataupun kecacatan tetapi juga

kematian. Kasus kecelakaan sulit diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring

pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan.76

Dari beberapa definisi kecelakaan lalu lintas dapat disimpulkan bahwa

kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak

diduga dan tidak diinginkan yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya,

sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang

76

C.S.T. Kansil Dan Christine ST. Kansil, Disiplin Berlalu Lintas diJalan Raya (SistemTanyaJawab), (Jakarta : Rineka Cipta), 1995, hal. 5.


(29)

menyebabkan cedera, trauma, kecacatan, kematian dan/atau kerugian harta benda

pada pemiliknya (korban).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas

dan Angkutan Jalan pada pasal 229, karakteristik kecelakaan lalu lintas dapat

dibagi kedalam 3 (tiga) golongan, yaitu:77

1. Kecelakaan Lalu Lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan

kerusakan kendaraan dan/atau barang.

2. Kecelakaan Lalu Lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan

luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

3. Kecelakaan Lalu Lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan

korban meninggal dunia atau luka berat.

Dalam setiap kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan raya,

tentunya mempunyai konsekwensi hukum bagi pengemudi kendaraan tersebut.

Ketentuan hukum yang mengatur terkait kecelakaan maut yang mengakibatkan

luka-luka ataupun meninggalnya seseorang, secara umum adalah KUHP (Kitab

Undang-undang Hukum Pidana) dan secara khusus adalah diatur dalam Undang

Undang (UU) No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Sering kali masyarakat

memandang bahwa kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan luka-luka dan

kematian, mutlak kesalahannya selalu pada pengemudi kendaraan yang

bersangkutan.78

77

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 229.

78

Konsekwensi Bagi Pengendara Kendaraan Bermotor Penyebab Kecelakaan, tanggal 15 Januari 2017.


(30)

Sedangkan menurut teori hukum yang berlaku bahwa kesalahan seseorang

dilihat dari faktor kejadian yang sebenarnya, faktor apa yang menyebabkan

kecelakaan lalu lintas tersebut. Hal ini dapat diungkapkan dari kronologis

kejadian, kesaksian-kesaksian termasuk saksi mata yang melihat terjadinya

kecelakaan.

Dalam KUHP, pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pengemudi

kendaraan bermotor yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan lalu lintas

adalah Pasal 359 KUHP, yang berbunyi:79

Kemudian terdapat peraturan perundang-undangan yang lebih khusus

mengatur lebih khusus, rinci dan tegas lagi tentang berlalu-lintas di jalan raya/tol

dan kecelakaan lalu lintas, termasuk mengatur tentang kelalaian/kealpaan didalam

mengemudikan kendaraan hingga menyebabkan luka-luka dan kematian, yaitu

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(UU LLAJ), Di dalam UU LLAJ tersebut, pasal- pasal yang dapat digunakan

untuk menjerat pengemudi kendaraanyang karena kelalaiannya mengakibatkan

luka-luka dan kematian bagi orang lain adalah diatur dalam Pasal 310 ayat (1),

(2), (3) dan (4) UU LLAJ, yang berbunyi: Pasal 359

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan

paling lama satu tahun.”

80

79

Pasal 359 KUHP.

` 80 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 310.


(31)

1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp1 juta.

2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 juta.

3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 juta.

4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 juta.

Unsur-unsur pidana yang terkandung dan harus terpenuhi dalam aturan

Pasal 310 ayat (4) UU LLAJ antara lain:

(1) Setiap orang;

(2) Mengemudikan kendaraan bermotor;

(3) Karena lalai; dan

(4) Mengakibatkan orang lain meninggal dunia.

Atas ke-empat unsur dalam Pasal 310 UU LLAJ tersebut, umumnya unsur

ke (3) yang lebih memerlukan waktu agar dapat terbukti. Melalui penyidikan,

aparat penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian hendaklah harus

membuktikan adanya unsur kelalaian itu.

Atas kedua aturan tersebut atas apabila apabila dalam kasus kecelakaan

tersebut mengakibatkan kematian bagi seseorang. Maka menurut Hukum yang


(32)

diatur dalam UU LJAJ, dalam Hal ini sesuai dengan ketentuan yang mengacu

pada Pasal 63 ayat (2) KUHP menyebutkan bahwa:

Pasal 63 ayat (2)

“Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur

pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang

diterapkan.”

Acuan dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP tersebut, karena kasus kecelakaan

lalu lintas yang mengakibatkan kematian telah diatur dalam UU LLAJ sebagai

peraturan yang bersifat khusus, maka penuntut umum dalam surat dakwaannya

dan Majelis Hakim dalam mengadili dengan menerapkan ketentuan dalam Pasal

310 ayat (4) UU LLAJ dengan ancaman pidana maksimum 6 (enam) tahun, dan

bukan Pasal 359 dalam KUHP.

Lain lagi jika dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi,

pengemudi tersebut mengemudikan kendaraan dalam kondisi tertentu yang bisa

membahayakan orang lain, ancaman hukuman pidananya lebih tinggi apabila

korbannya meninggal dunia, yaitu ancaman hukumannya 12 tahun penjara.

Secara lengkap diatur ketentuan pasal 311 UU LLAJ, yang berbunyi:81

(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Pasal 311

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang

81

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 311.


(33)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah).

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

(5) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Sedaangkan untuk perusahaan jasa angkutan tersebut dikenai sanksi yang

diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 188

Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh

Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan

angkutan.

Pasal 191

Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang

diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan

penyelenggaraan angkutan.

Pasal 193

(1). Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim.


(34)

(2). Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami.

(3). Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati.

(4). Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat muatan angkutan barang.

Selain sanksi penggantian kerugian, perusahaan angkutan umum yang

bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena

barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan dapat

diberikan sanksi berupa (lihat Pasal 199 ayat [1] UU LLAJ):

a. peringatan tertulis;

b. denda administratif;

c. pembekuan izin; dan/atau

d. pencabutan izin.

Jadi, atas kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materi namun

tidak ada korban jiwa, perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online dapat

dikenakan sanksi penggantian kerugian berdasarkan kerugian yang nyata-nyata

dialami sebagaimana telah kami uraikan di atas dan/atau sanksi administratif

sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Tanggung jawab perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online terhadap pengguna jasa apabila mengalami kecelakaan berdasarkan undang-undang perlindungan konsumen

Terjadinya kecelakaan pada jasa transportasi berbasis aplikasionline

merupakan hal yang tidak terprediksi maupun dihindari. Pada saat terjadi


(35)

ganti rugi baik material maupun imaterial kepada driveratau pun perusahaan jasa

transportasi berbasis aplikasi online. Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang No. 8

Tahun 1999 dinyatakan bahwa Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan

ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Perusahaan transportasi online (pelaku usaha) bertanggung jawab apabila

penumpangnya (pengguna jasa) mengalami evenement seperti kecelakaan atau

kejahatan saat menggunakan transportasi online tersebut.Bentuk pertanggung

jawaban tersebut adalah ganti rugi pada penumpang berupa pengembalian uang

atau pengembalian barang/jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan

kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai maksimal 7 hari setelah

tanggal transaksi antara si penumpang dan si driver (Pasal 19 ayat 2 dan 3).82

a. Pasal 1 butir (11) UUPK jo. Bab XI UUPK, penyebutan sengketa konsumen

sebagai bagian dari sebutan institusi administrasi negara yang mempunyai

tugas untuk menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen,

dalam hal ini adalah BPSK. Batasan BPSK pada pasal 1 butir (11) UUPK

menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “sengketa konsumen” yaitu

sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

menjelaskan kasus diatas merupakan suatu sengketa konsumen, penjelasannya

dapat kita lihat pada:

82

Perlindungan Konsumen Transportasi Online, perlindungan-hukum-konsumen-transportasi-online/7diakses pada tanggal 31 Januari 2017.


(36)

b. Penyebutan sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur

penyelesaian sengketa terdapat apaa Bab X Penyelesaian Sengketa. Pada bab

ini digunakan penyebutan sengketa konsumen secara konsisten, yaitu Pasal

45 ayat (2) dan Pasal 48 UUPK

Pada hakikatnya penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan UUPK ada

2 cara ,yaitu:

1. Proses Litigasi ( Pengadilan )

Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan diatur dalam Pasal

48 UUPK, yang menyatakan “Penyelesaian sengketa konsumen melalui

pengadilan mengacu pada ketentuan tentang pengadilan umum yang berlaku

dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45”

Pasal 45 ayat (2) UUPK menyatakan bahwa setiap konsumen yang

dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas melalui

lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku

usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Artinya

setiap konsumen yang mengalami kerugian atau hilangnya hak akibat dari

kesalahan perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online maka mereka dapat

melakukan gugatan melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa

antara konsumen dengan pelaku usaha seperti Badan Perlindungan Konsumen

Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

(LPKSM) dan Lembaga Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau dapat


(37)

Hukum perlindungan konsumen, secara umum proses beracara dalam

penyelesaian sengketa konsumen dan pelaku usaha mengenal adanya tiga macam

gugatan, yaitu:83

a. Small Claim dapat diartikan jenis gugatan yang dapat diajukan oleh

konsumen, sekalipun dilihat secara ekonomis, nilai gugatannya sangat

kecil.

b. Class Action atau gugatan perwakilan kelompok diakomodir dala Pasal 46

ayat (1) huruf b UUPK. Saat ini sudah ada beberapa undang-undang yang

memberikan kemungkinan bagi masyarakat mengajukan gugatan dengan

prosedur Class Action, yang oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1

Tahun 2002 disebutkan dengan nama “gugatan perwakilan kelompok”.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen mengakomodasi gugatan Kelompok ( Class Action ) ini dalam

Pasal 46 ayat (1) huruf (b). Ketentuan ini menyatakan, gugatan atas

pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen

yang mempunyai kepentingan yang sama.

c. Legal Standing, UUPK juga mengakomodir proses beracara yang

dilakukan oleh lembaga tertentu. Hal ini diatur dalam rumusan Legal

Standing dalam UUPK ditemukan dalam Pasal 46 ayat (1) huruf (c) “

LPKSM yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau

yayasan, yang dalam anggaran menyebutkan dengan tegas, tujuan

83


(38)

didirikannya organisasi tersebut untuk kepentingan perlindungan

konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasar”.

2. Proses non-litigasi (Non peradilan)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

memberikan solusi untuk penyelesaian sengketa konsumen diluar peradilan

umum. Pasal 45 ayat (2) UUPK menyebutkan, jika telah dipilih upaya

penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan

hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu

pihak atau para pihak lain yang bersengketa. Ini dapat diartikan penyelesain

sengketa di pengadilan tetap dibuka apabila penyelesaian sengketa diluar

pengadilan menemui kebuntuan.

Berdasarkan Pasal 47 UUPK menyebutkan penyelesaian sengketa

konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan

mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi mengenai tindakan yang merugikan

konsumen. UUPK dalam Pasal 52 huruf (a) menyebutkan melaksanakan

penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara malalui mediasi

atau arbitrase atau konsoliasi.

a. Mediasi

Proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas kesukarelaan dengan bantuan

mediator bertujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang

dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa. Disini Majelis Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK) bersifat aktif sebagai perantara


(39)

ketiga suatu pihak luar yang netral dan terpercaya, mengajak pihak yang

bersengketa pada suatu penyelesaian sengketa yang telah disepakati. Sesuai

batasan tersebut, mediator berada ditengah-tengah dan tidak memihak pada

salah satu pihak.84

Keuntungan yang didapat jika menggunakan mediasi sebagai jalan

penyelesaian sengketa adalah karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan

pada kerjasama untuk mencapai kompromi maka pembuktian tidak lagi

menjadi bebas yang memberatkan para pihak, menggunakan cara mediasi

berarti penyelesaian sengketa cepat terwujud, biaya murah, bersifat rahasia

(tidak terbuka secara umum seperti pengadilan), tidak ada pihak menang atau

pun kalah serta tidak emosional.

Peran mediator sangat terbatas, yaitu pada hakekatnya hanya menolong para

pihak mencari jalan keluar dari persengketaan yang mereka hadapi sehingga

hasil penyelesaian terletak sepenuhnya pada kesepakatan parah pihak dan

kekuatannya tidak secara mutlak mengakhiri sengketa secara final, serta tidak

pula mengikat secar mutlak tergantung pada itikat baik untuk mematuhinya.

85

Penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa konsumen disamping

memiliki kelebihan-kelebihan, juga terdapat kelemahan-kelemahan mediasi

dalam penyelesain sengketa, yaitu:86 1) Bisa memakan waktu yang lama.

84

Agung Nugroho & Nur Mega Sari, Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Peralatan Makanan yang Mengandung Melamin Palsu,” Lex Jurnal, Volume VIII, No. 2, Apr 2011 hlm. 175.

85 Ibid. 86

Rahmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 83-85.


(40)

2) Mekanisme eksekusi yang sulit karena cara eksekusi putusan hanya

seperti kekuatan eksekusi suatu kontrak.

3) Sangat digantungkan dari itikad baik para pihak untuk menyelesaikan

sengeketa sampai selesai.

4) Mediasi tidak akan membawa hasil yang baik, terutama jika informasi

dan kewenangan tidak cukup diberikan kepada pihak yang bersengketa.

b. Arbitrase

Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan

umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak

yang bersengketa. Dalam penyelesaian sengketa, para pihak menyerahkan

sepenuhnya kepada Majelis BPSK untuk memutuskan dan menyelesaikan

sengketa konsumen yang terjadi. Kelebihan penyelesaian sengketa melalui

arbitrase ini yaitu keputusannya langsung final dan mempunyai kekuatan

hukum tetap dan mengikat para pihak dalam Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa yang terdapat di Pasal

60 yang berbunyi “Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan

hukum teta dan mengikat para pihak”.87

c. Konsiliasi

Konsiliasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan

UUPK. Penyelesaian sengketa ini banyak kesamaannya dengan arbitrase, dan

87


(41)

juga menyerahakn kepada pihak ketiga untuk memberikan pendapatnya

tentang sengketa yang disampaikan oleh para pihak.Walaupun demikian,

pendapat dari konsiliator tersebut tidak mengikat sebagaimana mengikatnya

putusan arbitrase. Keterikatan para pihak terhadap pendapat dari konsiliator

mengakibatkan penyelesaian sengketa tergantung pada kesukarelaan para

pihak.88

Seseorang konsiliator akan mengkalifikasikan masalah-masalah yang

terjadi dan bergabung ditengah-tengah para pihak, tetapi kurang aktif

dibandingkan dengan mediator dalam menawarkan pilihan-pilihan (options)

penyelesaian sengketa. Konsiliasi menyatakan secara tidak langsung

kebersamaan para pihak dimana pada akhirnya kepentingan-kepentingan

bergerak mendekat (moving closer) dan selanjutnya dicapai suatu

penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak ( a measure of goodwill ).

Pandangan-pandangan yang coraknya di antara para pihak harus

dipertemukan dengan teliti.89

Melalui setiap penjelasan-penjelasan yang sudah kita lihat tentunya

perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online harus bertanggung jawab

terhadap pengguna jasa yang mengalami kecelakaan ketika menggunakan jasa

perusahaan tersebut. Permasalahan tersebut dapat dikatakan sebagai sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha, oleh sebab itu kasus kecelakaan ini dapat

dimasukkan kedalam undang perlindungan konsumen. Dalam

undang-undang ini menjamin setiap hak-hak konsumen dan bagaimana menyelesaikan

88 Ibid. 89


(42)

sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Dan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen memberikan beberapa solusi dalam menyelesaikan konflik atau

sengketa pada pengguna jasa transportasi berbasis aplikasi online dengan

perusahaan jasa transportasi berbasis online tersebut. Berdasarkan solusi yang

diberikan oleh UUPK, penyelesaian sengketa yang paling mudah dan cepat adalah

dengan proses non litigasi, yang bersifat musyawarah dan mengedepankan

perdamaian.

UUPK juga memberikan solusi penyelesaian sengketa apabila tidak

ditemukan jalan damai maka akan diselesaikan dengan proses litigasi atau sering

disebut dengan jalur pengadilan atau proses hukum. Melalui proses litigasi ini

setiap keputusan akan bersifat mengikat, memaksa dan memiliki kepastian


(43)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Jasa transportasi berbasis aplikasi online ini merupakan terobosan baru

penggabungan antara teknologi komunikasi dan transportasi.Walaupun sempat

menjadi pro-kontra lahirnya transportasi online karena belum ada peraturan

yang mengatur jasa transportasionline ini, oleh sebab itu pemerintah

mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 32 Tahun

2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor

Umum Tidak dalam Trayek, dan jelas diatur pada pasal 21, 22 dan 23 yang

mengharuskan perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online adalah

perusahaan indonesia dan sah secara hukum. Perusahaan aplikasi juga diminta

untuk menyelenggarakan izin angkutan orang tidak dalam trayek. Penyedia

aplikasi jasa transportasi berbasis aplikasi online merupakan penyelenggara

sistem elektronik sebagai penghubung driver kendaraan dengan para pengguna

jasa. Jasa transportasi berbasis aplikasi online ini diawasi oleh Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan

(DLLAJ), Kementerian Perhubungan dan Direktorat Perhubungan serta

Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia

2. Lahirnya jasa transportasi berbasis aplikasi online tentunya memberi mamfaat


(44)

cepat, nyaman, aman dan murah. Walau pun demikian masyarakat sebagai

konsumen harus diberi perlindungan hukum, banyak hal-hal yang tidak terduga

yang mungkin saja terjadi ketika masyarakat sedang menggunakan jasa

transportasi berbasis aplikasi online tersebut. Yang paling sering terjadi adalah

kecelakaan lalulintas, disini Lembaga Perlindungan Konsumen(LPK) sangat

diperlukan dalam melindungi konsumen untuk mendapatkan ganti rugi yang

setimpal. Dengan adanya UUPK konsumen mendapatkan hak-hak yang harus

didapatkannya. Contoh yang paling konkret yaitu para konsumen yang

mengalami kecelakaan saat menggunakan jasa transportasi berbasis aplikasi

online ini mendapat asuransi jiwa dan ganti rugi. Hal tersebut sesuai dengan

apa yang sudah diamanatkan UUPK.

3. Terjadinya kecelakaan pada saat penggunaan jasa transportasi berbasis aplikasi

online merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Dalam setiap kasus

kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan raya, tentunya mempunyai

konsekwensi hukum bagi pengemudi kendaraan tersebut. Seperti yang diatur

dalam Undang Undang (UU) No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas.

Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dinyatakan bahwa

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang

dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Jadi perusahaan

transportasi online (pelaku usaha) bertanggung jawab apabila penumpangnya

(pengguna jasa) mengalami evenement seperti kecelakaan atau kejahatan saat


(45)

alternatif-alternatif dalam pemberian ganti rugi akibat kecelakaan tersebut,

seperti UUPK menjelaskan bahwa kejadian diatas dapat dijadikan sebagai

sengketa konsumen karena merugikan konsumen dan tentunya konsumen

mengharapkan ganti rugi. Oleh sebab itu UUPK memberikan dua cara

menyelesaikan persengketaan tersebut, yakni: Melalui proses litigasi

(Pengadilan) dan non-litigasi (luar pengadilan). Contoh non litigasi adalah

mediasi, arbitrasi dan konsiliasi. Apabila kesepakatan tidak didapatkan dari

proses non-litigasi maka langkah terakhir adalah membawa kedalam peradilan

atau proses litigasi.

B.Saran

1. Lahirnya transportasi berbasis aplikasi online ini diperlukan regulasi-regulasi

agar transportasi ini dapat berjalan sesuai dengan undang-undang yang telah

ada dan kebutuhan masyarakat. Pemerintah perlu membuat undang-undang

mengenai jasa transportasi tersebut dan mengawasinya dengan baik dan

membentuk lembaga pengawas yang lebih terkhusus kepada jasa transportasi

berbasis aplikasi online.

2. Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat perlindungan sebagai

konsumen terhadap sarana prasana yang dibuat oleh pemberi jasa baik jasa

pangan, sandang, transportasi dan lain sebagainya. Disini UUPK

mengamanatkan bahwa setiap konsumen mempunyai hak yang sama untuk

dilindungi, apalagi menyangkut nyawa mereka. Jadi kita harapkan badan-badan


(46)

dalam menegakkan hak-hak dari pengguna jasa yang merasa dirugikan ketika

memakai jasa transportasi berbasis aplikasi online.

3. Perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online harus bertanggung jawab

terhadap kecelakaan lalu lintas yang dialami armada miliknya.

Pertanggungjawaban yang dapat diberi berupa asuransi jiwa, santunan maupun

ganti rugi sesuai dengan kerugian yang dialami pengguna jasa. Disini driver

juga harus mendapatkan ganti rugi yang layak walaupun kecelakaan terjadi

akibat dari kesalahannya sendiri itupun harus berdasarkan kesepakatannya

dengan perusahaan tempatnyabekerja. Jadi disini pemerintah maupun lembaga

yang berwenang diharapkan menjadi pihak penengah dalam menyelesaikan

sengketa antara pihak yang bersengketa sehingga hak dan kewajiban kedua


(47)

BAB II

JASA TRANSPORTASI BERBASIS APLIKASI ONLINE

A. Pengertian dan Sejarah Jasa Transpotasi Berbasis Aplikasi Online di Indonesia

Transportasi merupakan salah satu sarana perhubungan yang sangat

penting dalam segala hal aktivitas manusia. Semakin berkembang sarana

transportasi semakin mudah terjalin hubungan antar manusia. Sejak jaman-jaman

purba mobilitas masyarakat manusia telah terjadi. Perpindahan penduduk dari satu

tempat ke tempat yang lain telah terjadi. Mobilitas penduduk ini diikuti juga oleh

mobilitas barang yang dibawa oleh mereka. Oleh karena itu sarana transportasi

sejak masa lampau telah dibutuhkan oleh manusia. Pada masa sekarang dimana

mobilitas manusia dan barang sangat tinggi, dan terjadi bukan hanya didalam satu

wilayah tetapi juga antar pulau dan bahkan antar Negara, maka sarana transportasi

sangat memegang peranan yang penting.

Sejarah transportasi dimulai sejak roda ditemukan sekitar 3500 tahun yang

lalu, transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke

tempat yang lain yang digerakan oleh manusia. Transportasi sangatlah penting

untuk kehidupan semua sosial manusia. Bentuk paling sederhana dari transportasi

secara teoritis adalah semua hal dipengaruhi penggunaan oleh manusia. Memasuki

abad ke-20 seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan industri,


(48)

Perkembangan transportasi disetiap negara di dunia tentulah berbeda-beda,

mengikuti kemajuan teknologi di negara masing-masing.18

Keberadaan transportasi dapat membantu roda pergerakan perekonomian

suatu daerah, baik tingkat nasional maupun lokal. Kegunaan transportasi berperan

vital dalam membantu penyaluran barang dan jasa jika dilihat dari era modernisasi

saat ini, dimana segala sesuatu hal harus cepat dan juga tepat sasaran. Apalagi

pada saat ini masyarakat modern sudah mengenal alat komunikasi yang sangat

maju dan canggih seperti telepon pintar atau smartphone yang pada saat ini sangat

mendukung segala aspek kehidupan. Apalagi ssetelah dikenal internet yaitu

jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan sistem global

Transmission Control Protocol / Internet Protocol Suite (TCP/IP)19

Pada saat ini, masyarakat Indonesia sangatlah kecewa pada masalah

transportasi yang sangat padat dan tidak karuan. Tingginya tingkat kemacetan dan

polusi udara menjadi alasan utama masyarakat enggan keluar rumah atau kantor.

Padahal di sisi lain, mereka harus gesit untuk memenuhi kebutuhan, misalnya

untuk makan, mengirim barang, atau membeli barang tertentu. Akibatnya, mereka

. Dengan

adanya jaringan internet ini tentunya komunikasi semakin mudah dan cepat.

Sehingga memudahkan berjalannya kehidupan masyarakat.

Beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami transformasi dalam hal

transportasi. Perkembangan teknologi yang semakin modern telah merambah

dunia transportasi di Indonesia. Hal ini terlihat dari bermunculannya model

transportasi berbasis online pada kota-kota besar di Indonesia.

18

Moda Transportasi atau sejarah tranportasi di Dunia Dan Indonesia wikibooks.org/wiki/Moda_Transportasi/Sejarah_transportasi diakses pada tanggal 3 Maret 2017.

19


(49)

mencari cara praktis untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan tanpa

haruskeluar rumah atau kantor, salah satunya dengan menggunakan jasa

transportasi online.

Jasa transportasi berbasis online ini disebut juga dengan aplikasi

ridesharing yang kemunculannya di Indonesia mulai marak pada tahun 2014.

Pada awal kemunculannya dimulai oleh aplikasi Uber yang mengusung UberTaxi

sebagai bisnis layanan transportasi berbasis aplikasi online. Kemudian diikuti

dengan kemunculan Gojek, GrabBike, GrabTaxi, dan aplikasi berbasis online

lainnya.

Terkait fenomena aplikasi berbasis online, dapat ketahui sebelum

kemunculan dan maraknya aplikasi seperti Gojek, GrabBike, GrabTaxi, maupun

aplikasi lainnya, kita telah mengenal terlebih dahulu Uber. Perusahaan aplikasi

berbasis online ini dilahirkan oleh Garret Camp dan Travis kalanick di kota San

Fransisco, Amerika Serikat sekitar pada tahun 2009. Di San Fransisco pun yang

beroperasi tidak hanya Uber tetapi ada pesaing terbesarnya yaitu, Lyft dan

SideCar. Di lain negara seperti halnya di Asia, aplikasi trasnportasi berbasis

online pun sudah ada seperti EasyTaxi serta Ola di India.20

Fenomena jasa transportasi berbasis aplikasionline sebenarnya merupakan

jawaban atas kebutuhan masyarakat akan transportasi yang mudah di dapatkan,

nyaman, cepat, dan murah. Banyak faktor yang membuat aplikasi berbasis online

ini dibutuhkan oleh banyak masyarakat khususnya di kota-kota besar seperti

Jakarta. Di Jakarta dari sisi kebutuhan masyarakat, transportasi online sudah

20

Pengaturan Jasa Transportasi Online


(50)

menjadi sebuah moda alternatif yang diinginkan masyarakat setelah sebelumnya

masyarakat harus menggunakan moda transportasi konvensional yang menuai

beberapa masalah seperti minimnya keamanan dan kenyamanan ketika

menggunakan bis umum yang seringkali sudah tidak layak beroperasi maupun

faktor-faktor lainnya.

Selain itu, saat ini teknologi merupakan kebutuhan yang sangat penting

dalam aspek global karena dunia semakin cepat berubah kearah modernisasi

berbagai aspek, oleh karena itu setiap negara harus mampu bersaing dengan

pemanfaatan teknologi serta mengaplikasikannya di dalam aktivitas. Berkaitan

dengan hal ini, jasa transportasi berbasis aplikasionline merupakan tuntutan

persaingan yang mengharuskan peran teknologi di dalam mempermudah mobilitas

masyarakat.21

Beberapa contoh perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasionline di

Indonesia yaitu :22 a) Go-Jek

Pada prinsipnya, aplikasi Go-Jek bekerja dengan mempertemukan permintaan

angkutan ojek dari penumpang dengan jasa tukang ojek yang beroperasi di

sekitar wilayah penumpang tersebut. Cukup dengan mengunduh aplikasinya

dari Google Play Store, maka kita bisa memesan jasa layanan tersebut. Tarif

angkutannya disesuaikan dengan jarak tempuh yang akan dicapai. Selain jasa

angkutan penumpang, ada juga layanan antar barang (kurir) dan belanja.

21

Andika Wijaya, Aspek Hukum Bisnis Transportasi Jalan Online, (Jakarta: Sinar Grafika), 2016, hal. 27.

22

10 Jasa Transportasi Online yang ada di indonesia dari gojek hingga uber taksi.http://economy.okezone.com/read/2015/09/23/320/1219859/10-jasa-transportasi-online-di-indonesia-dari-go-jek-hingga-uberdiakses pada tanggal 21 Desember 2016.


(51)

b) Grabbike

Hampir mirip dengan Go Jek, hanya saja layanan Grabbike belum memiliki

layanan antar barang atau belanja. Saat ini, Grabbike telah beroperasi di 3

kota di kawasan Asia Tenggara yang mengalami persoalan kemacetan, seperti

Ho Chi Min City dan Hanoi di Vietnam, serta di Jakarta.

c) Grabtaxi

Grabtaxi merupakan aplikasi pemesanan taksi dengan induk perusahaan dari

Malaysia. Dengan aplikasi ini, masyarakat bisa memesan taksi untuk

keperluan antar jemput dengan tariff standar yang ditetapkan sesuai argo.

Layanan antar jemput bisa lebih cepat karena pemesanan dilakukan melalui

aplikasi yang sudah diunduh di smartphone.

d) Uber

Uber adalah perusahaan jaringan transportasi dari Amerika yang

menggunakan aplikasi di smartphone untuk pemesanan mobil. Bedanya,

armada mobil yang digunakan bukan transportasi public plat kuning,

melainkan mobil pribadi bernomor polisi hitam dengan logo khusus Uber.

Jika menggunakan jasa ini tidak bisa membayar tunai, tapi secara online atau

kartu kredit. Tarif yang ditetapkan adalah Rp 30 ribu sebagai tarif minimal

dan selanjutnya dikenakan tarif perjalanan berdasar waktu dan jarak yang

ditempuh. Jenis mobil yang digunakan adalah Toyota Innova, Alphard dan


(52)

Adapun tujuan dan manfaat lahirnya jasa transportasi berbasis aplikasi

onlineadalah sebagai berikut: 23

a. Praktis dan mudah digunakan, layanan jasa transportasi berbasis aplikasi

onlineinicukup menggunakan telepon pintar yang sudah menggunakan

internet dan aplikasi jasa transportasi online yang ada didalamnya, kita dapat

melakukan pemesanan layanan jasa transportasi.

b. Transparan, dengan jasa transportasi berbasis aplikasi online ini juga

memungkinkan pelanggan mengetahui dengan pasti setiap informasi jasa

transportasi online secara detail seperti nama driver,nomor kendaraan, posisi

kendaraan yang akan dipakai, waktu perjalanan, lisensi pengendara dan lain

sebagainya.

c. Lebih terpercaya, maksudnya disini lebih terpercaya adalah para pengemudi

atau driver sudah terdaftar didalam perusahaan jasa transportasi berbasis

aplikasi online ini berupa identitas lengkap dan perlengkapan berkendara

yang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga dapat meminimalisir

resiko kerugian terhadap pengguna jasa transportasi ini.

d. Adanya asuransi kecelakaan bagi pengguna dan pengemudi, salah satu

perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online yaitu GO-JEK telah

melakukan kerjasama dengan perusahaan asuransi Allianz dalam memberikan

perlindungan asuransi kecelakaan bagai para pengguna jasa transportasi

GO-JEK.

23

Ojek Online,


(1)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA TRANSPORTASI BERBASIS APLIKASI ONLINE YANG MENGALAMI

KECELAKAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

*Ricki Bermana Purba **Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum

***Tri Murti Lubis, S.H., M.Hum

Kemajuan teknologi, komunikasi, dan informasi pada masa ini mendorong masyarakat untuk berkembang, baik dalam sisi sosial maupun non sosial. Terkhusus pada jasa transportasi. Pada saat ini masyarakat dipenuhi oleh mobilitas yang tinggi sehingga mereka membutuhkan jasa transportasi yang cepat, aman dan nyaman. Maka dari situlah para pengusaha jasa transportasi mulai berpikir mengembangkan jasa transportasi sesuai dengan keinginan masyarakat dan sesuai dengan perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi yaitu dengan menciptakan Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online (JTBAO), JTBAO yang mulai ramai digunakan ini dinilai sebagai solusi untuk lebih cepat mencapai tempat tujuan.Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap pengguna jasa transportasi berbasis aplikasi online yang mengalami kecelakaan saat menggunakan jasa transportasi tersebut berdasarkan undang-undang perlindungan konsumen.

Metode penulisan yang digunakan dalam mencari data guna mendukung pembuatan skripsi ini adalah metode normatif dan bersifat deskriptif analisis sehingga pengumpulan data dilakukan dengan tehknik studi pustaka, dan pengumpulan data primer yang diperoleh melalui peraturan-peraturan yang ditetapkan pihak berwenang dan data dari perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online

Hasil penelitian menjelaskan terdapat beberapa peraturan perundang-undangan tentang perlindungan terhadap pengguna jasa transportasi berbasis aplikasi online yang mengalami kecelakaan, yaitu : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 22 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang merupakan dasar hukum jasa transportasi berbasis aplikasi online ini bisa dibentuk. Dan dari pihak perusahaan tempat jasa transportasi berbasis aplikasi online ini berasal, memiliki beberapa cara dalam melaksanakan tanggungjawab terhadap kecelakaan yang di alami konsumen pada saat mengggunakan jasa.

Kata Kunci : Perlindungan hukum, Perlindungan Konsumen, Jasa Transportasi Online, Kecelakaan lalu lintas


(2)

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat, rahmat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Penulis juga bersyukur kepadaNya telah diberi kesehatan, waktu dan keadaan yang baik sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tidak kekurangan suatu apa pun.

Adapun skripsi ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Jasa

Transportasi Berbasis Aplikasi Online Yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu kewajiban untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan banyak pihak, oleh karena itu penulis berterima kasih sekali kepada semua pihak yang sudah turut serta dalam membantu penyelesaian penulisan skripsi ini..

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S. H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Dr. OK. Saidin, S.H., M. Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Puspa Melati, S,H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H.,M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi;


(3)

6. Tri Murti Lubis, S.H., M.H., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi;

7. Prof. Dr. Sunarmi, S,H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan serta memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi;

8. Tri Murti Lubis S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan serta memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi;

9. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik; 10.Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Univeristas

Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu serta mendidik dan membimbing Penulis selama mengikuti perkuliahan sampai Penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan baik. Serta seluruh Bapak/Ibu Staf Administrasi (Pegawai Tata Usaha) yang telah banyak membantu dan memberikan pelayanan terbaiknya sehingga Penulis dapat menyelesaikan urusan-urusan administrasi dengan baik;

11.Teristimewa persembahan kepada kedua orang tuaku, Drs. Pikir dan R Br Ginting Munthe, SPd. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang telah diberikan kepada Penulis sampai saat ini dan atas doa-doanya yang tidak berkesudahan, yang selalu sabar, memotivasi dan memberi dukungan moriil dan materil yang tidak akan bisa terbalaskan dan tergantikan;

12.Kepada Adik-Adikku, Ricko Bastanta Purba, Erika Sempana, Fredy Septrianus, Devit Tarigan, Teopilus Ginting dan Dirgawantara Ginting terima kasih atas dukungan dan semangatnya;

13.Buat Adinda Irena Miranda Sembiring Brahmana. Terima kasih atas sayang, dukungan, semangat, perhatian dan pengertian yang telah diberikan kepada saya;

14.Buat teman-temanku seperjuangan Kurnia Ramadhan Sormin, Riski Prananda S.B, Jonathan Singarimbun, Morando Simbolon dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan terkhusus Tissue


(4)

15.Comunity (Leavanny, Sherly, Merry, Adit, Aldo, Duma Evelyn dan Dionisius) terima kasih atas suport dari semuanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap kepada setiap orang yang membaca skripsi ini dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun, sebab semua karya yang diciptakan manusia tidak ada yang sempurna, kecuali ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, September 2016

Ricki Bermana Purba NIM: 120200297


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Keaslian Penulisan ... 8

F. Tinjuan Pustaka ... 9

G. Metode Penelitian ... 13

H. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II JASA TRANSPORTASI BERBASIS APLIKASI ONLINE ... 19

A. Pengertian dan Sejarah Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online di Indonesia ... 19

B. Sumber Hukum Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online ... 26

C. Mekanisme Menjalankan Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi .. 30

D. Pengawasan Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online ... 35

BAB III TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 45

A. Perlindungan Konsumen di Indonesia ... 45

B. Badan Pelaksana dan Pengawasan Perlindungan Konsumen ... 52

C. Hak dan Kewajiban Konsumen Dalam Perlindungan Konsumen ... 61


(6)

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA TRANSPORTASI BERBASIS APLIKASI ONLINE YANG MENGALAMI KECELAKAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 68

A. Tanggung Jawab Hukum Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ... 68

B. Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Transporasi Berbasis Aplikasi Online Terhadap Pengguna Jasa Apabila Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 85


Dokumen yang terkait

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN GAME ONLINE YANG MENGALAMI BUG AND ERROR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

0 4 1

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA JASA PENITIPAN HEWAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 9 50

Perlindungan hukum terhadap pengguna kartu telepon seluler indosat Surakarta (berdasarkan undang undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen)

1 14 121

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Pembayaran Rekening Listrik Secara Online Di Kabupaten Tabanan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

0 0 14

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) SELAMAT GROUP BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 16

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

2 7 8

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 1

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 1 18

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 5 26

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 4