Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006.
Suwardjoko Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, ITB, Bandung, 1990.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986. _______, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
_______, Pengantar Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. Sution Usman Adji, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Rinka Cipta, Jakarta,
1991.
B. Artikel, Jurnal, Majalah
Sofian Parerungan, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Produk Cacat, Artikel, Hakim Pengadilan Negeri Bangil, Bangil: Pengadilan Negeri
Bangil, 2014.
C. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36PMK.0102008 Tentang Besar Santunan
Dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
Universitas Sumatera Utara
37
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PENUMPANG PENGANGKUTAN DARAT
ONLINE BERBASIS APLIKASI
D. Hak Dan Kewajiban Penumpang Dalam Jasa Pengangkutan Darat
Online Berbasis Aplikasi
Istilah konsumen atau pengguna jasa dapat ditemukan dalam peraturan perundang-undangan, dimana secara yuridis formal pengertian konsumen dimuat
dalam undang-undang adalah “setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
48
Dari pengertian konsumen diatas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur definisi
konsumen, yaitu sebagai berikut:
49
1. Setiap orang, dimana subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap
orang yang berstatus sebagai pemakai barang danatau jasa. Istilah orang disini tidak dibedakan apakah orang individual yang lazim disebut
natuurlijke person
atau termasuk juga badan hukum rechtspersoon. Oleh karena itu, yang paling tepat adalah tidak membatasi pengertian konsumen
sebatas pada orang perseorangan, tetapi konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas daripada badan hukum.
2. Pemakai, dimana kata pemakai diartikan sebagai konsumen akhir ultimate
consumer .
50
3. Barang danatau jasa, dimana barang diartikan sebagai benda, baik berwujud
maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, benda yang dapat dihabiskan maupun yang tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan,
Pemakai merupakan pengguna akhir dari hasil produksi yang di buat oleh pelaku usaha.
48
Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
49
AZ. Nasution, Op. Cit., hal. 27
50
Penjelasan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
4. Yang tersedia dalam masyarakat, unsur ini merupakan barang atau jasa yang
ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran, namun, di era perdagangan sekarang ini, syarat mutlak itu tidak lagi di tuntut oleh
masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang developer perumahan yang telah biasa mengadakan transaksi konsumen tertentu seperti
futures trading
dimana keberadaan barang yang diperjualbelikan bukan sesuatu yang diutamakan.
5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain,
dimana unsur ini merupakan unsur transaksi konsumen yang ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain seperti
hewan dan tumbuhan.
6. Barang danatau jasa itu tidak untuk diperdagangkan, unsur ini menjelaskan
bahwa hanya konsumen akhir yang menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya, keluarganya, atau pada umumnya untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangganya atau keperluan non komersial.
Definisi tersebut di atas sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah
pengguna terakhir, tanpa melihat apakah si konsumen adalah pembeli dari barang danatau jasa tersebut.
51
Hal ini juga sejalan dengan pendapat dari pakar masalah konsumen yang menyimpulkan bahwa “para ahli hukum pada umumnya sepakat
mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa pengertian konsumen dalam arti sempit.”
52
Melalui Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menetapkan hak
konsumen, yaitu:
53
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan atau jasa. 2.
Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang di
janjikan.
51
Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoretis Dan Perkembangan Pemikiran,
Nusa Media, Bandung, 2008, hal. 8
52
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 3
53
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan atau jasa. 4.
Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapat advokasi perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan, dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. 8.
Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang di terima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Selain memperoleh hak-hak seperti yang disebutkan di atas, konsumen juga diwajibkan untuk:
54
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur atau pemanfaatan
barang dan atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. 2.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa. 3.
Membayar sesuai nilai tukar yang di sepakati. 4.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Terdapat juga hak dan kewajiban pengguna jasa dalam jasa pengangkutan darat online berbasis aplikasi. Adapun hak konsumen dalam dalam jasa
pengangkutan darat online berbasis aplikasi, yaitu:
55
1. Mendapat informasi mengenai penggunaan aplikasi jasa pengangkutan darat
online yang akan digunakan.
2. Mendapat petunjuk mengenai fungsi dalam penggunaan fasilitas serta fitur
keamanan dan kenyamanan yang tersedia dalam aplikasi jasa pengangkutan darat online yang akan digunakan.
3. Mendapat jaminan dari penyedia jasa mengenai ketersediaan armada yang
akan datang dari aplikasi jasa pengangkutan darat online yang digunakan. 4.
Mendapat jaminan keamanan dan keselamatan dari penyedia jasa terhadap produk aplikasi jasa pengangkutan darat online yang digunakan.
54
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
55
Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Bapak Rezi Selaku Penumpang Go-Jek Online, Tanggal 10 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan yang menjadi kewajiban dari konsumen terhadap layanan transportasi online yang akan dipergunakannya adalah sebagai berikut:
56
1. Membayar dan menyelesaikan sejumlah pembayaran baik secara tunai
maupun metode lain terhadap aplikasi jasa pengangkutan darat online yang digunakan.
2. Membaca pedoman dan petunjuk keselamatan penggunaan aplikasi jasa
pengangkutan darat online yang digunakan. 3.
Menggunakan pedoman kseselamatan selama berkendara dengan jasa pengangkutan darat online yang digunakan.
4. Memberikan laporan secepat mungkin kepada pelaku usaha mulai dari yang
terendah samapai tingkat tertinggi, jika terdapat kesalahan atau kelalaian pengemudi kendaraan dari aplikasi jasa pengangkutan darat online yang
digunakan.
E. Syarat-Syarat Dan Prosedural Bagi Pengguna Jasa Penumpang Dalam
Menggunakan Jasa Pengangkutan Darat Online Berbasis Aplikasi
Syarat dan prosedural bagi pengguna jasa penumpang dalam menggunakan jasa pengangkutan darat online berbasis aplikasi diatur di dalam
bagian syarat dan ketentuan pada aplikasi jasa pengangkutan darat online, yang mana prosedur penggunaan aplikasi tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Pengguna jasa atau penumpang mengunduh aplikasi jasa pengangkutan darat
online di playstore melalui smartphone pengguna.
2. Pengguna jasa menginstall aplikasi jasa pengangkutan darat online di
smartphone pengguna.
3. Pengguna jasa membuat id dan password pada jasa pengangkutan darat
online di smartphone pengguna.
56
Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Bapak Rezi Selaku Penumpang Go-Jek Online, Tanggal 10 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
4. Pengguna jasa memasukkan nama, email, dan alamat lengkap pengguna jasa
pada aplikasi jasa pengangkutan darat online di smartphone pengguna. 5.
Pengguna jasa kemudian melakukan login, dan memilih menu pengangkutan yang terdapat dalam aplikasi jasa pengangkutan darat online di smartphone
pengguna. 6.
Pengguna jasa memilih metode pembayaran tunai atau pendebetan melalui akun pengguna atas pelaksanaan pengangkutan jasa pengangkutan darat
online di smartphone pengguna.
7. Pengguna jasa dapat melihat keberadaan posisi driver yang akan
mengantarkannya ketempat tujuan pada aplikasi jasa pengangkutan darat online
di smartphone pengguna. 8.
Setelah dilakukan pengangkutan maka perusahaan jasa pengangkutan darat online
akan meminta pembayaran sesuai dengan tarif dan jarak yang telah ditentukan dan di pilih oleh pengguna jasa.
Syarat dan ketentuan tersebut tentunya harus benar-benar diketahui oleh pengguna jasa, dimana hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman
dalam perjanjian pengangkutan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam pengangkutan darat online.
F. Bentuk Perlindungan Hukum Yang Diberikan Pemerintah Bagi
Pengguna Jasa Pengangkutan Darat Online Berbasis Aplikasi
Perlindungan hukum bagi penumpang adalah suatu masalah yang besar dengan persaingan global yang terus berkembang sehingga perlindungan hukum
Universitas Sumatera Utara
sangat dibutuhkan dalam persaingan global.
57
Dilihat dari aspek perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan, tidak ditegakkannya perlindungan hukum
sangat tidak ideal dan dalam praktek merugikan bagi konsumen, karena pada tiap kecelakaan alat angkutan darat tidak pernah terdengar dipermasalahkannya
tanggung jawab pengusaha kendaraan angkutan umum. Pemerintah dalam rangka mewujudkan perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa angkutan umum,
memberikan bentuk perlindungan hukum berupa:
58
1. Perlindungan Hukum Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Berdasarkan undang-undang tersebut disebutkan bahwa “perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.”
59
Kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen,
yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak
konsumen.
60
57
Abdul Halim Barkatullah, Op. Cit., hal. 23
58
E. Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 163
59
Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlundungan Konsumen
60
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008, hal. 4
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki
Universitas Sumatera Utara
hak dan posisi yang berimbang dan mereka dapat menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.
61
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku saat ini memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dengan adanya dasar hukum yang
pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Pengertian perlindungan konsumen yang termaktub dalam undang-
undang ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka
akses informasi tentang barang danatau jasa bagi konsumen, dan menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.
62
“Hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan
mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah
antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.”
AZ Nasution berpendapat bahwa:
63
Namun, ada pula yang berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen. Hal ini dapat di lihat bahwa hukum
konsumen memiliki skala yang lebih luas karena hukum konsumen meliputi berbagai aspek hukum yang didalamnya terdapat kepentingan pihak konsumen
dan salah satu bagian dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan
61
Ibid. , hal. 5
62
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 8
63
AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Diadit Media, Jakarta, 2001, hal. 11
Universitas Sumatera Utara
pihak lain.
64
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan. Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan 5 lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional yakni yang berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum. Maksud dari asas-asas tersebut yakni sebagai berikut:
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
65
Pada dasarnya lahir dan dibentuknya undang-undang perlindungan konsumen bertujuan untuk:
66
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri. 2.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang danatau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
64
Ibid., hal. 12
65
Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
66
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang danatau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang danatau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Tujuan yang ingin dicapai perlindungan konsumen umumnya dapat dibagi dalam tiga bagian utama yaitu:
1. Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang danatau jasa
kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya. 2.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsur-unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan
informasi.
3. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab.
Berdasarkan ketiga tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa sangat penting untuk dapat melindungi konsumen dari berbagai hal yang dapat mendatangkan
kerugian bagi mereka. Konsumen perlu dilindungi, karena konsumen dianggap memiliki suatu kedudukan yang tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini
menyangkut bidang pendidikan dan posisi tawar yang dimiliki oleh konsumen, dimana seringkali konsumen tak berdaya mengahadapi posisi yang lebih kuat dari
para pelaku usaha.
67
Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formiil makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunnya ilmu pengetahuan
dan tekhnologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai
67
Gunawan Widjaya Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 27
Universitas Sumatera Utara
sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka konsumenlah yang pada umumnya
merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu
hal yang penting dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan
konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang guna melindungi hak-hak konsumen yang sering diabaikan produsen yang hanya
memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas untuk melindungi produsen yang jujur.
68
Pada era perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa dapat masuk kesemua negara dengan bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan
yang jujur. Persaingan yang jujur adalah suatu persaingan dimana konsumen dapat memilih barang atau jasa karena jaminan kulitas dengan harga yang wajar. Oleh
karena itu pola perlindungan konsumen perlu diarahkan pada pola kerjasama antar negara, antara semua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model
perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi produsen sendiri diantara
keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi antara produsen dan konsumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi hal
yang sangat penting di berbagai negara bahkan negara maju yang tercatat sebagai
68
Happy Susanto, Op. Cit., hal. 39
Universitas Sumatera Utara
negara yang banyak memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen.
69
Terkait dengan pertanggungjawaban didalamnya terdapat prinsip tanggung jawab yang merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan
konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati- hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh
tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.
70
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan liability base on fault.
Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang
dilakukan. Prinsip ini tercantum dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang harus dipegang secara teguh. Pasal 1365 KUH Perdata
yang dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok yaitu:
Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab hukum dalam hukum perlindungan konsumen
dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Adanya perbuatan melanggar hukum, perbuatan melanggar hukum dapat
berupa melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat, berlawanan dengan kesusilaan dan berlawanan dengan sikap
hati-hati yang seharusnya diindahkan dalam pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang lain.
71
69
Husni Syawali Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 33
70
Shidarta, Op. Cit., hal. 59
71
Ahmadi Miru Sutarrnan Yodo, Op Cit., hal. 130
Universitas Sumatera Utara
b. Adanya unsur kesalahan, dimana kesalahan ini mempunyai tiga unsur
yaitu perbuatan yang dilakukan dapat disesalkan, dan perbuatan tersebut dapat diduga akibatnya.
72
c. Adanya kerugian yang diderita, adalah berkurangnya harta kekayaan
pihak yang satu yang disebabkan oleh perbuatan melakukan atau membiarkan yang melanggar norma oleh pihak lain.
Dalam arti objektif, sebagai manusia normal dapat menduga akibatnya, sedangkan dalam arti subjektif sebagai
seorang ahli dapat menduga akibatnya.
73
Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian yaitu
kerugian yang menimpa diri dan kerugian yang menimpa harta benda seseorang, sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian
nyata yang dialami serta kehilangan yang diharapkan.
74
d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Prinsip ini
dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Artinya tidak jika orang yang
tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain, dan beban pembuktiannya ada pada pihak yang mengakui mempunyai suatu
hak, dalam hal ini adalah penggugat. 2.
Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab presumption of liability. Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai
ia dapat membuktikan kalau ia tidak bersalah. Beban pembuktian ada pada si
72
Purwahid Patrick, Dasar-Dasar Hukum Perikatan Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Dan Undang-Undang
, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 10-11
73
Nieuwenhuis, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Universitas Airlangga, Surabaya, 1985, hal. 57
74
Ahmadi Miru Sutarrnan Yodo, Op. Cit., hal. 133
Universitas Sumatera Utara
tergugat. Ini dikenal dengan istilah beban pembuktian terbalik. Dalam prinsip beban pembuktian terbalik, seseorang dianggap bersalah sampai yang
bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya, hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah yang lazim dikenal dalam hukum
namun jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak asas ini cukup relevan karena yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di
pelaku usaha.
75
3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab presumption of
nonliabiity . Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya
dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.
76
Contohnya dapat dilihat dalam hukum pengangkutan, kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabintangan yang biasanya dibawa dan diawasi oleh
penumpang konsumen adalah tanggung jawab dari penumpang, dalam hal ini pelaku usaha tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.
77
Sekalipun demikian, dalam ada penegasan prinsip praduga untuk tidak selalu
bertanggung jawab ini tidak lagi diterapkan secara mutlak dan mengarah kepada prinsip tanggung jawab dengan pembatasan uang ganti rugi,
78
75
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 95
76
Shidarta, Op. Cit., hal. 62
77
Ibid ., hal. 96
78
Pasal 44 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkatan Udara
artinya bagasi kabintangan tetap dapat dimintakan pertanggungjawabannya
Universitas Sumatera Utara
sepanjang bukti kesalahan pihak pelaku usaha dapat ditunjukkan, beban pembuktian ada padi si penumpang.
79
4. Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability adalah prinsip tanggung jawab
yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari
tanggung jawab misalnya keadaan force majeur. Pada prinsip ini hubungan kausalitas antara pihak yang bertanggung jawab dengan kesalahannya harus
ada. Strict liability adalah bentuk khusus dari tort perbuatan melawan hukum, yaitu prinsip pertanggungjawaban dalam perbuatan melawan hukum
yang tidak didasarkan pada kesalahan sebagaimana pada tort umumnya, tetapi prinsip ini mewajibkan pelaku usaha langsung bertanggung jawab atas
kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum itu. Dengan prinsip tanggung jawab mutlak ini, maka kewajiban pelaku usaha untuk mengganti
kerugian yang diderita oleh konsumen karena mengonsumsi produk yang cacat merupakan suatu risiko, yaitu termasuk dalam risiko usaha. Karena itu,
pelaku usaha harus lebih berhati-hati dalam menjaga keselamatan dan keamanan pemakaian produk terhadap konsumen. Di dalam negeri konsep
strict liability tanggung jawab mutlak, tanggung jawab risiko secara implisit
dapat ditemukan di dalam Pasal 1367 dan Pasal 1368 KUH Perdata. Pasal 1367 KUH Perdata mengatur tentang tanggung jawab seseorang atas kerugian
yang disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya, sedangkan Pasal 1368 KUH Perdata tentang tanggung jawab pemilik atau
79
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pemakai seekor binatang buas atas kerugian yang ditimbulkan oleh binatang itu, meskipun binatang itu dalam keadaan tersesat atau terlepas dari
pengawasannya. Keadaan tersesat atau terlepas ini sudah menjadi faktor penentu tanggung jawab tanpa mempersoalkan apakah ada perbuatan
melepaskan atau menyesatkan binatangnya. Dengan perkataan lain, pemilik barang dan pemilik atau pemakai binatang dapat dituntut bertanggungjawab
atas dasar risiko, yaitu risiko yang diambil oleh pemilik barang atau pemilik atau pemakai binatang.
80
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan limitation of liability. Prinsip
ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian jasa
laundry misalnya jika barang konsumen hilang atau rusak maka ganti
kerugian hanya dibatasi yaitu 10 sepuluh kali dari biaya pencucian. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara
sepihak oleh pelaku usaha dan dalam UUPK seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausul yang merugikan konsumen
termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya, jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
81
Peranan undang-undang perlindungan konsumen dalam melindungi hak konsumen dapat dilihat dalam ketentuan dan pasal-pasal dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sebagaimana tercantum dalam Pasal 7, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
80
Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 115-119
81
Ibid ., hal. 98
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan Konsumen. Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumenmenjelaskan bahwa kewajiban pelaku
usaha yang di atur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu:
82
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. 4.
Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa
yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba
barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan.
7. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang
danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Terdapat juga larangan dimana pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang:
83
1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan. 2.
Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
tersebut.
3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya. 4.
Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang danatau
jasa tersebut.
5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut.
6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut.
82
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
83
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan
atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. 8.
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label.
9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
10. Tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut diatas dapat dilihat bahwa
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sangat melindungi semua hak-hak konsumen dari perbuatan melawan hukum atau
kelalaian pelaku usaha, dimana poin-poin dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan apa
saja yang harus dilakukan pelaku usaha untuk melindungi segala hal yang menjadi hak-hak dari konsumen itu sendiri.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga menyertakan pemerintah untuk memberikan peranan dan tanggung jawab dalam memberikan perlindungan
hukum bagi konsumen sebagaimana dinyatakan bahwa “pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin
diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha”.
84
84
Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Dalam Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa “pembinaan perlindungan konsumen yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah sebagai upaya untuk menjamin
Universitas Sumatera Utara
diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilakukannya kewajiban masing-masing sesuai dengan asas keadilan dan asas keseimbangan kepentingan.”
Tugas pembinaan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan oleh menteri atau menteri teknis terkait. Menteri ini melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen. Beberapa tugas pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan perlindungan
konsumen telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
sebagai berikut:
85
1. Menciptakan iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku
usaha dan konsumen. Sebagaimana disebutkan dalam peraturan pemerintah, untuk menciptakan iklim usaha dan menumbuhkan hubungan yang sehat
antara pelaku usaha dan konsumen, menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis terkait,
dimana tugas-tugas koordinasi yang dimaksud adalah:
86
a. Menyusun kebijakan di bidang perlindungan konsumen.
b. Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan informasi yang
berkaitan dengan perlindungan konsumen. c.
Meningkatkan peran BPKN dan BPSK melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan lembaga.
d. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha dan konsumen
terhadap hak dan kewajiban masing-masing. e.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan.
f. Meneliti terhadap barang danatau jasa yang beredar yang menyangkut
perlindungan konsumen. g.
Meningkatkan kualitas barang danatau jasa.
85
Pasal 4-6 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
86
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
h. Meningkatkan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab pelaku usaha
dalam memproduksi, menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, dan menjual barangjasa.
i. Meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dan menengah dalam memenuhi
standar mutu barang danatau jasa serta pencantuman label dan klausula baku.
2. Berkembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
LPKSM. Sebagaimana disebutkan dalam peraturan pemerintah, untuk mengembangkan LPKSM, menteri juga perlu melakukan koordinasi
penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis.
87
Tugas- tugas koordinasi yang dimaksud adalah:
88
a. Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan informasi yang
berkaitan dengan perlindungan konsumen. b.
Melakukan pembinaan dan peningkatan sumber daya manusia pengelola LPKSM melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan.
c. Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang
perlindungan konsumen yang dimaksud untuk meningkatkan sumber daya manusia.
3. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta
meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen, menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan
konsumen dengan menteri teknis sebagai berikut:
89
a. Meningkatkan kualitas aparat penyidik pegawai negeri sipil di bidang
perlindungan konsumen. b.
Meningkatkan kualitas tenaga peneliti dan penguji barang danatau jasa. c.
Melakukan pengembangan dan pemberdayaan lembaga pengujian mutu barang.
87
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
88
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
89
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
d. Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pengujian dan standar
mutu barang danatau jasa serta penerapannya.
2. Perlindungan Hukum Melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Perlindungan hukum dalam undang-undang ini terlihat secara tegas, dimana dinyatakan bahwa “angkutan umum wajib mengangkut orang danatau
barang, setelah disepakati perjanjian pengangkutan danatau dilakukannya pembayaran biaya angkutan oleh penumpang danatau pengiriman barang.”
Penjelasan pasal dalam undang-undang ini kemudian menambahkan bahwa wajib angkut ini dimaksudkan agar perusahaan angkutan umum tidak melakukan
perbedaan perlakuan terhadap pengguna jasa angkutan, sepanjang pengguna jasa angkutan telah memenuhi persyaratan perjanjian pengangkutan yang telah
disepakati.
90
90
Pasal 138 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Perjanjian pengangkutan disini tidak harus diwujudkan dalam bentuk kontrak tertentu tertulis. Perjanjian pengangkutan dapat terjadi secara lisan.
Bahkan dalam hal tertentu, misalnya ketika penumpang yang telah memasuki angkutan umum ke suatu tujuan tertentu, maka ia dianggap telah melakukan
perjanjian atau telah disepakati secara diam-diam semua persyaratan perjanjian angkutan. Dengan demikian para pihak terlibat disini telah mengadakan perjanjian
pengangkutan. Sebagai konsekuensinya, pengangkutan atau produsen dalam konteks hukum konsumen harus atau wajib mengangkut penumpang tersebut
sampai ke tempat tujuan yang disepakati.
Universitas Sumatera Utara
Pengangkutan tidak boleh melakukan tindakan diskriminasi dalam mengangkut penumpang. Dalam melakukan angkutan umum tersebut, pengangkut
harus mematuhi penetapan tarif angkutan yang dibuat pemerintah. Tarif angkutan terdiri dari tarif angkutan orang dan tarif angkutan barang.
91
91
Pasal 181 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Selain pengaturan perjanjian pengangkutan yang berkaitan dengan kewajiban mengangkut di atas,
bagian terpenting lain dalam hukum pengangkutan yang dapat memberikan perlindungan konsumen adalah pengaturan tanggung jawab pengangkut.
Kemudian seberapa besar perlindungan konsumen yang dapat diberikan pengaturan tanggung jawab ini sangat bergantung kepada prinsip tanggung jawab
pengangkut yang dianut suatu undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
58
BAB IV
BENTUK GANTI RUGI YANG DIBERIKAN BAGI PENUMPANG JASA PENGANGKUTAN DARAT ONLINE BERBASIS APLIKASI DALAM
HAL TERJADI KECELAKAAN
D. Tanggung Jawab Penyedia Jasa Pengangkutan Darat Online Berbasis
Aplikasi Atas Keselamatan Penumpang
Pada perjanjian pengakutan, pengangkut memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan dari tempat asal ke tujuan tertentu yang
disepakati dan menjaga keselamatannya hingga sampai tujuan tersebut. Apabila pengakut telah melaksanakan kewajibannya, ia terikat pada konsekuensi yang
dipikulnya berupa tanggung kepada pengirim barang atau penumpang. Dari kewajiban pengakut di atas timbul tanggung jawab pengangkut. Segala sesuatu
yang menganggu keselataman barang atau penumpang menjadi tanggung jawab pengangkutan, dengan demikian berarti wajib menaggung segala kerugian yang
diderita pengirim barang atau penumpang. Wujud tanggung jawab tersebut adalah ganti rugi, dimana ketentuan
tanggung jawab pengkutan inilah yang dapat dijadikan sebagai instrumen perlindungan konsumen penggunan jasa angkutan umum. Berdasarkan ketentuan
di atas, maka konsumen angkutan umum memiliki hak untuk dilayani secara benar dan layak oleh pelaku usaha. Konsumen juga berhak atas keselamatan dan
kenyamanan atas jasa angkutan umum yang digunakan. Untuk menjamin adanya keselamatan tersebut, maka pelayanan harus dengan standar mutu yang baik,
Universitas Sumatera Utara
pelaku usaha harus menggunakan kendaraan yang benar-benar laik jalan untuk mengangkut penumpang.
Konsumen juga secara tegas memiliki hak untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha jika penumpang atau konsumen, jika penumpang mengalami
kerugian akibat kecelakaan lalu lintas atau kerugian lainnya. Konsumen juga memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi jika ia mendapatkan pelayanan yang
tidak semestinya. Didalam hukum pengangkutan dikenal 3 tiga macam prinsip tanggung jawab, yakni:
92
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Adanya Unsur Kesalahan Fault
Liability, Liability Based On Fault
Berdasarkan konsep tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan based on fault liability,
kelalaian atau kesalahan produsen yang berakibat pada timbulnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu hak konsumen untuk
mengajukan tuntutan ganti rugi kepada produsen. Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Pasal diatas sesungguhnya tidak merumuskan arti
perbuatan melawan hukum onrechtmatigedaad, tetapi hanya mengemukakan unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dapat dikualifikasikannya
sebagai perbuatan melawan hukum, unsure-unsur dalam pasal tersebut adalah sebagai berikut:
92
E. Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional Dan Nasional
, Liberty, Yogyakarta, 1989, hal. 19
Universitas Sumatera Utara
1. Pertama,pihak tergugat merupakan produsen yang benar-benar mempunyai
kewajiban untuk melakukan tindakan yang dapat menghindari terjadinya kerugian konsumen.
2. Kedua,produsen tidak melaksanakan kewajibannya untuk menjamin kualitas
produknya sesuai dengan standar yang aman untuk digunakan. 3.
Ketiga,konsumen menderita kerugian. 4.
Keempat,kelalaian produsen merupakan faktor yang mengakibatkan adanya kerugian pada konsumen hubungan sebab akibat antara kelalaian dan
kerugian konsumen. Pengertian perbuatan dalamperbuatan melawan hukum ini tidak hanya
perbuatan positif, tetapi juga negatif, yaitu meliputi tidak berbuat sesuatu yang seharusnya menurut hukum orang harus berbuat. Pengertian kesalahan disini pun
adalah dalam pengertian umum, yaitu baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian. Adapun yang menjadi ukuran atau kriteria perbuatan pelaku adalah
perbuatan manusia normal yang dapat membedakan kapan dia harus melakukan sesuatu dan kapan dia tidak melakukan sesuatu.
Dalam penerapan ketentuan pasal di atas, memberikan beban kepada penggugat pihak yang dirugikan untuk membuktikan, bahwa kerugian yang ia
deritanya itu merupakan akibat dari perbuatan tergugat. Di dalam hukum pengangkutan, prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan diterapkan dalam
moda angkutan kereta api. Badan penyelenggara bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh pengguna jasa dan atau pihak ketiga yang menderita kerugian
Universitas Sumatera Utara
dalam pengangkutan tersebut dan akan menuntut badan penyelenggara pengangkut, maka ia harus membuktikan kesalahan pengangkut.
93
Tanggung jawab hukum kepada orang yang menderita kerugian tidak hanya terbatas kepada perbuatan sendiri, melainkan juga perbuatan karyawan,
pegawai, agen, perwakilannya apabila menimbulkan kerugian kepada orang lain, sepanjang orang tersebut bertindak sesuai dengan tugas dan kewajiban yang
dibebankan kepada orang tersebut. Tanggung jawab yang telah disebutkan ini sesuai dengan isi ketentuan Pasal 1367 KUH Perdata, dimana tanggung jawab
semacam ini juga dikenal dalam common law system.
94
2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga Presumption Of
Liabilty
Menurut prinsip tanggungjawabpraduga, tergugat pengangkutdianggap selalu bertanggungjawabatas segala kerugian yang timbul.Tergugat dapat
membebaskantanggung jawabnya, apabila ia dapatmembuktikan bahwa dirinya tidakbersalah absence of fault.Pada dasarnya prinsip tanggungjawab berdasar
praduga ini jugamerupakan tanggung jawab berdasarkesalahan, hanya saja kesalahandengan pembalikan bebanpembuktian kepada pihak tergugat.Prinsip
tanggung jawab atas dasarpraduga ini juga diterapkan Pasal KUH Dagang yang menyatakan:
“Pengangkutan diwajibkan membayar ganti rugi yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena
kerusakan barang, kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak
93
Menurut Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
94
Arthur Best, Tort Law Course Outlines, Aspen Law And Business, 1997, hal. 269
Universitas Sumatera Utara
diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah akibat dari suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat lagi dicegah atau dihindarinya, akibat sifat,
keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim.”
Jadi, apabila penggugat akan mengajukan tuntutan untuk memperoleh ganti rugi tidak perlu membuktikan kesalahan tergugat pengangkut. Penggugat
cukup menunjukkan bahwa kecelakaan atau kerugian yang menimpa dirinya itu terjadi selama masa pengangkutan atau periode tanggung jawab pengangkut.
Kemudian apabila pengangkut berupaya untuk membebaskan tanggungjawabnya, maka ia harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Sebagai imbalan
adanya pembalikan beban pembuktian tersebut, maka prinsip tanggung jawab berdasar praduga ini diiringi adanya ketentuan pembatasan tanggung jawab.
Tanggung jawab pengangkut untuk memberikan ganti rugi dibatasi sampai pada jumlah maksimal tertentu.
3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak No Fault Liability, Strict Liability,
Absolute Liability
Dalam prinsip tanggung jawab mutlak pengangkut tergugat sebagai selalu bertanggungjawab tanpa melihat ada tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa
yang bersalah. Dengan kata lain, didalam prinsip tanggung jawab mutlak ini kesalahan dipandang sebagai suatu hal yang tidak relevan untuk dipermasalahkan,
apakah dalam kenyataannya ada atau tidak. Prinsip tanggung jawab mutlak dalam kepustakaan biasa dikenal dengan istilah strict liability atau absolute liability.
Dari kedua istilah tersebut ada yang menyamakannya, tetapi ada pula yang membedakannya. Ada perbedaan antara strict liability dengan absolute liability
Universitas Sumatera Utara
dengan memperhatikan ada tidaknya kemungkinan bagi tergugat untuk membebaskan diri dari tanggungjawabnya. Dalam strict liability, dalam hal
tertentu dimungkinkan adanya pembebasan tanggungjawab, sedangkan dalam absolute liability
tidak ada kemungkinan untuk membebaskan tanggungjawab tersebut.
Penggunaan istilah strict liability dan absolute liability sering kali bergantian. Meskipun baik secara teoretis maupun praktik sulit diadakan
perbedaan diantara keduannya, ada perbedaan pokoknya. Didalam strict liability perbuatan yang menyebabkan kerugian yang dituntut itu harus dilakukan oleh
yang bertanggungjawab. Dengan perkataan lain, di dalam strict liability terdapat hubungan kausalitas antara orang-orang yang benar-benar bertanggungjawab dan
kerugian. Di dalam strict liability, semua hal yang biasanya dapat membebaskan tanggung jawab usual defences tetap diakui, kecuali hal-hal yang mengarah pada
kenyataan tidak bersalah, karena kesalahan tidak diperlukan lagi. Pada absolute liability, tanggung jawab akan timbul kapan saja keadaan
yang menimbulkan tanggung jawab tersebut tanpa mempermasalahkan oleh siapa dan bagaimana terjadinya kerugian tersebut. Dengan demikian, didalam absolute
liability tidak diperlukan hubungan kausalitas, dan hal-hal yang membebaskan
tanggungjawab hanya yang dinyatakan secara tegas. Tidak ada ukuran yang pasti dalam membedakan istilah strict liability dengan absolute liability. Namun
demikian, terdapat indikasi yang diterima umum, bahwa didalam strictliability pihak yang bertanggung jawab dapat membebaskan diri dari tanggungjawab
berdasarkan alas an yang sudah dikenal usual defences di dalam absolute
Universitas Sumatera Utara
liability, alasan-alasanumum pembebasan tanggungjawab tidak berlaku, kecuali secara khusus ditentukan dalam suatu instrument khusus, seperti konvensi
internasional atau peraturan perundang-undangan nasional. Tanggung jawab akan timbul begitu kerugian terjadi tanpa mempersoalkan
siapa penyebabnya dan bagaimana terjadinya. Dengan penjelasan di atas, terlihat bahwa hanya tanggung jawab mutlak yang dapat memberikan perlindungan bagi
konsumen jika konsumen mengalami kerugian akibat penyelenggaraan pengangkutan tersebut. Ketentuan prinsip pertanggungjawaban mutlak juga
tercantum dalam dalam UU LLAJ, dinyatakan bahwa “pengusaha angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diderita penumpang, pengirim barang atau
pihak ketiga, karena kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan angkutan.” Dari ketentuan ini jelas sekali, bahwa undang-undang ini menerapkan tanggung jawab
atas dasar adanya unsur kesalahan pengangkut. Jika penumpang atau konsumen akan menuntut pengangkut atau produsen, maka harus dibuktikan adanya
kesalahan atau kelalaian pengangkut. Ciri khas tanggung jawab pengangkut berdasarkan tanggung mutlak
adanya pembatasan tanggung jawab dalam wujud pembatasan jumlah maksimal ganti rugi. Ini merupakan imbalan quid pro quo atas digunakannya prinsip
tanggung jawab yang tidak memperhatikan adanya unsur kesalahan. UU LLAJ tidak menerapkan pembatasan tersebut dan hanya menentukan bahwa ganti rugi
Universitas Sumatera Utara
yang dimaksud adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita penumpang, pengiriman barang atau pihak ketiga.
95
E. Bentuk Ganti Rugi Yang Diberikan Bagi Penumpang Jasa
Pengangkutan Darat Online Berbasis Aplikasi Dalam Hal Terjadi Kecelakaan
Penjelasan pasal ini menyatakan bahwa besarnya ganti rugi yang harus ditanggung oleh pengusaha angkutan yang harus dibayar kepada pengguna jasa
atau pihak ketiga adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga. Tidak termasuk dalam pengertian
kerugian yang secara nyata diderita antara lain seperti keuntungan yang diharapkan akan diperoleh, kekurangnyamanan yang diakibatkan karena kondisi
bjalan atau jembatan yang dilalui selama perjalanan, dan biaya atas pelayanan yang sudah dinikmati.
Konsep perlindungan konsumen sebagaimana diimplementasikan dalam undang-undang harus sejalan dengan teori yang menyatakan hukum sebagai alat
perubahan sosial masyarakat law is a tool as a social engineering. Hukum diartikan sebagai seperangkat aturan yang berfungsi sebagai alat untuk
mengidentifikasi dan menyesuaikan berbagai kepentingan masyarakat yang saling bersinggungan dengan mengupayakan timbulnya benturan dan kerugian yang
seminimal mungkin. Dengan kata lain hukum menekankan pada fungsi hukum sebagai alat penyelesaian berbagai permasalahan problem solving dalam
95
Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, artinya dengan eksistensi undang-undang diharapkan tidak hanya melindungi masyarakat umum sebagai konsumen tetapi juga sebagai alat untuk
meminimalisir terjadinya kerugian akibat terjadinya benturan antar pelaku usaha dan konsumen sebagai akibat dari adanya kelalaian pelaku usaha.
96
1 Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Adapun ketentuan pasal-pasal yang mengatur prinsip tanggung jawab dan ganti rugi
kepada konsumen akibat adanya kelalaian pelaku usaha yaitu sebagai berikut: Pasal 19 UUPK
2 Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3 Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh hari
setelah tanggal transaksi. 4
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pasal 23 UUPK Pelaku usaha yang menolak danatau tidak memberi tanggapan danatau
tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat digugat
melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal 24 UUPK 1
Pelaku usaha yang menjual barang danatau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen
apabila: a.
Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas barang danatau jasa tersebut.
96
Sofian Parerungan, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Produk Cacat, Artikel, Hakim Pengadilan Negeri Bangil, Bangil: Pengadilan Negeri Bangil, 2014, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
b. Pelaku usaha lain, didalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang danatau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
2 Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibebaskan dari
tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang danatau jasa menjual
kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang danatau jasa tersebut
Pasal 27 UUPK Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dan tanggung jawab
atas kerugian yang diderita konsumen, apabila: a.
Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan.
b. Cacat barang timbul pada kemudian hari.
c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen.
e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 empat tahun sejak barang
dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan. Secara umum prinsip tanggung jawab dalam hukum terkait dengan
tuntutan ganti kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat adanya kelalaian pelaku usaha yang didasarkan pada tuntutan ganti kerugian berdasarkan
wanprestasi dan tuntutan ganti kerugian berdasarkan perbuatan melawan hukum. Apabila tuntutan berdasarkan wanprestasi, maka terlebih dahulu tergugat dan
penggugat produsen dan konsumen terikat dalam suatu perjanjian. Dengan demikian pihak ketiga bukan sebagai pihak dalam perjanjian yang dirugikan
tidak dapat menuntut ganti kerugian dengan alasan wanprestasi. Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan
akibat tidak dipenuhinya kewajiban, berupa kewajiban atas prestasi dalam perikatan. Wujud dari tidak memenuhi perikatan itu ada 3 tiga macam yaitu
debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan, debitur terlambat memenuhi
Universitas Sumatera Utara
perikatan, dan debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.
97
Tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi adalah sebagai akibat penerapan klausula
dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak yang dikenal dengan asas pacta sunt servanda.
98
Kerugian akibat keterlambatan pemberangkatan biasanya disebabkan oleh masalah teknis kendaraan atau kesepakatan untuk menunggu penumpang yang
terlambat. Penyedia jasa angkutan tidak bertanggung jawab terhadap kerugian akibat ketinggalan bus karena kesalahan penumpang.Terdapat pula kewajiban
ganti rugi dan tanggung jawab pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, danatau perusahaan angkutan, yaitu:
Tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen,
sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara produsen dengan
konsumen. Dengan demikian pihak ketigapun dapat menuntut ganti kerugian. Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang harus dipenuhi yaitu adanya
perbuatan melawan hukum, ada kerugian, ada hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian, dan ada kesalahan. Sementara kerugian
yang ditimbulkan akibat kecelakaan di jalan ditanggung oleh jasa raharja.
99
97
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan
, Alumni, Bandung, 2011 hal. 23
98
R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek, Pradnya Paramita, Jakarta, 1996, hal. 42
99
Pasal 240 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Universitas Sumatera Utara
1. Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, danatau perusahaan angkutan
umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang danatau pemilik barang danatau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi
2. Setiap pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, danatau perusahaan
angkutan umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan danatau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan pengemudi Ketentuan
sebagaimana dimaksud tidak berlaku jika: a.
Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan pengemudi.
b. Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga, danatau.
c. Disebabkan gerakan orang danatau hewan walaupun telah diambil
tindakan pencegahan. Apabila korban kecelakaan lalu lintas meninggal dunia maka pengemudi,
pemilik, danatau perusahaan angkutan umum memberikan ganti kerugian wajib kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan danatau biaya pemakaman,
namun tidak serta merta menggugurkan tuntutan perkara pidana.
100
100
Pasal 235 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Tetapi untuk penumpang yang tanpa tiket illegal, dimana penumpang ikut menumpang pada
angkutan darat tidak dapat menuntut ganti rugi sebagimana yang telah ditetapkan oleh undang-undang karena penumpang illegal tidak memiliki tiket yang secara
hukum menjadi bukti dokumen perjalanan, bukti pembayaran serta bukti untuk mendapatkan fasilitaspelayanan. Tetapi berbeda halnya dengan pengangkutan
Universitas Sumatera Utara
yang tidak menggunakan fasilitas tiket, maka subyek hukum akan mendapatkan perlindungan hukum.
F. Ketentuan Hukum Mengenai Pemberian Asuransi Bagi Penumpang Jasa
Pengangkutan Darat
Online Berbasis Aplikasi Yang Menjadi Korban Kecelakaan
Ketentuan hukum mengenai ganti kerugian yang terdapat dalam undang- undang terhadap kecelakaan pengangkutan dijelaskan bahwa “perusahaan
angkutan umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan.”
101
1. Jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas baik kecelakaan
lalu lintas ringan, sedang maupun berat, pengemudi, pemilik, danatau perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris
korban berupa biaya pengobatan danatau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Dalam hal terjadi pelanggaran lalu lintas yang berakibat kecelakaan lalu lintas dan
menimbulkan kerugian bagi orang lain, menentukan bentuk pertanggungjawaban yang harus diberikan sebagai berikut:
2. Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat kecelakaan
lalu lintas sedang dan berat, pengemudi, pemilik, danatau perusahaan
101
Pasal 188 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Universitas Sumatera Utara
angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
102
Untuk mendapatkan pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita akibat kecelakaan lalu lintas adalah dengan cara melaporkan kecelakaan lalu lintas
kepada kepolisian terdekat, kemudian pihak kepolisian akan melakukan upaya- upaya berikut ini:
103
1. Mendatangi tempat kejadian dengan segera.
2. Menolong korban.
3. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara.
4. Mengolah tempat kejadian perkara.
5. Mengatur kelancaran arus lalu lintas.
6. Mengamankan barang bukti.
7. Melakukan penyidikan perkara.
Dalam hal ada cukup bukti adanya pidana dalam kecelakaan lalu lintas tersebut saat dilakukan penyidikan maka akan dilanjutkan dengan penuntutan
melalui sidang di pengadilan. Sedangkan apabila tidak terdapat cukup bukti, penyidikan akan dihentikan. Mengenai besaran jumlah ganti kerugian yang harus
dibayarkan oleh pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan adalah ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.
104
102
Pasal 235 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
103
Pasal 227 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
104
Pasal 236 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Selain melalui putusan pengadilan, penyelesaian ganti kerugian juga dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi
kesepakatan damai di antara pihak yang terlibat. Jadi, selain melalui proses hukum
Universitas Sumatera Utara
di pengadilan, penyelesaian ganti kerugian dapat diperoleh melalui cara negosiasi di antara para pihak yang terlibat.
105
Kemudian dalam pasal berikutnya, yakni dinyatakan bahwa “perusahaan angkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya.”
106
1. Penumpang mobil plat hitam yang mendapat izin resmi sebagai alat angkutan
penumpang umum, seperti antara lain mobil pariwisata, mobil sewa dan lain- lain.
Dalam hal ini perusahaan pengangkutan mengasuransikan tanggung jawabnya kepada PT. Jasa
Raharja.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Jo Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang menetapkan bahwa korban yang berhak atas
santunan yaitu:
2. Jaminan ganda seperti kendaraan bermotor umum yang berada dalam kapal
ferry, apabila kapal ferry di maksud mengalami kecelakaan, kepada penumpang yang menjadi korban diberikan jaminan ganda.
3. Setiap penumpang sah dari alat angkutan penumpang umum yang mengalami
kecelakaan diri, yang diakibatkan oleh penggunaan alat angkutan umum, selama penumpang yang bersangkutan berada dalam angkutan tersebut, yaitu
saat naik dari tempat pemberangkatan sampai turun di tempat tujuan.
105
Pasal 236 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
106
Pasal 189 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Universitas Sumatera Utara
4. Korban yang mayatnya tidak diketemukan, penyelesaian santunan bagi
korban yang mayatnya tidak diketemukan dan atau hilang didasarkan kepada putusan pengadilan.
Cara memperoleh santunan agi korban kecelakaan adalah dengan menghubungi kantor jasa raharja terdekat mengisi formulirpengajuan dengan
melampirkan laporan polisi tentangkecelakaan lalu lintas dari unit laka satlantas setempat dan atau dari instansi berwenang lainnya, keterangan kesehatan dari
dokter yang merawat, identitas korban atau ahli waris korban, yang mana formulir pengajuan tersebut diberikan jasa raharja secara cuma-cuma. Selain itu perlu
dilengkapi bukti lain yang diperlukan, dalam hal korban luka-luka kuitansi biaya rawatan dan pengobatan yang asli dan sah, dalam hal korban meninggal dunia
surat kartu keluarga atau surat nikah bagi yang penumpang atau korban yang sudah menikah.
Terdapat juga ketentuan lain yang perlu diperhatikan seperti jenis santunan baik berupa berupa penggantian biaya rawatan dan pengobatan sesuai ketentuan,
santunan kematian, santunan cacat tetap, ahli waris dan kadaluarsa masa pengajuan santunan. Hak santunan menjadi gugur atau kadaluwarsa jika
permintaan diajukan dalam waktu lebih dari 6 enam bulan setelah terjadinya kecelakaan, atau tidak dilakukan penagihan dalam waktu 3 tiga bulan setelah
hak atas korban kecelakaan pengangkutan darat yang dimaksud disetujui oleh jasa raharja. Besarnya jumlah santunan menurut undang-undang ditetapkan
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36PMK.0102008, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37PMK.0102008, dimana besaran santunan bagi
Universitas Sumatera Utara
yang meninggal duniasebesar Rp. 25.000.000, catat tetap maksimalsebesar Rp.25.000.000, biaya rawatan maksimal sebesar Rp. 10.000.000, dan biaya
penguburan sebesar Rp. 2.000.000.
107
107
Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36PMK.0102008
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
C. Kesimpulan
1. Aturan-aturan hukum jasa pengangkutan darat online berbasis aplikasi
diantaranya berkaitan dengan izin, perusahaan aplikasi jasa pengangkutan darat online tidak memiliki izin usaha dibidang transportasi, melainkan
mengantongi surat izin usaha perdagangan. Kegiatan perdagangan jasa yang melalui sistem elektronik, saat ini diatur dalam undang-undang perdagangan
yang pada intinya, ketentuan dalam undang-undang mewajibkan pelaku usaha yang memperdagangkan barang danatau jasa dengan menggunakan sistem
elektronik untuk menyediakan data danatau informasi secara lengkap dan benar. Mengingat penting dan strateginya peranan lalu lintas dan angkutan
jalan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka lalu lintas dan angkutan jalan di kuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh
pemerintah. Keseluruhan dari pada hal tersebut dicerminkan dalam satu undang-undang yang utuh yaitu undang-undang yang mengatur lalulintas dan
angkutan jalan ialah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
2. Perlindungan hukum bagi penumpang adalah suatu masalah yang besar
dengan persaingan global yang terus berkembang sehingga perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam persaingan global. Pemerintah dalam rangka
Universitas Sumatera Utara
mewujudkan perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa angkutan umum, khusunya terhadap pengguna jasa penumpang pengangkutan darat
online berbasis aplikasi dimana bentuk perlindungan hukum berupa
perlindungan hukum melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan perlindungan hukum melalui Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. 3.
Bentuk ganti rugi yang diberikan bagi pengguna jasa penumpang pengangkutan darat online berbasis aplikasi dalam hal terjadi kecelakaan
adalah mendapat ganti kerugian. Ketentuan hukum mengenai ganti kerugian yang terdapat dalam undang-undang terhadap kecelakaan pengangkutan
dijelaskan bahwa “perusahaan angkutan umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam
melaksanakan pelayanan angkutan. Terdapat juga ketentuan lain yang perlu diperhatikan seperti jenis santunan baik berupa berupa penggantian biaya
rawatan dan pengobatan sesuai ketentuan, santunan kematian, dan santunan cacat tetap.
D.
Saran
1. Sebaiknya pemerintah membuat regulasi khusus mengenai pengangkutan
darat berbasis aplikasi online, agar tercupta bentuk perlindungan terhadap
keamanan dan keselamatan penumpang.
2. Seharusnya perusahaan penyedia jasa pengangkutan darat berbasis aplikasi
online , tetap harus ikut andil dalam hal terjadi kecelakaan pengangkutan
Universitas Sumatera Utara
darat, walaupun status kedudukannya hanya sebagai penghubung, namun
perusahaan sharusnya mempertimbangkan aspek perlindungan konsumen.
3. Seharusnya penumpang lebuh bijak menggunakan pengangkutan darat
berbasis aplikasi online, bukan hanya mencari alternatif mudah dan
mengesampingkan aspek keselamatan berkendara.
Universitas Sumatera Utara
17
BAB II
ATURAN HUKUM JASA PENGANGKUTAN DARAT ONLINE BERBASIS APLIKASI
D. Pengertian Hukum Pengangkutan Darat
Kata pengangkutan berasal dari kata dasar angkut yang berarti mengangkat dan membawa. Dalam kamus hukum tercantum bahwa, pengangkutan adalah
perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang danatau orang
dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.
20
Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan
manusia sehari-hari. Pengangkutan adalah “orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang danatau orang dari suatu tempat ke
tempat tujuan tertentu dengan selamat.”
21
Pengertian pengangkutan menurut hukum dagang adalah “orang yang baik karena penggunaan penyediaan kapal menururt waktu carter waktu atau
penggunaan penyediaan kapal menurut perjalanan carter perjalanan, baik dengan suatu persetujuan lain, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang yang seluruhnya atau sebagian melalui laut.”
22
20
Setiawan Widagdo, Kamus Hukum, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2012, hal. 413
21
Siti Utari, Pengangkutan Laut, Balai Pustaka, Jakarta, 1994. hal. 6
22
Pasal 466 Buku II Tentang Pengangkutan Barang Kitab Undang Undang Hukum Dagang
Pengangkutan adalah
Universitas Sumatera Utara
kegiatan pemuatan penumpang atau barang kedalam alat pengangkut, pemindahan penumpang atau barang ketempat tujuan dengan alat pengangkut, dan penurunan
penumpang atau pembongkaran barang dari alat pengangkut ketempat tujuan yang disepakati.
23
Sedangkan hukum pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbal- balik, yang mana pihak pengangkut mengikat diri untuk untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang danatau orang ketempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya pengirim atau penerima, penumpang berkeharusan untuk menunaikan
pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.
24
Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat
ke lain tempat, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar ongkosnya.
25
Untuk menciptakan hukum tersebut dibutuhkan bukti sebagai jaminan bilamana salah satu pihak jasa angkutan atau penumpang telah memenuhi
Perjanjian pengangkutan menimbulkan akibat hukum bagi pelaku usaha dan penumpang sebagai hal yang dikehendaki oleh kedua belah pihak.
Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik dikenal sebagai pembeda atau pembagian perjanjian karena menimbulkan hak dan kewajiban para pihak maka
perjanjian pengangkutan disebut perjanjian timbal balik, yaitu konsumen mendapat hak layanan pengangkutan dengan kewajiban membayar biaya
pengangkutan, penyelenggara angkutan, memperoleh hak menerima pembayaran jasa pengangkutan dengan kewajiban menyelenggarakan pelayanan angkutan.
23
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 4.
24
Sution Usman Adji ,Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Rinka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 6-7
25
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 1985, hal. 221
Universitas Sumatera Utara
prestasinya. Keselamatan di jalan menjadi tanggung jawab bagi semua pihak namun jika terjadi kecelakaan umumnya penumpang yang memiliki bukti tersebut
mendapatkan jaminan kecelakaan yang dijamin oleh pemerintah.
26
1. Asas konsensual, asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian pengangkutan
secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak. Dalam kenyataannya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat,
laut dan udara dibuat secara tidak tertulis lisan, tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis,
melainkan sebagai bukti bahwa persetujuan antara pihak-pihak itu ada. Alasan perjanjian pengangkutan tidak dibuat secara tertulis karena kewajiban
dan hak pihak-pihak telah ditentukan dalam undang-undang. Mereka hanya menunjuk atau menerapkan ketentuan undang-undang.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat diketahui bahwa pengangkutan adalah suatu proses
kegiatan perpindahan orang danatau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat menggunakan alat pengangkutan yang berupa kendaraan.
Ada empat asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan, yaitu asas konsensual, asas koordinasi, asas campuran, dan asas tidak ada hak retensi.
2. Asas koordinasi, asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-
pihak dalam perjanjian pengangkutan. Walaupun perjanjian pengangkutan merupakan pelayanan jasa, asas sub ordinasi antara buruh dan majikan pada
perjanjian perburuhan tidak berlaku pada perjanjian pengangkutan.
26
Sution Usman Adji, Op. Cit., hal. 7
Universitas Sumatera Utara
3. Asas campuran, dimana perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari
tiga jenis perjanjian, yaitu pemberi kuasa dari pengirim pengguna jasakonsumen kepada pengangkut, penyimpanan barang dari pengirim
pengguna jasakonsumen kepada pengangkut, dan melakukan pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim pengguna jasakonsumen
kepada pengangkut. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan dari tiga jenis perjanjian itu berlaku juga dalam perjanjian pengangkutan, kecuali jika
perjanjian pengangkutan mengatur lain. 4.
Asas tidak ada retensi, yakni penggunaan hak retensi dalam perjanjian pengangkutan tidak dibenarkan. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan
fungsi dan tujuan pengangkutan. Tujuan pengangkutan dengan kendaraan bermotor secara khusus diatur
dalam undang-undang, dimana dinyatakan bahwa pengangkutan dengan kendaraan bermotor bertujuan untuk:
1. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat,
tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa.
2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.
3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
27
Tujuan pengangkutan menurut, yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas. Tujuan ini merupakan
keadaan yang dicapai setelah perbuatan selesai dilakukan atau berakhir. Tiba di tempat akhir pengangkutan artinya sampai di tempat yang ditetapkan dalam
27
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Universitas Sumatera Utara
perjanjian pengangkutan.
28
Dengan selamat artinya barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan, kemusnahan, tetap seperti semula.
Jika yang diangkut itu penumpang, selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak menderita sakit, tidak menderita luka, tidak meninggal dunia, ini
tujuan dari pihak pengirim atau penumpang selaku konsumen.
29
Pengertian dengan selamat disini terbatas pada tidak ada pengaruh akibat dari perbuatan,keadaan, kejadian yang datang dari luar barang atau diri
penumpang, yang menjadi tanggung jawab pengangkut. Jika pengaruh itu dating dari dalam barang, misalnya terlampau masak, mudah busuk, atau datang dari
dalam diri penumpang sendiri misalnya kelalaian, mengidap suatu penyakit, maka pengangkut tidak bertanggung jawab. Tujuan dari pihak pengangkut adalah
memperoleh pembayaran biaya pengangkutan. Pembayaran ini dilakukan pada awal pengangkutan oleh pengirim atau penumpang, atau pada akhir pengangkutan
setelah penyerahan barang kepada penerima dan penerima membayar biaya pengangkutan.
30
Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan badan hukum, dan perseorangan. Subjek hukum pengangkutan adalah
pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan, antara lain:
31
1. Pengangkut
28
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 70
29
Ibid ., hal. 71
30
Ibid ., hal. 72
31
Lestari Ningrum, Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 140
Universitas Sumatera Utara
Pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang danatau penumpang, dapat berstatus badan usaha milik
negara, badan usaha milik swasta, ataupun perorangan yang berusaha di bidang jasa pengangkutan. Ciri dan karakteristik pengangkut, antara lain perusahaan
penyelenggaraan angkutan, menggunakan alat pengangkut mekanik, penerbit dokumen angkutan.
2. Pengirim Consigner, Shipper
Pengirim adalah pihak yang mengingatkan diri pada perjanjian pengangkutan untuk dapat membayar biaya angkutan atas barang yang diangkut.
Pengirim yang tidak mengambil barangnya dari tempat penyimpanan yang ditetapkan dalam jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan biaya penyimpanan
barang. Apabila ada keterlambatan pemberangkatan oleh pengangkut, pengangkut wajib membayar ganti rugi sejumlah biaya angkut yang telah dibayar oleh
pengirim. Ciri dan karakteristik pengirim, antara lain pemilik barang yang berstatus pihak dalam perjanjian, membayar biaya angkutan, pemegang dokumen
angkutan.
3. Penumpang Passanger
Penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut atau semua orang atau badan hukum
pengguna jasa angkutan, baik darat, laut, maupun udara. Ciri dan karakteristik penumpang, antara lain orang yang berstatus pihak dalam perjanjian, membayar
biaya angkutan, pemegang dokumen angkutan.
4. Ekspeditur
Universitas Sumatera Utara
Ekspeditur adalah orangbadan hukum yang pekerjaannya mencarikan pengangkut barang di darat atau di perairan untuk kepentingan pengirim.
Ekspeditur adalah pengusaha yang menjalankan perusahaan di bidang usaha ekspedisi muatan barang, seperti ekspedisi muatan kereta api, ekspedisi muatan
kapal laut dan ekspedisi muatan pesawat udara. Ekspeditur mengurus berbagai macam dokumen dan formalitas yang berlaku guna memasukkan danatau
mengeluarkan barang dari alat angkut atau gudang stasiunpelabuhanbandara. Ciri dan karakteristik ekspeditur, antara lain perusahaan perantara pencari
pengangkut barang, bertindak untuk dan atas nama pengirim, dan menerima provisi dari pengirim.
5. Agen Perjalanan Travel Agent
Agen perjalanan adalah pihak yang mencarikan penumpang bagi pengangkut. Agen perjalanan ini bertindak atas nama pengangkut dan
menyediakan fasilitas angkutan kepada penumpang dengan cara menjual tiketkarcis kepada penumpang dan penumpang membayar biaya angkutan yang
kemudian oleh agen perjalanan disetorkan kepada pengangkut dan pihak agen perjalanan mendapat provisi dari pihak pengangkut. Hubungan hukum yang
terjadi adalah pemberian kuasa keagenan contract ofrepresentative agency. Ciri dan karakteristik agen perjalanan, antara lain perusahaan perantara pencari
penumpang, bertindak untuk dan atas nama pengangkut, dan menerima provisi dari pengangkut.
6. Perusahaan Muat Bongkar Stevedoring
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan muat bongkar adalah perusahaan yang menjalankan bisnis bidang jasa pemuatan barang ke kapal loading dan pembongkaran barang dari
kapal unloading. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang berdiri sendiri atau dapat juga merupakan bagian dari perusahaan pengangkut. Apabila perusahaan
muat bongkar merupakan bagian dari perusahaan pengangkut, dari segi hukum pengangkutan, perbuatan muat bongkar adalah perbuatan pengangkut dalam
penyelenggaraan pengangkutan dan segala perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pengusaha muat bongkar dan pekerjanya merupakan tanggung
jawab pengangkut. Apabila perusahaan muat bongkar merupakan perusahaan yang berdiri sendiri, perbuatannya dapat sebagai pelaksanaan pemberian kuasa
dari pengirim dalam hal pemuatan atau pelaksanaan pemberian kuasa dari penerima dalam hal pembongkaran.
7. Perusahaan Pergudangan Warehousing
Perusahaan pergudangan adalah perusahaan yang bergerak dibidang bisnis jasa penyimpanan barang di dalam gudang pelabuhan selama barang yang
bersangkutan menunggu pemuatan ke dalam kapal atau menunggu pengeluarannya dari gudang pelabuhan yang berada di bawah pengawasan dinas
bea dan cukai. Ada tiga macam gudang, yaitu: a.
Gudang bebas adalah gudang penyimpananpenimbunan barang yang sudah bebas dari segala kewajiban dan pemeriksaan dinas bea dan cukai.
b. Gudang entrepot adalah gudang penyimpananpenimbunan barang yang
belum diketahui status dan tujuannya serta berada di bawah pengawasan dinas bea dan cukai karena tidak dipenuhinya kewajiban oleh importirnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Gudang pabean adalah gudang penyimpananpenimbunan barang yang baru
saja diturunkan dari kapal atau yang segera akan dimuat ke kapal.
8. Penerima Consignee
Penerima adalah pengirim yang dapat diketahui dari dokumen pengangkutan. Dapat berupa pembeliimportir atau pihak yang memperoleh kuasa
atau pengirim. Ciri dan karakteristik penerima, antara lain perusahaan atau perseorangan yang memperoleh hak dari pengirim barang, dibuktikan dengan
penguasaan dokumen angkutan, dan membayar atau tanpa membayar biaya angkutan.
E. Hak Dan Kewajiban Penyedia Jasa Pengangkutan Darat Online Berbasis Aplikasi Dalam Melaksanakan Kegiatan Pengangkutan Darat
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan penyedia jasa atau pelaku usaha adalah “setiap orang perorangan
atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
nasional, baik secara sendiri maupun secara bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”
32
32
Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Pengertian pelaku usaha dalam undang-undang tersebut sangat luas, cakupan luasnya
pengertian pelaku usaha dalam undang-undang tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam masyarakat dunia, bahwa yang dapat
dikulaifikasi sebagai produsen adalah pembuat produk jadi finished product,
Universitas Sumatera Utara
penghasil bahan baku, pembuat suku cadang, setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal
tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertenu, importir suatu produk dengan maksud untuk diperjualbelikan, disewakan,
disewagunakan leasing atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan, pemasok suplier, dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak dapat
ditentukan.
33
Menurut Abdulkadir Muhammad, pengusaha diartikan “orang yang menjalankan perusahaan maksudnya mengelola sendiri perusahaannya baik
dengan dilakukan sendiri maupaun dengan bantuan pekerja.”
34
Pengertian pelaku usaha yang sangat luas tersebut diatas, akan memudah konsumen untuk menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat
mengkonsumsi suatu produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada Mariam Darus
Badrulzaman memliki arti luas yaitu mencakup produsen dan pedagang perantara tussen handelaar
. Produsen lazim diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Menurut Agnes Toar, yang termasuk dalam
pengertian produsen adalah pembuat, grosir whole saler, leveransir dan pengecer detailer
profesional. Menurut Tan Kamello, importir juga termasuk dalam pengertian produsen. Jadi, pembuat, grosir, leveransir, importir dan pengecer
barang adalah orang-orang yang terlibat penyediaan barang dan jasa sampai ketangan konsumen. Menurut hukum, mereka
ini dapat diminta pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita konsumen.
33
Ahmadi Miru Sutarrnan Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Kedua, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 8
34
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 43
Universitas Sumatera Utara
siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat.
35
1. Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai
kepentingan seperti perbankan, usaha leasing, tengkulak, penyedia dana, dsb. Ruang lingkup
yang diberikan sarjana ekonomi yang tergabung dalam Ikatan Sarjana Ekonomi Indonsia ISEI mengenai pelaku usaha adalah sebagai berikut:
2. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang danatau
jasa dari barang-barang danatau jasa-jasa yang lain bahan baku, bahan tambahan atau penolong dan bahan-bahan lainnya. Pelaku usaha dalam
kategori ini dapat terdiri dari orang danatau badan yang memproduksi sandang, orang danatau badan usaha yang berkaitan dengan pembuatan
perumahan, orang atau badan yang berkaitan dengan jasa angkutan, perasuransian, perbankan, orang atau badan yang berkaitan dengan obat-
obatan, kesehatan, dsb.
3. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau
memperdagangkan barang danatau jasa tersebut kepada masyarakat. Pelaku usaha pada kategori ini misalnya pedagang retail, pedagang kaki lima,
warung, toko, supermarket, rumah sakit, klinik, usaha angkutan darat, laut dan udara, kantor pengacara, dsb.
36
Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menetapkan hak pelaku usaha adalah:
37
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan. 2.
Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen. 4.
Hak untuk merehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang
diperdagangkan oleh pelaku usaha.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Selain hak-hak diatas terdapat pula kewajiban pelaku usaha yang di atur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu:
38
35
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op. Cit., hal. 9
36
AZ. Nasution, Op .Cit.,hal. 23
37
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
38
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. 4.
Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa
yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba
barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan.
7. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang
danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang:
39
1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan. 2.
Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
tersebut.
3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya. 4.
Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang danatau
jasa tersebut.
5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut.
6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut. 7.
Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
halal yang dicantumkan dalam label. 9.
Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,
tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
39
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
10. Tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barang dimaksud. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar. Pelaku usaha juga dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang danatau jasa secara tidak benar,
danatau seolah-olah:
40
1. Barang tersebut telah memenuhi danatau memiliki potongan harga, harga
khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.
2. Barang tersebut dalam keadaan baik danatau baru.
3. Barang danatau jasa tersebut telah mendapatkan danatau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, cirri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
4. Barang danatau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan atau afiliasi. 5.
Barang danatau jasa tersebut tersedia. 6.
Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi. 7.
Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu. 8.
Barang tersebut berasal dari daerah tertentu. 9.
Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang danatau jasa lain. 10.
Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap.
11. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
40
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
Terdapat juga hak dan kewajiban penyedia jasa dalam aplikasi jasa pengangkutan darat online. Adapun hak penyedia jasa dalam aplikasi jasa
pengangkutan darat online, yaitu:
41
1. Menerima pembayaran atas pelaksanaan pengangkutan melalui aplikasi jasa
pengangkutan darat online baik secara tunai maupun transfer. 2.
Hak untuk membela diri dalam hal pelaku usaha di gugat oleh konsumen atas kelalaian pelaksanan pengangkutan dalam aplikasi jasa pengangkutan darat
online .
3. Hak untuk membuktikan bahwa pelaku usaha tidak bersalah, jika ia merasa
yakin atas hal pelaksanaan pengangkutan dalam aplikasi jasa pengangkutan darat online.
4. Hak untuk mendapatkan nama baik kembali jika ia berhasil membuktikan
bahwa pelaku usaha tidak bersalah atas pelaksanaan pengangkutan dalam aplikasi jasa pengangkutan darat online.
5. Mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan aturan perundang-undangan
yang berlaku.
Sedangkan yang menjadi kewajiban dari pelaku usaha terhadap produk kendaraan bermotor yang akan di pasarkannya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi kepada konsumen mengenai pelaksanaan
pengangkutan dalam aplikasi jasa pengangkutan darat online. 2.
Memberikan petunjuk kepada konsumen mengenai fungsi dalam penggunaan fasilitas serta fitur keamanan dan kenyamanan yang tersedia dalam aplikasi
jasa pengangkutan darat online.
3. Memberikan jaminan terhadap pelaksanaan pengangkutan dalam aplikasi jasa
pengangkutan darat online. 4.
Memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi konsumen dalam pelaksanaan pengangkutan dalam aplikasi jasa pengangkutan darat online.
42
Berdasarkan hal tersebut di atas, sangatlah diperlukan kesadaran pelaku usaha dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumen dalam
rangka peningkatan keamanan dan keselamatan berkendara bagi konsumen.
43
41
Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Bapak Wira Selaku Pengemudi Go-Jek Online, Tanggal 10 Maret 2016
42
Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Bapak Wira Selaku Pengemudi Go-Jek Online, Tanggal 10 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
F. Aturan-Aturan Hukum Jasa Pengangkutan Darat Online Berbasis Aplikasi
Seiring dengan semakin berkembangnya smartphone telepon pintar yang memiliki fitur teknologi aplikasi untuk menghubungkan pengguna smartphone ke
internet, mendorong perkembangan teknologi aplikasi hingga akhirnya saat ini dimanfaatkan sebagai media bisnis. Teknologi aplikasi merupakan hasil
kreativitas para pelaku usaha yang melihat adanya peluang bisnis dalam wilayah di antara pembeli dan penjual jasa. Wilayah itulah yang dikembangkan para
pelaku usaha untuk berbisnis dengan menciptakan teknologi aplikasi yang digunakan untuk menghubungkan antara masyarakat pengguna dan pelaku usaha.
Teknologi aplikasi yang digunakan untuk memesan barang dan jasa menggunakan sistem dan jaringan elektronik untuk menghubungkan konsumen.
Akses ke pasar yang secara mudah dan cepat, menjadi nilai jual dari teknologi aplikasi. Karenanya, penggunaan teknologi juga tidak lepas dari unsur-unsur
seperti penggunaan uang elektronik, penyimpanan data elektronik, dan unsur- unsur lain yang merupakan bagian dari perdagangan elektronik atau e-commerce.
Saat ini bermunculan berbagai perusahaan jasa berbasis teknologi aplikasi yang berfungsi untuk mempertemukan masyarakat sebagai pembeli dan penjual secara
cepat dan praktis. Pada dasarnya perusahaan yang bergerak dibidang aplikasi pengangkutan
darat online bukanlah perusahaan transportasi, melainkan perusahaan aplikasi yang mana kegiatannya menggunakan teknologi aplikasi sebagai salah satu cara
43
Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Bapak Wira Selaku Pengemudi Go-Jek Online, Tanggal 10 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
transaksi dalam rangka memberikan kemudahan akses bagi konsumen dalam memesan ojek ataupun taxi. Oleh karena itu, dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa perusahaan dibidang aplikasi pengangkutan darat online sebagai suatu perusahaan aplikasi hanya berstatus sebagai pelaku usaha penghubung. Dengan
status sebagai pelaku usaha penghubung, maka dapat dicermati bahwa driver go- jek atau grab taxi tidak memiliki hubungan kerja dengan perusahaan
aplikasinya.
44
1. Pekerjaan, unsur ini terpenuhi jika pekerja hanya melaksanakan pekerjaan
yang sudah diberikan perusahaan. Dalam praktiknya, driver go-jek atau grab taxi
tidak menerima perintah kerja dari perusahaan, melainkan dari pelanggan ojek dan dikerjakan secara pribadi seperti halnya tukang ojek pada umumnya.
Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mendefinisikan hubungan kerja sebagai hubungan antara
pengusaha dengan pekerjaburuh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsure pekerjaan, upah, dan perintah. Dari pengertian itu terlihat tiga unsure
hubungan kerja, yaitu:
2. Upah, unsur ini terpenuhi jika pekerja menerima kompensasi berupa uang
tertentu yang besar jumlahnya tetap dalam periode tertentu, bukan berdasarkan komisi atau bagi hasil. Driver tidak mendapatkan gaji dari
perusahaan, justru para driver harus membagi 20 dua puluh persen pendapatannya ke perusahaan.
44
Berdasarkan Wawancara Dengan Bapak Tibol Harahap, Pegawai Dinas Perhubungan, Pada Tanggal 21 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan izin, perusahaan aplikasi jasa pengangkutan darat online tidak memiliki izin usaha dibidang transportasi, melainkan mengantongi surat izin
usaha perdagangan. Hal ini disebabkan, karena dalam praktiknya, skema jual beli yang terjadi melalui teknologi aplikasi terbagi menjadi dua jalur, yakni:
1. Transaksi langsung, yakni konsumen langsung memesan barang dan jasa
kepada pelaku usaha penyedia melalui teknologi aplikasi, lalu barang dan jasa disediakan langsung dari penyedia.
2. Transaksi melalui penghubung, yakni konsumen memesan barang dan jasa
kepada pelaku usaha yang menyediakan jasa penghubung, kemudian pelaku usaha tersebut melakukan pemesanan kepada pelaku usaha penyedia yang
cocok dengan pesanan konsumen. Selanjutnya, penyedia barang dan jasa yang akan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen yang melakukan
pemesanan di awal. Sebagai contohnya, pemesanan taksi express yang
bekerja sama dengan perusahaan grab taxi melalui aplikasi grab taxi, atau pemesanan kamar hotel melalui aplikasi traveloka.
Dari kedua jalur tersebut, aplikasi pengangkutan darat online termasuk ke dalam jalur transaksi melalui penghubung. Hampir semua badan usaha yang
menyediakan jasa penghubung antara konsumen dan pelaku usaha penyedia barang dan jasa melalui teknologi aplikasi memiliki status sebagai badan hukum
perseroan terbatas. Izin dan persyaratan yang dimiliknya adalah surat izin usaha perdagangan dan tanda daftar perusahaan.
45
45
Berdasarkan Wawancara Dengan Bapak Tibol Harahap, Pegawai Dinas Perhubungan, Pada Tanggal 21 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
Sebagai pelaku usaha penghubung, penyedia jasa pengangkutan darat online
tidak perlu memiliki izin untuk memperdagangkan jasa yang ia hubungkan melalui teknologi aplikasi. Hal ini mengingat tanggung jawab atas perdagangan
jasa tersebut ada pada produsen jasa yang melaksanakan kegiatan pengangkutan. Sebagai contoh, aplikasi traveloka tidak perlu memiliki izin usaha perhotelan,
namun hotel yang kamarnya dipesan melalui traveloka, harus memiliki izin usaha perhotelan. Namun, masalah yang timbul adalah jasa yang dihubungkan penyedia
jasa pengangkutan darat online adalah tidak diaturnya ojek sebagai salah satu jenis sarana angkutan umum dalam peraturan perundang-undangan oleh pemerintah
sehingga menimbulkan masalah hukum. Kegiatan perdagangan jasa yang melalui sistem elektronik, saat ini diatur
dalam undang-undang yang pada intinya, ketentuan dalam undang-undang mewajibkan pelaku usaha yang memperdagangkan barang danatau jasa dengan
menggunakan sistem elektronik untuk menyediakan data danatau informasi secara lengkap dan benar.
46
Selain itu, oleh karena perusahaan penyedia jasa pengangkutan darat online
bukan sebagai perusahaan transportasi, maka tentu tanggung jawab yang dimilikinya tidak sama dengan tanggung jawab yang dimiliki perusahaan
Data dan informasi tersebut meliputi identitas dan legalitas pelaku usaha, persyaratan teknis barang dan jasa, harga dan cara
pembayaran, serta cara penyerahan barang. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut dapat menimbulkan konsekuensi berupa pencabutan izin bagi pelaku
usaha.
46
Pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
transportasi pada umumnya. Untuk memahami tanggung jawab hukum perusahaan penyedia aplikasi transportasi, harus dipahami bahwa ‘usaha melalui
teknologi aplikasi’ bukan merupakan suatu klasifikasi bidang usaha. Hal ini dikarenakan teknologi aplikasi dalam hal ini berfungsi sebagai penghubung
kegiatan usaha, dan bukan bidang usaha secara khusus. Hal inilah yang menyebabkan perusahaan penyedia jasa pengangkutan darat online beserta
perusahaan sejenis lainnya menyatakan diri sebagai perusahaan teknologi, karena kegiatan usaha mereka adalah menjalankan dan mengembangkan suatu teknologi
aplikasi yang kemudian digunakan untuk menghubungkan penyedia usaha dan pengguna jasa.
Mengingat penting dan strateginya peranan lalu lintas dan angkutan jalan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka lalu lintas dan angkutan jalan di
kuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Kemudian penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan perlu diselenggarakan secara
berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar lebih luas daya jangkau dan pelayanannya kepada masyarakat dengan masyarakat dengan memperhatikan
sebesar-besarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan, koordinasi antara wewenang pusat dan daearah serta antara instansi,
sektor dan unsur yang terkait serta terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sekaligus dalam
rangka memwujudkan sistem transportasi nasional yang handal dan terpadu. Keseluruhan dari pada hal tersebut dicerminkan dalam satu undang-
undang yang utuh yaitu undang-undang yang mengatur lalulintas dan angkutan
Universitas Sumatera Utara
jalan ialah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
47
47
C.S.T. Kansil Dan Christine ST. Kansil, Disiplin Berlalu Lintas DiJalan Raya Sistem Tanya
Jawab, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 5
Dalam undang-undang tersebut diatur hal-hal yang bersifat pokok, sedangkan yang bersifat teknis dan operasioanl akan diatur dalam
peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaaan lainnya. Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan
selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efesien, mampu memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah
daratan untuk menunjang pemerataan penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang