72
P. Stephen Robbins, Timothy A. Judge. 2008. Pelilaku Organisasi. Edisi 12
Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Pemuda Katolik Komda Sumut: 2013. Rakerda Pemuda Katolik Komda Sumut
Periode 2010-2013. Medan.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1998. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Soedarmanta J.B. 2012. Biografi I.J. Kasimo, Politik Bermartabat, Jakarta: Kompas.
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Polilik, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Thohah Miftah. 2011. Perilaku Organisasi-Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Rajawali Pers.
Skripsi:
Andi Pandapotan Samosir : Partisipasi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Dalam Perubahan Orde Lama – Orde Baru. USU e-
Repository 2013.
Undang-Undang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009
Tentang Kepemudaan Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Fungsi Partai Politik
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Situs Internet:
Setiawan Aries Golput Tinggi, Ini Alasan KPU Sumut. http:nasional.news.viva.co.idnewsread397904-angka-golput-tinggi--
ini-alasan-kpu-sumut, diakses 5 Maret 2014.
Universitas Sumatera Utara
73 Sinla Paul Eloe. 2008. Parpol Dan Pelaksanaan Pendidikan Politik,
http:sumbawanews.comberitaOpiniparpol-dan-pelaksanaan- pendidikan-politik.html Diakses pada tanggal 5 Maret 2014, pukul 23.30
WIB.
Yahwu Yohan 2013. Jajak Pendapat KOMPAS: Pemuda di Simpang Jalan. http:nasional.kompas.comread201310281123542Jajak.Pendapat.
KOMPAS.Pemuda.di.Simpang.Jalan
,
diakses 5 Maret 2014. http:pemudakatolik.org, diakses 10 September 2014.
Universitas Sumatera Utara
54
BAB III PERAN PEMUDA KATOLIK DALAM PENDIDIKAN POLITIK DI
SUMATERA UTARA
A. Pemuda Katolik sebagai Organisasi Kemasyarakatan
Munculnya suatu Organisasi Kemasyarakatan tidak lepas dari faktor tertentu, seperti latar belakang situasi dan pemikiran yang kemudian terwujud
dalam misi dan visinya. Secara umum hal ini juga yang menjadi daya tarik seseorang untuk bergabung dalam keanggotaannya. Hal yang sama juga yang
menjadikan lahir serta besarnya organisasi masyarakat Pemuda Katolik PK. Pemuda Katolik telah memberikan sumbangan besar bagi perkembangan bangsa
di masa lampau, dan saat ini dari segi nama masih sangat familiar di lingkungan Katolik.
Berdasarkan Kitab Hukum Kanonik bahwa penggunaan nama Katolik untuk ormas tersebut merupakan bentuk restu otoritas gerejawi yang menyatu
dengan Gereja. Kesatuan ini harus tampak dalam berbagai karya dan pembinaan yang berdasar pada iman yang satu untuk membangun hidup yang lebih sempurna
serta menjiwai tata dunia dengan semangat Kristiani. Sebelum Pemuda Katolik berdiri, organisasi kaum Muda Katolik di
Indonesia telah aktif dalam pendidikan di Indonesia. organisasi kaum muda katolik yang pertama kali didirikan di indonesia adalah Katholieke Jongelingen
Bond KJB pada pertengahan November 1914 di Batavia. Organisasi ini diprakarsai oleh organisasi yang juga dari umat katolik yaitu Katholieke Sociale
Universitas Sumatera Utara
55 Bond KSB yang bergerak dibidang sosial dibawah naungan Pastor J. Van
Rijckevorsel. KJB ini adalah organisasi bagi para remaja yang telah menyelesaikan sekolah lanjutan pertamanya hingga usia 20 karena saat usia 21
tahun adalah usia minimum untuk masuk KSB. Dalam organisasi yang kebanyakan adalah remaja laki-laki yang juga sebagian besar anggotanya
berkebangsaan belanda ini dimaksudkan pada saat itu untuk membina meraka dalam pelajaran katekismus yang tidak mereka dapatkan di sekolah.
Katholieke Jongelingen Bond juga menyediakan sepeda bagi kaum muda yang bertempat tinggal jauh guna membantu kaum muda berkumpul, membentuk
klub debat dan klub musik, sampai mempunyai majalah sendiri. Dan akhirnya diperkirakan pada tahun 1942 organisasi ini dilarang oleh pemerintah jepang yang
saat itu mulai menduduki indonesia. Disamping organisasi KJB yang ada di batavia, juga ada perkumpulan
pelajar laki-laki dan perempuan yang ada di Muntilan pada tahun 1925 yaitu Pakempalan Paloepi Darma. Perkumpulan ini bertujuan untuk membantu
penyebaran Kerajaan Allah di tanah Jawa dan membantu pemuda pribumi dalam menjalani pendidikan imamat demi munculnya imam pribumi, melalui doa dan
pengumpulan dana. Sehingga mereka terus mengajak orang-orang muda yang lain baik laki-laki dan perempuan untuk terlibat dalam usaha kecintaan terhadap Tanah
Air melalui penyebaran iman katolik dan pendidikan imam pribumi.
Universitas Sumatera Utara
56 Setelah KJB yang sebagian besar anggotanya adalah remaja yang
berkebangsaan Belanda, maka anak-anak muda pribumi merasa kurang betah di KJB dan memutuskan untuk membentuk organisasi sendiri bagi anak-anak muda
katolik pribumi. Sehingga organisasi ini dinamakan Moeda Katholiek pada tanggal 1 Agustus 1929 di Yogyakarta. Keanggotaannya mulai anak-anak
Standaardschool SD berbahasa jawa sampai pemuda-pemudi yang sudah bekerja. Sedangkan yang wanita didirikan Moeda Wanita Katholiek. Hal
ketidaknyamanan anak-anak pribumi di KJB dikarenakan perbedaan budaya anak- anak belanda dan juga perbedaan mentalitas dari “anak-anak yang menjajah” dan
“anak-anak yang dijajah”. Sehingga digambarkan bahwa anak-anak belanda mendapatkan segala hak dan status yang mapan sedangkan anak-anak pribumi
secara samar-samar disadarkan dari gerakan kebangkitan nasional yang mulai menghendaki persamaan hak, kemandirian, dan akhirnya kemerdekaan.
Organisasi ini tidak mematikan organisasi yang sudah ada seperti Paloepi Darma, karena keduanya mempunyai tujuan yang berbeda.
Moeda Katholiek merupakan organisasi pemuda yang bersifat umum non kegerejaankeagamaan dengan kegiatan seperti olah raga, seni, debat masalah
sosial-politik atau kelompok studi dan sebagainya. Sedangkan Paloepi Darma memfokuskan pada gerakan anak-anakpemuda-pemudi untuk membantu melalui
doa dan bantuan dana bagi terbentuknya imam pribumi. Dan diperbolehkan untuk satu orang yang sama menjadi anggota dari keduanya. Sama seperti halnya KJB,
Universitas Sumatera Utara
57 organisasi Moeda Katholiek dan Moeda Wanita Katholiek berhenti melakukan
kegiatan karena dilarang oleh pemerintahan jajahan jepang. Dalam kongres Muda Katolik Indonesia pada bulan juli 1960 diputuskan
bahwa Muda Katolik Indonesia diubah menjadi Pemuda Katolik PK. Alasan perubahan nama ini kurang begitu jelas, karena belum di dapat catatan yang
menerangkannya. perubahan nama diusulkan oleh Pemuda Munadjat Danusaputro. Dari kongres itu pula ditetapkan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat
Pemuda Katolik yaitu ketua umum: J.M. Barus, ketua I: A. Boediono, ketua II: A. Herdjani, ketua III: F.J. Worotikan, sekretaris jendral: J. Tumenggung, bendahara
I: C. Soedewi dan bendahara II: A.B. de Bakker. Dan dari sinilah nama Pemuda Katolik masih digunakan sampai sekarang. Pada tanggal 8 September 1962,
Pemuda Katolik dalam panitia Ad Hoc panitia yang dibentuk untuk tujuan tertentu yang menghasilkan sebuah pedoman yang dinamakan Buku Pegangan
Pemuda Katolik. Pembetukan panitia tersebut sebelumnya sudah disetujui oleh Kongres
Pemuda Katolik tahun 1961. Maksud dibuatnya suatu pedoman bagi Pemuda Katolik adalah supaya Pemuda Katolik tidak terlalu terombang-ambing dalam
melaksanakan tugasnya dalam situasi Tanah Air yang begitu kompleks. Buku Pegangan Pemuda Katolik terdiri dari dua bagian, Bagian I: Pegangan Pemuda
Katolik dan Bagian II: Pegangan Kerja Bulanan Pemuda Katolik. Buku ini secara komprehensif memberika pedoman apa yang seyogyanya dilakukan oleh anggota
Pemuda Katolik beserta contoh-contoh dalam kerasulan di lingkungan Gereja
Universitas Sumatera Utara
58 maupun di lingkungan masyarakat. Disamping situasi perkembangan politik
negara Indonesia antara 1950-1970 yang mempengaruhi perkembangan organisasi Pemuda Katolik juga terdapat peristiwa penting yang tidak hanya mempengaruhi
perkembangan Pemuda Katolik namun juga bagi perkembangan seluruh Gereja universal, yaitu Konsili Vatikan II yang berlangsung pada tahun 1962-1965.
Sehingga Konsili Vatikan II ini memberikan juga pengaruh perkembangan pada para anggota Pemuda Katolik yang saat masih bernama AMKRI lalu MKI dan
berakhir pada Pemuda Katolik dalam membedakan sikap dan orientasinya. Tak lama kemudian sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
dikumandangkan, pada tahun itu juga didirikan sebuah organisasi kaum muda katolik bernama Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia AMKRI yang
dibentuk oleh Partai Politik Katolik Indonesia PPKI dalam kongresnya di Surakarta tanggal 8 Desember 1945. Pembentukan dari AMKRI ini memang
anatara lain untuk mewadahi gulungan kaum muda katolik yang saat itu mau berjuang dan berkorban bersama golongan lain selama revolusi. Disamping itu,
juga yang menjadi tujuan utama didirikannya AMKRI adalah untuk menjawab seruan Pemerintah Republik Indonesia yang kala itu mengajak agar masyarakat
mendirikan organisasi sebagai sarana perjuangan dalam membangun Republik Indonesia. AMKRI juga memperhatikan masalah dibidang pendidikan.
Saat dicabutnya peraturan pemerintah balatentara Jepang yang melarang pihak swasta menyelenggarakan pendidikan di bulan Mei 1945, AMKRI mulai
memprakarsai pendirian Sekolah Menengah Atas SMA Katolik untuk sore hari
Universitas Sumatera Utara
59 di Yogyakarta yang sekarang ini menjadi SMA St. Thomas, Yogyakarta. Hal ini
dimaksudkan untuk menampung lulusan Sekolah Menengah Katolik SMK dari Bintaran dan Dagen Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Para suster Santo
Carolus serta para suster Fransiskanes. Pada tanggal 9-12 Desember 1949 diselenggarakan Kongres Umat Katolik
Indonesia KUKSI untuk pertama kalinya yang memutuskan untuk semua jenis golongan umat katolik, hanya ada satu wadah organisasi yaitu masing-masing satu
untuk partai katolik, wanita katolik, pemuda katolik, mahasiswa katolik, dan sebagainya. Untuk pemuda, diberi nama Muda Katolik Indonesia MKI yang jadi
satu-satunya organisasi kaum muda Katolik, menggantikan AMKRI. Kemungkinan alasan mengapa nama AMKRI diubah menjadi MKI adalah
suasana “revolusi” dan perjuangan politik dan fisik pada waktu itu dianggap sudah berakhir, sehingga istilah “angkatan” yang berkonotasi “perjuangan” dan
“revolusi” diganti. Maka dari itu, MKI diharapkan dapat berorientasi pada pembinaan di paroki di samping kegiatan umum pemuda dalam masyarakat.
Dalam kongres MKI pada bulan juli 1960 diputuskan bahwa Muda Katolik Indonesia diubah menjadi Pemuda Katolik PK. Alasan perubahan nama ini
kurang begitu jelas, karena belum didapat catatan yang menrangkannya. Dan konon yang mengusulkan perubahan nama ini adalah pemuda Munadjat
Danusaputro. Dari kongres itu pula ditetapkan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Pemuda Katolik yaitu ketua umum: J.M. Barus, ketua I: A. Boediono, ketua II: A.
Herdjani, ketua III: F.J. Worotikan, sekretaris jendral: J. Tumenggung, bendahara
Universitas Sumatera Utara
60 I: C. Soedewi dan bendahara II: A.B. de Bakker. Dan dari sinilah nama Pemuda
Katolik masih digunakan sampai sekarang. Pada tanggal 8 September 1962, Pemuda Katolik dalam panitia Ad Hoc panitia yang dibentuk untuk tujuan
tertentu yang menghasilkan sebuah pedoman yang dinamakan Buku Pegangan Pemuda Katolik.
Pembetukan panitia tersebut sebelumnya sudah disetujui oleh Kongres Pemuda Katolik tahun 1961. Maksud dibuatnya suatu pedoman bagi Pemuda
Katolik adalah supaya Pemuda Katolik tidak terlalu terombang-ambing dalam melaksanakan tugasnya dalam situasi Tanah Air yang begitu kompleks. Buku
Pegangan Pemuda Katolik terdiri dari dua bagian, Bagian I: Pegangan Pemuda Katolik dan Bagian II: Pegangan Kerja Bulanan Pemuda Katolik. Buku ini secara
komprehensif memberika pedoman apa yang seyogyanya dilakukan oleh anggota Pemuda Katolik beserta contoh-contoh dalam kerasulan di lingkungan Gereja
maupun di lingkungan masyarakat. Disamping situasi perkembangan politik negara Indonesia antara 1950-1970 yang mempengaruhi perkembangan organisasi
Pemuda Katolik juga terdapat peristiwa penting yang tidak hanya mempengaruhi perkembangan Pemuda Katolik namun juga bagi perkembangan seluruh Gereja
universal, yaitu Konsili Vatikan II yang berlangsung pada tahun 1962-1965. Sehingga Konsili Vatikan II ini memberikan juga pengaruh perkembangan pada
para anggota Pemuda Katolik yang saat masih bernama AMKRI lalu MKI dan berakhir pada Pemuda Katolik dalam membedakan sikap dan orientasinya.
Kegiatan Pemuda Katolik saat itu adalah melakukan kegiatan politik seperti
Universitas Sumatera Utara
61 demonstrasi, diskusi politik, ikut kegiatan Front Nasional dan sebagainya. Dan
pada awal tahun 1970, Pemuda Katolik bersama organisasi pemuda dan mahasiswa di indonesia mulai kehilangan gairah karena disibukkan dalam
kegiatan politik praktis melulu. Sehingga Dewan Pimpinan Pusat Pemuda Katolik menyadari akan situasi tersebut dan mencanangkan suatu arah kegiatan yang
selanjutnya yaitu “kembali ke paroki”. Namun pada kenyataannya, Pemuda Katolik tidak serta merta dan berjalan
dengan baik untuk mengarah ke situ karena sudah cukup lama Pemuda Katolik yang hanya berkonsentrasi pada kegiatan “politik praktis” demi kelangsungan
negara demokrasi dan eksistensi Gereja karena ancaman komunis. Tetapi pada hakikatnya yang dimaksud dalam “kembali ke paroki” adalah menggunakan
paroki sebagai basis kegiatan dan dengan tetap berorientasi keluar yaitu bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat umum disekitar paroki. Maka Pemuda
Katolik dengan pimpinan baru sesudah masa itu berusaha mencari bentuk-bentuk kegiatan baru yang sesuai dengan tuntutan dan tantangan zaman.
Sebagai organisasi masyarakat, Pemuda Katolik mendukung dan berpartisipasi dalam dinamika perubahana kemasyarakatan yang mengarah pada
penguatan tatanan masyarakat negara bangsa yang adil dan demokratris melalui sikap diri yang jelas, bekerja sama dengan kelompok masyarakat yang sama cita-
cita, dengan tetap menjaga sikap independensi dan interdependesi organisasi. Untuk itu pentingnya kesadaran dan keterlibatan aktif Pemuda Katolik di dalam
Universitas Sumatera Utara
62 setiap gerak kemasyarakatan yang dilandasi semangat Pro Ecclesia et Patria
demi Gereja dan Tanah Air.
B. Peran Pemuda Katolik dalam Pendidikan Politik di Sumatera Utara