Peran Pemuda Katolik dalam Pendidikan Politik di Sumatera Utara

(1)

DAFTAR PERTANYAAN

1. Menurut pendapat Bapak, bagaimanakah konsep tentang pendidikan politik? 2. Sejak kapan pemuda Katolik terlibat dalam ranah politik?

3. Ceritakan bagaimana konsep pendidikan politik yang ada di Pemuda Katolik? 4. Ceritakan bagaimana proses pelaksanaan pendidikan politik di Pemuda

Katolik Bapak? Siapa sasarannya?

5. Apakah Pemuda Katolik mewadahi kader masuk atau terlibat dalam ranah politik?

6. Apakah ada agenda khusus tentang pendidikan politik di pemuda katolik? 7. Bagaimana Pemuda Katolik mengambil peran dalam rendahnya partisipasi

masyarakat dalam ranah politik, terkhusus dalam pemilihan kepala daerah? 8. Apa peran pemuda katolik dalam kemasyarakan terutama sosial politik? 9. Ceritakan faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pendidikan politik

yang dilaksanakan oleh pemuda Katolik?

10. Bagaimana keterlibatan pemerintah terkait bantuan anggaran untuk pendidikan politik Pemuda Katolik? cukupkah anggarannya?


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Affandi, Idrus dan Anggraeni, Leni. 2011. Pendidikan Politik. Bandung: Lensa Media Pustaka Indonesia.

Abdul Utsman Mu’iz Ruslan. 2000. Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, Karangasem: Intermedia.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Danin Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kuanlitatif; Ancangan Metedologi, Presentasi dan Publikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa dan Peneliti Pemula Bidang Ilmu-Ilmu Sosial, Pendidikan dan Humaniora, Bandung: Pustakan Setia.

Dua Michael, dkk. 2008. Politik Katolik, Politik Kebaikan Bersama. Jakarta: Obor.

Iman Setot Wahjono. 2010. Perilaku Organisasi, Yogyakarta: Graha Ilmu. Kartono Kartini. 2009. Pendidikan Politik Sebagai Bagian dari Pendidikan Orang

Dewasa, Bandung: Mandar Maju.

Kurnia, Asep dkk. 2011. Penelitian Peran Partai Politik dalam Memberikan Pendididikan Politik Bagi Masyarakat, Jakarta: Pancabudi.

Kusmanto Heri, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Politik, Medan: Pustaka Press. Marbun B.N.. 2002. Kamus Politik, Jakarta: Mulia Sari.

Muchlas, Makmuri, 2005. Perilaku Organisasi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nawawi, Hadawi. 1987. Metodologi Penelitian Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.


(3)

P. Stephen Robbins, Timothy A. Judge. 2008. Pelilaku Organisasi. Edisi 12 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.

Pemuda Katolik Komda Sumut: 2013. Rakerda Pemuda Katolik Komda Sumut Periode 2010-2013. Medan.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1998. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Soedarmanta J.B. 2012. Biografi I.J. Kasimo, Politik Bermartabat, Jakarta: Kompas.

Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Polilik, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Thohah Miftah. 2011. Perilaku Organisasi-Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Rajawali Pers.

Skripsi:

Andi Pandapotan Samosir : Repository 2013.

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009Tentang Kepemudaan

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Fungsi Partai Politik

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Situs Internet:

Setiawan Aries Golput Tinggi, Ini Alasan KPU Sumut.


(4)

Sinla Paul Eloe. 2008. Parpol Dan Pelaksanaan Pendidikan Politik,

WIB.

Yahwu Yohan 2013. Jajak Pendapat KOMPAS: Pemuda di Simpang Jalan.

diakses 5 Maret 2014.


(5)

BAB III

PERAN PEMUDA KATOLIK DALAM PENDIDIKAN POLITIK DI SUMATERA UTARA

A. Pemuda Katolik sebagai Organisasi Kemasyarakatan

Munculnya suatu Organisasi Kemasyarakatan tidak lepas dari faktor tertentu, seperti latar belakang (situasi dan pemikiran) yang kemudian terwujud dalam misi dan visinya. Secara umum hal ini juga yang menjadi daya tarik seseorang untuk bergabung dalam keanggotaannya. Hal yang sama juga yang menjadikan lahir serta besarnya organisasi masyarakat Pemuda Katolik (PK). Pemuda Katolik telah memberikan sumbangan besar bagi perkembangan bangsa di masa lampau, dan saat ini dari segi nama masih sangat familiar di lingkungan Katolik.

Berdasarkan Kitab Hukum Kanonik bahwa penggunaan nama Katolik untuk ormas tersebut merupakan bentuk restu otoritas gerejawi yang menyatu dengan Gereja. Kesatuan ini harus tampak dalam berbagai karya dan pembinaan yang berdasar pada iman yang satu untuk membangun hidup yang lebih sempurna serta menjiwai tata dunia dengan semangat Kristiani.

Sebelum Pemuda Katolik berdiri, organisasi kaum Muda Katolik di Indonesia telah aktif dalam pendidikan di Indonesia. organisasi kaum muda katolik yang pertama kali didirikan di indonesia adalah Katholieke Jongelingen Bond (KJB) pada pertengahan November 1914 di Batavia. Organisasi ini diprakarsai oleh organisasi yang juga dari umat katolik yaitu Katholieke Sociale


(6)

Bond (KSB) yang bergerak dibidang sosial dibawah naungan Pastor J. Van Rijckevorsel. KJB ini adalah organisasi bagi para remaja yang telah menyelesaikan sekolah lanjutan pertamanya hingga usia 20 (karena saat usia 21 tahun adalah usia minimum untuk masuk KSB). Dalam organisasi yang kebanyakan adalah remaja laki-laki (yang juga sebagian besar anggotanya berkebangsaan belanda) ini dimaksudkan pada saat itu untuk membina meraka dalam pelajaran katekismus yang tidak mereka dapatkan di sekolah.

Katholieke Jongelingen Bond juga menyediakan sepeda bagi kaum muda yang bertempat tinggal jauh guna membantu kaum muda berkumpul, membentuk klub debat dan klub musik, sampai mempunyai majalah sendiri. Dan akhirnya diperkirakan pada tahun 1942 organisasi ini dilarang oleh pemerintah jepang yang saat itu mulai menduduki indonesia.

Disamping organisasi KJB yang ada di batavia, juga ada perkumpulan pelajar laki-laki dan perempuan yang ada di Muntilan pada tahun 1925 yaitu Pakempalan Paloepi Darma. Perkumpulan ini bertujuan untuk membantu penyebaran Kerajaan Allah di tanah Jawa dan membantu pemuda pribumi dalam menjalani pendidikan imamat demi munculnya imam pribumi, melalui doa dan pengumpulan dana. Sehingga mereka terus mengajak orang-orang muda yang lain baik laki-laki dan perempuan untuk terlibat dalam usaha kecintaan terhadap Tanah Air melalui penyebaran iman katolik dan pendidikan imam pribumi.


(7)

Setelah KJB yang sebagian besar anggotanya adalah remaja yang berkebangsaan Belanda, maka anak-anak muda pribumi merasa kurang betah di KJB dan memutuskan untuk membentuk organisasi sendiri bagi anak-anak muda katolik pribumi. Sehingga organisasi ini dinamakan Moeda Katholiek pada tanggal 1 Agustus 1929 di Yogyakarta. Keanggotaannya mulai anak-anak Standaardschool (SD berbahasa jawa) sampai pemuda-pemudi yang sudah bekerja. Sedangkan yang wanita didirikan Moeda Wanita Katholiek. Hal ketidaknyamanan anak pribumi di KJB dikarenakan perbedaan budaya anak-anak belanda dan juga perbedaan mentalitas dari “anak-anak-anak-anak yang menjajah” dan “anak-anak yang dijajah”. Sehingga digambarkan bahwa anak-anak belanda mendapatkan segala hak dan status yang mapan sedangkan anak-anak pribumi secara samar-samar disadarkan dari gerakan kebangkitan nasional yang mulai menghendaki persamaan hak, kemandirian, dan akhirnya kemerdekaan. Organisasi ini tidak mematikan organisasi yang sudah ada seperti Paloepi Darma, karena keduanya mempunyai tujuan yang berbeda.

Moeda Katholiek merupakan organisasi pemuda yang bersifat umum (non kegerejaan/keagamaan) dengan kegiatan seperti olah raga, seni, debat masalah sosial-politik atau kelompok studi dan sebagainya. Sedangkan Paloepi Darma memfokuskan pada gerakan anak-anak/pemuda-pemudi untuk membantu melalui doa dan bantuan dana bagi terbentuknya imam pribumi. Dan diperbolehkan untuk satu orang yang sama menjadi anggota dari keduanya. Sama seperti halnya KJB,


(8)

organisasi Moeda Katholiek dan Moeda Wanita Katholiek berhenti melakukan kegiatan karena dilarang oleh pemerintahan jajahan jepang.

Dalam kongres Muda Katolik Indonesia pada bulan juli 1960 diputuskan bahwa Muda Katolik Indonesia diubah menjadi Pemuda Katolik (PK). Alasan perubahan nama ini kurang begitu jelas, karena belum di dapat catatan yang menerangkannya. perubahan nama diusulkan oleh Pemuda Munadjat Danusaputro. Dari kongres itu pula ditetapkan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Pemuda Katolik yaitu ketua umum: J.M. Barus, ketua I: A. Boediono, ketua II: A. Herdjani, ketua III: F.J. Worotikan, sekretaris jendral: J. Tumenggung, bendahara I: C. Soedewi dan bendahara II: A.B. de Bakker. Dan dari sinilah nama Pemuda Katolik masih digunakan sampai sekarang. Pada tanggal 8 September 1962, Pemuda Katolik dalam panitia Ad Hoc (panitia yang dibentuk untuk tujuan tertentu) yang menghasilkan sebuah pedoman yang dinamakan Buku Pegangan Pemuda Katolik.

Pembetukan panitia tersebut sebelumnya sudah disetujui oleh Kongres Pemuda Katolik tahun 1961. Maksud dibuatnya suatu pedoman bagi Pemuda Katolik adalah supaya Pemuda Katolik tidak terlalu terombang-ambing dalam melaksanakan tugasnya dalam situasi Tanah Air yang begitu kompleks. Buku Pegangan Pemuda Katolik terdiri dari dua bagian, Bagian I: Pegangan Pemuda Katolik dan Bagian II: Pegangan Kerja Bulanan Pemuda Katolik. Buku ini secara komprehensif memberika pedoman apa yang seyogyanya dilakukan oleh anggota Pemuda Katolik beserta contoh-contoh dalam kerasulan di lingkungan Gereja


(9)

maupun di lingkungan masyarakat. Disamping situasi perkembangan politik negara Indonesia antara 1950-1970 yang mempengaruhi perkembangan organisasi Pemuda Katolik juga terdapat peristiwa penting yang tidak hanya mempengaruhi perkembangan Pemuda Katolik namun juga bagi perkembangan seluruh Gereja universal, yaitu Konsili Vatikan II yang berlangsung pada tahun 1962-1965. Sehingga Konsili Vatikan II ini memberikan juga pengaruh perkembangan pada para anggota Pemuda Katolik yang saat masih bernama AMKRI lalu MKI dan berakhir pada Pemuda Katolik dalam membedakan sikap dan orientasinya.

Tak lama kemudian sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan, pada tahun itu juga didirikan sebuah organisasi kaum muda katolik bernama Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia (AMKRI) yang dibentuk oleh Partai Politik Katolik Indonesia (PPKI) dalam kongresnya di Surakarta tanggal 8 Desember 1945. Pembentukan dari AMKRI ini memang anatara lain untuk mewadahi gulungan kaum muda katolik yang saat itu mau berjuang dan berkorban bersama golongan lain selama revolusi. Disamping itu, juga yang menjadi tujuan utama didirikannya AMKRI adalah untuk menjawab seruan Pemerintah Republik Indonesia yang kala itu mengajak agar masyarakat mendirikan organisasi sebagai sarana perjuangan dalam membangun Republik Indonesia. AMKRI juga memperhatikan masalah dibidang pendidikan.

Saat dicabutnya peraturan pemerintah balatentara Jepang yang melarang pihak swasta menyelenggarakan pendidikan di bulan Mei 1945, AMKRI mulai memprakarsai pendirian Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik untuk sore hari


(10)

di Yogyakarta yang sekarang ini menjadi SMA St. Thomas, Yogyakarta. Hal ini dimaksudkan untuk menampung lulusan Sekolah Menengah Katolik (SMK) dari Bintaran dan Dagen Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Para suster Santo Carolus serta para suster Fransiskanes.

Pada tanggal 9-12 Desember 1949 diselenggarakan Kongres Umat Katolik Indonesia (KUKSI) untuk pertama kalinya yang memutuskan untuk semua jenis golongan umat katolik, hanya ada satu wadah organisasi yaitu masing-masing satu untuk partai katolik, wanita katolik, pemuda katolik, mahasiswa katolik, dan sebagainya. Untuk pemuda, diberi nama Muda Katolik Indonesia (MKI) yang jadi satu-satunya organisasi kaum muda Katolik, menggantikan AMKRI. Kemungkinan alasan mengapa nama AMKRI diubah menjadi MKI adalah suasana “revolusi” dan perjuangan politik dan fisik pada waktu itu dianggap sudah berakhir, sehingga istilah “angkatan” yang berkonotasi “perjuangan” dan “revolusi” diganti. Maka dari itu, MKI diharapkan dapat berorientasi pada pembinaan di paroki di samping kegiatan umum pemuda dalam masyarakat.

Dalam kongres MKI pada bulan juli 1960 diputuskan bahwa Muda Katolik Indonesia diubah menjadi Pemuda Katolik (PK). Alasan perubahan nama ini kurang begitu jelas, karena belum didapat catatan yang menrangkannya. Dan konon yang mengusulkan perubahan nama ini adalah pemuda Munadjat Danusaputro. Dari kongres itu pula ditetapkan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Pemuda Katolik yaitu ketua umum: J.M. Barus, ketua I: A. Boediono, ketua II: A. Herdjani, ketua III: F.J. Worotikan, sekretaris jendral: J. Tumenggung, bendahara


(11)

I: C. Soedewi dan bendahara II: A.B. de Bakker. Dan dari sinilah nama Pemuda Katolik masih digunakan sampai sekarang. Pada tanggal 8 September 1962, Pemuda Katolik dalam panitia Ad Hoc (panitia yang dibentuk untuk tujuan tertentu) yang menghasilkan sebuah pedoman yang dinamakan Buku Pegangan Pemuda Katolik.

Pembetukan panitia tersebut sebelumnya sudah disetujui oleh Kongres Pemuda Katolik tahun 1961. Maksud dibuatnya suatu pedoman bagi Pemuda Katolik adalah supaya Pemuda Katolik tidak terlalu terombang-ambing dalam melaksanakan tugasnya dalam situasi Tanah Air yang begitu kompleks. Buku Pegangan Pemuda Katolik terdiri dari dua bagian, Bagian I: Pegangan Pemuda Katolik dan Bagian II: Pegangan Kerja Bulanan Pemuda Katolik. Buku ini secara komprehensif memberika pedoman apa yang seyogyanya dilakukan oleh anggota Pemuda Katolik beserta contoh-contoh dalam kerasulan di lingkungan Gereja maupun di lingkungan masyarakat. Disamping situasi perkembangan politik negara Indonesia antara 1950-1970 yang mempengaruhi perkembangan organisasi Pemuda Katolik juga terdapat peristiwa penting yang tidak hanya mempengaruhi perkembangan Pemuda Katolik namun juga bagi perkembangan seluruh Gereja universal, yaitu Konsili Vatikan II yang berlangsung pada tahun 1962-1965. Sehingga Konsili Vatikan II ini memberikan juga pengaruh perkembangan pada para anggota Pemuda Katolik yang saat masih bernama AMKRI lalu MKI dan berakhir pada Pemuda Katolik dalam membedakan sikap dan orientasinya. Kegiatan Pemuda Katolik saat itu adalah melakukan kegiatan politik seperti


(12)

demonstrasi, diskusi politik, ikut kegiatan Front Nasional dan sebagainya. Dan pada awal tahun 1970, Pemuda Katolik bersama organisasi pemuda dan mahasiswa di indonesia mulai kehilangan gairah karena disibukkan dalam kegiatan politik praktis melulu. Sehingga Dewan Pimpinan Pusat Pemuda Katolik menyadari akan situasi tersebut dan mencanangkan suatu arah kegiatan yang selanjutnya yaitu “kembali ke paroki”.

Namun pada kenyataannya, Pemuda Katolik tidak serta merta dan berjalan dengan baik untuk mengarah ke situ karena sudah cukup lama Pemuda Katolik yang hanya berkonsentrasi pada kegiatan “politik praktis” demi kelangsungan negara demokrasi dan eksistensi Gereja karena ancaman komunis. Tetapi pada hakikatnya yang dimaksud dalam “kembali ke paroki” adalah menggunakan paroki sebagai basis kegiatan dan dengan tetap berorientasi keluar yaitu bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat umum disekitar paroki. Maka Pemuda Katolik dengan pimpinan baru sesudah masa itu berusaha mencari bentuk-bentuk kegiatan baru yang sesuai dengan tuntutan dan tantangan zaman.

Sebagai organisasi masyarakat, Pemuda Katolik mendukung dan berpartisipasi dalam dinamika perubahana kemasyarakatan yang mengarah pada penguatan tatanan masyarakat negara bangsa yang adil dan demokratris melalui sikap diri yang jelas, bekerja sama dengan kelompok masyarakat yang sama cita-cita, dengan tetap menjaga sikap independensi dan interdependesi organisasi. Untuk itu pentingnya kesadaran dan keterlibatan aktif Pemuda Katolik di dalam


(13)

setiap gerak kemasyarakatan yang dilandasi semangat Pro Ecclesia et Patria (demi Gereja dan Tanah Air).

B. Peran Pemuda Katolik dalam Pendidikan Politik di Sumatera Utara

Pemuda Katolik adalah organisasi pembinaan, kepemudaan dan kemasyarakan yang tidak berafiliasi pada organisasi apapun. Dengan demikian disamping menjamin hak hidup dan hak keleluasaan dalam menentukan kebijakan dan pengembangan organisasi, Pemuda Katolik wajib mensukseskan pembangunan nasional. Pemuda katolik bertanggung jawab memberikan kontribusi pada kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Kontribusi yang diberikan oleh pemuda katolik baik dalam tatanan ide maupun aksi, untuk mengagregasikan dan mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan masyarakat demi suksesnya pembangunan nasional.

Sebagai organisasi kemasyarakan kepemudaan, Pemuda Katolik menempatkan pengkaderan menjadi salah satu prioritas utama, sebab Pemuda Katolik adalah organisasi kader yang handal bagi kaum Muda Katolik dalam berkiprah bagi Gereja dan Bangsa. Pemuda Katolik berupaya mencetak kader-kader muda Katolik yagn berjiwa kristiani dan bersemangat kebangsaan. Dalam segala aktifitasnya Pemuda Katolik berupaya menciptakan kader bangsa yang profesional, inovatif, demokratis, dan berwawasan kebangsaan.

Adapun dasar pendidikan politik Pemuda Katolik adalah “bonum comune” Bonum commune diterjemahkan secara literal dari bahasa Latin sebagai “kebaikan umum”. Dalam konteks Ajaran Sosial Gereja, terma ini berarti: “kepentingan


(14)

umum”, kesehjateraan bersama sebagai ringkasan dan lambang segala sesuatu yang kita butuhkan untuk hidup layak manusiawi, termasuk peluang untuk berkembang, dan sulit – untuk tidak mengatakan mustahil – diusahakan sendiri-sendiri saja.35

Paham bonum commune dalam pemikiran Agustinus terletak pada dua tesis dasar yang nanti akan dikembangkan oleh Thomas Aquinas pada abad Skolastik. Pertama, Agustinus berangkat dari etika kebaikan (eudamonia) yang telah dikembangkan sebelumnya oleh para filsuf Yunani. Agustinus menyakini bahwa kebaikan individual tidak akan mungkin terwujud tanpa kebaikan bersama yang datang dari partisipasi aktif tiap keluarga dalam negara dan kerajaan. Kedua, karena tiap individu adalah bagian dari negara atau kerajaan, maka seseorang perlu dengan jujur menganggap apa yang baik dirinya sesuai dengan kebaikan bagi orang banyak. Disposisi kebaikan bagi tiap-tiap bagian bergantung pada relasinya dengan keseluruhan, karena itu bagian-bagian yang tidak mendukung secara harmonis keseluruhan adalah ofensif sifatnya. Dalam kata lain, kebaikan individu dan kesejahteraan umum selalu berkorelasi satu sama lain.

Pengertian bonum commune berkembang di sepanjang sejarah Gereja dan berakar dalam dua tradisi besar teologi Agustinus dari Hippo dan Thomas Aquinas. Karena itu, dalam bagian berikut akan sedikit didalami pengertian bonum commune menurut masing-masing pemikir dan bagaimana khasanahnya sampai diterima oleh Gereja dalam ajaran sosial.

35

Wawancara dengan Maniur Rumapea di Kantor Pemuda Katolik Komda Sumatera Utara, tanggal 17 Desember 2014. Pukul 15.45 WIB


(15)

Pemikiran Thomas Aquinas tentang Bonum Commune amat dipengaruhi oleh Etika Nicomachean yang ditulis oleh Aristoteles. Aristoteles mengemukakan bahwa “kebaikan” (bonum) adalah apa yang diinginkan oleh segala makhluk. Dengan dasar inilah Thomas menegaskan bahwa “kebaikan” adalah kodrat semua ciptaan. Pemikiran Aristoteles kemudian disatukan dengan konsep teologis tentang persatuan Tubuh Mistik Kristus.

Kodrat semua makhluk hidup adalah kebaikan yang dicari dengan kebaikan dan cinta kasih dan bertujuan untuk sampai dan bersatu dengan Allah, sang Kebaikan Tertinggi. Ideal “persatuan dengan Kebaikan Tertinggi” ini mendominasi filsafat politik Barat abad pertengahan. Humanisme abad pertengahan mengubah pandangan “dua warga kota” Agustinus yang dianut masyarakat.

Setiap orang adalah bagian dari masyarakat. Tidak ada orang yang bisa hidup sendiri. Oleh karena itu, setiap orang memiliki kewajiban untuk berperan serta mewujudkan kesejahteraan bersama di masyarakat, dan berhak juga untuk hidup sejahtera sebagai manusia yang bermartabat.

Pemuda Katolik mendeskripsikan kebaikan bersama sebagai dasar pendidikan politik sebagai berikut:

Kebaikan bersama adalah tujuan makluk hidup dimuka bumi ini, oleh karena itu semangat pendidikan politik Pemuda Katolik Komda Sumut adalah bonnum comune. Tetapi harus dipahami Katolik jangan dilihat dari fisik (bangunan) atau sebagai identitas, Katolik harus dipandang sebagai nilai. Jika kader Pemuda Katolik memandang Katolik sebagai identitas maka Ia telah gagal menjadi Kader dan berakibat fanatisme belaka. Kader Pemuda Katolik harus melihat Pemuda Katolik sebagai sebuah nilai


(16)

kehidupan dengan semboyan pro ecclesia et patria (demi Gereja dan Tanah Air)36

Pendidikan adalah pembelajaran

Dalam melaksanakan pengkaderan, Pemuda Katolik mempunyai Kurikulim pendidikan berjengjang untuk mengatur pelaksanaan dan materi kegiatan kederisasi organasiasi. Kurikulum dibuat untuk mengimplementasikan hakikat dan tujuan Pemuda Katolik sebagai organisasi kader Gereja dan Bangsa. Adapun jenjang pengkaderan yang pertama adalah Masa Penerimaan Anggota (MAPENTA), Kursus Kepemimpinan Dasar (KKD), Kursus Kepemimpinan Menengah (KKM) dan Kursus Kepemimpinan Lanjutan (KKD).

kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau dilaksanakan Pemuda Katolik secara nyata dilaksakan dalam bentuk seminar, kursus dan sosialisasi.

Kegiatan Pemuda Katolik dalam pendidikan politik secara berkelanjutan dimasukkan dalam Latihan Kepemimpinan Dasar. Latihan Kepemimpinan Kader merupakan bagian dari jenjang pendidikan Kader. Pelaksanaan KKD memuat materi atau bahasan untuk mencerdaskan pemahaman Kader Pemuda Katolik tentang politik. Contoh materi yang diberikan adalah Stategi dan peranan masyarakat katolik terhadap kondisi peta politik nasional, pemahaman wawasan kebangsaan dan cinta tanah air, dampak arus globalisasi terhadap jalannya

36

Wawancara dengan Oloan Simbolon di Jalan Setia Budi No. 463 C Tanjung Sari Medan, tanggal 6 Agustus 2016. Pukul 10.00 WIB


(17)

demokrasi di Indonesia, dan lain-lain. Selama periode Bapak Oloan Simbolon menjadi Ketua Pemuda Katolik Komda Sumatera Utara telah banyak dilaksanakan KKD di berbagai wilayah di Sumatera Utara, seperti: KKD di Cabang Samosir sebanyak dua kali pelaksanaan, KKD di Cabang Deli Serdang, KKD di Cabang Tebing Tinggi, KKD di Cabang Tanah Karo, KKD di Cabang Tapanuli Tengah.

Pemuda Katolik Komda Sumut telah melakukan konsolidasi yang komprehensif sampai ke desa-desa. Pemuda Katolik adalah institusi yang berdiri sendiri. Pemuda Katolik menganggap perlu pembinaan untuk meneningkatkan sumber daya manusia. Pemuda Katolik harus mampu mengaplikasikan 100% katolik dan 100% Indonesia. Implementasinya adalah masyarakat jangan phobia politik.37

Selain jenjang pengkaderan yang bersifat formal, Pemuda Katolik pernah melaksanakan kursus pendidikan politik bagi kader-kader yang ada di Sumatera Utara. Kursus dilaksanakan di Pertapaan Karmel di Talun Kenas, Medan selama 2 minggu. Pendidikan politik yang dilaksanakan oleh Pemuda Katolik didasari oleh aspirasi kader dan Pemuda Katolik Komda Sumut menginginkan kader-kader Pemuda Katolik tidak phobia politik.38

C. Analisis Pendidikan Politik yang dilaksanakan oleh Pemuda Katolik Komisariat Daerah Sumatera Utara

Walaupun pendidikan politiik dirasa penting oleh semua responden, pada prakteknya Pemuda Katolik belum melaksanakan pendidikan politik secara luas bagi publik. Fakta menunjukkan pendidikan politik hanya dilaksanakan untuk

37

Wawancara dengan Maniur Rumapea di Kantor Pemuda Katolik Komda Sumatera Utara, tanggal 17 Desember 2014. Pukul 15.45 WIB

38

Wawancara dengan Oloan Simbolon di Jalan Setia Budi No. 463 C Tanjung Sari Medan, tanggal 6 Agustus 2016. Pukul 10.00 WIB


(18)

kader internenal organisasi. Secara tersirat, yang terjadi miskonsepsi pemahaman terhadap pendidikan politik. Pemuda Katolik menafsirkan sendiri tentang pendidikan politik bagi masyarakat, yang kemudian diejawantahkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial, seminar, sosialisasi dan pelatihan. Padahal, berangkat dari gagasan teori pendidikan politik Kartini Kartono, bahwa pendidikan politik merupakan proses mempengaruhi individu agar dia memperoleh infomasi yang lengkap, wawasan yang lebih jernih dan keterampilan politik yang tinggi: sehingga dia bisa bersikap kritis dan lebih intersional/terarah hidupnya.

Jadi setidaknya ada tiga tujuan pendidikan politik yaitu: pertama, membentuk kepribadian politik, kedua, kesadaran politik, ketiga, partisipasi politik. Kepribadian politik adalah sebuah sikap individu terhadap suatu permasalahan politik yang menentukan tingkat kesadaran politik seseorang, hal ini akan sangat ditunjang oleh tingkat pengetahuan individu dalam sebuah permasalahan politik sehingga dia mampu memposisikan diri dalam kondisi tersebut dalam sebuah partisipasi aktif.

Pendidikan politik yang dilaksanakan oleh pemuda Katolik mempunyai tujuan untuk partisipasi aktif dalam pendidikan politik, hal ini sesuai dengan penjelasan Bapak Oloan Simbolon Selaku Ketua Pemuda Katolik Komda Sumut periode 2007-2010 dan 2010-2013,

Pemuda Katolik mempunyai peran yang sangat besar sebagai organisasi kader. Pemuda Katolik sebagai organisasi masyarakat mempunyai tanggung jawab memberikan kesadaran politik bagi kader. Pemuda


(19)

Katolik sadar bahwa konstitusi Indonesia mengatur perjabah publik ditentukan oleh rakyat, contoh b nya gubernur, bupati, walikota dan anggota legislatif. Dalam berbagai kegiatan selalu memberikan konsolidasi dalam bentuk penyadaran. Kader-kader pemuda katolik diarahkan untuk sadar bahwa satu suara dapat menentukan arah bangsa lima tahun kedepan. Harapannya semua kader ikut berpartisipasi aktif dalam pemilihan kepadal daerah dan pemilihan anggota legislatif. Hal ini yang selalu ditanamkan dalam diri setiap kader dalam bentuk kesadaran.

Masyarakat Sumatera Utara terkenal apatis terhadap politik, contohnya dalam pemilihan gubernur tingkat partisipasi yang paling rendah secara nasional adalah di Sumut. Tidak datang ke TPS menguntungkan calon-calon yang tidak benar bahkan banyak calon-calon menginginkan pemegang hak suara tidak hadir di TPS. Pemuda Katolik mencoba memberikan pemahaman.39

Fernomena di dilapangan justru tidak sejalan dengan harapan teori. Hal ini ditandari denga msih kentalnya politik uang di berbaai pilkada di Sumatera Utara. Kondisi ini diperburuk dengan fakta bahwa terdapat banyak kendala dalam proses pembuktiannya secara hukum.40

39

Wawancara dengan Oloan Simbolon di Jalan Setia Budi No. 463 C Tanjung Sari Medan, tanggal 6 Agustus 2016. Pukul 10.00 WIB

40

Asep Kurnia, dkk. 2011. Penelitian Peran Partai Politik dalam Memberikan Pendididikan Politik Bagi

Masyarakat, Jakarta: Pancabudi. hal. 201.

Walaupun pendidikan politik dirasa penting oleh Narasumber, pada prakteknya Pemuda Katolik belum melakukan secara luas pendidikan politik bagi masyarakat. Hasil penelitian menyebutkan bahwa pendikan politik hanya secara eksklusif ditujukan pada kader organisasi. Pendidikan politik pada internal organisasi didasari oleh letak geografis dan pendanaan yang kurang.


(20)

Pendidikan politik yang dilaksanakan oleh Pemuda Katolik adalah murni dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan atau pemahaman kader/masyarakat tentang politik. Pendidikan politik yang dilaksanakan di cabang didasari oleh keadaan cabang dengan kritria cabang paling aktif dan mampu memfasilitasi.


(21)

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN

Berdasarkan kepada uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan pendidikan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Sumatera Utara untuk meningkatkan pengetahuan tentang politik. Pendidikan Politik Pemuda Katolik didasari oleh Ajaran Sosial Gereja yaitu bonnum comune (kepentingan bersama). Walaupun demikian pendidikan politik yang dilaksanakan tidak dikhususkan kepada Orang Muda Katolik tetapi untuk semua lapisan masyarakat.

Dugaan yang dibuat peneliti sebelum penelitian bahwa adanya kampanye terselubung dalam pelaksaan pendidikan politik yang dilaksanakan oleh Pemuda Katolik Komda SUMUT ternyata salah. Berpijak dari hasil wawancara, pendidikan politik yang dilaksanakan di daerah pemilihan pengurus pemuda katolik komda Sumut dimana mereka menjadi calon legislatif tidak didasarkan oleh kepentingan pribadi / individu dalam organisasi tetapi didasarkan oleh keadaan tempat/cabang yang akan dilaksanakan pendidikan politik.

Pendidikan politik yang tepat untuk masyarakat supaya menghasilkan pemilih-pemilih cerdas adalah pemerintah harus membuat modul panduan bersama. Pendidikan politik yang dilaksakan seharusnya memiliki indikator dalam pendidikan politik sehingga ada kesetaraan pemahaman politik Indonesia.


(22)

BAB II

DESKRIPSI ORGANISASI PEMUDA KATOLIK

A.Sejarah Singkat Pemuda Katolik di Indonesia

Sejarah Pemuda Katolik tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Gereja Katolik, realitas sosial kemasyarakatan, situasi konkrit kaum muda dan perjalanan sejarah bangsa. Karena itu catatan sejarah Pemuda Katolik senantiasa bersentuhan bahkan berkaitan dengan sejarah pergerakan, perjuangan, perkembangan pemuda Indonesia, Pemuda Katolik merupakan organisasi kemasyarakatan pemuda yang dibentuk pada tanggal 15 November 1945 di Yogyakarta dengan Santo Pelindungnya Santo Yohanes Bercmans.

Organisasi kaum muda Katolik di Indonesia pada era pra-kemerdekaan masih berskala lokal Keuskupan/Daerah, namun sejak sekitar tahun 1920-an, kaum muda Katolik Indonesia telah berperan aktif dalam pergerakan pemuda Indonesia yang pada masa itu telah memiliki kesadaran nasional memperjuangkan adanya suatu negara bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Pada tahun 1908 terjadi dinamika dalam situasi sosial politik di Indonesia dimana pada tahun ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Masa ini ditandai dengan bangkitnya semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran memperjuangkan nasionalisme Republik Indonesia yang sebelumnya tidak ada selama penjajahan kolonial Belanda dan Jepang. Masa ini ditandai


(23)

dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Otomo 1908 dan Ikrar Sumpah Pemuda tahun 1928.

Sebelum kemerdekaan, organisasi kaum muda katolik yang pertama kali didirikan di Indonesia adalah Katholieke Jongelingen Bond (KJB) pada pertengahan November 1914 di Batavia. Organisasi ini diprakarsai oleh organisasi yang juga dari umat katolik yaitu Katholieke Sociale Bond (KSB) yang bergerak dibidang sosial dibawah naungan Pastor J. Van Rijckevorsel. KJB adalah organisasi bagi para remaja yang telah menyelesaikan sekolah lanjutan pertamanya hingga usia 20 (karena saat usia 21 tahun adalah usia minimum untuk masuk KSB). Dalam organisasi yang kebanyakan adalah remaja laki-laki (yang juga sebagian besar anggotanya berkebangsaan belanda) ini dimaksudkan pada saat itu untuk membina meraka dalam pelajaran katekismus yang tidak mereka dapatkan di sekolah. Disamping itu, KJB juga menyediakan sepeda bagi kaum muda yang bertempat tinggal jauh guna membantu kaum muda berkumpul, membentuk klub debat dan klub musik, sampai mempunyai majalah sendiri. Dan akhirnya diperkirakan pada tahun 1942 organisasi ini dilarang oleh pemerintah jepang yang saat itu mulai menduduki indonesia.

Selain organisasi KJB yang ada di batavia, ada juga perkumpulan pelajar laki-laki dan perempuan yang ada di Muntilan pada tahun 1925 yaitu Pakempalan Paloepi Darma. Perkumpulan ini bertujuan untuk membantu penyebaran Kerajaan Allah di tanah Jawa dan membantu pemuda pribumi dalam menjalani pendidikan imamat demi munculnya imam pribumi, melalui doa dan pengumpulan dana.


(24)

Sehingga mereka terus mengajak orang-orang muda yang lain baik laki-laki dan perempuan untuk terlibat dalam usaha kecintaan terhadap Tanah Air melalui penyebaran iman katolik dan pendidikan imam pribumi.

Setelah KJB yang sebagian besar anggotanya adalah remaja yang berkebangsaan Belanda, maka anak-anak muda pribumi merasa kurang betah di KJB dan memutuskan untuk membentuk organisasi sendiri bagi anak-anak muda katolik pribumi. Sehingga organisasi ini dinamakan Moeda Katholiek pada tanggal 1 Agustus 1929 di Yogyakarta. Keanggotaannya mulai anak-anak Standaardschool (SD berbahasa jawa) sampai pemuda-pemudi yang sudah bekerja. Sedangkan yang wanita didirikan Moeda Wanita Katholiek. Hal ketidaknyamanan anak pribumi di KJB dikarenakan perbedaan budaya anak-anak Belanda dan juga perbedaan mentalitas dari “anak-anak-anak-anak yang menjajah” dan “anak-anak yang dijajah”. Sehingga digambarkan bahwa anak-anak Belanda mendapatkan segala hak dan status yang mapan sedangkan anak-anak pribumi secara samar-samar disadarkan dari gerakan kebangkitan nasional yang mulai menghendaki persamaan hak, kemandirian, dan akhirnya kemerdekaan.

Organisasi ini tidak mematikan organisasi yang sudah ada seperti Paloepi Darma, karena keduanya mempunyai tujuan yang berbeda. Dalam Moeda Katholiek merupakan organisasi pemuda yang bersifat umum (non kegerejaan/keagamaan) dengan kegiatan seperti olah raga, seni, debat masalah sosial-politik atau kelompok studi dan sebagainya. Sedangkan Paloepi Darma memfokuskan pada gerakan anak-anak/pemuda-pemudi untuk membantu melalui


(25)

doa dan bantuan dana bagi terbentuknya imam pribumi. Dan diperbolehkan untuk satu orang yang sama menjadi anggota dari keduanya. Sama seperti halnya KJB, organisasi Moeda Katholiek dan Moeda Wanita Katholiek berhenti melakukan kegiatan karena dilarang oleh pemerintahan jajahan jepang.

Pergerakan Politik umat Katolik di Indonesia diawali pada tahun 1922 dengan berdirinya Gerakan Kepanduan di sekolah Katolik (pembinaan anggota pandu selain keterampilan kepanduan juga disertai penguatan iman kristiani, kemandirian, ketaraan, dan cinta tanah air). Pada tahun ini, Pastor Van Lith, dialun-alun Mangkunegara pada suatu pagi menyaksikan “Padvider pribumi” (Pramuka) sedang latihan. Pada saat itu, Pastor Van Lith merenungkan (dari catatan harian beliau) sebagai berikut: “Pada saat ini anak-anak pribumi tampak jina bagi pemerintah Hindia Belanda, akan tetapi besok bila mereka telah dewasa pasti akan datang saatnya mereka akan menjadi musuh Pemerintah Belanda. Dan jika hal ini terjadi, saya akan memihak bangsa Indonesia. Nasib bangsa Indonesia yang akan datang terletak pada pemuda-pemudanya. Demikian juga

nasib Gereja di Indonesia ini, terletak pada pemuda-pemuda Katolik-nya.”24

Bulan Agustus tahun 1923, sejumlah 30 guru bekas murid-murid Keweekschool (SGB) jaman penjajahan Belanda yang usianya 22-23 tahun mendidikan perkumpulan Katolik untuk aksi politik bagi orang-orang Jawa. Saat itu jumlah orang Katolik di Jawa sekitar 1.000 orang. Bulan Febuari tahun 1925 berdiri perkumpulan Politik Katolik Jawa. Pada tahun 1928 untuk pertama

24


(26)

kalinya dilaksanakan Kongres Kaum Katolik di komplek Gereja Katedral Jakarta. Untuk memperingati Kongres pertama dibagunun sebuah tugu pemuda di kompleks Gereja Katedral Jakarta.25

AMKRI juga memperhatikan masalah dibidang pendidikan. Saat dicabutnya peraturan pemerintah balatentara Jepang yang melarang pihak swasta menyelenggarakan pendidikan di bulan Mei 1945, AMKRI mulai memprakarsai Tahun 1930 organisasi-organisasi politik umat Katolik bersatu menjadi “Persatuan Politik Katolik Indonesia” di seluruh Indonesia (Hindia Belanda) sebelum pecah, terdapat 41 cabang.

Organisasi kaum muda katolik setelah Kemerdakaan Indonesia Tak lama kemudian sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan, pada tahun itu juga didirikan sebuah organisasi kaum muda katolik bernama Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia (AMKRI) yang dibentuk oleh Partai Politik Katolik Indonesia (PPKI) dalam kongresnya di Surakarta tanggal 8 Desember 1945. Pembentukan dari AMKRI ini memang antara lain untuk mewadahi golongan kaum muda katolik yang saat itu mau berjuang dan berkorban bersama golongan lain selama revolusi. Disamping itu, juga yang menjadi tujuan utama didirikannya AMKRI adalah untuk menjawab seruan Pemerintah Republik Indonesia yang kala itu mengajak agar masyarakat mendirikan organisasi sebagai sarana perjuangan dalam membangun Republik Indonesia.

25

Wawancara dengan Oloan Simbolon di Hotel Danau Internasional, Jalan Imam Bonjol No.17 pada 13 Desember 2014 pukul 09:30


(27)

pendirian Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik untuk sore hari di Yogyakarta yang sekarang ini menjadi SMA St. Thomas, Yogyakarta. Hal ini dimaksudkan untuk menampung lulusan Sekolah Menengah Katolik (SMK) dari Bintaran dan Dagen Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Para suster Santo Carolus serta para suster Fransiskanes.

Tanggal 15 November 1945 lahir Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia (AMKRI) ditengah ramainya perjuangan dan munculnya organisasi kepemudaan. Tanggal 7- 12 Desember 1949 dalam Kongres Umat katolik Seluruh Indonesia (KUKSI) lahir Muda Katolik Indonesia (MKI).26

26

Michael Dua, Dkk.. 2008. Politik Katolik, Politik Kebaikan Bersama. Jakarta: Obor. hal. 79.

Seterusnya pada Juni 1960 Muda Katolik Indonesia dalam kongres di Solo diubah menjadi Pemuda Katolik yang diusulkan oleh Munajat (yang pernah menjadi Delagasi RI ke Konferensi Meja Munda (KMB). Ketika tahun 1965, saat Partai Komunis Indonesia (PKI) merajalela, Pemuda Katolik mengubah politiknya bersama organisasi yang lain. Semua organisasi pemuda berbaju hitam, hanya gambar dibelakang yang membedakannya, salib, kepala banteng, dan lain-lain. Dalam masa itu Pemuda Katolik kesulitan membendung masa PKI. Pemuda Katolik tidak mempunyai banyak masa. Saat itu orang Katolik jumlahnya belum banyak. Timbul inisiatif untuk mendidik 50 orang anggota Pemuda Katolik secara basis Marhaen. Hasilnya memang mengejutkan, pemuda PNI berkembang pesat dengan terjunnya Marhaen Katolik. Namun sayang bahwa generasi muda Marhaen yang Katolik tidak sehebat dan sepaham dengan generasi muda pertama dan kedua.


(28)

Sejak proklamasi Kemerdekaan hingga tahun 1966 Partai Katolik selalu duduk dalam kabinet. Tahun 1948-1950 berlaku Kasimo Plan, yaitu rencana produksi pertanian selam tiga tahun yang dicetuskan oleh Bapak I. J. Kasimo yang saat itu menjadi Menteri Muda Kemakmuran. Tanggal 1-17 Desember 1949 diadakan KUKSI. Dalam KUKSI diputuskan untuk Partai Katolik, yaitu satu-satunya partai politik di Indonesia bagi umat Katolik.

Tanggal 21 Februari 1957, diumumkan adanya Konsepsi Presiden, yaitu ide mengenai Demokrasi Indonesia yang berdasarkan Gotong-royong. Berdasarkan ide tersebut, dibentuk Dewan Nasional dan Kabinet Kaki Empat (terdiri dari Masyumi, NU, PNI, dan PKI). Mengenai Konsepsi Presiden yang ditawarkan kepada partai-partai tersebut, NU, PSII, Parkindo, IPKI, PSI menyatakan pikir-pikir dulu, sedangkan Partai Katolik dan Masyumi dengan tegas menolak. Sejak saat itu, Partai Katolik dan Masyumi tidak pernah diikutsertakan dalam Pemerintahan (tidak ikut duduk dalam Kabinet/tidak ada umat Katolik yang menjadi Menteri). Tahun 1948 Ketua Umum Partai Katolik mengalami pergantian. Bapak I. J. Kasimo digantikan Bapak Frans Seda. Mulai saat itu Partai Katolik diikutsertakan dalam Pemerintahan lagi. Tanggal 30 September 1965 timbul pemberontakan PKI yang kedua, yang menyebabkan Orde Lama diganti dengan Orde Baru (ORBA). Bersamaan dengan itu timbul organisasi-organisasi yang bersifat pejuang politik temporer, yaitu : Front Pancasila, KAMI, KAPPI, dll.. Sejak saat itu pula umat Katolik membentuk Front Katolik Tanpa Lubang, yaitu semua umat Katolik termasuk umat Katolik yang berorientasi Nasionalisme


(29)

dan masuk dalam organisasi-organisasi Marhaen (PNI, GMNI, PERWANAR, GSNI, dll) supaya bersatu melawan gerakan Komunis yang mengadakan pemberontakan.

Tanggal 5 sampai 8 Desember 1948 diadakan Kongres X di Yogyakarta, merupakan Kongres terakhir Partai Katolik, sebab setelah itu timbul pengelompokan sosial politik menjadi tiga, yaitu : Golongan Karya Pembangunan, Golongan Pembangunan Spiritual, dan Golongan Pembangunan Materiil. Kemudian, dengan adanya Undang-undang No.5 Tahun 1973, ketiga golongan tersebut menjadi GOLKAR, PPP, dan PDI. Secara resmi, Partai Katolik berfusi dalam Partai Demokrasi Indonesia bersama dengan PNI, Parkindo, IPKI, dan MURBA. Sejak saat itu kegiatan berpolitik bagi umat Katolik secara formal terdapat di dalam dua wadah, yaitu dalam PDI dan GOLKAR. Secara tidak langsung melalui kedinasan ABRI dan diangkat ke DPR (F-ABRI).

Di kediaman Bapak I.J. Kasimo, Jl. Sutan Syahril No.33 A Jakarta, tgl 28 Agustus 1928, dilaksanakan misa dengan iringan nyanyian Gregorian untuk mengenang ibadat perjuangan mendatang (bertepatan dengan pesta Santo Agustinus) yang dipimpin oleh Mgr. Darius Nggawa (Uskup Larantuka, Flores). Acara tersebut dihadiri oleh para pengurus Yayasan Kasimo DKI Jakarta dan sebagian anggota pendiri yayasan, diantaranya Bapak Frans Seda dan Bapak Wignyasumarsono. Uskup dalam khotbahnya mengatakan : “Santo Agustinus hidup pada jaman peralihan setelah runtuhnya Kekaisaran Roma yang telah memberikan angin baik dalam perwartaan iman pada masa itu. Kiranya ada dua


(30)

hal yang patut kita petik dari tulisan Agustinus, ialah optimisme dan yakin pasti ada jalan. Inilah dorongan yang memberikan kehidupan politik gereja pada masa

itu, dan hasilnya seperti apa yang kita rasakan sekarang.”27

1. 1928 Pemuda Katolik Mjakarta aktif dalam kongres Semangat yang melandasi pergerakan dan perjuangan Pemuda Katolik adalah Pro Ecclesia Et Patria, yakni membela Gereja dan tanah air. Nilai-nilai yang mendasari Pemuda Katolik dalam pergerakaannya senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai kekristenan dan disemangati oleh nilai-nilai kebangsaan, sehingga Pemuda Katolik harus independen dan berorientasi pada pelbagai persoalan sosial kemasyarakatan serta terikat dalam satu persekutuan dengan Gereja sebagai umat Allah dalam aktualisasi iman, cinta kasih dan persaudaraan antar seluruh umat manusia.

Pemuda Katolik sebagai wadah berhimpun orang muda yang beragama Katolik, merupakan wadah pemersatu yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pembangunan generasi muda sebagai penerus cita-cita dan masa depan gereja dan bangsa, sehingga Pemuda Katolik merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan lingkungan Gereja dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai bagian dari Pemuda Bangsa Indonesia.

Berikut ini sejarah nama Pemuda Katolik:

Pemuda Indonesia.

27


(31)

2. 1931 April pembentukan Pemuda Katolik di Tomohon, Sulawesi Utara.

3. 1938 Persatuan Pemuda Katolik, Ikut dalam kongres

Pemuda Indonesia III.

4. 1945 Tanggal 9-10 November Kongres Pemuda Katolik Indonesia I setelah proklamasi. Pemuda Katolik terpilih se-bagai salah satu anggota DPP Badan Kongres dan anggota Badan Pekerja. Dalam Kongres Pemuda Katolik tegas menolak bergabung dengan Pesindo. 15 November Angkatan Muda

Katolik Republik Indonesia (AMKRI) dideklarasikan.

5. 1948 Wakil Pemuda Katolik (AMKRI) duduk sebagai anggota Presidium Kongres Pemuda Indonesia. 6. 1949 17 Agustus AMKRI aktf dalam Kongres Pemuda

Indonesia. Organisasi-organisasi Kepemudaan (SOS MAS) Katolik bergabung dalam Muda Katolik Indonesia (MKI).

7. 1951-1965 Terintegrasi dengan perjangan politik Partai Katolik.


(32)

8. 1960 MKI berubah nama menjadi Pemuda Katolik.28 Dengan melihat sejarah pergerakan diatas, Pemuda Katolik yang sekarang menjadi sarana pembelajaran/organisasi kader. Berawal dari Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia (AMKRI), yang dideklarasikan di Yogyakarta, 15 November 1945 sebagai Organisasi Kemasyarakan (Ormas), Oikos dan Habitus kader bangsa. Sesuai dengan konteks dan tuntutan zaman, Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia di Solo berubah nama menjadi Pemuda Katolik. Sebagai Oikos dan Habitus kader bangsa, Pemuda Katolik berziarah terus bersama kompenen-komponen bangsa ini dalam pangkuan Ibu Pertiwi, Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka mengawal Ideologi Negara, Pancasila dan Dasar Negara, Pemuda Katolik senantiasa bersama-sama dengan semua pihak yang berkehendak baik mendukung dan melestarikan hari-hari depan Gereja dan Bangsa yang menciptakan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang melupakan ungkapan realisasi Konsisli Vatikan II (Ag Gentes, 21).29

B.Asas, Visi/Misi, Lambang, Tujuan dan Sasaran Pemuda Katolik 1. Asas

Pemuda Katolik berazaskan Pancasila dan Ajaran Sosial Gereja dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

28

Pemuda Katolik. 2009. Buku Kenangan Kongres Nasional XIV Pemuda Katolik. Manado. hal.12-13. 29

Hasil Konsili Vatikan II (Dekret Misi: Ad Gentes) Dokumen-Dokumen Misi yang dasarnya merupakan jawaban-jawaban atas situasi konkrit yang dihadapi Gereja dalam pelaksanaan praktis perutusannya.


(33)

2. Visi dan Misi

Menghadirkan Generasi Muda Katolik Indonesia sebagai wadah kerasulan awam untuk merealisasikan transformasi sosial dalam masyarakat sesuai dengan gambaran Tata Kerajaan Allah.

Membentuk setiap anggota untuk lebih berani dan mampu mengaktualisasikan Panggilan Kristiani dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan kehendak Allah secara kontekstual.

3. Lambang

Adapun Makna lambang Pemuda Katolik adalah sebagai berikut: a. Bentuk Lambang :

Perisai Segi Lima melambangkan tekad untuk menjaga Negara

Kesatuan Republik Indonesia berasarkan Pancasila.

Pita Merah Putih melambangkan ikatan persatuan dan kesatuan

bangsa Indonesia.

Salib melambangkan kesadaran aktivitas organisasi sebagai bagian


(34)

b. Warna-warna yang digunakan:

Merah melambangkan semangat dan keberanian berjuang.

Putih melambangkan kesucian hati yang melandasi perjuangan.

Kuning melambangkan kekatolikan (identitas ” Gereja Katolik”)

Hijau melambangkan jiwa dan semangat muda.

4. Tujuan

Tujuan Pemuda Katolik adalah:

a. Menegakan, memelihara, mengamalkan, dan membela nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Ajaran Gereja Katolik.

b. Mengembangkan watak Kristiani dalam diri Kaum Muda Katolik Indonesia, menumbuhkan kesadaran kaum muda Katolik akan tanggung jawabnya kepada Gereja, Bangsa, Negara Indonesia serta meningkatkan kepekaannya kepada Gereja, Bangsa, dan Negara Indonesia serta meningkatkan kepekaannya dalam keterlibatan aktif dengan persoalan sosial kemasyarakatan Gereja, Bangsa dan negara Indonesia.

c. Mempersiapkan Kaum Muda Katolik untuk menjadi ‘penggerak kegiatan membangun’ yang tangguh bagi Gereja dan Bangsa Indonesia.

d. Mempersiapkan Kaum Muda Katolik untuk menjadi pelopor kehidupan yang rukun, damai penuh kasih, toleransi positif dan kerjasama antar umat beragama yang lain.

e. Memperjuangkan keadilan dengan berpartisipasi aktif dalam penegakan hukum melalui upaya pembelaan bagi setiap warga negara yang


(35)

membutuhkan sesuai dengan hukum yang berlaku dan nilai-nilai hukum cinta kasih gereja.

Pemuda Katolik dalam rangka mengimplementasikan hakikat dan tujuan organisasi sebagai organisasi kader Gereja dan Bangsa memiliki kurikulum pendidikan berjenjang sebagai berikut: Masa Penerimaan Anggota (MAPENTA), Kursus Kepemimpinan Dasar (KKD), Kursus Kepemimpinan Menengah (KKM) dan Kursus Kepemimpinan Lanjut(KKL).30

5. Sasaran

Sasaran Pemuda Katolik adalah membangun persaudaraan kebangsaan atas dasar penghargaan terhadap martabat manusia, pluralitas sebagai penampakan Allah dan Hak Asasi Manusia, serta mendorong terwujudnya solidaritas sosial sebagai basis kesejahteraan umum.

C.Sejarah Singkat Pemuda Katolik di Sumatera Utara

Setelah mundurnya kekuatan Belanda dari Indonesia pada 1949, umat Katolik yang berpartisipasi sejak awal dalam mengawal kemerdekaan Indonesia menyelenggarakan Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia (KUKSI) pada bulan Desember di Jogjakarta. Pertemuan ini bagaikan prototip Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) sekarang. Diputuskan untuk melebur partai-partai umat Katolik yang bersifat kedaerahan menjadi satu Partai Katolik yang bersifat nasional. Niat itu terlaksana di Semarang pada tahun 1950. Partai Katolik mengikuti Pemilihan Umum 1955 untuk DPR dan Konstituante dengan perolehan

30


(36)

kursi yang melebihi kuota umat Katolik. itu berarti partai ini mendapat kepercayaan besar rakyat Indonesia, bukan hanya umat Katolik.

Pada tahun 1953 Pater Djajasepoetra SJ diangkat menjadi Vikaris Apostolik Jakarta, menggantikan Mgr Willekens SJ. Ia adalah uskup bumi putera yang kedua di Indonesia. Hubungan dengan Pemerintah Indonesia pada mulanya berjalan baik. Tetapi ketika pengaruh komunisme semakin besar (dengan semangat materialisme dan ateismenya yang ditentang oleh Paus Leo XIII sejak Ensikli Dengan tegas Mgr Soegijopranoto menyatakan kepada Presiden Soekarno bahwa "umat Katolik akan bekerja sama dengan Pemerintah asalkan kebebasan beragama dijamin dan rakyat Indonesia dipimpin terlepas dari materialisme dan sikap ateis."

Para Waligereja melakukan sidang pada tahun 1955 di Surabaya dan secara resmi menggunakan nama MAWI Dalam sidang ditekankan agar semua pemimpin umat Katolik menyesuaikan diri dengan cita rasa kebangsaan Indonesia di segala bidang, mulai dari bidang pendidikan.

Sidang selanjutnya pada tahun 1960 di Girisonta membahas kemungkinan pendirian hirarki mandiri Gereja Katolik di Indonesia. Menanggapi harapan sidang ini, pada 3 Januari 1961 Paus Yohanes XXIII dengan konstitusi apostolik Quod Christus mendirikan hirarki Gereja katolik di Indonesia. Ini berarti Indonesia bukan tanah misi lagi, tetapi Gereja muda. Semua dan


(37)

masing-masing. Keuskupan-keuskupan yang berdekatan dihimpun menjadi suatu himpunan sebagai

Selanjutnya para Uskup Indonesia mengikuti yang berlangsung 1962-1965, dengan hati was-was karena situasi dalam negeri Indonesia yang semakin panas bergolak, penuh dengan pemberontakan. Pemerintahan menjurus kepada pemerintahan diktator. Presiden Soekarno tumbang pada tahun 1965 setelah kegagalan pemberontakan komunis. Mulailah periode Orde Baru di Indonesia. Gereja pun mengalami banyak pembaruan karena keputusan-keputusan liturgi menggantika di berbagai hal dalam kegiatan pastoral Gereja.

Banyak korban jiwa pada masa pasca pemberontakan yang gagal dari mengerem kekejaman yang terjadi di mana-mana. Dengan semangat kasih ditegaskan bahwa yang harus dimusuhi adalah ideologi yang jahat, bukan orangnya. Sambil mengobati luka-luka batin umat Katolik didorong untuk ikut aktif dalam proses pembangunan masyarakat dan negara dari situasi yang porak poranda. Kegagalan panen di mana-mana menyebabkan wabah kelaparan dan penyakit berjangkit. Gereja mengulurkan tangan dengan membagikan sumbangan pangan dan obat-obatan dari sesama umat Katolik luar negeri. Inflasi yang melejit


(38)

tinggi nyaris melumpuhkan perekonomian. Gereja ikut serta mengembangkan koperasi dan menggalakkan semangat menabung.

Ungkapan kasih dan perhatian umat Katolik itu mendapat tanggapan positif dari rakyat kebanyakan. Banyak orang belajar agama Katolik dan memberikan diri dibaptis. Jumlah umat menjadi berlipat ganda. Gereja Katolik serta agama-agama lain mengalami pertumbuhan yang sangat besar terutama di daerah yang dihuni oleh sejumlah besar suku Tionghoa dan etnis Jawa.

Dinamika politik yang tidak stabil membuat Gereja turut ambil perhatian terhadap perkembangan komunis di Indonesia. Gereja melihat perkembangan Komunis akan menghambat kebebasan beragama di Indonesia. Geraja beranggapan bahwa komunis akan membuat umat katolik terpecah sehingga perlu dikembangkan wadah-wadah Katolik di Indonesia.

Organisasi-organisasi yang berlandaskan Kekatolikan dikembangkan pada tingkat lokal untuk mengantisipasi perkembangan komunis di Indonesia. Pemuda Katolik bersama dengan organisasi yang berlandaskan Katolik seperti Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI) mulai tumbuh di Sumatera Utara mulai tahun 1960-an. 31

Pada tahun 1960-an Pemuda Katolik berdiri di Sumatera Utara di Jalan Lingga No. 02 Kelurahan Toba, Kecamatan Siantar Selatan Pematang Siantar. Pematang Siantar diambil karena jumlah umat yang lebih banyak. Dalam perkembangannya Kantor Komisariat Daerah Sumatera Utara pindah dari

31

Wawancara dengan Oloan Simbolon di Hotel Danau Internasional, Jalan Imam Bonjol No.17 pada 13 Desember 2014 pukul 09:30


(39)

Pematang Siantar ke Medan mengikuti Keuskupan32 dan dilandasi pada keputusan Musyawarah Komisariat Daerah (MUSKOMDA) Pertama.33

D.Garis Besar Haluan Organiasi Pemuda Katolik Komisariat Daerah Sumatera Utara

Pemuda Katolik saat ini terdapat 33 cabang yang terletak di Kabupaten/Kota yang ada di Sumatara Utara.

Sejatinya basis massa Pemuda Katolik adalah orang-orang muda yang aktif dalam lingkungan Gereja. Kerena situasi internal pendampingan kaum muda yang makin lemah serta munculnya Undang-Undang Keormasan (dalam kerangka depolitisasi Orde Baru) yang melarang ormas ada dalam lingkungan tempat ibadah, maka diputuskan Pemuda Katolik terlepas dari struktur teritorial Gereja dan mengikuti struktur administratif negara, serta berfungsi mengisi peran eksternal Gereja khususnya dalam bidang sosial dan politik. Sebagai gantinya dibentuklah MUDIKA untuk kaum muda teritorial, dan KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik) untuk mahasiswa/kategorial. Akibatnya Pemuda Katolik kehilangan basis masa kader, sementara KMK dan MUDIKA kehilangan kesadaran kritis dan tanggung jawab sosialnya, terbenam dalam dirinya sendiri.

1. Pola Umum Pengembangan Organisasi

a. Pemuda Katolik adalah Organisasi pembinaan, Kepemudaan dan Kemasyrakatan yang tidak berafiliasi pada organisasi apapun. Dengan demikian disamping menjamin hak hidup dan hak keleluasaan dalam

32

Keuskupan adalah sebuah wilayah administratif yang diatur oleh seoran 33


(40)

menentukan kebijakan dan pengembangan organisasi, pemuda kaolik juga wajib Mensuksekan Pembangunan Nasional. Dalam hal ini Pemuda Katolik bertanggung jawab memberikan kontribusi pada kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraaan. Kontribusi ini baik tatanan ide maupun aksi, untuk mengagregasikan dan mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan masyarakat demi suksesnya pembangunan nasional.

b. Partisipasi Organisasi dalam mensuksekan Pembanguna Nasional disesuaikan dengan kapasitas, konteks dan semangat pembangunan. Sebagai organisasi kemasyarakatan kepemudaan, Pemuda Katolik menempatkan pengkaderan menjadi salah satu prioritas utama, sebab Pemuda Katolik adalah Organisasi Kader yang handal bagi Kaum Muda Katolik dalam berkiprah bagi Gereja dan Bangsa. Pemuda Katolik berupaya mencetak kader-kader muda katolik yang berjiwa kristiani dan bersemangat kebangsaan. Menjadi tempat berpijak yang kokoh bagi Kaum Muda Katolik melangkah maju dalam berkiprah di bidang sosial kemasyarakatan. Menjadi rumah yang nyaman untuk dihuni oleh Keluarga Besar Pemuda Katolik, yaitu para anggota dan alumni Pemuda Katolik. Dalam segala aktifitasnya selalu berupaya menciptakan kader bangsa yang profesional, inovatif, demokratis, dan berwawasan kebangsaan. Upaya ini merupakan jawaban terhadap tuntutan kehidupan kemasyarakatan,


(41)

kebangsaan dan kenegaraan serta menggereja dalam menyiapkan calon pemimpin di masa datang.

c. Identitas Pemuda Katolik juga merupakan organisasi kepemudaan, maka dalam keseluruhan gerak langkah perhimpunan harus senantiasa diwarnai oleh nilai-nilai, cita-cita dan realitas hidup, dan berkembang dalam seluruh aspek kepemudaan, yang melalui proses belajar senantiasa untuk memperbaharui diri serta mengimplementasikan ke berbagai dimensi sosial lainnya. Prioritas tersebut harus dilihat sebagai fungi komplementer terhadap dunia generasi muda, yang pada akhirnya diharapkan dapat menyelamatkan Generasi Muda Katolik dari kelemahan yang dihadapi termasuk bentuk-bentuk pengkhianatan intelektualitas kader.

d. Untuk dapat mewujudkan semua fungsi tersebut, tidak dapat tidak dituntut sistem pengoperasian yang mantap dimulai dari peletakan kebijakan dasar strategi pengembangan organisasi, struktur dan manajemen, kader-kader pengelola, pola pembinaan dan program kerja.

e. Atas dasar itulah, Pemuda Katolik Komda Sumatera Utara menempatkan enam bidang pokok yang secara khusus mendekatkan organisasi pada kongkritisasi organisasi, Kaderisasi, Kesekretariatan dan Keuangan, Sosial Kemasyarakatan, Hubungan antar Lembaga dan Informasi Komunikasi.34

34


(42)

2. Pola Khusus Pengembangan Organisasi a. Bidang Pengembangan Organisasi

1) Pemuda Katolik harus berupaya untuk mentransformasikan diri menjadi organisasi modern. Organisasi yang mampu menyiasati diri untuk survive dan berkembang menghadapi tantangan globalisasi yang dilingkupi modernisasi haight technology.

2) Cabang-cabang mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada di daerah nya masing-masing. Anggota-anggota Pemuda Katolik setempat dituntut utntuk peka terhadap kultur, potensi, naupun problema daerah nya Langsung tidak langsung, penguasaan atas hal tersebut di atas akan mendorong peningkatan kualitas pribadi anggota pribadi yang populis, humalis, dan berwawasan ke depan.

b. Bidang Kaderisasi

Tujuan Pengembangan yang ingin di capai dalam bidang ini untuk menjawab tuntutan Pemuda Katolik di masa depan yaitu:

1) Pemuda katolik yang tanggap perubahan, yang menuntut sikap Pemuda Katolik untuk selalu terbuka terhadap lingkungan yang harus di dukung dengab perangkat dan jaringan yang memadai.

2) Pemuda Katolik sebagai organisasi Kader sebagai prasyaratan mutlak untuk tangggap terhadap perubahan, kultur kesadaran untuk berani mencoba (membebani yang ada) merupakan sarana yang sesuai bagi pengembangan organisasi serta latihan intelektual anggota.


(43)

3) Menjadikan Pemuda Katolik sebagai wahana pencipta kader profesional sesuai dengan tuntutan yang akan dihadapi sehingga perubahan yang semakin cepat dapat diantisipasi dan ditangggapi oleh Pemuda Katolik.

c. Bidang Kesekretariatan dan Keuangan

1) Pembaharuan Paradigma serta merevitalisasi fungsi kesekretarian jendral yang berkemampuan mengkordinasi sekaligus mengintegrasikan kinerja kerja bidang-bidang secara sinergis.

2) Peningkatan kualitas kesekretarian jendral yang berbasis pada pengembangan perangkat pendukung teknologi dan sistem data base terpusat.

d. Bidang Hubungan Antar Lembaga

1) Revetalisasi semangat kepemudaan

Untuk memperkuatkan respondan sensifitas perhimpunan terhadap dinamika kepemudaan, menjadikan Pemuda Katolik sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika kehidupan pemuda indonesia khusus nya pemuda di sumatera utara. Semangat intelektual pembaharu yang relevan dalam dunia kepemudaan harus mewarnai seluruh aktivitas organisasi.

2) Menjawab Kebutuhan Generasi Muda

Pengembangan ini sebagai langkah untuk mendekatkan diri dan menjadikan Pemuda Katolik sebagai kebutuhan pemuda melalui


(44)

pendekatan aktivitas kepemudaan terutama melalui bidang dialok dan kerja sama dengan organisasi kepemudaan lainnya. Pengembangan Pemuda Katolik lebih ditekankan menjadi wadah bagi generasi muda untuk beraktivitas dan bergaul secara bebas dalam pluralitas, sekaligus menjadi wadah bagi anggota untuk belajar dan mengembangkan diri dalam pluralitas tersebut.

3) Menjadikan Pemuda Katolik Sebagai himpunan yang tidak terpisahkan dari dinamika kehidupan pemuda indonesia.

e. Bidang Gerakan Kemasyarakatan

Tujuan pengambangan yang ingin dicapai dalam bidangb ini sebagai impelementasi peran Pemuda Katolik dimasa depan yaitu:

1) Proaktivitas terhadap dinamika kemsyarakatan Pemuda Katolik

respon kemsyarakatan Pemuda Katolik yang semakin cepat dan tepat, komprehensip dan integratif serta mengakar terhadap setiap aspek permasalahan. Konsekuensi dari tujuan ini maka inttensitas keterlibatan Pemuda Katolik harus konsisten serta semakin memperluas basi perjuangan melalui jaringan kebersamaan baik dalam tingkat ide maupun praksis

2) Koordinasi gerak kemasyarakatan

Koordinasi dan komunikasi gerak kemasyarakatan antara Pengurus Pusat, komisariat daerah (KOMDA), komisariat cabang (KOMCAT) dan Komisariat anak cabang (KOMAC), harus di optimalkan terutama


(45)

dalam menciptakan kebersamaan fisik sehingga tercipta perjuangan yang menyatu dan menyeluruh untuk semakin memperkuat perjuangan pemuda katolik, di satu sisi secara internal dapat memperkuat kinerja organisai. Koordinasi dan Komunikasi yang semakin baik antar Pemuda Katolik dengan hirarki serta dalam lingkungan internal katolik juga menjadi prioritas Pemuda Katolik dalam aktivitasnya.

3) Pendidikan dan pembinaan bidang gerak kemasyarakatan

Pentingnya tujuan pengembangan ini adalah sebagai basis Pemuda Katolik dalam mengaktualisasikan visi nya. Oleh karena itu prioritas ini juga harus menjadi satu kesatuan dalam kerangka pembinaan Pemuda Katolik. Tuntutan yang harus di penuhi juga tidak terbatas memberi wawasan namun lebih peningkatan analisis permasalahan sehingga menumbuhkan kepekaan sosial dan ketajaman analisis kader Pemuda Katolik.

f. Bidang Informasi Komunikasi

1) Pemuda Katolik harus mampu memanfaatkan tekhnologi informasi dan komunikasi yang sedang berkembang.

2) Setiap Komisariat cabang mampu mengoptimalkan sumber daya anggota yang ada di daerah masing-masing dalam membangun jaringan informasi dan komunikasi.


(46)

PENGURUS PUSAT

3) Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas di butuhkan pelatihan dan pengembangan anggota tentang tehknologi informasi dan komunikasi. E.Stuktur Pemuda Katolik Komisariat Daerah Sumatera Utara

Pemuda Katolik Komisriat daerah Sumatera utara berada di Jl. Setia Budi Kompleks Setia Budi Point Blok B No. 02 Medan Sumatera Utara.

Adapun struktur organisasi adalah sebagai berikut: Struktur Pengurus Pemuda Katolik

mb

Sumber: http://pemudakatolik.org/

Adapun susunan pengurus Pengurus Pemuda Katolik Komisariat Daerah Sumatera Utara Periode 2010-2013 adalah sebagai berikut:

PENASEHAT

a. Ketua : Raymond Simanjuntak, SH b. Seketaris : Drs. Maniur Rumapea, M.Si

c. Anggota : 1) Drs. Johannes Sembiring. MAP PENGURUS KOMISARIAT

DAERAH

PENGURUS CABANG

RANTING KOMISARIAT


(47)

2) Drs. Berman Sinaga

3) Ir. John Hugo Silalahi. MM 4) Drs. Suang Karo-Karo 5) Ir. Bisman Sirait 6) Benjamin Winata

7) Ramli Lumban Gaol, SE

KETUA OLOAN SIMBOLON, ST

Wakil Ketua Bidang Organisasi Johannes Naibaho, SP.d Wakil Ketua Bidang Kaderisasi Nadiasi Sihotang, S.Sos Wakil Ketua Bidang Pemerintahan, Politik Dan

Bela Negara

Delphius Ginting, ST

Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Putrina Sidabutar, SP.d Wakil Ketua Bidang Kewirausahaan Dan Ekonomi Akner Simbolon, ST Wakil Ketua Bidang Informasi Dan Komunikasi Nicodemus Sitanggang, ST Wakil Ketua Bidang Kebudayaan Dan Pariwisata Nani Silvia Tan

Wakil Ketua Bidang Litbang Hukum Dan Ham Darta Sembiring, ST


(48)

Wakil Sekretaris 1. Fredy Hasudungan Lumban Siantar, SI.p

2. Valentinus Pakpahan, ST 3. Eva Simatupang

4. Frans Simorangkir, SP.d


(49)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemuda adalah generasi yang diharapkan memiliki kemampuan berfikir kritis, inovatif, dan kreatif dalam menghadapi tantangan dan persoalan bangsa. Dengan semangatnya yang besar diharapkan mampu menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam sejarah bangsa Indonesia tidak lepas dari peran aktif pemuda dalam menyalurkan ide dan gagasan kritis dan inovatif. Generasi muda menjadi ujung tombak perjuangan merubah kondisi bangsa ke arah yang lebih baik. Pemuda dikategorikan sebagai “agent of social change”.

Pemuda adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan sumber insani bagi pembangunan. Kedudukan pemuda yang sangat strategis sehingga membuat setiap bangsa menggantungkan harapan ke pundak para pemudanya. Konsep tentang pemuda sesungguhnya memiliki makna yang kompleks, sehingga tidak jarang orang selalu mempermasalahkan definisi baku dari arti pemuda, jadi dalam kesimpulannya bahwa kepemudaan adalah suatu konsep budaya sekaligus sebagai konsep politik.

Pengertian Pemuda menurut Undang – Undang No. 40 tahun 2009 adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Princeton mendefinisikan kata pemuda (youth) dalam kamus Webstersnya sebagai


(50)

"Waktu hidup antara masa kanak-kanak dan kedewasaan, kematangan diri; keadaan yang muda atau belum matang atau belum berpengalaman, kesegaran dan vitalitas karakteristik orang muda".

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak perintisan pergerakan kebangsaan Indonesia, pemuda berperan aktif sebagai ujung tombak dalam mengantarkan bangsa dan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berdaulat.1

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, dinamika politik generasi muda mulai mengalami kemunduran. Berdasarkan hasil survei Kompas tahun 2011 dan 2012, sebagian besar pemuda mengakui tonggak perjuangan dan kebangkitan bangsa digerakkan oleh pemuda. Namun, hanya 9,4 persen pemuda yang menyebutkan dengan benar isi sumpah pemuda. Selain itu, ada sekitar 60 persen lebih pemuda lebih menfokuskan pencapaian pribadi ketimbang terlibat aktif dalam persoalan sosial di masyarakat.

Sebelum kemerdekaan dan pasca kemerdekaan keterlibatan pemuda dalam memperjuangkan ‘kemerdekaan’ tidak bisa dipungkiri memiliki andil yang besar.

2

Kondisi ini tidak lepas dari sikap pemuda saat ini yang lebih fokus pada hal-hal yang sifatnya praktis. Memilih jalan yang lebih menguntungkan secara pribadi. Saat ini pemuda diharapkan untuk berperan aktif dalam kehidupan sosial

1

Pembukaan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan.

2

Yohan Yahwu. 2013


(51)

dan politik, baik pemuda yang berada pada lingkungan kampus dan masyarakat pada umumnya.

Penilaian publik pada peran pemuda, terutama pada persoalan kebangsaan dan kenegaraan, cenderung dinilai masih jauh dari harapan. Pada survei kompas menyebutkan bahwa pemuda saat ini belum memadai dalam sejumlah bidang. Dalam urusan mengamalkan Pancasila sebagai ideologi negara, misalnya, 73,6 persen responden memandang pemuda tidak ikut ambil bagian dalam mewujudkan butir-butir sila dalam Pancasila.

Saat ini terdapat berbagai masalah dalam proses demokrasi Indonesia, seperti pertama, tidak sejalannya aspirasi masyarakat dengan wakil rakyat di lembaga legislatif. Kedua, terbatasnya pengetahuan masyarakat terhadap aspek teknis pemilu berserta aturannya seperti parleamentary, presidential dan electoral treshold, Ketiga, terjadinya kecurangan beberapa manipulasi data dan politik uang yang berdampak pada maraknya konflik horisontal antar warga.3

Pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara mununjukkan tingkat partisipasi masyarakat rendah dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya hanya 48,5 persen. Rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan beberapa faktor, seperti sosialisasi yang kurang maksimal dari KPU,

3

Asep Kurnia, dkk. 2011. Penelitian Peran Partai Politik dalam Memberikan Pendididikan Politik Bagi


(52)

hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik, masyarakat tidak mengenal calon gubernur dan wakil gubernur.4

Untuk menumbuhkan dan/atau meningkatkan partisipasi politik yang otonom dari setiap warga negara, maka pelaksanaan pendidikan politik yang baik dan benar, mutlak diperlukan. Pelaksanaan pendidikan politik ini, selain dapat dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga pendidikan formal yang ada,

Dalam menunjang suksesnya pemilukada, partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam keluruahan prosesnya, termasuk partisipasi dalam menggunakan hak politik rakyat. Partisipasi politik termasuk pertisipasi dalam pemilukada sangat penting artinya dalam pembangunan politik dan idealnya rakya tahun siapa yang akan mewakili kepentingannnya. Hal itu dapat tercapai apabila masyarakat memahami hakekat dari pemilu serta mengetahui hak dan kewajibannya sebagai konstituen.

Pendapat almond dan Verba menunjukkan hubungan yang erat antara partisipasi dalam berbagai institusi terhadap edukasi poelitik. Selain itu menujukkan bahwa sosialisasi politik melalui berbagai agen sosialisasi itu mempunyai orientasi politik pada umumnya dan edukasi politik pada khususnya dan selanjutnya menuju taraf partisipasi politik seseorang, termasuk taraf kesadara menggunakan hak pilih dalam pemilukada.

4

Aries Setiawan. 2013


(53)

juga bisa dilaksanakan secara non-formal oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil.5

Memilih dan dipilih adalah salah satu hak yang sangat asisi bagi manusia, untuk ini partai politik adalah salah satu pilar demokrasi yang idealnya memberikan pendidikan politik dan pencerahan kepada rakyat sebagai konstituennya.6

Pendidikan politik merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana guna meningkatkan kesadaran politik rakyat sehingga ia dapat berperan sebagai pelaku dan partisipan dalam kehidupan politik kenegaraan yang sesuai dengan nilai-nilai politik yang berlaku serta dapat menjalankan peranannya secara aktif, sadar dan bertanggung jawab yang dilandasi oleh nilai-nilai politik yang berdasarkan pancasila.

Partai politik sebagaimana dalam pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang No.02 Tahun 2008 tentang fungsi partai politik adalah sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyakat, berbangsa, dan bernegara. Sampai saat ini peran partai politik dalam pendidikan politik bagi masyarakat belum terasa makasimal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI mengatakan bahwa pendidikan politik tidak sepenuhnya dilakukan oleh partai politik.

5

Paul Sinla Eloe-Aktifis PIAR NTT. 10 Agustus 2008. Parpol Dan Pelaksanaan Pendidikan Politik,

tanggal 5 Maret 2014, pukul 23.30 WIB. 6


(54)

Oleh karena itu pendidikan politik merupakan wahana pembinaan dan pembentukan kesadaran warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan politik dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai dan idiologi yang dianut oleh suatu bangsa, dan pembentukan kesadaran itu akan dicerminkan oleh nilai-nilai, sikap dan idologi yang dianut.

Defenisi pendidikan politik mengandung tida arti penting, yakni: pertama, adanya perbuatan memberi latihan, ajaran, serta bimbingan utnuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusisa: kedua, perbuatan dimaksus harus melalui proses dialogik yang dilakukan dengan sukarela antara pemberi dan penerima pesan secara rutin; dan ketiga, perbuatan tersebut ditujukan untuk para penerima pesan agar dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalan kehidupan bernegara.7

Saat ini organisasi masyarakat telah turut ambil bagian dalam pendidikan politik bagi masyarakat. Pemuda sebagai agen perubahan dapat diwujudkan dengan turut aktif dalam memerikan pendidikan politik kepada masyarakat. Organisasi pada hakekatnya dijalankan dari sekumpulan orang yang memiliki dasar ideologi yang sama. Dasar ideologi yang dimaksud adalah pondasi yang dijadikan dasar dari pola pikir anggotanya. Keberadaan organisasi diinginkan

7


(55)

untuk membantu setiap anggotanya keluar dari masalahnya. Sehingga adanya organisasi diharapkan ntuk mencari solusi dari visi dan misi organisasi itu.8

Pemuda Katolik adalah organisasi pengkaderan yang memiliki tujuan dalam membentuk dan membina setiap anggotanya menjadi kader yang memiliki kemampuan dan kapabilitas yang tangguh agar siap diterjunkan ke tengah-tengah Melalui organisasi pemuda dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang arah kehidupan dan masa depan dalam bermasyarakat dan bernegara. Melalui kebebasan yang bertanggungjawab segenap warga negara memiliki hak untuk berkumpul dan berserikat guna mewujudkan cita-cita politiknya secara nyata. Kesetaraan merupakan prinsip yang memungkinkan segenap warganegara (pemuda) berpikir dalam kerangka kesedarajatan sekalipun kedudukan, fungsi dan peran masing-masing. Kebersamaan merupakan wahana untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara sehingga segala bentuk tantangan lebih mudah dihadapi.

Organisasi masyarakat yang telah berperan aktif dalam melaksanakan pendidikan politik adalah Pemuda katolik Komisariat Daerah Sumatera Utara. Pemuda Katolik dalam menjalankan tujuan dan sasaran organisasi tidak lepas dari persoalan politik kenegaraan. Rakernas Pemuda Katolik tahun 2013 di Jakarta telah menghasilkan beberapa rekomendasi dalam bidang politik dimana terdapat salah satu rekomendasi menjadi pelopor dalam pendidikan politik masyarakat.

8

Lihat Skripsi Andi Pandapotan Samosir :


(56)

masyarakat. Anggota Pemuda Katolik yang memiliki sifat militan agar bisa ditempatkan di mana saja terkhusus di dalam masalah kampus, masyarakat maupun negara. Dimana pada awalnya munculnya Pemuda Katolik didasarkan dengan jiwa perjuangan para pahlawan kita yang rela mati di dalam merebut kemerdekaan di tangan penjajah. Dasar semangat inilah yang memberikan semangat bagi para pendirinya untuk bersama membentuk orang-orang yang mampu bertarung dalam mempertahankan keberadaan pancasila sebagai dasar negara. Karenanya dalam menjadi Pemuda Katolik akan menghadapi beberapa tahap pengkaderan agar menjadi anggota Pemuda Katolik yang utuh.

Selain itu, Pemuda Katolik hadir melibatkan posisi anggota dalam melihat partisipasi sosial dengan cara menumbuhkan kepribadian yang bisa dihandalkan dan memiliki intelektualitas ya ng tinggi dengan cara memperkaya pengetahuan, meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Anggota Pemuda Katolik harus memiliki kemampuan untuk berkarya dan peduli di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan mendapatkan posisi tawar dalam pergerakannya terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat.

Pemuda Katolik Komisariat Daerah Sumatera Utara sebagai organisasi kepemudaan telah mengambil bagian dalam pendidikan politik kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan yang mereka laksanakan kepada masyarakat, seperti seminar pendidikan politik bagi pemilih pemula, pemberian materi tentang politik bagi anggota organisasi dan simpatisan sampai tingkat daerah. Pemuda Katalik


(57)

mempunyai tanggung jawab dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dengan semboyan 100 % katolik 100% Indonesia.

Pemuda Katolik dalam memberikan pendidikan politik kepada anggota dan masyarakat terdapat kepentingan politis dimana pengurus Pemuda Katolik Komda Sumut terdapat calon DPR/DPRD. Menurut peneliti pendidikan politik yang dilaksanakan oleh pemuda Katolik terdapat Indikasi kampanye terselubung dimana Ketua Pemuda Komda Sumut adalah calon Dewan Perwakilan Rakyat dan Seketaris Pemuda Katolik Komda Sumut adalah Calon DPRD Sumut dan Seketaris Dewan Pembina adalah calon DPRD Sumut. Atas dasar itu peneliti mengambil hipotesis adanya kampanye terselubung yang dilaksanakan oleh Pengurus Pemuda Katolik Komda Sumut. Walaupun demikian pendidikan politik yang dilaksanakan oleh Pemuda Katolik merupakan usaha meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap politik.

B. Rumusan Masalah

Dinamika politik Indonesia sejak gerakan reformasi digulirkan, menunjukkan bangunan politik Indonesia mengalami kerapuhan. Pendidikan politik cenderung diabaikan oleh pemerintah dan partai politik. Partai politik yang seharusnya memiliki tanggung jawab utama untuk memberikan pendidikan politik bagi kadernya dan simpatisan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya, proses demokrasi yang berjalan di Indonesia mengalami banyak persoalan.


(58)

Pemuda Katolik melihat pentingnya pendidikan politik untuk memperbaiki bangunan politik Indonesia. Pemuda Katolik tidak mau diam melihat kurang maksimalnya pendidikan politik yang dilaksanakan oleh partai politik dan pemerintah. Oleh karena itu, Pemuda Katolik melaksanakan pendidikan politik bagi anggota dan simpatisannya. Pendidikan politik bagi masyarakat sangat diperlukan agar mereka dapat menentukan pilihan politiknya secara cerdas dan untuk menjamin kualitas demokrasi. Pendidikan politik merupakan proses mempengaruhi individu agar dia memperoleh informasi lebih lengkap tentang kehidupan sosial dan politik sehingga individu lebih kritis.

Adapun landasan Pemuda Katolik Komisariat Daerah Sumut melaksanakan pendidikan politik adalah hasil Rakernas tahun 2013 yang salah satu poinnya adalah sebagai pelopor dalam pendidikan politik masyarakat dan UU No. 40 tahun 2009 tentang kepemudaan dimana dalam UU itu tertulis bahwa salah peran aktif pemuda sebagai agen perubahan diwujudkan dengan mengembangkan pendidikan politik dan demokratisasi.

Pendidikan politik idealnya menjadikan masyarakat melek politik. Tetapi penulis berasumsi bahwa pada pelaksanaannya sering terdapat praktek-praktek yang lebih menguntungkan lembaga/individu tersebut sehingga tujuan dari pendidikan politik kurang tepat sasaran.

Berdasarkan penjelasan diatas maka yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah: “Bagiamana konsep pendidikan politik yang dilaksanakan oleh Pemuda Katolik Komda Sumut?


(59)

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses dan pelaksanaan Pendidikan Politik Pemuda Katolik Komda Sumut.

2. Untuk mengetahui peranan Pemuda Katolik dalam pendidikan politik Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui masalah/hambatan dalam melaksanakan pendidikan politik.

D. Signifikasi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Secara akademis penelitian ini bermamfaat untuk memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu politik khususnya dalam kajian organisasi kepemudaan.

2. Bagi penulis, untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berfikir penulis melalui karya ilmiah melalui penelitian ini.

3. Bagi masyarakat, dapat menjadi bahan acuan ataupun referensi dalam konteks Ilmu Politik dan organisasi kepemudaan di Indonesia.

E. Kerangka Teori

Salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian adalah penyusunan kerangka teori, karena teori berfungsi sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari mana peneliti melihat objek yang diteliti sehingga penelitian dapat lebih sistematis. Teori adalah rangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi


(60)

dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.9

1. Pendidikan Politik

Fungsi kerangka teori dalam penulisan skripsi digunakan untuk melihat dan membantu menganalisis sebuah fakta karena teori itu pada dasarnya adalah sebuah penyataan yang menjelaskan kejadian yang sebenarnya yang terdiri dari dua atau lebih variable. Dalam penelitian ini, teori digunakan untuk melihat apakah konsep-konsep teori yang dipaparkan terjadi dalam pendidikan politik yang dilaksanakan oleh Organisasi Pemuda Katolik Komda Sumatera Utara. Adapun beberapa teori yang dipergunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

Terdapat dua elemen dalam pendidikan politik yaitu pendidikan dan politik. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia dengan upaya pengajaran dan pelatihan.10

9

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. 1998. Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3ES. hal. 37. 10

B.N. Marbun. 2002. Kamus Politik, Jakarta: Mulia Sari. hal. 416.

Sedangkan politik berasal dari bahasa Yunani polis yang artinya kota atau negara yang kemudian kata polities yang artinya warga negara. Politik adalah seni tentang kenegaraan yang dijabarkan dalam praktik di lapangan, sehingga dapat dijelaskan tentang bagaimana hubungan antar manusia (penduduk) yang tinggal di suatu tempat (wilayah) yang meskipun memiliki perbedaan


(61)

pendapat dan kepentingan, tetap mengakui adanya kepentingan bersama untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya.11

Menurut Ramlan Surbakti, dalam memberikan pengertian tentang pendidikan politik harus dijelaskan terlebih dahulu mengenai sosialisasi politik. Menurut Ramlan Surbakti sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialog diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.12

Pendapat tersebut secara tersirat menyatakan bahwa pendidikan politik merupakan bagian dari sosialisasi politik. Pendidikan politik mengajarkan masyarakat untuk lebih mengenal sistem politik negaranya. Dapat dikatakan bahwa sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Fred I. Greenstain dalam bukunya Political

Socialization berpendapat bahwa:Sosialisasi politik adalah semua pembelajaran

politik formal dan informal, yang dijalankan secara sengaja dan terencana, yang pada setiap tahap siklus hidup tidak hanya tentang politik yang eksplisit tetapi

11

Asep Kurnia, dkk. 2011. Penelitian Peran Partai Politik dalam Memberikan Pendididikan Politik Bagi

Masyarakat, Jakarta: Pancabudi, hal. 47.

12

Ramlan Surbakti. 1999. Memahami Ilmu Polilik, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, hal. 177.


(1)

4

Karya ini dipersembahkan untuk

Ibunda Tercintadan Ayahanda Tercinta


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa di Surga untuk setiap penyertaan, kekuatan dan kemampuan yang dianugerahkan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Ada begitu banyak tantangan yang peneliti alami dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Akan tetapi, Tuhan tetap sertai, berkati dan mampukan penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1) di Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Peran Pemuda Katolik dalam Pendidikan Politik di Sumatera Utara”

Proses penyelesaian skripsi ini berlangsung ketika penulis berada pada semester kedelapan di Departemen Ilmu Politik, FISIP, USU. Hal ini terlaksana karena banyak pihak yang turut mendukung penyelesaian skripsi ini. Oleh karenanya peneliti ingin berterimakasih kepada Bapak DR. Muryato Amin. S.Sos, M. Si, sebagai Dekan FISIP USU. Kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si sebagai Ketua Jurusan Departemen Ilmu Politik, Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si, sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Politik FISIP USU dan Dosen Pembimbing Akademik yang sudah mendukung peneliti selama perkuliahan dan memberikan banyak bimbingan.


(3)

6

Peneliti juga mengucapkan terima kasih untuk kedua kalinya kepada Bapak Dr. Muryanto Amin. S. Sos, M. Si sebagai Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan waktu dan banyak bimbingan berupa masukan dan kritik yang sangat membangun dalam penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya, peneliti ingin berterimakasih kepada seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Politik yang telah membimbing, menambah wawasan dan pengetahuan peneliti selama perkuliahan. Terimakasih kepada pegawai Departemen Ilmu Politik dan FISIP USU yang membantu penulis dalam urusan administratif kampus, peneliti berterimakasih untuk semuanya.

Dalam penulisan skripsi ini, secara khusus peneliti menyampaikan rasa terima kasih kepada orangtua tercinta, Ayahanda D. Simatupang dan Ibunda J. Simamora yang telah membesarkan, mendidik, menyayangi, mendukung dan mendoakan peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada adik ku Fernando Simatupang Amd dan Yosepha Simatupang yang telah memberi dukungan, semangat, nasehat dan doa dan juga kepada seluruh keluarga besar peneliti yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada atas dukungan dari sahabat-sahabat terkasih, Dewi Paska Situmorang, Handoko Hutasoit, Andreas Hutauruk, Chen Lorida Saragih, Weny Deviana Ginting, , Elizabeth Grisang, Ira Purnamasari Tambunan, dan teman-teman Ilmu Politik stambuk 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya dan sukses buat kita semua.


(4)

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengurus Pemuda Katolik Komisariat Daerah Sumatera Utara, Khususnya kepada Kakanda Hotdiman Manik, Kakanda Oloan Simbolon, Kakanda Maniur Rumapea, Kakanda Johannes Naibaho dan terkhusus buat Kakanda Sapri Sidabalok yang selalu memberikan saran dan masukan untuk penulisan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya peneliti mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan studi Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Medan, Oktober 2016

Chanra M T Simatupang


(5)

8 DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul………..………. i

Abstrak……… ii

Abstrack……….. ii

Lembar Persembahan……… iv

Kata Pengantar………... v

DAFTAR ISI……….. viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Signifikasi Penelitian ... 11

E. Kerangka Teori ... 11

1. Teori Pendidikan Politik ... 12

2. Teori Perilaku Organisasi ... 18

F. Defenisi Konsep ... 20

G. Defenisi Operasional ... 21

H. Metode Penelitian ... 22

1. Jenis Penellitian ... 22

2. Lokasi Penelitian ... 22

3. Teknik Pengumpulan Data ... 22

4. Teknik Analisis Data ... 23

I. Sistematika Penulisan ... 26

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI PEMUDA KATOLIK A. Sejarah Singkat Pemuda Katolik di Indonesia ... 27

B. Asas, Visi/Misi, Lambang, Tujuan dan Sasaran Pemuda Katolik ... 37

1. Asas ... 37

2. Visi dan Misi ... 37


(6)

3. Lambang ... 38

4. Tujuan ... 39

5. Sasaran ... 40

C. Sejarah Singkat Pemuda Katolik di Sumatera Utara ... 40

D. Garis Besar Haluan Organiasi Pemuda Katolik Komisariat Daerah Sumatera Utara ... 44

1. Pola Umum pengembangan Organisasi ... 44

2. Pola Khusus pengembangan Organisasi ... 46

E. Stuktur Pemuda Katolik Komda Sumut ... 50

BAB III PERAN PEMUDA KATOLIK DALAM PENDIDIKAN POLITIK DI SUMATERA UTARA A. Pemuda Katolik Sebagai Organisasi Kemasyarakatan ... 54

B. Peran Pemuda Katolik dalam Pendidikan Politik di Sumut .... 62

C. Analisis Pendidikan Politik yang Dilaksanakan oleh Pemuda Katolik Komda Sumut ... 66

BAB IV KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 69