Peran Al Washliyah Dalam Pendidikan Politik Di Sumatera Utara

(1)

PERAN AL WASHLIYAH DALAM PENDIDIKAN POLITIK DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

NOVIKA SARI 100906033

Dosen Pembimbing : Dr. Heri Kusmanto, MA

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOVIKA SARI (100906033)

PERAN AL WASHLIYAH DALAM PENDIDIKAN POLITIK DI SUMATERA UTARA

Rincian isi skripsi, 88 halaman, 2 gambar, 33 buku, 2 Perundang-undangan dan 1 situs internet.

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan tentang peran Al Washliyah dalam pendidikan politik di Sumatera Utara. Al Washliyah adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan dan dakwah yang yang sangat aktif menyiarkan agama Islam melalui pendidikan. Al Washliyah sebagai organisasi sosial keagamaan, namun dalam kegiatannya tidak terlepas dari politik praktis. Hal ini di tandai dengan banyaknya tokoh Al Washliyah yang ikut berperan dalam kegiatan politik di Indonesia. Sehingga sebagai organisasi sosial keagamaan, Al Washliyah juga memiliki peran dalam pendidikan politik. Dengan melihat hal ini, maka penelitian ini ingin mengetahui apakah ada kegiatan pendidikan politik di Al Washliyah? Bagaimana peran pendidikan politiknya?

Teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah tersebut adalah Teori Pendidikan Politik, Teori Partisipasi Politik dan Teori Civil Society. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi informan dan unit analisis ini adalah para kader yang juga merupakan pimpinan wilayah Al Washliyah Sumatera Utara, seperti Bapak Hasbullah Hadi, Bapak Dariansyah dan Bapak Isma Fadli Pulungan.

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan bahwa pendidikan politik yang di terapkan di Al Washliyah Sumatera Utara, secara struktur memang hanya sebatas untuk kalangan warga Al Washliyah. Dimana pendidikan politik di lakukan di dalam kegiatan pelatihan-pelatihan setiap organisasi bagian, mulai dari APA, IPA, GPA, HIMMAH, ISARAH, IGA dan Muslimat Al Washliyah. Adapun pada masyarakat umum, Al Washliyah tidak pernah mengajarkan politik, tapi memberikan dakwah dan tausyiah. Melalui dakwah, tausyiah dan seminar seminar yang diberikan, Al Washliyah berharap mampu memberikan pandangan tentang politik kepada masyarakat umum.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOVIKA SARI (100906033)

PERAN AL WASHLIYAH DALAM PENDIDIKAN POLITIK DI SUMATERA UTARA

Content, 88 pages, 2 graphichs, 33 books, 2 legislations, 1 websites.

ABSTRACT

This study describes the role of Al Washliyah in political education in North Sumatra . Al Washliyah is an organization that is engaged in social , educational and religious who are very actively broadcast the Islamic religion through education . Al Washliyah as a socio-religious organization , but the activities can not be separated from practical politics . It is marked with a number of leaders Al Washliyah who participate in political activities in Indonesia . So as a socio-religious organization , Al Washliyah also has a role in political education . In view of this , this study wanted to know whether there is political education activities in Al Washliyah ? How is the role of political education ?

The theory is used to explain the problems is the Political Education Theory , Theory of Political Participation and Civil Society Theory . The method used in this study is a qualitative research with descriptive method of analysis . Techniques of data collection conducted by interview and literature study . As for the informant and the unit of analysis is the cadre who is also the leader of Al Washliyah region of North Sumatra , as Mr Hasbullah Hadi , Mr. Dariansyah and Mr Isma Fadli Pulungan .

Based on the analysis of these results , the authors conclude that political education is applied in Al Washliyah North Sumatra , in the structure is only limited to the residents of Al Washliyah . Where do political education in the training activities of each organization part , such as APA , IPA , GPA , Himma , ISARAH , IGA and Muslimat Al Washliyah . As for the general public , Al Washliyah never taught politics , but give da'wah and Tausyiah . Through tausyiah and seminars that they are given , Al Washliyah hopes to provide a view of politics to the general public.


(4)

UNIIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Halaman Persetujuan

Nama : Novika Sari

NIM : 100906030

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Peran Al Washliyah Dalam Pendidikan Politik Di Sumatera Utara

Menyetujui :

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

(Dra. T. Irmayani, M.Si)

NIP. 196806301994032001 NIP. 196410061998031002

(Dr. Heri Kusmanto, MA )

Mengetahui : Dekan FISIP USU

NIP. 196805251992031002 (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)


(5)

Karya Ini Dipersembahkan Kepada Buya dan Umi Tercinta


(6)

KATA PENGANTAR.

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, penulis diberikan rahmat berupa kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan studi ini berupa penulisan Skripsi. Sholawat dan salam penulis juga disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya, semoga para pengikutnya mendapatkan syafaat di akhir zaman.

Skripsi ini berjudul “Peran Al Washliyah Dalam Pendidikan Politik Di Sumatera Utara”. Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1) Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Proses penyelesaian skripsi ini terlaksana karena banyak pihak yang turut mendukung penyelesaian skripsi ini. Oleh karenanya penulis ingin berterimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si, sebagai Dekan FISIP USU, kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si sebagai Ketua Jurusan Departemen Ilmu Politik FISIP USU, Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si, sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Politik FISIP USU, serta kepada Bapak Drs. Zakaria M,SP sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang sudah mendukung penulis selama perkuliahan dan memberikan banyak bimbingan. Terima kasih juga kepada Dosen dan Staf pengajar FISIP USU, Staf Pegawai FISIP USU, khususnya buat Kak Emma, Kak Siti dan Pak Burhan.

Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Heri Kusmanto, MA sebagai dosen pengajar dan dosen pembimbing penulis yang


(7)

selama proses penyelesaian skripsi ini dengan sabar telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan dan ilmunya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga apa yang telah diberikannya dibalaskan oleh Allah SWT.

Dalam penulisan skripsi ini, secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat, kasih sayang dan terima kasih kepada orangtua tercinta, Umi tercinta Muharfah dan Buya tercinta Zainal, yang telah membesarkan, mendidik, menyayangi, mendukung dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Ita sangat sayang Umi dan Buya. Kepada Ibunda tercinta Sabrina, Ayahanda Sabri, serta kedua adik tersayang Sylvia Andani dan Agung Prawira, yang telah jadi sumber kekuatan tersendiri bagi penulis. Terima kasih juga kepada Seftyan Pratama, S.Kom yang dengan sabar menemani penulis dalam proses penelitian, serta terus memberikan semangat, dukungan dan motivasi sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengurus Al Washliyah Sumatera Utara, khususnya kepada Bapak Hasbullah Hadi, Bapak Dariansyah, Bapak Isma Fadli Pulungan, Bapak Jumari serta Bapak Ismet Batubara yang dalam proses penelitian banyak membantu penulis dalam memperoleh data yang dibutuhkan.

Terima kasih atas dukungan dari kembar tapi beda, Era Silvia dan Rizky Yulijar, walaupun jauh tetap memberi semangat untuk segera menyelesaikan ini. Kepada princess-princess Batubara Berjaya, Fathia Snow White, Ayu Aurora,


(8)

Maria Belle, Susi Yasmin dan Damel Ariel, terima kasih untuk semua yang pernah kita lewati bersama, untuk semangat dan arti persahabatan yang kalian berikan, semoga kita selamanya. Terima kasih juga kepada Tiwi, Bassa Siallagan, Hotlam Simamora dan semua teman-teman seperjuangan di Ilmu Politik USU 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga kita semua sukses ya teman-teman.

Penulis juga mengucapkan terimakasih buat keluarga Turun Tangan Medan, sebuah gerakan kerelawanan nol rupiah, yang banyak memberi pelajaran berharga dan perubahan positif serta terus memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Pejuang bukan? Hadapi! Kepada keluarga Kelas Inspirasi Medan dan Kelas Inspirasi Labuhanbatu, terima kasih karena lewat gerakan ini juga penulis mendapat pengalaman berbagi dengan mereka yang kurang beruntung dalam dunia pendidikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini, agar kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita.

Medan, April 2015

Novika Sari 100906033


(9)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 12

C.Batasan Masalah ... 12

D.Tujuan Penelitian ... 13

E. Manfaat Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori ... 14

1. Pendidikan Politik ... 14

2. Partisipasi Politik ... 29

3. Civil Society ... 30

G. Metodologi Penelitian ... 38

1. Metode Penelitian ... 38

2. Lokasi Penelitian ... 39

3. Jenis Penelitian ... 39

4. Teknik Pengumpulan Data ... 40

5. Teknik Analisa Data ... 42

H. Sistematika Penulisan ... 43

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Sekilas Tentang Al Washliyah ... 44


(10)

B. Visi dan Misi Al Washliyah ... 51

C. Lambang Al Washliyah... 52

D. Awal Berdirinya Al Washliyah ... 53

E. Aktivitas Al Washliyah ... 58

F. Organisasi Bagian Al Washliyah ... 63

G. Struktur Al Washliyah Sumatera Utara... 64

BAB III PERAN AL WASHLIYAH DALAM PENDIDIKAN POLITIK DI SUMATERA UTARA A. Peran Al Washliyah Sebagai Organisasi Keagamaan ... 67

B. Peran Al Wasliyah Dalam Kegiatan Politik ... 75

C. Peran Al Washliyah Dalam Pendidikan Politik di Sumatera Utara ... 78

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83


(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOVIKA SARI (100906033)

PERAN AL WASHLIYAH DALAM PENDIDIKAN POLITIK DI SUMATERA UTARA

Rincian isi skripsi, 88 halaman, 2 gambar, 33 buku, 2 Perundang-undangan dan 1 situs internet.

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan tentang peran Al Washliyah dalam pendidikan politik di Sumatera Utara. Al Washliyah adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan dan dakwah yang yang sangat aktif menyiarkan agama Islam melalui pendidikan. Al Washliyah sebagai organisasi sosial keagamaan, namun dalam kegiatannya tidak terlepas dari politik praktis. Hal ini di tandai dengan banyaknya tokoh Al Washliyah yang ikut berperan dalam kegiatan politik di Indonesia. Sehingga sebagai organisasi sosial keagamaan, Al Washliyah juga memiliki peran dalam pendidikan politik. Dengan melihat hal ini, maka penelitian ini ingin mengetahui apakah ada kegiatan pendidikan politik di Al Washliyah? Bagaimana peran pendidikan politiknya?

Teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah tersebut adalah Teori Pendidikan Politik, Teori Partisipasi Politik dan Teori Civil Society. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi informan dan unit analisis ini adalah para kader yang juga merupakan pimpinan wilayah Al Washliyah Sumatera Utara, seperti Bapak Hasbullah Hadi, Bapak Dariansyah dan Bapak Isma Fadli Pulungan.

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan bahwa pendidikan politik yang di terapkan di Al Washliyah Sumatera Utara, secara struktur memang hanya sebatas untuk kalangan warga Al Washliyah. Dimana pendidikan politik di lakukan di dalam kegiatan pelatihan-pelatihan setiap organisasi bagian, mulai dari APA, IPA, GPA, HIMMAH, ISARAH, IGA dan Muslimat Al Washliyah. Adapun pada masyarakat umum, Al Washliyah tidak pernah mengajarkan politik, tapi memberikan dakwah dan tausyiah. Melalui dakwah, tausyiah dan seminar seminar yang diberikan, Al Washliyah berharap mampu memberikan pandangan tentang politik kepada masyarakat umum.


(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOVIKA SARI (100906033)

PERAN AL WASHLIYAH DALAM PENDIDIKAN POLITIK DI SUMATERA UTARA

Content, 88 pages, 2 graphichs, 33 books, 2 legislations, 1 websites.

ABSTRACT

This study describes the role of Al Washliyah in political education in North Sumatra . Al Washliyah is an organization that is engaged in social , educational and religious who are very actively broadcast the Islamic religion through education . Al Washliyah as a socio-religious organization , but the activities can not be separated from practical politics . It is marked with a number of leaders Al Washliyah who participate in political activities in Indonesia . So as a socio-religious organization , Al Washliyah also has a role in political education . In view of this , this study wanted to know whether there is political education activities in Al Washliyah ? How is the role of political education ?

The theory is used to explain the problems is the Political Education Theory , Theory of Political Participation and Civil Society Theory . The method used in this study is a qualitative research with descriptive method of analysis . Techniques of data collection conducted by interview and literature study . As for the informant and the unit of analysis is the cadre who is also the leader of Al Washliyah region of North Sumatra , as Mr Hasbullah Hadi , Mr. Dariansyah and Mr Isma Fadli Pulungan .

Based on the analysis of these results , the authors conclude that political education is applied in Al Washliyah North Sumatra , in the structure is only limited to the residents of Al Washliyah . Where do political education in the training activities of each organization part , such as APA , IPA , GPA , Himma , ISARAH , IGA and Muslimat Al Washliyah . As for the general public , Al Washliyah never taught politics , but give da'wah and Tausyiah . Through tausyiah and seminars that they are given , Al Washliyah hopes to provide a view of politics to the general public.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan politik tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat sekarang ini. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik, akan tetapi apabila cara-cara yang digunakan untuk mewujudkan politik tidak menggunakan cara yang baik tentu akan mendapatkan dampak yang negatif. Belum pahamnya masyarakat terhadap politik dan makin banyaknya oknum-oknum yang bermain kotor dalam politik, berdampak pada masyarakat yang semakin enggan mempelajari politik dengan baik dan benar. Ketika anak-anak muda dipertontonkan dengan kecurangan politik, kasus suap, politik uang, tanpa dibekali pendidikan politik yang baik dan benar, mereka akan selalu berpandangan negatif terhadap kehidupan politik, dan politik adalah kehidupan yang kejam. Pandangan yang seperti inilah yang dapat mengikis rasa nasionalisme. Mereka tidak mau tahu tentang berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsanya, mereka acuh terhadap aturan-aturan pemerintahan yang tentunya akan berdampak melemahnya rasa persatuan dan kesatuan antar warga Negara.

Indonesia sebagai Negara demokrasi, dengan kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat memiliki peranan penting dalam aspek kehidupan bernegara. Oleh karena itu sangatlah penting bagi masyarakat untuk mengetahui tentang politik. Tanpa adanya kesadaran politik, maka tingkat partisiasi politik masyarakat juga


(14)

rendah yang dapat berdampak pada terhambatnya pembangunan nasional. Pendidikan politik sangat mutlak perlu diwujudkan dikalangan warga masyarakat, mahasiswa, maupun siswa sekolah dasar sekalipun agar tidak berpandangan negatif terhadap kehidupan politik. Kehidupan politik dalam suatu bangsa atau negara, sampai saat ini masih menjadi barometer utama untuk menilai suatu bangsa itu memiliki kekuatan atau tidak. Meskipun aspek politik tentu tidak bisa berdiri sendiri, karena hal itu sangat terkait dengan kemajuan ekonomi suatu bangsa, juga kemajuan ilmu dan teknologi. Kalau kita lihat fenomena masa kini, bahwa pemegang dominasi kekuatan politik dunia adalah mereka yang memiliki sumber daya yang handal dalam penguasaan ekonomi dan sains-tek.

Saat ini terdapat berbagai masalah dalam proses demokrasi di Indonesia,

pertama tidak sejalannya aspirasi masyarakat dengan wakil rakyat di lembaga legislatif. Kedua, terbatasnya pengetahuan masyarakat terhadap aspek teknis pemilu beserta aturannya seperti parleamentary, presidential dan electoral treshold. Ketiga, terjadinya kecurangan beberapa manipulasi data dan politik uang yang berdampak pada maraknya konflik horisontal antar warga1

Pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat rendah dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya hanya 48,5 persen. Rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan beberapa faktor, seperti sosialisasi yang kurang maksimal dari KPU, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik, masyarakat tidak

.

1

Asep Kurnia, dkk. 2011. Penelitian Peran Partai Politik dalam Memberikan Pendidikan Politik Bagi Masyarakat, Jakarta: Pancabudi. Hal V.


(15)

mengenal calon gubernur dan wakil gubernur2

Memilih dan dipilih adalah salah satu hak yang sangat asasi bagi manusia, untuk ini partai politik adalah salah satu pilar demokrasi yang idealnya memberikan pendidikan politik dan pencerahan kepada rakyat sebagai konstituennya

. Masalah masalah tersebut dapat dikurangi dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang politik. Pendidikan politik dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan politik supaya dapat menentukan pilihan politiknya secara cerdas dan untuk menjamin kualitas hasil pemilukada.

3

. Partai politik sebagaimana dalam pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2008 tentang fungsi partai politik adalah sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kahidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara4

Pendidikan politik merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana guna meningkatkan kesadaran politik rakyat sehingga ia dapat berperan sebagai pelaku dan partisipan dalam kehidupan politik kenegaraan yang

. Sampai saat ini peran partai politik dalam pendidikan politik bagi masyarakat belum terasa maksimal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementrian Hukum dan HAM RI mengatakan bahwa pendidikan politik tidak sepenuhnya dilakukan oleh partai politik.

2

diakses pada 13 Juni 2014 pukul 10.15.

3

Asep Kurnia. Opcit, Hal 3-4.

4


(16)

sesuai dengan nilai-nilai politik yang berlaku serta dapat menjalankan peranannya secara aktif, sadar dan bertanggung jawab yang dilandasi oleh nilai-nilai politik yang berdasarkan pancasila

Oleh karena itu pendidikan politik merupakan wahana pembinaan dan pembentukan kesadaran warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan politik dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai dan ideologi yang dianut oleh suatu bangsa, pembentukan kesadaran itu akan dicerminkan oleh nilai-nilai, sikap dan ideologi yang dianut.

Pendidikan adalah membimbing anak didik dari tingkat belum dewasa menuju kedewasaan, dengan kriteria keberhasilan adalah kedewasaan. Sedangkan politik adalah hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, kelakuan penjabat, legalitas keabsahan, dan akhirnya kekuasaan. Tetapi politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, kekuasaan pemerintah, pengaturan konflik yang menjadi konsensus nasional, serta kemudian kekuatan masa rakyat.5

5

Syafiie, Inu Kencana dan Azhari. 2008. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Hal 6-7

Dengan dipadukannya antara pendidikan dan politik diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap politik, melalui pendidikan politik setiap warga negara bisa melek politik. Artinya, mereka perlu belajar dan memahami tentang kehidupan politik di negaranya dan tidak selalu berpandangan negatif tentang politik.


(17)

Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik antara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma dan simbol-simbol politik negaranya dalam sistem politik. Pendidikan politik dipandang sebagai proses dialog antar pendidik, seperti sekolah, pemerintah, partai politik, peserta didik dalam rangka pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai, norma dan simbol-simbol politik yang dianggap ideal dan baik.6

Pendidikan dalam konteks pendidikan politik ialah suatu proses dimana seseorang diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai perkembangan politik suatu negara sehingga orang tertersebut mengetahui dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam politik yang nantinya dapat meningkatkan kesadaran politik, kemelekan politik dan tingkat partisipasi dalam menjalankan sebuah sistem politik.7

6

Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo. Hal 150

7

Affandi, Idrus dan Anggraeni, Leni. 2011. Pendidikan Politik. Bandung: Lensa Media Pustaka Indonesia. Hal 4

Setiap masyarakat dalam kehidupan sehari-hari pasti selalu bersentuhan dengn aspek-aspek politik, baik itu secara sadar maupun tidak sadar. Oleh sebab itu mereka perlu belajar dan memahami tentang aspek-aspek politik baik melalui pembelajaran yang dialogis maupun interaktif. Adapun yang perlu ditekankan dalam pendidikan politik dengan menanamkan nilai-nilai kearifan (budaya dan etika) politik kepada masyarakat, sehingga mereka mampu melakukan tindakan politik yang tidak merugikan bangsa dan Negara.


(18)

Tujuan pemahaman pendidikan politik harus dimulai sejak dini, yaitu sejak generasi penerus bangsa masih duduk di bangku sekolah, seperti di Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini dikarenakan generasi muda merupakan aset partisipasi dalam politik yang masih belum dimaksimalkan. Generasi muda masih belum paham akan sesungguhnya pendidikan politik yang ada. Alhasil, partisipasi terhadap politik masih rendah. Mengapa generasi muda kurang paham atau bahkan tidak menyukai politik. Mereka berpikiran bahwa politik merupakan sesuatu hal yang rumit dan membingungkan.8

Dalam masyarakat bernegara khususnya di Indonesia pendidikan politik baru terasa ketika pasca reformasi 1998, dimana masyarakat mampu berpendapat dan menunjukkan keinginannya tanpa harus takut akan ancaman dari pihak luar karena segala sesuatu perbuatan masyarakat diatur oleh hukum. Melihat pengalaman selama 32 tahun di bawah Orde Baru dapat dikemukakan dua model partisipasi politik yang pernah ada di masyarakat Indonesia dalam kaitannya dengan pendidikan politik. Pertama, partisipasi politik termobilisasi yag dikenal sebagai satu model partisipasi politik yang termobilisasi. Dapat diartikan masyarakat politik indonesia mayoritas semata-mata digerakkan oleh elit yang berkuasa. Kedua, partisipasi otonom dimana kesadaran dalam membangun partisipasi politik yang mandiri semakin menguat dan menunjukkan wujudnya wujudnya pasca gerakan reformasi 1998 kendati belum dapat dikatakan

8


(19)

seluruhnya berhasil, sudah mampu menunjukkan trend ke arah pembangunan partisipasi politik masyarakat secara mandiri.9

Al Jam`iyatul Washliyah merupakan organisasi kemasyarakatan dengan amal ittifaknya yaitu pendidikan, dakwah dan amal sosial yang didirikan oleh Pemahaman akan pendidikan politik di masyarakat masih sangat rendah secara keseluruhan. Ini disebabkan karena masyarakat belum paham akan arti atau makna yang sesungguhnya dari pendidikan politik itu sendiri. Oleh karena itu, sosialisasi terhadap pemahaman pendidikan politik di masyarakat menjadi hal yang mutlak harus dilakukan. Pemahaman akan pendidikan politik harus digalangkan mulai dari dini, supaya nanti dimasa yang akan datang tercipta generasi muda yang paham akan politik akan berdampak pada meningkatnya partisipasi politik di kalangan masyarakat. Tujuan dari pemahaman pendidikan politik yaitu untuk memberikan pengetahuan akan pendidikan politik pada masyarakat.

Saat ini organisasi masyarakat telah turut ambil bagian dalam pendidikan politik bagi masyarakat. Organisasi pada hakekatnya dijalankan dari sekumpulan orang yang memiliki dasar ideologi yang sama. Dasar ideologi yang dimaksud adalah pondasi yang dijadikan dasar dari pola pikir anggotanya. Keberadaan organisasi diinginkan untuk membantu setiap anggotanya keluar dari masalahnya. Sehingga adanya organisasi diharapkan untuk mencapai solusi dari visi dan misi organisasi itu.

9


(20)

pelajar-pelajar Maktab Islamiah Tapanuli Medan, Sumatera Utara pada tanggal 9 Rajab 1349 H bertepatan tanggal 30 Nopember 1930 dan organisasi tersebut diberi nama ALJAM`IYATUL WASHLIYAH (Al Washliyah) oleh Ulama Besar Shyeh H. Muhammad Yunus.

Al Jam’iyatul Washliyah menonjolkan kata “washola” pada nama organisasinya. Suatu organisasi kemasyarakatan Islam yang memiliki ciri khas yang menonjolkan fungsi sebagai “mediator”. Al Washliyah dalam dakwahnya selalu tampil sebagai juru penghubung, mediator, menjembatani hubungan antara manusia dengan Allah (hamblum minallah) dan hubungan antar manusia dengan manusia (hamblum minannas). Jika ada perselisihan di antara sesama kelompok Islam, maka Al Washliyah ada di tengah-tengahnya. Orang Al Washliyah Suka berkumpul bersilaturrahim antar ulama, pelajar, mahasiswa dan membaur kepada masyarakat umum.

Mengenal Al Washliyah selain dari namanya, juga melalui lagu marsnya, berulang-ulang kata bersatu dan hentikan pertikaian untuk mencapai kemuliaan disebut hampir pada setiap baitnya. Ada satu bait terakhir yang indah liriknya bila dinyanyikan dapat menggugah rasa yaitu; “Bersatulah ya ikhwan, hentikanlah pertikaian, junjung tinggi, amar Tuhan, hiduplah Washliyah zaman ber zaman.”

Melalui lagu marsnya, Al Washliyah menonjolkan ciri khasnya yaitu menyeru kepada saudara-saudaranya manusia sedunia, manusia sebangsa,


(21)

terutama antar sesama ikhwan muslim dan sesama anggota Al Washliyah agar selalu bersatu, menghentikan pertikaian, menjunjung tinggi perintah Tuhan.

Sesuai misi utamanya sebagai penghubung, orang Al Washliyah suka bergaul ke mana-mana, selalu berusaha untuk tidak tampil sebagai salah satu pihak yang bertikai atau bersengketa, tapi lebih memilih berperan menjadi penengah. Perselisihan yang terjadi pada antar organisasi Islam maupun perselisihan dalam keluarga dan antardesa. Peran penengah dilakukan oleh orang Al Washliyah baik para ulamanya, muslimatnya, para pelajar, mahasiswa, pemuda, cendikiawan, guru dan juga para anggota.

Kalau ditarik dari sejarah berdirinya Al Washliyah, salah satu pendorong lahirnya Al Washliyah adalah adanya kehawatiran terhadap terjadinya perpecahan di kalangan kaum muslimin mengamalkan ajaran Islam pada waktu itu. Perselisihan itu terjadi antar “kaum tua” yaitu, masyarakat Islam tradisional yang mentolerir tradisi setempat masuk dalam kegiatan seremonial Islam sepanjang diyakini tidak bertentangan dengan ajaran Islam, dengan “kaum Muda” yaitu, ‘masyarakat Islam modern (pembaharu) yang menolak bercampurnya kegiatan Agama Islam dengan budaya, karena khawatir pengamalan ajaran Islam menjadi tidak murni lagi.

Dalam pergerakan politik dan ekonomi, organisasi ini juga melakukannya meskipun bukan organisasi politik dan organisasi bisnis. Usaha atau kegiatan ini diperlukan untuk partisipasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk membela ajaran Islam dan memberi kesejahteraan bagi anggotanya. Al


(22)

Washliyah memutuskan untuk mengambil peran politik walaupun Al Washliyah sejatinya adalah organisasi sosial.

Secara umum, latar belakang kelahiran Al Washliyah dapat dilihat dari dua aspek. Pertama, adalah aspek kegelisahan yang mendalam dari aktivis pelajar dengan kondisi perpecahan umat. Perselisihan itu disebabkan perbedaan (ikhtilaf) pendapat mengenai hukum Islam yang menyangkut masalah-masalah cabang (furu’iyah). Perbedaan pendapat dikalangan umat Islam sudah sedemikian luas dab sudah mengarah kepada perpecahan umat dan putusnya silaturahmi.Kedua, adalah aspek ruh perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia dan munculnya jiwa nasionalisme. Jadi, munculnya gerakan untuk mendirikan organisasi Al Washliyah adalah berdasarkan kedua latar belakang tersebut.

Studi latar belakang dari peristiwa sejarah ini menunjukkan ada dua hal pokok yang berkaitan erat dengan peran politik Al Washliyah dalam membina karakter bangsa. Pertama, dalam konteks keagamaan (religiusitas), bahwa Al Washliyah lahir dalam rangka respon kondisi dan tuntutan keumatan yang sangan membutuhkan saat itu. Kedua, dalam konteks bangsa-negara (nation-state), tanpa dapat dibantah bahwa kelahiran Al Washliyah adalah bentuk respon yang revolusioner dalam tuntutan besar dalam konteks pergerakan kemerdekaan Indonesia melalui amal jihad (gerakan) dan ijtihad (pemikiran). Dalam pandangan para tokoh dan warga Al Washliyah sesungguhnya tuntutan keagamaan dan kebangsaan adalah salah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Secara tegas dapat


(23)

dinyatakan bahwa kelahiran Al Washliyah merupakan bentuk tanggung jawab atas kesadaran keagamaan dan kesadaran kebangsaan.10

10

Azhari Akmal Tarigan. 2007. Menyegarkan Kembali Pemikiran Al Washliyah. Jakarta: Waspada Memahami pendidikan politik di masyarakat merupakan hal yang sangat menarik untuk diketahui. Karena pendidikan politik itu merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik. Pendidikan politik mengajarkan masyarakat untuk lebih mengenal sistem politik negaranya. Inilah yang membuat penulis tertarik untuk melihat bagaimana peran Al Washliyah dalam melakukan pendidikan politik di Sumatera Utara.

Penulis mengangkat Al Washliyah sebagai objek penelitian juga berdasarkan sebuah asumsi dasar sebagai landasan berpikir, yaitu : Pertama, setiap pendiri Al Washliyah pasti adalah merupakan pejuang dan aktifis organisasi yang membangun Al Washliyah, tapi pejuang dan aktifis organisasi yang membangun Al Washliyah, belum tentu sebagai pendiri Al Washliyah. Kedua, Al Washliyah tidak didirikan oleh seprang tokoh sentral kharismatik seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, melainkan Al Washliyah didirikan oleh sekelompok pemuda pelajar yang berpikiran maju dibawah bimbingan ulama.


(24)

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan– pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari jalan pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.11

C. Batasan Masalah

Al Washliyah meupakan organisasi sosial keagamaan, yang banyak tokohnya ikut berperan dalam kegiatan politik di Indonesia. Sehingga sebagai organisasi sosial keagamaan, Al Washliyah memiliki peran pendidikan politik. Kajian ini hendak mengetahui bagaimana hal ini bisa terjadi? Apakah ada kegiatan pendidikan politik di Al Washliyah? Dimana peran pendidikan politikny?

Berangkat dari kebutuhan tersebut, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peran Al Washliyah dalam Pendidikan Politik Sumatera Utara?”

Dalam melakukan penelitian, perlu membuat pembatasan masalah terhadap apa yang diteliti, dengan tujuan untuk memperjelas dan membatasi ruang

11

Husani Usman dan Purnomo.2004. Metodologi Penelitian Sosial, Bandung : Bumi Aksara. Hal 26


(25)

lingkup penelitian dan hasil penelitian yang dihasilkan tidak menyimpang dari tujuan awal penulisan yang ingin dicapai. Penelitian ini hanya berfokus pada Al Washliyah wilayah Sumatera Utara, dimana yang menjadi batasan masalahnya adalah bagaimana peran Al Washliyah dalam melakukan pendidikan politik terhadap warga Al Washliyah.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, dan adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah mengetahui peran Al Washliyah dalam memberikan pendidikan politik di Sumatera Utara, khususnya kepada warga Al Washliyah.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik bagi peneliti maupun bagi orang lain, terutama untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Peneliti mampu mengasah kemampuan dalam melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan menambah pengetahuan dan wawasan serta cara befikir penulis tentang pendidikan politik.

2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan tentang Peran Al Washliyah dalam Pendidikan Politik di Sumatera Utara.


(26)

3. Penelitian ini sekiranya dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pendidikan politik khususnya dalam Ilmu Politik dan menjadi referensi tambahan khususnya bagi mahasiswa/i Departemen Ilmu Politik.

F. Kerangka Teori

Bagian ini merupakan unsur yang paling penting di dalam penelitian, karena pada bagian ini peneliti mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan teori–teori yang relevan dengan penelitiannya. Teori menurut Masri Singarimbun dan Sofian effendi dalam buku Metode Penelitian Sosial mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.12

1. Pendidikan Politik

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, untuk menggambarkan masalah penelitian yang menjadi objek di dalam penelitian, penulis menggunakan teori, yaitu :

a. Pengertian Pendidikan Politik

Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan

12


(27)

biasanya berlangsung seumur hidup, berawal saat seorang bayi dilahirkan sampai diujung usia. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi dilahirkan seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan cara memainkan musik dan membacakan dongeng kepada bayi dalam kandungan dengan harapan bisa mengajar bayi sebelum dilahirkan.

Politik dalam bahasa arabnya disebut “Siyasyah” yang kemudian diterjemahkan menjadi siasat, atau dalam bahasa inggrisnya “politics”. Politik dapat berarti cerdik, dan bijaksana atau suatu cara yang dipakai untuk mewujudkan tujuan. Asal mula kata politik iu sendiri dari kata “Polis” yang berarti negara kota. Politik pada dasarnya mempunyai ruang lingkup negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat. Selain itu politik juga menyelidiki ide-ide, azas-azas, sejarah pembentukan negara, hakekat negara, serta bentuk dan tujuan negara.

Menurut Arief Rohman, politik pada dasarnya merupakan segala kegiatan dan interaksi antar manusia yang berkenaan dengan proses perubahan dan pelaksanaan keputusan politik yang mengikat semua anggota masyarakat pada suatu wilayah tertentu.13

Menurut Miriam Budiardjo, Politik adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis. Usaha

13


(28)

menggapai the good life ini menyangkut bermacam-macam kegiatan yang antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem, serta cara-cara melaksanakan tujuan itu. Masyarakat mengambil keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu dan hal ini menyangkut pilihan antara beberapa alternatif serta urutan prioritas dari tujuan yang telah ditentukan itu.14

seperti sekolah, pemerintah, partai politik, peserta didik dalam rangka pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai, norma dan simbol-simbol politik yang dianggap ideal dan baik.

Politik sangat penting bagi kehudapan masyarakat sebagai bagian dari suatu negara, melalui politik masyarakat dapat turut serta menyalurkan aspirasinya dan secara tidak langsung berperan penting dalam pembangunan bangsa.

Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik antara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma dan simbol-simbol politik negaranya dalam sistem politik. Pendidikan politik dipandang sebagai proses dialog antar pendidik,

15

Pendidikan politik adalah aktifitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi politik pada individu. Ia meliputi keyakinan konsep yang memiliki muatan politis, meliputi juga loyalitas dan perasaan politik,

14

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 15

15


(29)

serta pengetahuan dan wawasan politik yang menyebabkan seseorang memiliki kesadaran terhadap persoalan politik dan sikap politik.16

Pendidikan politik menurut Rush dan Althoff, adalah sebagai suatu proses oleh pengaruh mana seorang individu bisa mengenali sistem politik yang kemudian menentukan sifat-sifat persepsi-persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Proses ini dipengaruhi oleh lingkungan individu berada, baik secara sosial, ekonomi, politik dan budaya pendidikan politik yang diperoleh setiap individu menimbulkan pengalaman-pengalaman politik yang baru sehingga menimbulkan perilaku politik.17

16

Affandi, Idrus dan Anggraeni, Leni. Opcit, Hal 2 17

Affandi, Idrus dan Anggraeni, Leni. Ibid, Hal 7

Pada hakekatnya pendidikan politik dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan politik pada individu, sehingga mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Maka pendidikan politik menjadi sebuah keharusan yang wajib diajarkan disemua elemen kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan politik disebut pula sebagai political forming atau politische Bildung. Disebut “forming” karena terkandung intensi untuk membentuk insan politik yang menyadari status/kedudukan politiknya di tengah masyarakat. Dan disebut “Bildung” (pembentukan atau pendidikan diri sendiri), karena istilah tersebut menyangkut aktivitas : membentuk diri sendiri, dengan kesadaran penuh dan tanggung jawab sendiri untuk menjadi insan politik.


(30)

Pendidikan politik pada hakekatnya merupakan bagian dari pendidikan orang dewasa. Pendidikan macam ini tidak menonjolkan proses kultivasi individu menjadi “intelektual politik” yang bersinggasana dalam menara gading keilmuan, atau menjadi pribadi kritis dan cerdas “yang terisolasi” dari masyarakat lingkungannya. Akan tetapi lebih menekankan relasi individu dengan individu lain, atau individu dengan masyarakat di tengah medan sosial; dalam satu konteks politik, dengan kaitannya pada aspek-aspek sosial-ekonomi-budaya; di tengah situasi-situasi konflik yang ditimbulkan oleh bermacam-macam perbedaan, atau oleh adanya pluriformitas (kemajemukan masyarakat).

Beberapa defenisi mengenai pendidikan politik adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan politik adalah bentuk pendidikan untuk orang dewasa dengan

menyiapkan kader-kader untuk pertarungan politik dan mendapatkan penyelesaian politik, agar menang dalam perjuangan politik.

2. Pendidikan politik adalah upaya edukatif yang intensional, disengaja dan sistematis untuk membentuk individu sadar politik, dan mampu menjadi pelaku politik yang bertanggung jawab secara etis/moral dalam mencapai tujuan-tujuan politik.

3. R. Hayer menyebut :

Pendidikan politik ialah usaha membentuk manusia menjadi partisipan yang bertanggung jawab dalam politik.


(31)

Politik dapat diartikan sebagai aktivitas, perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan keputusan yang sah berlaku di tengah masyarakat.

Unsur pendidikan dalam pendidikan politik itu pada hakekatnya merupakan aktivitas pendidikan-diri (mendidik dengan sengaja diri sendiri) yang terus menerus berproses di dalam person, sehingga orang yang bersangkutan lebih mampu memahami dirinya sendiri dan situasi-kondisi lingkungan sekitarnya. Kemudian mampu menilai segala sesuatu secara kritis, untuk selanjutnya menentukan sikap dan cara-cara penanganan permasalahan-permasalahan yang ada di tengah lingkungan hidupnya. Inilah bentuk pendidikan sejati, dalam mana terdapat unsur pengenalan-pemahaman, berfikir secara kritis, menentukan dan merubah sikap, kemudian melakukan perbuatan nyata (merubah, mencipta, memperbaiki, menyempurnakan; aktif berbuat). Melalui pendidikan –dalam hal ini ialah pendidikan politik- orang berusaha melihat permasalahan sosial-politik yang ada di sekitarnya dengan cara lain, kemudian memperbincangkan, ikut memikirkan, dan ikut menangani/memcahkannya dengan cara-cara lain (dengan pemecahan alternatif; tidak “ngotot” bersikeras melekat pada cara berfikir dan cara menyelesaikan yang konservatif), dengan berbuat aktif, dengan arah dan tujuan yang pasti.

Dengan begitu pendidikan politik merupakan proses belajar, bukan hanya untuk menambah informasi dan pengetahuan saja, akan tetapi lebih menekankan kemampuan mawas situasinya secara kritis, menentukan sikap yang benar, dan


(32)

melatih ketangkasan aksi/berbuat. Selanjutnya, individu murni dan mutlak bebas itu tidak ada. Keberadaannya selalu terkait dengan individu-individu lain, sebab dia ada di tengah situasi-situasi kebersamaan dengan orang lain di tengah masyarakat. Maka hakekatnya manusia itu adalah : produk-produk dari macam-macam ikatan-ikatan kemasyarakatan (pergaulan hidup bersama-sama sehingga dia tidak pernah bisa bebas mutlak dalam kesendirian absolut). Selalu saja ada interdependensi antara individu dengan individu, dan antara manusia dengan manusia lain. Maka untuk selama-lamanya manusia itu harus terus-menerus belajar hidup rukun bersama dalam satu ikatan kemasyarakatan, dari yang kecil (keluarga, kaum, kelompok) sampai ke ikatan kebangsaan, dan kenegaraan, supaya dia mampu memahami status dirinya selaku warga negara itulah diperlukan pendidikan politik, yang secara intensional mengarah pada peningkatan pemahaman status diri sendiri selaku warga negara yang baik di tengah pergaulan hidup bersama, serta menyadari fungsi politiknya selaku warga negara

b. Inti Pendidikan Politik

Inti pendidikan politik ialah pemahaman politik atau pemahaman aspek-aspek politik dari setiap permasalahan. Dan pemahaman politik berarti pemahan konflik. Banyaknya konflik di masyarakat manusia itu disebabkan oleh adanya kontroversi, perbedaan, aneka ragam fikiran dan tindakan/perilaku manusia dalam masyarakat. Juga disebabkan oleh adanya persamaan keinginan dan tingkah laku, sehingga memunculkan persaingan, kompetisi, konkurensi dan konflik. Oleh


(33)

karena itu hidup bermasyarakat itu adalah hidup di tengah banyak dimensi konflik dan ketegangan. Berkaitan dengan pengertian ini, berbuat politik berarti mempengaruhi dan ikut mengambil keputusan di tengah medan politik dan pertarungan konflik-konflik.

Maka pendidikan politik itu merupakan proses mempengaruhi individu agar dia memperoleh informasi lebih lengkap, wawasan lebih jernih, dan keterampilan politik yang lebih tinggi, sehingga dia bisa bersikap kritis dan lebih intensional/terarah hidupnya. Juga diharapkan menjadi warga negara yang lebih cerdas mantap, sebab tidak terapung-apung melayang tanpa bobot pengertian dan kesadaran dan tanpa arah di tengah kancah politik. Selanjutnya dari dirinya diharapkan kesanggupan melakukan : reorientasi terhadap kondisi diri pribadi dan kondisi obyektif lingkungan sekitar, terutama kondisi politik yang mengitari dirinya. Dengan demikian pendidikan politik mendorong orang untuk melihat diri sendiri dan lingkungannya dengan cara lain, lalu berani berbuat lain, menuju pada eskalasi-diri dan peningkatan taraf hidup masyarakat.

Maka dapat di mengerti, bahwa pendidikan politik tidak diharapkan identik dengan propaganda atau indoktrinasi. Sebab oleh propaganda orang menjadi terlena dan semakin dungu. Dan oleh pendidikan indoktrinatif orang akan menjadi kaku, stereotypis, sempit pandangan dan fanatik. Mentalnya menjadi kacau dan kebodoh-bodohan, sebab perilakunya sering bertentangan dengan suara hati nurani sendiri dan realitas nyata yang dihadapi. Biasanya juga menentang


(34)

kemauan dan aspirasi umum, yang menuntut kebenaran dan hak hak asasi kemanusiaan yang wajar-wajar.

Pendidikan politik diadakan untuk mempersiapkan:

1. Kader-kader politik yang mampu berfungsi baik di tengah perjuangan politik. 2. Untuk mendapatkan penyelesaian politik yang bisa memuaskan semua pihak,

sesuai dengan konsep-konsep politik yang sudah ditetapkan.

Jika pendidikan politik tersebut dilakukan dengan baik dan sistematis, maka pasti akan dapat ditumbuhkan kekuatan-kekuatan kontra yang demokratis dan positif konstruktif. Yaitu menjadi kekuatan yang kritis melawan kondisi-kondisi yang tidak sehat, buruk, tidak adil, tidak mantab, dan tidak wajar. Kemudian orang berusaha menciptakan iklim yang lebih demokratis dan lebih sehat, untuk membuat kondisi sosial-politik-ekonomi-budaya menjadi lebih baik.

c. Tujuan Pendidikan Politik

Dalam rumusan pasal 3 UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional adalah sebagai berikut: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusiayang berima dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.18

18


(35)

Tujuan pendidikan politik ialah :

1. Membuat rakyat (individu, kelompok, klien, anak-didik, warga masyarakat, rakyat, dan seterusnya) mampu memahami situasi sosial-politik penuh konflik. Berani bersikap tegas memberikan kritik membangun terhadap kondisi masyarakat yang tidak mantab. Aktivitasnya diarahkan pada proses demokratisasi individu/perorangan, dan demokratisasi semua lembaga kemasyarakatan serta lembaga negara. Serta sanggup memperjuangkan kepentingan dan ideologi tertentu, khususnya yang berkolerasi dengan keamanan dan kesejahteraan hidup bersama

2. Memperhatikan dan mengupayakan peranan insani dari setiap individu sebagai warga negara (melaksanakan realisasi-diri/aktualisasi-diri dari dimensi sosialnya). Mengembangkan semua bakat dan kemampuannya (aspek kognitif, wawasan, kritis, sikap positif, keterampilan politik). Serta mengupayakan agar orang bisa aktif berpartisipasi dalam proses politik, demi pembangunan diri, masyarakat sekitar, bangsa dan negara.

Maka dalam konteks uraian di atas, pendidikan politik di Indonesia dapat dinyatakan sebagai rangkaian upaya edukatif yang sistematis dan intensional untuk memantapkan kesadaran politik dan kesadaran bernegara, dalam menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah hidup serta landasan konstitusional. Melakukan upaya pembaharuan kehidupan politik bangsa Indonesia, dalam rangka tegaknya satu sistem politik yang demokratis, sehat dan


(36)

dinamis. Landasan pokok yang dipakai dalam melaksanakan pendidikan politik ialah Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan Sumpah Pemuda 1928.

Khusus bagi generasi mudanya, tujuan pendidikan politik di Indonesia ialah :

1. Membangun generasi muda Indonesia yang sadar politik, sadar akan hak dan kewajiban politiknya selaku warga negara, di samping sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang harus terus menerus membangun.

2. Membangun orang muda menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yang perwujudannya tercermin dalam seluruh sifat watak/karakteristik kepribadian Indonesia (tidak lupa jati dirinya, dan tidak mengalami proses alienasi).

Ciri karakteristik kepribadian Indonesia yang berkaitan dengan dimensi politik yang diharapkan bisa dibina lewat pendidikan politik antara lain ialah: 1. Sadar akan hak dan kewajiban, tanggung jawab etis/moril dan politik

terhadap kepentingan bangsa dan negara, mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, dan memberikan keteladanan yang baik.

2. Dengan sadar menaati hukum dan UUD 1945, memiliki disiplin pribadi, disiplin sosial dan nasional, nasionalisme yang teguh dan tidak sempit.

3. Berpandangan jauh ke depan, dengan tekad perjuangan mencapai taraf kehidupan bangsa yang lebih tinggi, berkeadilan dan berkesejahteraan, didasarkan pada kemampuan obyektif dan kekuatan kolektif bangsa Indonesia sendiri.


(37)

4. Aktif berpartisipasi, dan kreatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam kegiatan pembangunan nasional dan pembangunan politik. 5. Secara kesinambungan menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dengan

kesadaran adanya keanekaragaman suku-suku bangsa dan agama, serta mendukung sistem kehidupan nasional yang demokratis.

6. Sadar akan perlunya memelihara lingkungan hidup manusia dan lingkungan alam sekitar agar lestari laras dan imbang (terjamin ekosistemnya) sebagai wadah kehidupan yang sehat.19

Sedangkan, tujuan pendidikan politik menurut Idrus Affandi dan Lani Anggraeni, yaitu agar setiap individu mampu memberikan partisipasi politik yang aktif di masyarakatnya. Dengan demikian pendidikan politik memiliki tiga tujuan, antara lain:

1. Membentuk kepribadian politik, pembentukan kepribadian politik dilakukan melalui metode tak langsung, yaitu pelatihan dan sosialisasi, serta metode langsung berupa pengajaran politik dan sejenisnya.

2. Menumbuhkan kesedaran politik ditempuh melalui dua metode yakni dialog dan pengajaran intruktif.

3. Partisipasi politik, terwujud dengan keikut sertaan individuindividu secara sukarela dalam kehidupan politik masyarakatnya.20

19

Kartono, Kartini. 2009. Pendidikan Politik, Sebagai Bagian Dari Pendidikan Orang Dewasa.

Bandung: CV. Mandar Maju. Hal 71

20


(38)

d. Manfaat pendidikan politik

Menurut Ramdlon Naning, Pendidikan politik mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Dapat memperluas pemahaman, penghayatan, dan wawasan terhadap masalah-masalah atau isu-isu yang bersifat politis.

2. Mampu meningkatkan kualitas diri dalam berpolitik dan berbudaya politik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

3. Meningkatkan kualitas kesadaran politik rakyat menuju peranan aktif dan partisipasinya terhadap pembangunan politik bangsa secara keseluruhan.21

Menurut Idrus Affandi dan Leni Anggraeni, manfaat memahami pendidikan politik yaitu bisa dilihat mulai dari berubahnya pola pemikiran dari masyarakat, dimana ketika masyarakat tidak mengetahui pengetahuan banyak berkenaan dengan pendidikan politik, partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya pun relatif rendah. Akan tetapi ketika pengetahuan akan pemahaman pendidikan politik sudah banyak, otomatis berdampak terhadap partisipasi masyarakat untuk menggunakan haknya.22

e. Kesulitan dan Hambatan Dalam Pelaksanaan Pendidikan Politik

Tema sentral dalam pendidikan politik itu ialah situasi-situasi kongkrit yang menyebalkan secara sosial, untuk dianalisa secara kritisdan dengan cara-cara sah serta demokratis ditanggulangi bersama-sama dengan pemerintah. Dengan begitu berlangsung demokratisasi di segala bidang kehidupan, khususnya untuk

21

Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas X. Jakarta:Erlangga. Hal 185

22


(39)

menantang anakronisme feodal dalam kepemimpinan politik, mengarah ke proses demokratisasi yang lebih maju. Oleh sebab itu tujuan, materi dan metode pendidikan politik itu harus sejajar dengan pembaharuan terhadap struktur-struktur politik dan struktur-struktur kemasyarakatan. Tegasnya, pendidikan politik itu tidak hanya diarahkan pada perubahan-perubahan sikap-sikap politik individu saja, akan tetapi juga diarahkan pada pembaharuan bentuk-bentuk struktur politik dan lembaga kemasyarakatan.

Maka menjadi sangat jelas, bahwa pendidikan politik itu bukan gerakan eliter atau aristokratis dengan ideologi yang melayang-layang tinggi, juga bukan merupakan aktivitas yang sia-sia seperti “si pungguk yang ingin menggayut bintang dengan galah bambu”, juga bukan berupa alat yang tidak efisien yang membuat sejumlah pemberontak mengalami frustasi lebih parah lagi, akan tetapi merupakan bimbingan edukatif yang terarah, bertujuan sistematis. Ditujukan pada pencapaian hari esok yang lebih baik. Melawan ketidakadilan, pemerintah teknokratis otoriter, tiranik atau despotik.

Selanjutnya, demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dan sebagai asas bagi tata tertib kenegaraan itu dipakai di Indonesia untuk memberikan jaminan kepada setiap individu mencapai kebebasan mengembangkan kehidupannya sendiri secara bertanggung jawab. Demokrasi tidak hanya menjamin kebebasan individu lewat hukum-hukum formal saja, akan tetapi juga menjamin dapat dilaksanakannya dimensi-dimensi sosial dan publiknya secara bertanggung jawab dan etis, menuju proses demokratisasi yang lebih maju dari masyarakatnya.


(40)

Pendidikan politik dengan tugas pokok membangun kekuatan-kekuatan kontra untuk memberantas macam-macam distorsi (pemutar-balikan, pengubahan bentuk ke arah yang salah, pemuntiran) dan situasi-situasi yang tidak melegakan hati penuh disharmoni, pertentangan dan persaingan. Dengan begitu pendidikan politik itu diarahkan pada humanisasi masyarakat Indonesia, agar lebih melegakan untuk dihuni oleh rakyat, dan tidak boleh indoktrinatif sifatnya.

Semua upaya untuk memelekkan secara politik penduduk Indonesia itu tidak luput dari kesulitan dan hambatan, antara lain berupa :

1. Amat sulit menyadarkan rakyat akan kondisi diri sendiri yang diliputi banyak kesengsaraan dan kemiskinan, sebagai akibat terlalu lamanya hidup dalam iklim penindasan, penghisapan dan penjajahan, sehingga mereka menjadi “terbiasa” hidup dalam keserba kekurangan dan ketertinggalan. Sulit mendorong mereka ke arah konsientisasi-diri mengungkapkan segala problema yang tengah dialami.

2. Apatisme politik dan sinisme politik yang cenderung menjadi sikap putus asa itu mengakibatkan rakyat sulit mempercayai usaha-usaha edukatif dan gerakan-gerakan politik –yang dianggap palsu dan menina-bobokan rakyat belaka– , sulit pula untuk mengajak mereka untuk berfikir lain dengan nalar jernih. Bahkan banyak di antara massa rakyat yang takut pada kemerdekaan (dirinya).

3. Dengan latar pendidikan yang rendah atau kurang, rakyat kebanyakan sulit memahami kompleksitas situasi sosial dan politik di sekitar dirinya.


(41)

4. Para penguasa yang otoriter cenderung tidak menghendaki adanya pendidikan politik, karena status mereka berkepentingan sekali dengan status quo dan pelestarian rezimnya. Partisipasi aktif dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan oleh rakyat itu tidak di kehendaki, sebab mengurangi kebebasan dan kekuasaan organ-organ ketatanegaraan.23

2. Partisipasi Politik

Partisipasi politik itu merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dinegara-negara yang proses modernisasinya secara umum telah berjalan dengan baik, biasanya tingkat partisipasi warga negara meningkat. Modernisasi politik dapat berkaitan dengan aspek politik dan pemerintah. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah.24

Pemerintah dalam membuat dan melaksanakan keputusan politik akan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat. Dasar inilah yang digunakan warga masyarakat agar dapat ikut serta dalam menentukan isi politik. Perilaku-perilaku yang demikian dalam konteks politik mencakup semua kegiatan sukarela, dimana seorang ikut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijakan umum.

23

Kartono, Kartini. 2009. Opcit, Hal 73 24


(42)

Menurut Budiarjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah.25

Menurut Hutington dan Nelson, bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuat keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual dan kolektif, terorganisir dan sepontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan. Legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.26

3. Civil Sociecty

Dari pengertian mengenai partisipasi politik diatas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalah keterlibatan individu atau kelompok sebagai warga negara dalam proses politik yang berupa kegiatan yang positif dan dapat juga yang negatif yang bertujuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik dalam rangka mempengaruhi kebijakan pemerintah.

a. Sejarah dan Defenisi Konsep

Secara harfiah, civil society adalah terjemahan dari istilah Latin, civilis societas. Mula-mula ia dipakai oleh Cicero (106-43 S.M), seorang orator dan pujangga Roma, yang pengertiannya mengacu pada gejala budaya perorangan dan

25

Sastroatmodjo, Sudijono. Ibid, Hal 68 26


(43)

masyarakat.27 Masyarakat sipil disebutnya sebagai sebuah masyarakat politik (political society) yang memiliki kode hukum sebagai dasar pengaturan hidup.28

Di zaman modern, istilah itu diambil dan dihidupkan kembali oleh John Locke (1632-1704) dan Rousseau (1712-1778) untuk mengungkapkan pemikiran mereka mengenai masyarakat dan politik. Locke umpannya, mendefinisikan masyarakat sipil sebagai “masyarakat politik” (political society). Namun demikian, dalam konsep Locke dan Rousseau belum dikenal pembedaan antara masyarakat sipil dan negara. Karena negara, lebih khusus lagi, pemerintah, adalah merupakan bagian dari salah satu bentuk masyarakat sipil. Bahkan keduanya beranggapan bahwa masyarakat sipil adalah pemerintahan sipil, yang membedakan diri dari masyarakat alami atau keadaan alami (state of nature).29

Ciri dari suatu masyarakat sipil, selain terdapat tata kehidupan politik yang terikat pada hukum, juga adanya kehidupan ekonomi yang didasarkan pada sistem uang sebagai alat tukar. Selain itu, kemandirian dan kemampuan untuk mengorganisasi diri—mengandaikan suatu keadaan di mana masyarakat memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri, tanpa tergantung pemerintah—juga merupakan ciri lain dari civil society.30

27

Alatas, Syed Farid. 2001. Islam, Ilmu-ilmu Sosial dan Masyarakat Sipil. (Makalah Simposium Internasional). Jurnal Antropologi Indonesia ke-2. Padang : Universitas Andalas

28

Gunawan, Hendra. 2007. Islam dan Civil Society: Konsep, Sejarah, dan Perkembangannya di Indonesia (Makalah). Purwokerto: FISIP Universitas Jenderal Soedirman

29

Gunawan, Hendra. Ibid

30


(44)

Di Indonesia sendiri, civil society sebetulnya sudah mulai berkembang sejak dekade 70-an bersamaan dengan mulai maraknya lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Indonesia. Memasuki dekade 80-an, wacana ini makin merebut perhatian publik. Ini tidak heran, karena pada dekade tersebut, kekuasaan Orde Baru sedang di puncak kejayaannya dengan wacana tunggal yang sangat hegemonik: ditandai penetapan Pancasila sebagai asas tunggal. Itulah sebabnya, wacana civil society ini seolah-olah menjadi alternatif sebagai wacana tandingin untuk kekuasaan Orde Baru.31

Masyarakat sipil (civil society) sebagai sebuah konsepsi, menggambarkan suatu masyarakat yang terdiri dari lembaga-lembaga otonom yang cukup mampu mengimbangi kekuasaan negara. Mereka terdiri atas lembaga swadya masyakat yang mandiri, serikat-serikat pekerja, lembaga-lembaga profesi, perdagangan, badan-badan otonom keagamaan, kelompok mahasiswa, kelompok kebudayaan, dan lembaga lainnya, yang tugasnya adalah untuk mengawasi, meneliti dan menilai kebijakan pemerintah.32

31

Gunawan, Hendra. Ibid

32

Alatas, Syed Farid. Opcit

Dalam konteks ini, mereka juga berhadapan langsung kepada pemerintah untuk mengimbangi kekuasaan negara. Lembaga atau masyarakat itulah yang kemudian diidentikkan dengan masyarakat sipil. Konsep ini, secara jelas ingin memisahkan negara dengan masyarakat. Untuk


(45)

kemudian mengkontiniukan antara satu dengan yang lainnya demi kesetabilan pemerintah.33

Sebagai sebuah istilah, civil society memang masih merupakan perdebatan. Setiap ilmuwan sosial cenderung memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang istilah ini. Craig Calhoun, misalnya, mendefinisikan civil society sebagai ruang sipil di mana orang bisa mengorganisasikan kehidupan sehari-hari mereka tanpa intervensi negara. Nakamura Mitsuo juga memiliki pandangan yang kurang lebih sama ketika dia menyatakan bahwa di luar ragam perbedaan teoritis dalam mendefinisikan civil society, ada dua aspek penting yang mencirikan civil society yang disepakati oleh para ilmuwan sosial, yaitu kehidupan berserikat— yang sifatnya suka rela—dan keadaban atau nilai-nilai keadaban dalam masyarakat.34

Untuk mendefinisikan civil society, beberapa tokoh menggambarkan posisi hubungannya dengan beberapa sektor dan kemudian mengaitkan dengan beberapa tingkatan bidang yang ada pada sektor tersebut. Civil society sebagai sektor, maka ia sangat erat kaitannya dengan bisnis, negara, dan keluarga. Sementara civil society sebagai sebuah tingkatan bidang, maka ia memiliki tingkatan dalam keluarga, bisnis dan negara.35

33

Gunawan, Hendra. Opcit 34

Boy ZTF, Pradana. 2009. Muhammadiyah, Memadukan Peran Ulama dan Bazaris. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

35

Paffenholz, T. & Spurk, C. 2006. Civil Society, Civic Engagement, and Peacebuilding. Social Development Papers: Conflict Prevention and Reconstruction. Washington DC: The World Bank


(46)

b. Wacana Civil Society dan Masyarakat Madani

Dalam problematika di Indonesia, wacana civil society lebih bersifat teoriritis, sehingga, tidak sedikit orang yang menyepadankan istilah civil society dengan masyarakat madani. Padahal, isitilah civil society, societas civilis (Romawi) atau koinonia politike (Yunani) dan masyakarakat madani berasal dari dua sistem budaya yang berbeda. Masyakarat madani merujuk pada tradisi Arab-Islam (meski tidak semua Arab pasti Arab-Islam), sementara civil society merujuk pada tradisi Barat non-Islam. Perbedaan ini bisa memberikan makna berbeda apabila dikaitkan dengan konteks asal istilah itu muncul.36

36

Jainuri, Achmad. 2000. Agama dan Masyarakat Madani: Rujukan Khusus Tentang Sikap Budaya, Agama dan Politik. Jurnal Al Afkar. Edisi III Tahun ke 2: Juli-Desember

Oleh karena itu pemaknaan lain di luar derivasi konteks asalnya akan merusak makna aslinya. Keidaksesuaian pemaknaan ini tidak hanya menimpa kelompok masyarakat yang menjadi sasaran aplikasi konsep tersebut, tetapi juga para interpreter yang akan mengaplikasikannya. Hal lain yang berkaitan dengan perbedaan aplikasi kedua konsep masyarakat ini adalah bahwa civil society telah teruji secara terus-menerus dalam tatanan kehidupan sosial-politik Barat hingga mencapai maknanya yang terakhir, yang turut membidani lahirnya peradaban Barat modern. Sedangkan masyarakat madani seakan merupakan keterputusan konsep ummah yang merujuk pada masyarakat Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW.


(47)

Perbedaan tersebut timbul dari adanya perbedaan intepretasi tentang apa yang dimaksud dengan masyarakat unggul (al khair al ummah). Ia bisa diartikan sebagai masyarakat sipil, bisa pula negara. Tetapi jika kita kembali kepada pengertian masyarakat madani, yang merupakan pemikiran baru di zaman modern, maka masyarakat madani mencakup masyarakat sipil maupun negara. Masalahnya adalah mana yang dianggap primer dan mana yang sekunder. Hingga sekarang ini, negara (state—konsep civil society) dipandang sebagai primer, walaupun kenyataannya, masyarakat sipil terlebih dahulu lahir sebelum terbentuknya Negara RI. Tetapi, negara juga mempunyai peranan dalam pembinaan masyakat. Di Indonesia, Negara secara tidak langsung ikut membentuk masyarakat sipil.37

c. Islam dan Korelasinya dengan Civil Society di Indonesia

Menjelang Perang Dunia II, dipelopori oleh kaum cendekiawan lahirlah organisasi-organsasi keislaman di Indonesia. Boleh dikatakan, kaum cendekiawan bersama-sama dengan ulama, yang sering juga disebut sebagai cendekiawan tradisional, memegang peranan sentral dan ikut mewarnai pembentukan negara. Merek terpecah pandangannya dalam melihat kedudukan dan peranan agama dalam negara. Di satu pihak, terdapat pendapat yang menghendaki pemisahan agama dan negara, dan di lain pihak, terutama kelompok Islam, menentang

37


(48)

sekularisme, mengingat kuatnya unsur keagaman dalam masyarakat, khususnya kaum Muslim, yang pada waktu itu mencakup lebih dari 90% penduduk.38

Dalam perspektif Islam, civil society lebih mengacu pada penciptaan peradaban. Kata al din, yang umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan dengan makna al tamaddun, atau peradaban. Keduanya menyatu ke dalam pengertian al madinah yang arti harfiyahnya adalah kota. Dengan demikian, maka civil society diterjemahkan sebagai “masyarakat madani”, yang mengandung tiga hal, yakni agama, peradaban dan perkotaan.39

Di Indonesia, beberapa waktu lalu terjadi banyak kasus yang menjadi rebutan antara agama dan negara. UU Pornografi dan Pornoaksi serta peraturan pemerintah tentang poligami adalah di antara contohnya. Di wilayah manakah persoalan seperti pornografi, pornoaksi, dan poligami itu mestinya berada, adalah salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan. Sehingga, muncul lagi kemudian sebuah pertanyaan, apakah kasus-kasus tersebut di atas—dan kasus-kasus sejenis—menjadi bagian dari wilayah negarakah atau agama.

Di sinilah letak kekompleksitasan dari konsepsi civil society itu sendiri. Artinya, ada yang memahami bahwa civil society itu merupakan pola masyarakat madani yang oleh orang barat disepadankan dengan civil society yang dipandang modern oleh mereka.

40

38

Gunawan, Hendra. Ibid

39

Gunawan, Hendra. Ibid 40

Burhani, Ahmad Najib. 2009. Muhammadiyah sebagai Civil Islam? Suara Muhammadiyah. 2 Januari


(49)

Tidak bisa dimungkiri bahwa teori civil society awalnya berkembang di Barat; dan karena itu menerapkan kerangka teoritis ini begitu saja ke dalam konteks masyarakat Islam Indonesia menjadi tidak bijaksana. Kesalahan menerapkan satu ukuran teoritis pada kondisi-kondisi masyarakat yang berbeda inilah, antara lain, yang telah mengarahkan teoritisi Barat untuk melabel masyarakat Islam sebagai tidak sejalan dengan civil society.41

Masyarakat sipil yang mewarnai dunia Islam di Indonesia ini merupakan mata rantai sejarah dari Islam itu sendiri. Islam tidak pernah sepi dari peranannya Ernest Gellner, misalnya, menilai dalam kerangka teoritis Barat tentang masyarakat, keberadaan civil society di kalangan masyarakat muslim adalah sesuatu yang sangat tidak mungkin. Pandangan negatif tentang ketidakmungkinan Islam bersanding dengan civil society ini dikritik oleh Masoud Kamali, bahwa para pemikir Barat ini gagal memahami dua dimensi Islam, yaitu Islam sebagai agama dan sekaligus sebagai teori politik dan sumber legitimasi kekuasaan. Kenyataan kedua ini merupakan fakta yang berlangsung sepanjang sejarah Islam. Menurut Kamali, peran menentukan agama dalam melegitimasi kekuasaan telah menjadikan kelompok ulama sangat berpengaruh dalam masyarakat. Secara historis, ulama memainkan peranan yang sangat penting dalam banyak lembaga sosial, seperti pendidikan, perkawinan, penguburan, pengumpulan dan pembagian pajak, pendataan kekayaan, dan sebagainya. Maka, peran-peran yang dimainkan oleh para ulama inilah yang menjadikan status mereka dalam masyarakat semakin kuat.

41


(50)

membentuk civil society. Namun demikian, konsep civil society yang dibangun Islam sungguh berbeda dengan konsep civil society yang dibangun oleh dunia Barat. Civil society dalam pandangan Islam tidak memisahkan umat (masyarakat) dari negara. Akan tetapi ia merupakan satu kesatuan yang utuh. Berbeda dengan konsep civil society yang digagas oleh pemikir Barat. Masyarakat diletakkan berseberangan dengan negara. Ia menjadi penyeimbang yang bersifat opisisi dari negara, dengan tujuan sebagai pengontrol kekuasaan negara. Guna menghilangkan kesalahpahaman berbagai pihak tentang adanya civil society—sebagai lawan dari pemerintah—maka yang dimaksud masyarakat sipil di sini adalah masyarakat madani, yakni sebenarnya kedua istilah dan konsepsi ini jelas berbeda. Ia tetap “dipaksa” untuk disamakan asal bisa mengacu untuk menjadi sebuah masyarakat yang etis, progesif, dan menuju kepada terbentuknya peradaban yang unggul.

G. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah sebagaimana ajaran mengenai cara-cara yang digunakan dalam memproses penelitian.42

1. Metode Penelitian

Metodologi penelitian pada dasarnya merupakan cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan penelitian yang dilakukan.

Metode penelitian adalah cara yang ditempuh oleh peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah.43

42

Kartono Kartini. 1996. Pengantar Metode Riset Sosial. Bandung: CV. Mandar Maju. Hal 17 43

Dr. Saifuddin.2010.Metode Penelitian.Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hal 1.


(51)

yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis merupakan metode yang bertujuan mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap suatu objek penelitian yang diteliti melalui sampel atau data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku umum.44

2. Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diadakan di Al Washliyah Sumatera Utara yang beralamat di Jalan Sisingamangaraja Nomor 144, Kelurahan Pasar Merah Barat, Kecamatan Medan Kota Kode Pos 20217 Medan Sumatera Utara.

3. Jenis Data

Kegiatan penelitian baik penelitian sosial ataupun penelitian eksakta selalu berkaitan dengan sumber data. Didalam sejarah perkembangan penelitian, pada awalnya yang dikatakan sebagai sumber data hanyalah apa yang ditemui pada saat itu baik yang dilihat ataupun yang didengar tanpa mempertimbangkan segi perkembangan dan waktu.

Perkembangan atau lebih tepatnya perubahan akan terjadi selama mekanisme kegiatan manusia dan akan berinteraksi seiring dengan waktu. Oleh sebab itu peranan waktu akan semakin menentukan dalam perkembangan ataupun kejadian perubahan. Perubahan akan terjadi dengan nyata apabila terdapat rekaman awal, rekaman selama terjadinya interaksi dan rekaman akhir. Kumpulan

44


(52)

perubahan tersebut yang dalam hal ini disebut sebagai sumber data.45

a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan. Dilakukan sengan metode wawancara mendalam (indepth-interview) yang dipandu dengan pedoman wawancara. Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin. Dimana model wawancara bebas terpimpin yaitu diartikan sebagai wawancara yang menggunakan pedoman wawancara (daftar pertanyaan) namun berupa kalimat-kalimat yang tidak permanen atau mengikat.

Pada penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, yaitu :

46

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun yang telah diolah, baik dalam bentuk angka maupun uraian. Data diperoleh dari literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, jurnal, artikel, makalah, undang-undang, peraturan-peraturan, internet serta sumber-sumber lain yang dapat memberikan informasi mengenai judul penelitian.

Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak-pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian, data sangat dibutuhkan sebagai acuan untuk menjamin keakuratan dalam menganalisis penelitian tersebut. Maka peneliti

45

Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian (Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 44.

46

Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Hardi. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayu Media Publishing. Hal 79.


(53)

dalam hal ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara secara langsung. Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode

purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan dan syarat tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan dan masalah penelitian. Wawancara ini dilakukan secara langsung kepada informan ataupun narasumber yang dianggap paling sesuai dengan objek penelitian, serta melakukan tanya jawab secara mendalam terkait permasalahan yang diteliti kepada informan dan narasumber dalam objek penelitian ini. Pihak-pihak yang diwawancarai dilibatkan dalam penggalian data sebagai informan dengan tujuan agar memperoleh informasi yang tersaring tingkat akurasinya sehingga keseimbangan informasi dapat diperoleh.47

1. DRS. H. HASBULLAH HADI, SH, M.Kn selalu Ketua PW Al Washliyah Sumatera Utara 2011 – 2015

Maka, peneliti mengambil informan sebanyak 3 orang yaitu :

2. DRS. H. DARIANSYAH EMDE selaku Wakil Ketua PW Al

Washliyah Sumatera Utara 2011 – 2015

3. H. ISMA FADLI ARDYA PULUNGAN, S.Ag, SH, MH selaku

Sekretaris PW Al Washliyah Sumatera Utara 2015 – 2019

Selain dengan metode wawancara, peneliti juga menggunakan pengumpulan data sekunder yaitu dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, jurnal dan lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Data-data

47

Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian (Petunjuk Praktis Untuk Pmeneliti Pemula). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Hal 113.


(54)

tersebut digunakan sebagai acuan untuk menggambarkan konsep yang dituliskan dalam penelitian ilmiah ini. Selain itu, peneliti juga mencari informasi dan referensi tambahan melalui buku-buku terkait pendidikan politik, partisipasti politik, civil society serta Al Washliyah.

5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif memberikan hasil penelitian untuk memperoleh gambaran terhadap proses yang diteliti dan juga menganalis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses tersebut.48

48

Burhan Bungin. 2009. Penelitiian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial

Lainnya, Jakarta: Kencana. Hal 153.

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan data-data primer dan data-data sekunder. Metode ini sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa hasil wawancara dari para narasumber maupun data-data tertulis. Data hasil wawancara akan diuraikan melalui petikan wawancara dengan masing-masing informan.

Setelah data-data primer dan data-data sekunder terkumpul kemudian dilanjutkan dengan menganalis data secara deskriptif berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan yakni data yang diperoleh kejelasan atas permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian.


(55)

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan untuk lebih mempermudah dan terarah dalam penulisan karya ilmiah. Agar mendapat gambaran yang jelas dan terperinci, maka penulis membagi penulisan skripsi ini ke dalam 4 (empat) bab. Adapun susunan sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam BAB I ini berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

Dalam BAB II ini mendeskripsikan profil Al Washliyah Sumatera Utara

BAB III PERAN AL WASHLIYAH DALAM PENDIDIKAN

POLITIK DI SUMATERA UTARA

Bab ini membahas secara garis besar hasil dari penelitian sekaligus menganalisis data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.

BAB IV PENUTUP

Pada BAB IV ini berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya.


(56)

BAB II

DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

A. Sekilas Tentang Al Washliyah

Setiap umat manusia mempunyai tujuan pokok dalam kehidupannya, tujuan pokok tersebut merupakan pusat pemikirannya dan sasaran segenap aktivitas serta tumpuan segala cita-citanya yang timbul dari dalam dirinya. “nilai-nilai mulia”

Bila tujuan itu mulia, maka akan terpancar dari padanya aktivitas yang indah dan terepuji. Sedang pribadinya akan memantulkan gambaran keindahan jiwa pemiliknya dan selalu menuju kepada kesempurnaan, sehingga ia berhak mengecap kebahagiaan yang ditentukan untuknya.

Agama Islam datang untuk memperbaiki, membersihkan dan mengangkut jiwa manusia semaksimal mungkin ketempat yang paling mulia. Islam menjelaskan kepada umat manusia akan tujuan akhir yang harus dicapainya, menuntun mereka ketujuan yang paling tinggi yaitu keridhaan Allah SWT.

Sumatera Utara sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia terbagi kepada dua bagian yakni Sumatera Timur dan Tapanuli. Sumatera Timur merupakan wilayah kesultanan dan sering dengan dibukakannya perkebunan besar. Daerah Sumatera Timur terdiri dari daerah Langkat, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Karo, Simalungun, Tanjung Balai, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Medan, Binjai, sisanya adalah Tapanuli.


(57)

Bila dianalisis berdasarkan kedudukan penguasaan yang terdapat di wilayah Sumatera Timur, maka pembagian wilayah ini memiliki makna dualisme, contohnya dari segi peta, pengertian Sumatera Timur mencakup wilayah Karo dan wilayah Simalungun. Sedangkan dari fakta wilayah ternyata daerah Karo dan Simalungun dimasukkan dalam wilayah Tapanuli. Sebagaiman tertulis dalam buku Sumatera Utara Dalam Lintas Sejarah, Residen Tapanuli, meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Dairi dan Nias berada dalam satu risiden.

Sumatera Timur terdiri dari beberapa kesultanan seperti Deli Serdang, Langkat dan Asahan, yang sampai awal abad ke-19 berada di bawah kekuasaan Kesultanan Siak. Tetapi setelah penjajahan Belanda menguasai Indonesia, semua kesultanan ini melepaskan diri dari Siak, dan akhirnya Siak sendiri pun harus tundukpada kekuasaan Belanda. Seluruh kesultanan tersebut di atas masuk residensi Sumatera Timur, kemudian sekitar tahun 1941, menjelang Perang Dunia II, Siak masuk residensi Riau.49

49

Sinar Luckman, T. 1971. Seri Sejarah Serdang Jilid I. Medan : Pustaka Melayu. Hal 69

Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan, tahun 1945-1947 Sumatera Utara berada dalam satu provinsi, dalam perkembangan selanjutnya, bagian dari provinsi semakin kuat menginginkan pembentukan daerah otonomi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Pada tanggal 15 April 1948 ditetapkanlah Provinsi Sumatera Utara yang meliputi wilayah di dua keresidenan sebelumnya.


(1)

Pendidikan politik yang di terapkan di Al Washliyah Sumatera Utara secara struktur memang hanya sebatas untuk kalangan warga Al Washliyah. Dimana pendidikan politik di lakukan di dalam kegiatan pelatihan-pelatihan setiap organisasi bagian, mulai dari APA, IPA, GPA, HIMMAH, ISARAH, IGA dan Muslimat Al Washliyah.

B. Saran

Ada beberapa point yang bisa warga Al Washliyah renungkan untuk menghidupkan kembali ghirah perjuangan Al Washliyah ke depan. Paling tidak, Al Washliyah lebih mampu lagi menunjukkan kiprah dan karya nyatanya membenahi moralitas umat dan mengisi pembangunan bangsa ini di berbagai bidang, yang meliputi: pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, keagamaan dan lain-lain. Akhirnya, Al Washliyah tidak akan lagi berada di persimpangan jalan. Point-point itu merupakan pengejawantahan dari cita-cita the founding fathers Al Washliyah, antara lain adalah:

Pertama, perjuangan suci. Membangun Al Washliyah memang harus dengan perjuangan. Dalam setiap perjuangan harus ada pengorbanan. Bersedia berkorban (tenaga, pikiran, materi bahkan jiwa) adalah indikasi kesucian perjuangan. Mengikhlaskan hati semata-mata hanya karena Allah adalah pintu gerbang dalam perjuangan. Ikhlas itu bukanlah endingpasivitas (akhir dari kemandegan) umat Islam. Ikhlas adalah totalitas pengabdian kepada Allah SWT. Konsekuensinya: jalan kemudahan, terbukanya pintu rizki dan indikasi kebahagiaan lainnya.


(2)

Kedua, jangan suka melupakan sejarah. Hari ini banyak orang yang besar (popular) karena Al Washliyah, tapi ia sendiri lupa kepada Al Washliyah yang telah membesarkannya. Ketika seseorang memasuki wilayah politik praktis untuk menjadi eksekutif atau pun legislatif maka ia akan mengatakan bahwa "ia adalah salah satu kader Al Washliyah untuk mendapatkan dukungan dari keluarga besar Al Washliyah yang telah tersebar di seluruh penjuru negeri ini". Namun, setelah ia duduk di kursi yang diidamkan "apa yang sudah diberikan untuk kemajuan Al Washliyah?". Jangankan memberikan bantuan malah "merongrong" dengan mengembangkan sikap otoriter, sewenang-wenang dan lain-lain. Pengurus Al Washliyah sudah seharusnya melakukan restrukturisasi agar roda Al Washliyah itu kembali berjalan secara baik.

Ketiga, membina moralitas ukhuwah. Paling tidak, ada beberapa langkah yang harus ditempuh:

a. Berangkat dari kepentingan umat (mashlahatul ummat) bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Sehingga siapapun yang memimpin organisasi akan disikapi secara lapang dada selagi capabilitas-nya terpenuhi dan sesuai dengan rambu-rambu organisasi;

b. Saling bahu membahu (cooperate) antara satu dengan lainnya dengan mengedepankan persamaan dan arif dalam menyikapi perbedaan yang muncul;

c. Bersikap terbuka terhadap kritik yang konstruktif;


(3)

Keempat, menumbuhkan sense of belonging (rasa memiliki) dan sense of responsibility (rasa tanggung jawab). Bila sudah tertanam rasa memiliki maka akan mewujudkan tanggung jawab. Jikalau kita punya sesuatu maka kita akan menjaga, memeliharanya agar tidak rusak, diganggu dan hal-hal yang merusak lainnya. Bila kita merasa memiliki Al Washliyah maka kita akan memeliharanya.

Kelima, mewujudkan yang terbaik. "Apa yang sudah saya berikan untuk Al Washliyah?". Berbuat dengan karya nyata sesuai dengan bidang masing-masing. Kader Al Washliyah yang di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, tenaga profesi: guru/dosen, dokter dan lain-lain harus memberikan yang terbaik dengan menebar kemanfaatan buat umat Islam. Paling tidak, menjadi qudwah (ketauladanan moral) di lingkungan kerja kita masing-masing.

Keenam, warga Al Washliyah harus satu langkah dalam mengoptimalkan kekuatan ummat Islam demi terwujudnya kemaslahatan ummat Islam itu sendiri. Ke depan, umat Islam harus lebih cerdas, lebih dewasa, lebih tegas, lebih arif dalam menentukan arah kehidupan dan menyikapinya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Affandi, Idrus dan Anggraeni, Leni. 2011. Pendidikan Politik. Bandung: Lensa Media Pustaka Indonesia.

Alatas, Syed Farid. 2001. Islam, Ilmu-ilmu Sosial dan Masyarakat Sipil. (Makalah Simposium Internasional). Jurnal Antropologi Indonesia ke-2. Padang : Universitas Andalas

Boy, ZTF, Pradana. 2009. Muhammadiyah, Memadukan Peran Ulama dan Bazaris. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Broegmans. 1919. Oostkust van Sumatera. Groningen.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

. 1998. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas X. Jakarta:Erlangga.

Bungin, Burhan. 2009. Penelitiian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana.

Burhani, Ahmad Najib. 2009. Muhammadiyah sebagai Civil Islam? Suara Muhammadiyah.

Daulay, Haidar Putra. 2007. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Dr. Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gunawan, Hendra. 2007. Islam dan Civil Society: Konsep, Sejarah, dan Perkembangannya di Indonesia (Makalah). Purwokerto: FISIP Universitas Jenderal Soedirman.


(5)

Hasanuddin, Chalijah. 1998. Al-Jam’iyatul Washliyah 1930-1942; Api Dalam Sekam di Sumatera Timur, Bandung: Pustaka.

Kartono, Kartini. 2009. Pendidikan Politik, Sebagai Bagian Dari Pendidikan Orang Dewasa. Bandung: CV. Mandar Maju.

. 1996. Pengantar Metode Riset Sosial. Bandung: CV. Mandar Maju.

Kurnia, Asep, dkk. 2011. Penelitian Peran Partai Politik dalam Memberikan Pendidikan Politik Bagi Masyarakat. Jakarta: Pancabudi.

Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Islam Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana.

Noer, Deliar. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia, Jakarta: LP2ES.

Paffenholz, T. & Spurk, C. 2006. Civil Society, Civic Engagement, and Peacebuilding. Social Development Papers: Conflict Prevention and Reconstruction. Washington DC: The World Bank

Pengurus Besar Al Djamijatul Washlijah. 1956. Al Djamijatul Washlijah ¼ Abad, Medan: Pengurus Besar Al Djamijatul Washlijah.

Proyek Penerbitan Buku 70 Tahun Al-Washliyah. 1999. Al-Jam’iyatul Washliyah Memasuki Millenium III Kado Ulang Tahun AL-Washliyah ke-69; Membangun Kejayaan Dunia Melalui Kejayaan Islam di Indonesia. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku 70 Tahun Al-Washliyah.

Rohman, Arif. 2008. Politik Idelogi Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama.

Rahayu, Iin Tri dan Tristiadi Hardi. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayu Media Publishing.

Saifuddin Zuhri, K.A. 1988. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perlembanganya di Indonesia. Bandung: Al Ma’arif.

Sastroatmodjo, Sudijono. 1995. Partisipasi Politik. Semarang: IKIP Semarang Press.


(6)

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1998. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: LP3ES.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kedua belas. Bandung: Alfabeta.

Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian (Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo.

Syafiie, Inu Kencana dan Azhari. 2008. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Tarigan, Azhari Akmal. 2007. Menyegarkan Kembali Pemikiran Al Washliyah. Jakarta: Waspada.

Usman, Husani dan Purnomo.2004. Metodologi Penelitian Sosial, Bandung : Bumi Aksara.

Ya’ cub, Abu Bakar. 1975. Sejarah Maktab Islamiyah Tapanuli, Medan.

Jurnal:

Jainuri, Achmad. 2000. Agama dan Masyarakat Madani: Rujukan Khusus Tentang Sikap Budaya, Agama dan Politik. Jurnal Al Afkar. Edisi III Tahun ke 2: Juli-Desember

Undang-Undang:

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Fungsi Partai Politik UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Internet: