diisolasi Jansen pada tahun 1897 dari feses anak sapi yang menderita diare Setiawan et al. 1983.
Diare pada anak sapi neonatal disebabkan oleh infeksi ETEC strain K
99
dan F
41
berasosiasi dengan somatik antigen serogroup O
-9
,
20
, atau
101
. Prevalensi kasus diare pada anak sapi di daerah sentra pengembangan sapi perah Jawa
Barat berkisar antara 19-40, dengan kematian pedet di bawah umur 1 bulan berkisar antara 8-19 dan dapat terjadi sepanjang tahun Supar 2001.
Mekanisme infeksi ETEC pada anak sapi dan anak babi memiliki mekanisme serupa. Enterotoksigenik E. coli akan menempel pada permukaan
mukosa usus halus dengan perantaraan antigen perlekatan atau fimbrae K
88
, K
99
, F
41
atau
987
P. Setelah menempel, ETEC kemudian berkembang biak dan memproduksi toksin heat labile toxin LT atau heat stable toxin ST. Aktifitas
LT atau ST seperti halnya toksin kolera bekerja dengan menstimulasi sekresi cairan tubuh dan elektrolit secara berlebihan. Oleh karena itu, sekresi yang terjadi
lebih banyak dibandingkan dengan absorpsi, sehingga terjadilah diare profus dan dehidrasi. Hal ini menyebabkan hewan yang terinfeksi cepat mati Supar 2001.
Pedet yang diare terus-menerus, akan memperlihatkan gejala klinis lemah, lesu, tidak mau menyusu, bulu di daerah perineal kotor oleh feses, mukosa mulut
kering pucat kebiruan, turgor kulit jelek dan akhirnya pedet mati. Kematian akibat kolibasilosis dapat mencapai 20-50, tergantung pada hebatnya serangan.
Apabila disertai septikemia dan tidak mendapatkan perawatan dengan baik maka kematian dapat mencapai 90-100. Menurunnya daya tahan tubuh pedet dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti stres karena kedinginan, higiene pakan, sanitasi kandang kurang baik, populasi terlalu padat, kurang intake pakan, atau
tidak diberi kolostrum dan diberi susu berkualitas rendah Setiawan et al. 1983.
2.2.4. Vaksin Escherichia coli
Selama dua dekade terakhir antibiotika banyak digunakan untuk pengobatan diare akibat kolibasilosis pada anak babi atau anak sapi. Namun
hasilnya kurang baik, karena kasus diare dan mortalitas tetap tinggi. Selain itu, uji sensitifitas isolat ETEC dari berbagai daerah menunjukkan adanya multipel
resistensi terhadap 2-9 macam obat-obatan atau antibiotika yang sering dipakai di
lapangan. Disamping itu penggunaan antibiotika sebagai pengobatan atau sebagai feed additive
juga akan meningkatkan residu antibiotika dalam daging. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika tidak efektif, mahal, perlu
pengawasan dan harus dikendalikan Supar 2001. Bakteri yang resisten dapat mengancam kehidupan manusia maupun
hewan karena dapat meningkatkan morbiditas penyakit dan mortalitas akibat kegagalan pengobatan. Selain itu, biaya pengobatan juga meningkat karena harus
menggunakan antibiotika dosis tinggi atau lebih dari satu macam antibiotika, atau diganti dengan menggunakan antibiotika baru dengan harga yang lebih mahal
Soeripto 2002. Vaksinasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah penyakit dan
upaya yang efektif untuk pencegahan terhadap residu antibiotika dan resistensi bakteri Soeripto 2002. Vaksinasi merupakan tindakan memasukkan antigen yang
telah dilemahkan ke dalam tubuh, untuk merangsang kekebalan yang diharapkan dapat melindungi individu tersebut terhadap infeksi penyakit di alam Tizard
2000. Vaksin dibagi menjadi vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah
vaksin yang mengandung antigen yang sudah dilemahkan untuk menghilangkan sifat-sifat virulensinya. Vaksin inaktif adalah vaksin yang berisi antigen yang
sudah diinaktifkan dimatikan tetapi masih memiliki sifat imunogenitas. Vaksin dapat berisi satu jenis antigen yang disebut vaksin monovalen atau dapat pula
berisi beberapa jenis antigen atau disebut vaksin polivalen. Pemberian imunisasi kepada hewan rentan dengan memberikan antibodi yang diperoleh dari hewan lain
hewan donor yang telah diberi imunisasi secara aktif disebut dengan imunisasi pasif. Salah satu contohnya adalah melalui pemberian kolostrum induk kepada
anaknya Tizard 2000. Pencegahan kolibasilosis dengan vaksin ETEC menjadi sangat penting
artinya dengan semakin meluasnya multipel resistensi ETEC terhadap antibiotika yang sering dipakai pada peternakan dan tingginya residu dalam produk hasil
ternak. Selain itu, pemberian vaksin dapat memberikan daya lindung optimal, dan merupakan cara yang lebih aman, layak, dan efisien Supar 2001.
Komposisi vaksin ETEC untuk pengendalian kolibasilosis pada anak sapi terdiri dari ETEC K
99
, F
41
, K
99
F
41
tergolong dalam serogroup O
-9
,
20
,
101.
Galur antigen vaksin enteropatogenik E. coli EPEC untuk pengendalian disentri dapat
disatukan dengan antigen ETEC. Pemakaian vaksin tidak aktif mengandung beberapa jenis antigen yang tidak bersifat negatif diantara individu komponen
antigen sehingga tidak saling menghambat dalam pembentukan antibodi Supar 2001.
Aplikasi pemberian vaksin kepada induk sapi yang sedang bunting periode kering kandang secara intramuskular atau subkutan. Vaksin serupa diinjeksikan
kembali pada saat 2 minggu sebelum induk sapi diperkirakan partus. Anak sapi kemudian diberi kolostrum induk segera setelah dilahirkan karena antibodi
terhadap antigen fimbrae IgG sangat tinggi di dalam kolostrum sampai hari ke-5 post partus. Sesudah itu konsentrasi IgG mengalami penurunan, sedangkan
konsentrasi IgA meningkat Supar 2001.
2.3. Pemeriksaan Fisik