IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Temperatur Tubuh
Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly 1984, temperatur
normal tubuh sapi dewasa berkisar antara 37.8-39.2°C. Gambaran temperatur tubuh induk sapi yang divaksinasi E. coli disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 3, 4,
dan 5.
Tabel 1 Temperatur tubuh induk sapi yang diberi vaksin E. coli Temperatur °C
Vaksinasi I Vaksinasi II
Vaksinasi III Waktu Pengamatan
Sapi 1 Sapi 2 Sapi 1 Sapi 2 Sapi 1 Sapi 2 Pra vaksinasi
38.2 38.3
38.2 38.1
38.7 38.4
Hari ke-0 vaksinasi
38.4 38.5
38.6 38.3
37.8 38.6
1 hari post vaksinasi
39.1 38.7
37.8 38.2
37.8 37.8
2 hari post vaksinasi
39.1 38.3
38.2 38.3
38.4 38.3
3 hari post vaksinasi
38.6 38.1
38.3 38.6
38.5 38.5
Temperatur tubuh sapi 1 sebelum vaksinasi pertama adalah 38.2 C dan temperatur tubuh sapi 2 adalah 38.3 C. Temperatur tubuh sapi 1 mengalami
peningkatan 1.8 dari 38.4 C pada hari ke-0 sebelum vaksinasi pertama menjadi 39.1 C pada hari pertama dan kedua setelah vaksinasi pertama. Peningkatan ini
mendekati batas atas nilai normal temperatur tubuh menurut Kelly 1984 yaitu 39.2 C.
Menurut Hellon et al. 1991, pirogen eksogen seperti bakteri, jamur atau virus yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
suhu tubuh. Pirogen eksogen akan bekerja sebagai antigen yang mempengaruhi sistem imun sehingga tubuh akan memproduksi sel darah putih lebih banyak
untuk meningkatkan kekebalan tubuh melawan antigen. Menurut Lorenz Larry 1987, pirogen eksogen akan merangsang neutrofil, monosit, dan eosinofil untuk
melepaskan zat yang disebut pirogen endogen yang akan mempengaruhi
termoregulatori set point dalam hipotalamus melalui kerja monoamin, prostaglandin, dan siklik AMP.
Untuk mencapai set point temperatur baru yang meningkat di dalam hipotalamus, tubuh akan merespon dengan melakukan peningkatan produksi
panas melalui peningkatan metabolisme pada hati dan sel-sel tubuh dan penghematan panas melalui vasokontriksi pembuluh darah. Seperti peningkatan
temperatur tubuh yang terjadi pada sapi 1, sapi 2 juga mengalami peningkatan temperatur tubuh sebesar 0.5 dari 38.5 C pada hari ke-0 vaksinasi menjadi 38.7
C pada hari pertama setelah vaksinasi. Temperatur tubuh sapi 1 kemudian menurun setelah hari kedua vaksinasi
menjadi 38.6 C pada hari ketiga setelah vaksinasi pertama. Sementara pada sapi 2, temperatur tubuh sudah menurun pada hari kedua setelah vaksinasi pertama
menjadi 38.3 C dan menjadi 38.1 C pada hari ketiga setelah vaksinasi. Menurut Tizard 2000, antigen akan dieliminasi dan difagosit oleh sel-sel pertahanan
tubuh. Hal ini mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya pirogen eksogen sehingga terjadi penurunan pelepasan pirogen endogen pula. Menurut Lorenz
Larry 1987, bila pirogen eksogen telah mampu dihilangkan, maka termostat hipotalamus akan diatur kembali menjadi temperatur normal dan temperatur tubuh
akan diturunkan melalui vasodilatasi pembuluh darah, penurunan metabolisme dan peningkatan pengeluaran panas.
Temperatur tubuh sapi 1 sebelum vaksinasi kedua adalah 38.2 C, kemudian menurun 1.3 dari 38.6 C pada hari ke-0 sebelum vaksinasi kedua
menjadi 37.8 C pada hari pertama setelah vaksinasi kedua. Temperatur tubuh sapi 1 kemudian meningkat menjadi 38.2 C pada hari kedua setelah vaksinasi
kedua dan menjadi 38.3 C pada hari ketiga setelah vaksinasi kedua. Temperatur tubuh sapi 2 sebelum vaksinasi kedua adalah 38.1 C dan menurun 0.3 dari 38.3
C pada hari ke-0 sebelum vaksinasi kedua menjadi 38.2 C pada hari pertama setelah vaksinasi kedua. Temperatur tubuh sapi 2 kemudian meningkat pada hari
kedua setelah vaksinasi kedua menjadi 38.3 C dan menjadi 38.6 C pada hari ketiga setelah vaksinasi kedua. Perubahan temperatur tubuh yang terjadi pada
vaksinasi kedua ini relatif stabil dan masih berada dalam kisaran normal menurut Kelly 1984.
Gambar 3 Temperatur tubuh induk sapi yang diberi vaksin E. coli pertama
Gambar 4 Temperatur tubuh induk sapi yang diberi vaksin E. coli kedua
Gambar 5 Temperatur tubuh induk sapi yang diberi vaksin E. coli ketiga
Menurut Guyton Hall 1997, tubuh memiliki kemampuan khusus untuk mengenali antigen atau bahan asing tertentu. Sistem imun akan memproduksi
antibodi untuk melawan antigen seperti bakteri. Antibodi ini kemudian melekat pada membran bakteri sehingga membuat bakteri akan rentan terhadap
fagositosis, dan dengan bantuan komplemen C3b akan terjadi proses opsonisasi terhadap antigen. Hal ini menyebabkan pada saat tubuh terpapar antigen yang
sama akan menimbulkan respon antibodi yang jauh lebih cepat dan lebih kuat. Ini menjelaskan mengapa pada vaksinasi kedua tidak terjadi peningkatan temperatur
yang tinggi setelah vaksinasi seperti pada vaksinasi pertama, karena antigen yang muncul telah dikenali oleh tubuh melalui molekul Major Histocompability
Complex MHC yang terletak dipermukaan makrofag sehingga antigen dapat
direspon oleh tubuh dengan lebih cepat. Demikian pula pada vaksinasi ketiga, temperatur tubuh sapi 1 dan sapi 2
relatif stabil dan tidak mengalami peningkatan seperti pada saat setelah vaksinasi pertama. Temperatur tubuh sapi 1 sebelum vaksinasi ketiga adalah 38.7 C dan
temperatur tubuh sapi 1 pada hari pertama setelah vaksinasi ketiga tidak mengalami perubahan dari hari ke-0 sebelum vaksinasi ketiga yaitu 37.8 C.
Temperatur tubuh sapi 1 kemudian meningkat pada hari kedua setelah vaksinasi ketiga menjadi 38.4 C dan menjadi 38.5 C pada hari ketiga setelah vaksinasi
ketiga. Temperatur tubuh sapi 2 sebelum pemberian vaksinasi ketiga adalah 38.4
C dan mengalami penurunan 2.1 dari 38.6 C pada hari ke-0 sebelum vaksinasi menjadi 37.8 C pada hari pertama setelah vaksinasi ketiga. Temperatur tubuh
sapi 2 kemudian meningkat menjadi 38.3 C pada hari kedua setelah vaksinasi ketiga dan menjadi 38.5 C pada hari ketiga setelah vaksinasi ketiga. Perubahan
yang terjadi pada vaksinasi ketiga ini masih berada dalam kisaran normal temperatur tubuh menurut Kelly 1984, dan tidak terjadi peningkatan atau
penurunan temperatur tubuh yang signifikan. Menurut Kelly 1984, beberapa faktor yang dapat meningkatkan
temperatur tubuh secara fisiologis antara lain pada saat setelah makan, aktifitas latihanexercise berlebih, partus melahirkan, dan pada saat suhu lingkungan
sekitar tinggi. Sedangkan menurut Rossenberger 1987, faktor-faktor yang
mempengaruhi temperatur tubuh antara lain umur hewan, waktu pengukuran temperatur tubuh, kondisi lingkungan, aktifitas hewan serta fungsi reproduksi
mampu memberikan pengaruh terhadap temperatur tubuh.
4.2. Frekuensi Jantung