Analisis Pragmatik Terhadap Novel Moshidora Karya Natsumi Iwasaki

(1)

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP NOVEL MOSHIDORA KARYA NATSUMI IWASAKI

NATSUMI IWASAKI NO SAKUHIN NO MOSHIDORA TO IU SHOUSETSU NI TAISURU PURAGUMATIKU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu

Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu sastra Jepang Oleh :

SION R. J HUTASOIT 110708025

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP NOVEL MOSHIDORA NOVEL MOSHIDORA KARYA NATSUMI IWASAKI NATSUMI IWASAKI NO SAKUHIN NO MOSHIDORA TO IU SHOUSETSU

NI TAISURU PURAGUMATIKU NO BUNSEKI SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu

Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu sastra Jepang

Oleh :

SION R. J HUTASOIT 110708025

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum

NIP. 19600919 1988 03 1 001 NIP. 19600822 1988 03 1 002 Drs. Nandi S

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

Disetujui oleh : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Medan, 2015

Departemen Sastra Jepang Ketua,

NIP. 19600919 1988 03 1 001 Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum


(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kekuatan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera utara. Adapun skripsi ini berjudul “ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP NOVEL MOSHIDORA KARYA NATSUMI IWASAKI”.

Dalam proses penyelesaian skripi ini, penulis banyak menerima bantuan baik secara moril maupun materi. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yakni kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis di tengah-tengah kesibukan beliau. 3. Bapak Drs. Nandi S. selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan

waktu dan memberi perhatian penuh untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang berguna bagi penulis dalam dunia kerja.


(5)

5. Ayahanda B. Hutasoit dan ibunda tercinta N. Br Munthe, orang tua penulis yang senantiasa memberikan kasih sayang beserta doa-doa dan semangat setiap harinya. Penulis bangga mempunyai orang tua seperti bapak dan ibu, teladan yang luar biasa kalian berikan.

6. Kepada abang dan adik penulis, Popa Damos Hutasoit, Daniel Hutasoit dan Rointan Hutasoit. Terimakasih untuk doa dan dukungannya terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan dan buat adik-adik tetap semangat dalam studinya. 7. Seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Terimakasih selalu mengirimkan doa dan semangat kepada penulis. Semoga penulis tetap dapat menjadi kebanggaan dalam keluarga.

8. Kepada sahabat-sahabat penulis Lamminar, Dewi dan Ernanita yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka selama penyelesaian skripsi ini. Mari kita tetap menjadi teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat.

9. Seluruh teman-teman di Sastra Jepang USU khususnya stambuk 2011 “S-Eleven”, Juli, Dhea, Sarah, Olive, Yuki, Yeni, Grace, Rasyid, Lora, Dody, Aida, Stevi, Ita, Nora, Andri ,Rio, Romando dan semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu namun kalian selalu memberikan semangat dan terus mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga kita tetap menjadi teman dan sahabat yang selalu mendukung satu sama lain.

10.Abang Djoko Santoso sebagai adminstrasi jurusan Sastra Jepang yang selalu membantu mengurus keperluan surat-surat penulis.


(6)

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. Semoga apa yang kalian kerjakan mendapatkan berkat dari Tuhan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca skripsi ini. Dan semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis serta para pembaca.

Medan, Oktober 2015 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1.4 Tinjaun Pustaka dan Kerangka Teori ... 7

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.6 Metode Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL MOSHIDORA KARYA NATSUMI IWASAKI DAN STUDI PRAGMATIK SASTRA 2.1 Defenisi Novel ... 14

2.2 Resensi Novel ... 17

2.2.1 Tema ... 17

2.2.2 Plot ... 19


(8)

2.2.4 Latar (Setting) Novel ... 23

2.2.5 Sudut Pandang (Point of View) ... 25

2.3 Studi Pragmatik Sastra dan Semiotik ... 27

2.4 Konsep Moral Bushido Secara Umum ... 30

2.5 Biografi Pengarang ... 36

BAB III ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL MOSHIDORA KARYA NATSUMI IWASAKI 3.1 Sinopsis Cerita Novel Moshidora Karya Natsumi Iwasaki ... 37

3.2 Analisis Nilai Kesetiaaan Terhadap Kelompok dalam Cerita Novel Moshidora Karya Natsumi Iwasaki ... 42

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN `4.1 Kesimpulan ... 52

4.2 Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari akar kata cas atau sas dan –tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan memiliki arti mengarahkan, mengejar, memberikan suatu petunjuk ataupun induksi. Akhiran –tra menunjukkan suatu sarana atau alat. Sastra secara harfiah berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi ataupun pengajaran. Sastra juga sering digunakan dengan bentuk fisik seperti buku atau kitab yang berisi tulisan indah, mendidik ataupun kitab-kitab pengajaran, (Teeuw, 1988:23). Menurut Semi (1988:8) sastra adalah suatu bentuk hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Tidak jauh berbeda Janet Wolff dalam Ramadhani (2013:1) mengemukakan bahwa sastra (arts) dianggap sebagai produk budaya suatu masyarakat, sastra juga dipandang sebagai dan memiliki hubungan yang kompleks dengan masyarakat pendukungnya.

Sastra (karya sastra) merupakan karya seni yang dikarang menurut standar kesusastraan. Standar bahasa kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaan kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik, sedangkan kesusastraan adalah karya seni yang pengungkapannya diwujudkan dengan bahasa yang indah (Zainuddin dalam Ramadhani 2013:1). Sebuah karya sastra biasanya dihasilkan dari imajinasi manusia karena adanya hubungan yang erat antara manusia pencipta karya sastra itu sendiri dan terinspirasi oleh kehidupan realitas


(10)

lingkungan sekitarnya. Menurut Rokhmansyah(2014:11) karya sastra adalah karya seni yang bermedia atau berbahan utama bahasa. Artinya, bahasa merupakan suatu unsur yang tidak dapat dikesampingkan. Tanpa ada bahasa tidak akan terjadi sebuah peristiwa sastra. Bahasa dalam dalam karya sastra dijadikan sebagai piranti untuk merefleksikan nilai dan jati diri penulisnya sekaligus mempresentasikan identitas budaya masyarakat yang tinggal disekitarnya. Sastra dilihat dari kebudayaan yang diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui yang lahir dari perasaan dan pemikirannya. Adapun manfaat sastra pada umunya adalah sebagai alat komunikasi antara sastrawan dan masyarakat pada umumnya. Karya sastra selalu berisi pemikiran, gagasan, kisah-kisah, dan amanat yang dikomunikasikan kepada para pembaca.

Karya sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan suatu kacakapan dalam menggunakan bahasa yang berbentuk dan bernilai sastra. Bahasa merupakan media yang sangat penting untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, sastra dapat diungkapkan dengan banyak cara. Dalam dunia kesusastraan, karya sastra dapat dibedakan dalam bentuk dan jenis yang berbeda-beda, misalnya drama, puisi, roman, novel dan sebagainya.

Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya yang kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi juga berlaku untuk novel. Sebutan novel dalam bahasa inggris dan yang kemudian masuk ke dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa Italia novella berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’ dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek


(11)

dalam Ramadhani (2013:2) novel adalah penuangan pikiran, perasaan dan gagasan penulis dalam merespon kehidupan sekitarnya. Ketika di dalam kehidupan muncul permasalahan baru, nurani penulis novel akan terpanggil untuk segera menciptakan suatu cerita. Kemudian Paulus Turkam juga berpendapat bahwa novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsik (unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri) yaitu tema, alur (plot), latar (setting) dan penokohan (perwatakan). Hal ini disebutkan dalam Novel berfungsi untuk memberikan pandangan kepada pembaca tentang apa yang terjadi dalam sosial masyarakat, kehidupan, religious dan hal yang lainnya. Novel dapat memberikan nilai moral ataupun pesan positif dalam suatu karya sastra. Tak sedikit juga novel memberikan pengaruh buruk kepada pembaca secara tidak langsung yang disebabkan oleh faktor tema atau pola pikir pembaca itu sendiri. Novel menjadi karya sastra yang banyak dicari karena selain menjadi media hiburan juga terdapat nilai-nilai kebaikan. Dalam hal ini banyak novel Jepang yang memberikan nilai pendidikan maupun moral yang baik, salah satunya adalah novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki.

Novel Moshidora merupakan salah satu novel terlaris di Jepang pada tahun 2009. Novel ini juga telah diadaptasi ke dalam manga, dan juga film layar lebar pada tahun 2011. Dalam novel ini pengarang ingin menyampaikan bahwa pentingnya rasa kesetiaan terhadap kelompok. Hal ini terlihat jelas pada peran tokoh utama yang bernama Minami yang selalu setia dan berjuang keras untuk membawa nama tim bisbol sekolahnya ke tingkat nasional. Perjuangan Minami banyak melalui rintangan yang menghadangnya. Termasuk ketika ia harus


(12)

menghadapi satu persatu para anggota tim bisbolnya yang sangat cuek dan acuh tak acuh dengan timnya. Bukan hanya pemain, namun pelatih dan personil-personil yang lain pun mempunyai tanggapan yang sama. Bahkan ketika ia menyampaikan ambisinya untuk membawa tim bisbol sekolahnya ke tingkat nasional, semuanya hanya terdiam dan hanya menganggap itu sebagai ambisi sesaat dan tidak mungkin tercapai. Namun ia tetap setia terhadap kelompoknya meskipun ada rasa kecewa di dalam hatinya, hingga akhirnya perjuangannya berbuah manis. Natsumi Iwasaki juga menyampaikan bahwa tidak ada pengorbanan yang sia-sia. Dan juga sebaliknya, keinginan kita juga tidak akan pernah tercapai jika tidak ada kerja keras dan tekad yang kuat untuk menggapainya.

Berdasarkan penjelasan diatas, novel ini sangat menginspirasi pembaca terutama bagi kaula muda yang ingin mencapai cita-cita atau kenginanya khususnya dalam sebuah kelompok. Novel karangan pertama Natsumi Iwasaki ini juga banyak memberikan edukasi-edukasi yang dapat bermanfaat bagi para penikmatnya dalam kehidupan sehari-hari. Diantaranya, kesetiaan terhadap kelompok. Nilai kesetiaan terhadap kelompok diatas sesuai dengan nilai-nilai moral yang dipedomani oleh masyarakat Jepang yang dikenal dengan istilah Bushido. Nilai bushido merupakan ajaran moral yang sudah berakar, mempengaruhi pola pikir dan pandangan hidup masyarakat Jepang dalam perjuangan hidupnya sampai sekarang. Bushido berasal dari kata bu 武artinya beladiri, shi士artinya samurai (orang) dan do道artinya jalan. Secara sederhana bushido berarti jalan terhormat yang harus ditempuh seorang samurai dalam pengabdiannya. Dalam etika bushido terkandung ajaran-ajaran moral tinggi terkait


(13)

dengan tanggung jawab, kesetiaan, sopan santun, tata krama, disiplin, keberanian, kerelaan berkorban, pengabdian, kerja keras, kebersihan, hemat, ketajaman berpikir, kesabaran, kesederhanaan, kesehatan jasmani dan rohani, kejujuran,

pengendalian diri.

Berdasarkan gambaran singkat tentang novel Moshidora yang telah dipaparkan diatas maka penulis tertarik untuk memaparkan nilai-nilai pragmatik yang terdapat dalam novel tersebut dan menjelaskan nilai-nilai pragmatik yang disampaikan Natsumi Iwasaki sebagai pengarang yang dapat dijadikan sebagai pelajaran di kehidupan sehari-hari. Maka dengan alasan di atas, penulis akan meneliti dan menganalisis cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki ini melalui skripsi yang berjudul “ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL MOSHIDORA KARYA NATSUMI IWASAKI”.

1.2 Rumusan Masalah

Novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki merupakan novel Jepang yang bercerita tentang perjuangan seorang gadis yang bernama Minami hingga dapat membawa tim bisbol sekolahnya ke pertandingan tingkat nasional. Novel ini merupakan salah satu novel terlaris di negara Jepang pada tahun 2009, dan telah diangkat ke dalam film layar lebar pada tahun 2011. Novel ini mengungkapkan pelajaran hidup yang dapat bermanfaat bagi pembaca yaitu kesetiaan orang Jepang terhadap kelompok hingga dapat menyelesaikan suatu masalah atau dalam mencapai suatu target.


(14)

Karena kesetiaan terhadap kelompok tersebut merupakan nilai dalam ajaran bushido, bisa dikatakan sebagai nilai pragmatik. Dikatakan nilai pragmatik karena nilai-nilai tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat pembacanya khususnya penulis. Menurut penulis sebagai pembaca orang Indonesia yang mencoba untuk membaca karya sastra novel jepang yang berjudul Moshidora merasa ini berguna bagi masyarakat dalam mencontoh kesetiaan orang Jepang itu sendiri.

Berdasarkan hal-hal yang telah penulis jelaskan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan yaitu:

1. Nilai-nilai pragmatik apa saja yang diungkapkan dalam cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki?

2. Bagaimana nilai-nilai pragmatik kesetiaan terhadap kelompok diungkapkan dalam cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki? 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penelitin ini, penulis menganalisis tentang nilai-nilai pragmatik yang terdapat dalam novel Moshidora yang diungkapkan oleh Natsumi Iwasaki sebagai pengarang. Pembahasan dalam skripsi ini lebih diarahkan pada penunjukan nilai-nilai pragmatik seperti kesetiaan terhadap kelompok yang diungkapkan oleh Natsumi Iwasaki dalam novel Moshidora melalui tokoh utamanya yaitu Minami. Kesetiaan terhadap kelompok tersebut diwujudkan dalam bentuk pengorbanan, kesabaran dan perjuangan Minami terhadap kelompok bisbolnya untuk membawa tim bisbol sekolahnya ke tingkat nasional. Dalam


(15)

pembahasannya penulis menggunakan pendekatan pragmatik dan juga menggunkan konsep moral bushido.

Sebelum menganalisis cuplikan dengan pendekatan pragmatik, penulis terlebih dahulu akan menjelaskan mengenai defenisi novel, resensi novel, pendekatan pragmatik sastra, moral bushido, serta sekilas tentang biografi pengarang Natsumi Iwasaki.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar bahasa kesusastraan yang dimaksudkan adalah penggunaan kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik, sedangkan kesusastraan adalah karya seni yang pengungkapannya diwujudkan dengan bahasa yang indah (Fananie, 2000:12). Sedangkan menurut Plato (https://asem manis.wordpress.com/2009/10/03/pengertian-sastra-secra-umum-danmenurut-para-ahli/) mengatakan bahwa sastra adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide.

Menurut Abrams dalam Semi (1988:12) terdapat empat pendekatan sastra yaitu:


(16)

1. Pendekatan mimetik, pendekatan yang bertolak pada pandangan bahwa karya sastra merupakan suatu tiruan atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia.

2. Pendekatan pragmatik yaitu, pendekatan yang disusun berdasarkan pandangan bahwa sebuah karya sastra itu disusun untuk mencapai efek-efek tertentu kepada pembacanya, seperti efek-efek kesenangan, estetika, pendidikan, dan sebagainya.

3. Pendekatan ekspresif: pendekatan yang menitikberatkan perhatian kepada kebolehan pengarang dalam mengekspreksikan idenya dalam wujud sastra (umumnya puisi).

4. Pendekatan Objektif adalah pendekatan menggunakan pandangan bahwa suatu karya sastra adalah karya yang mandiri.

Berdasarkan kajian yang diutarakan Abrams dalam Semi ada 4 pendekatan. Maka penulis menggunakan kajian yang kedua yaitu pendekatan pragmatik untuk menganalisis novel Moshidora.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik sastra sebagai landasan teori dalam menganalisis cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki. Ramadhani (2013:8) mengatakan pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah ke aspek kegunaan sastra. Penelitian ini muncul atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang memndang karya sastra hanya sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianggap hanya mampu menjelaskan makna karya sastra dari permukaannya saja.


(17)

Maksudnya, kajian struktur sering melupakan aspek pembaca sebagai penerima makna atau pemberi makna terhadap karya sastra tersebut. Menurut Abrams dalam Ramadhani (2013:8) pendekatan pragmatik sastra adalah model pendekatan sastra yang melihat karya sastra berdasarkan sudut pandang pembaca. Pendekatan pragmatik sastra memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral, agama, atau tujuan pendidikan lainnya. Semakin banyak ajaran dan nilai-nilai yang diberikan kepada pembaca, maka semakin baik karya sastra tersebut. Nilai tersebut terdapat dalam cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki, yaitu : kesetiaan terhadap kelompok. Nilai-nilai tersebut mewakili pesan atau tujuan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.

Untuk menganalisis nilai-nilai positif yang terkndung dalam cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki, penulis mengambil beberapa cuplikan teks yang memiliki makna (tanda) di dalam novel. Kemudian untuk melihat makna (tanda) nilai-nilai dan manfaat novel tersebut bagi para pembaca, maka penulis menggunakan pendekatan semiotik. Semiotik berasal dari kata yunani : semeion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut dianggap menwakili suatu objek secara representatif. Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi. Istilah semiotik maupun semiologi sering digunakan besama-sama, tergantung dimana istilah itu populer (Endraswara, 2008:64). Endraswara (2008:67) juga mengatakan bahwa dalam penelitian semiotik, peneliti juga dapat mengarahkan pada hubungan teks sastra dengan pembaca. Dalam hubungan ini teks sastra adalah sarana komunikasi sastra antara pengarang dan pembaca. Jika


(18)

pengarang merefleksikan karya menggunakan kode atau tanda tertentu yang mudah dipahami oleh pembaca, tentu karya sastra tersebut akan mudah dicerna. Sebaliknya, jika tanda yang digunakan pengarang masih asing bagi pembaca, tentu karya sastra tersebut akan sulit dipahami. Baik karya yang mudah maupun yang sulit dipahami, akan selalu dicerna pembaca menggunakan kode-kode tertentu. Dengan pendekatan semiotik yang digunakan, penulis akan menunjukkan indeksikal adanya kesetiaan terhadap kelompok yang diungkapkan dalam bentuk pengorbanan, kesabaran dan perjuangan yang disampaikan Natsumi Iwasaki melalui tokoh utamanya yang bernama Minami dalam novel berjudul Moshidora yaitu dengan cara mengambil cuplikan-cuplikan teks yang menggambarkan karakter tokoh utama tersebut.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Penelitian sastra memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia, disamping itu juga berpengaruh positif terhadap pembinaan dan pengembangan sastra itu sendiri, hal ini diungkapkan oleh Tuloli dalam Endraswara (2008:10). Lebih khusus lagi Pradopo dalam Endaswara (2008:10) mengungkapkan bahwa tujuan dan peranan penelitian sastra adalah memahami makna karya sastra sedalam-dalamnya. Berarti penelitian karya sastra dapat berfungsi bagi kepentingan diluar sastra dan kemajuan sastra itu sendiri. Kepentingan diluar sastra, antara lain jika penelitian tersebut berhubungan dengan aspek-aspek di luar sastra seperti agama, filsafat, moral dan sebagainya.


(19)

Sedangkan kepentingan bagi sastra adalah untuk meningkatkan kualitas cipta sastra.

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan, maka secara ringkas tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik apa saja yang terdapat dalam novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki

2. Untuk mendeskripsikan nilai pragmatik seperti kesetiaan terhadap kelompok yang diungkapkan dalam cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian yang baik selain harus mempunyai tujuan juga harus mempunyai manfaat penelitian. Penelitian ini sendiri tidak hanya bermanfaat bagi penulis, tetapi juga bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang berkaitan dengan penelitian karya sastra. Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk menambah pemahaman kita dalam menganalisis sebuah karya sastra berdasarkan pendekatan pragmatik sastra.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik yang dapat memberi pengaruh positif para pembaca melalui isi cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki.

1.6 Metode Penelitian

Dalam sebuah penelitian sangat dibutuhkan metode penelitian sebagai bahan penunjang dalam penulisan. Metode dilakukan dengan langkah-langkah


(20)

kerja yang diatur sebagaimana yang berlaku bagi penelitian-penelitian pada umumnya. Dalam hal ini penelitian harus memilih metode dan langkah langkah yang tepat, yang sesuai dengan karakteristik objek kajiannya (Pradopo 2001:12). Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan yang dianalisis dalam novel Moshidora ini, maka metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan dengan maksud menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis bahkan juga diperbandingkan (Ratna 2003:53). Metode ini juga berfungsi untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data. Metode ini tidak hanya menjelaskan, tetapi juga memberikan pemahaman yang jelas terhadap data yang kita analisis.

Data-data juga diperoleh dari library research atau studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah tehnik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, catatan-catatan, laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang dipecahkan (Nazir 2005:111). Kemudian penulis juga melakukan penelusuran data melalui internet seperti Google book maupun blog-blogyang membahas mengenai masalah yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

Berdasarkan hal yang telah penulis jelaskan di atas, langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah :


(21)

2. Mencari data yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu mencari data tentang kajian pendekatan pragmatik sastra, semiotik, dan teori-teori lain yang diperlukan dalam penelitian ini.

3. Mengumpulkan data-data tersebut kemudian dianalisis berdasarkan pendekatan pragmatik sastra dan mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam novel Moshidora.


(22)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL MOSHIDORA KARYA NATSUMI IWASAKI DAN STUDI PRAGMATIK SASTRA

2.1 Defenisi Novel

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang berbentuk tertulis dan bersifat naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “sebuah kisah, sepotong berita”, dan juga dari bahasa Latin yakni novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru, dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi dan drama, maka jenis novel ini baru muncul kemudian setelahnya (Tarigan, 1984:164).

Novel adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin sebuah cerita (Aminuddin, 2000:66). Pengarang umumnya ingin menampilkan ide serta imajinasinya ke dalam novel. Menurut H.B. Jassin dalam Suroto (1989:19) novel ialah suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita) luar biasa karena dalam kejadian ini terlahir suatu konflik atau suatu pertikaian yang mengalihkan perubahan nasib mereka.

Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel. Suharianto dalam Ramadhani (2013:13) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi, gambaran dan maksud pengarang, yaitu sebagai berkut:


(23)

1. Novel Berendens, yaitu sebuah novel yang menunjukkan keganjilan-keganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh karena itu novel ini sering disebut novel bertujuan.

2. Novel psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai, jiwa seseorang serta perjuangannya.

3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam suatu masa sejarah. Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat istiadat dan perkembangan masyarakat pada masa itu.

4. Novel anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia anak-anak yang dapat dibacakan oleh orang tua untuk pembelajaran kepada anaknya, adapula yang biasanya hanya dibaca oleh anak-anak saja.

5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar otak guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan pengarang dalam cerita.

6. Novel perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan dan peperangan yang diderita seseorang.

7. Novel propaganda, yaitu novel yang isinya semata-mata untuk kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.

Berdasarkan pembagian jenis-jenis novel diatas, dapat dilihat bahwa novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki termasuk dalam jenis novel psikologi dan novel perjuangan. Hal ini karena novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki menggambarkan tentang perangai, jiwa dan perjuangan seorang gadis yang bernama Minami sebagai tokoh utama. Novel ini bercerita tentang


(24)

kesetiaanseorang Minami terhadap kelompok bisbolnya hingga berhasil mengangakat nama baik sekolahnya dengan cara memenangkan pertandingan tingkat nasional. Tugas yang awalnya Minami lakukan sekedar menggantikan sahabatnya yang sedang dirawat di rumah sakit, berubah menjadi ambisi untuk memajukan tim bisbol sekolahnya yang bermental bobrok. Dengan perjuangan panjang dan berat akhrnya Minami berhasil mewujudkan mimpinya tersebut.

Secara garis bersar unsur pembangun sebuah novel dibagi menjadi dua bagian yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membicarakan novel atau karya sastra pada umumnya. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca unsur-unsur inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel.Unsur yang dimaksud adalah : peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain (Ramadhani, 2013:18).

Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut


(25)

terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.Adapun beberapa unsur ekstrinsik novel yaitu : sejarah atau biografi pengarang, situasi dan kondisi, nilai-nilai dalam cerita, dan lain-lain (Nurgiyantoro 1995:23).

2.2 Resensi Novel Moshidora

2.2.1 Tema

Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91) istilah tema berasal dari bahasa Latin yang berarti tempat untuk meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diiciptakannya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatifpenciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.

Lebih lanjut lagi Scharbach menjelaskan bahwa tema is not synonymous with moral or message....theme does relate to meaning and purpose, in the sense. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema, seperti telah disinggung di atas, pembaca harus terlebih dahulu memahami unsur-unsur signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna yang


(26)

dikandungnya, serta mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.

Tema adalah sesuatu yang menjadi pokok permasalahan atau sesuatu yang menjadi pemikiran pengarang (ide cerita) yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Tema ini disampaikan pengarang melalui jalinan cerita yang ia buat di dalam novel. Selain ide cerita, tema dapat berupa pandangan hidup, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Brook dalam Tarigan (1984:125) bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.

Sementara itu, menurut Fananie (2000:84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra. Karena karya sastra merupakan refleksi kehidupanmasyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema dapat berupa pesan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi dan tradisi yang terikat erat dengan masalah kehidupan. Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah kita membaca cerita serta menganalisis. Hal itu dapat dilakukan dengan mengetahui alur cerita serta penokohan dan dialog-dialognya, hal ini sangat penting karena ketiganya memiliki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah cerita. Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan sedangkan tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungsi untuk mendukung alur dan mengetahui bagaimana jalannya cerita tersebut, dari alur inilah kita dapat menafsirkan tema cerita tersebut.


(27)

Contohnya pada cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki, dalam novel ini diceritakan mengenai berbagai masalah yang di alami Minami untuk mecapai impiannya dalam membawa tim bisbol sekolahnya ke pertandingan nasional. Personil-personil tim bisbol di SMA Hodo menganggap keinginan Minami tersebut hanya sebagai mimpi yang tidak mungkin dapat dicapai. Hal ini dikarenakan keadaan tim bisbol di sekolah ini sangatlah buruk. Minami tidak pernah kenal lelah memperjuangkan tekadnya, hingga akhirnya ia dapat membuktikan serta mewujudkan keinginannya tersebut.

Dari hal yang telah penulis jelaskan di atas tampak tema yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah “Sesulit apapun keadaan yang sedang dihadapi, bukanlah alasan untuk berhenti mewujudkan sebuah mimpi”.

2.2.2 Alur (Plot)

Alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000:83).

Tahapan plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, selalu memiki setting tertentu dan selalu menampilkan suasana tertentu pula. Sebab itulah dengan memahami plot, pembaca dapat sekaligus berusaha memahami penokohan/perwatakan maupun setting.


(28)

Dalam tahapan alur selalu terdapat konflik. Konflik merupakan inti dari sebuah alur. Konflik dapat diartikam sebagai sebuah pertentangan. Menurut Kosasih dalam Ramadhani (2013:10) bentuk-bentuk pertentangan antara lain:

1. Peretentangan manusia dengan dirinya sendiri; 2. Pertentangan manusia dengan sesamanya;

3. Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan ekonomi, sosial, politik dan budaya;

4. Pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinannya.

Bentuk-bentuk konflik inilah yang kemudian diangkat kedalamnovel dan menggerakkan alur cerita. Berdasarkan uraian tentang konflik diatas, maka konflik yang terdapat dalam novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki adalah pertentangan manusia dengan sesamanya. Kenginan Minami sebagai manajer bisbol yang ingin menampilkan timnya di tingkat nasional dianggap hanya sebagai omong kosong belaka. Tetapi, meskipun demikian Minami tetap berusaha dan tetap berjuang untuk mewujudkan mimpnya tersebut.

Alur atau plot dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Alur maju adalah alur yang susunannya mulai peristiwa pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai cerita itu berakhir.

2. Alur mundur adalah alur yang susunanya dimulai dari operistiwa terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian akhirnya kembali pada peristiwa akhir sebelumnya


(29)

Dari prnjelasan alur (plot) di atas, maka alur yang terdapat pada cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki ini adalah alur maju. Karena dalam cerita novel ini susunannya berurutan hingga di akhir cerita.

2.2.3 Penokohan atau Perwatakan

Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya dan sebagainya. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Sedangkan menurut Kosasih dalam Ramadhani (2013:11) penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana pula perilaku tokoh-tokoh tersebut. Dalam Penokohan ada dua hal penting, yaitu pertama berhubungan dengan tehnik penyampaian dan yang kedua adalah berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal ini memiliki hubungan yang sangat erat karena penampilan dan penggambaran sang tokoh harus mendukung watak tokoh tersebut (Aminuddin, 2000:79).

Boulton dalam Aminuddin (2000:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda. Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:165) menjelaskan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang


(30)

ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti di ekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Menurut Nurgiyantoro (1995:176) berdasarkan peranan dan tingkat pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan pengarang dalam novel yang bersangkutan dan tokoh yang memiliki peranan penting dalam cerita tersebut, ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan memiliki peranan tidak penting karena kemunculannya hanya melengkapi, melayani dan mendukung pelak utama. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama, yakni hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.

Penokohan dalam novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki adalah sebagai berikut:

1. Minami adalah tokoh utama dalam novel Moshidora yang merupakan seorang siswa di salah satu SMA negeri di Jepang. Minami merupakan seorang gadis yang setia terhadap kelompoknya, dan mempunyai semangat juang yang tinggi hingga mengharumkan nama sekolahnya di tingkat nasional khususnya pada bidang olahraga bisbol.

2. Yuki merupakan sahabat Minami yang digantikannya sebagai manajer bisbol selama Yuki dirawat di Rumah Sakit. Ia merupakan orang yang sangat mendukung Minami dalam mewujudkan ambisinya untuk membawa tim bisbol sekolahnya ke tingkat nasional.


(31)

3. Keichiro merupakan seorang pemain yang sebenarnya berkepribadian ramah, namun menjadi sangat tertutup karena mempunyai masalah terhadap pelatih pada pertandingan sebelumnya. Merupakan salah satu anggota tim bisbol yang sangat jarang latihan.

4. Jun Hoshide merupakan kapten dalam tim bisbol SMA Hodo. Merupakan sosok yang melampaui anggota lain dalam tim bisbol. Memiliki kemampuan yang sangat menonjol dan tidak berlebihan, jika dikatakan sekelas dengan pemain reguler dari sekolah langganan Koshien.

5. Fumiaki merupakan seorang outfielder (pemain yang berjaga di daerah berumput di luar lingkaran). Anggota yang berprestasi terendah dalam hal memukul bola, namun memiliki kecepatan berlari yang tinggi.

6. Ayano merupakan manajer putri kelas satu. Merupakan salah satu siswa terpandai di sekolah namun memiliki sifat yang tidak mau terbuka kepada siapapun.

7. Yunosuke merupakan putra ketiga dalam keluarga pemain bisbol. Bermain bisbol sejak kecil. Sejak tingkat SD selalu menjadi pemain reguler.

8. Pak Kachi merupakan pelatih tim bisbol SMA Hodo. 2.2.4 Latar (Setting)

Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Gambaran situasi yang jelas akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan pengarang (Aminuddin, 2000:68).


(32)

Sebagai salah satu bagian dari unsur pemangun karya fiksi, setting selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur signifikan yang lain dalam rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan (unity) dari keseluruhan isi yang dipaparkan pengarang. Setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan dan alur untuk mewujudkan suatu tema cerita (Ramadhani, 2013:15).

Menurut Abrams dalam Fananie (2000:99) secara garis besar latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.

Salam novel Moshidora ini, lokasi berlangsungnya peristiwa adalah di kota Tokyo bagian barat tepatnya di SMA Hodokubo sebuah SMA negeri umum. Namun tidak semua peristiwa yang ada di dalam novel tersebut terjadi di SMA Hodo, tetapi terdapat juga di tempat lain seperti, Rumah sakit tempat Yuki di rawat, dan di Koshien tempat berlangsungnya pertandingan bisbol tingkat nasional.

2. Latar Waktu

Latar waktu mengarah pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita


(33)

tersebut. Dalam cerita non fiksi, latar waktu merupakan hal yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan kerancuan ceritanya itu sendiri.

Novel ini memiliki latar belakang cerita tentang keadaan ekstrakurikuler dalam bidang olahraga bisbol pada salah satu SMA di jepang pada zaman modern. 3. Latar Sosial

Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarkat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi maupun non fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah atau tinggi.

Dalam novel ini pengarang banyak menampilkan kehidupan sosial para siswa-siswi SMA di negara Jepang khususnya siswa-siswi yang mengikuti ekstrakurikuler olahraga bisbol. Awalnya para siswa tersebut merasa canggung antara satu sama lain, hal ini di akibatkan karena kurangnya interaksi sosial di antara mereka. Namun seiring berjalannya waktu mereka menjadi kompak karena adanya kerja sama dalam mencapai mimpi mereka yaitu untuk tampil di Koshien. 2.2.5 Sudut Pandang (Point Of View)

Sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita novel tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut apakah ia ikut terlibat langsung atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita (Aminuddun, 2000:90). Sedangkan menurut Abrams dalam


(34)

Nurgiyantoro (1995:248) sudut pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Menurut Aminuddin (2000:90) terdapat beberapa jenis point of view, yaitu :

1. Narrator omniscient, yaitu pengarang yang berfungsi sebagai pelaku cerita maka akhirnya pengarang juga merupakan pelaku yang serba tahu tentang apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya, baik secara fisikal maupun psikologis. Dengan demikian apa yang terdapat dalam batin pelaku kemungkinan nasibnya, pengarang atau narator juga mampu memaparkannya meskipun itu hanya berupa lamunan pelaku atau merupakan sesuatu yang belum terjadi.

2. Narrator observer, yaitu pengarang berfungsi sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu tentang perilaku batinah para pelaku.

Dalam cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki ini pengarang termasuk kedalam narrator observer, yaitu pengarang yang hanya berfungsi sebagai pengamat saja, karena pengarang tidak terlibat langsung dalam cerita novel. Pengarang mengangkat cerita modern kedalam novelnya, lalu mengemas cerita tersebut lebih menarik agar lebih mudah dipahami oleh pembaca. Tetapi inti cerita di dalam novel tetap sama dengan kisah sejarahnya tanpa ada yang diubah sedikitpun.


(35)

2.3 Studi Pragmatik Sastra dan Semiotik

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik sastra untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki, penulis mengambil beberapa cuplikan teks yang memiliki nilai di dalam cerita novel tersebut. Pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah kepada aspek kegunaan sastra.Penelitian ini muncul atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang memandang karya sastra hanya sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianggap hanya mampu menjelaskan makna karya sastra dari permukaannya saja. Maksudnya, kajian struktur sering melupakan aspek pembaca sebagai penerima makna atau pemberi makna terhadap karya sastra. Pragmatik sastra lebih menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami dan menghayati karya sastra, karena pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya sastra itu merupakan karya sastra atau tidak dan sebagai sebuah keutuhan komunikasi sastrawan-karya sastra-pembaca, maka hakikatnya karya sastra yang tidak sampai kepada pembaca bukanlah karya sastra, Siswanto dan Roekhan dalam Endraswara (2008:70).

Pendekatan pragmatik sastra memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan moral, agama dan tujuan pendidikan lainnya. Dengan kata lain pragmatik sastra bertugas sebagai pengungkap tujuan yang dikemukakan para pengarang untuk mendidik masyarakat pembacanya. Semakin banyak nilai-nilai, ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang diberikan kepada pembaca, maka semakin baik dan bernilai tinggi karya sastra tersebut, abrams dalam Jabrohim (2012:670). Menurut Selden


(36)

dalam Endraswara (2008:70) karya sastra tidak mempunyai keberadaan sampai karya sastra itu dibaca, pembacalah yang menerapkan kode untuk menyampaikan pesan.

Menurut Teeuw dalam Endraswara (2008:71) kajian pragmatik selalu memunculkan persoalan yang berkaitan dengan masalah pembaca, yaitu apa yang dilakukan pembaca dengan karya sastra, apa yang dilakukan karya sastra dengan pembacanya serta apakah tugas dan batas kemungkinan pembaca sebagai pemberi makna. Hal ini berhubungan dengan manfaat pragmatik sastra terhadap fungsi-fungi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasannya sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan melalui peranan pembaca dalam memahami karya sastra. Dengan indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik adalah memberikan manfaat terhadap pembaca. Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatik diantaranya adalah berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra.

Di dalam novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki, penulis menemukan nilai-nilai pragmatik yang sangat berguna bagi pembaca khususnya penulis. Nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam kehidupan berkelompok atau dalam berorganisasi. Nilai pragmatik yang dimaksud adalah nilai kesetiaan terhadap kelompok yang diwujudkan dalam bentuk perjuangan, kesabaran dan perngorbanan Minami sebagai tokoh utama terhadap kelompok bisbol sekolahnya untuk dapat tampil di pertandingan tinkat nasional.


(37)

Selain pendekatan pragmatik, penulis juga menggunakan teori semiotik untuk melihat tanda (makna) nilai-nilai dalam novel dan manfaat novel tersebut bagi para pembaca. Semiotik berasal dari bahasa Yunani yaituSemeion yang berarti tanda. Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa fenomena masyarakat soaial dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Dalam pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia. Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan perantaraan tenda-tanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Sebagai ilmu semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal (Ramadhani, 2013:20).

Junus dalam Jabrohim (2012:86) mengemukakan bahwa karya sastra merupakan struktur sistem tanda yang bermakna, tanpa memperhatikan sistem tanda-tanda dan maknanya, maka struktur karya sastra atau karya sastra itu sendiri tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. Penelitian menggunakan teori semiotik juga dapat mengarahkan hubungan teks sastra dengan pembaca. Tanda yang dapat pada karya sastra menghubungkan antara penulis, karya sastra dan pembaca. Dalam hubungan ini teks sastra adalah sarana kounikasi sastra antara pengarang dengan pembacanya. Jika pengarang dalam merefleksikan karya menggunakan kode atau tanda tertentu yang mudah dipahami oleh pembaca, maka karya tersebut akan mudah dipahami, tetapi sebaliknya jika tanda yang digunakan pengarang masih asing bagi pembaca, maka karya sastra tersebut akan sulit dipahami. Pada saat menggunakan kode tertentu kadang-kadang justru timbul


(38)

makna baru. Tetapi semiotik arti atau makna karya sastra akan lebih mudah dipahami. Namun arti atau makna dalam teori semiotik sendiri adalah meaning of meaning atau disebut juga makna (significance).

2.4 Konsep Moral Bushido Secara Umum

Semangat bushido tidak dapat dilepaskan dari kelompok samurai yang muncul pada periode kamakura (1192-1333). Pengaruh kaum samurai yang sangat besar dan kuat pada masyarakat telah memunculkan simbol-simbol tentang kekuatan dan pragmatisme yang kemudian menjadi lambang perilaku masyarakat saat itu. Keberadaan kelompok samurai ini sangat lama, yaitu sekitar 650 tahun dari periode Kamakura (1192-1333) sampai periode Meiji (1867-1912), maka semangat bushido telah mengendap dalam kepribadian dan karakter bangsa Jepang. Semangat bushido saat ini masih tampak dalam keseharian masyarakat Jepang walaupn masyarakat jepang telah tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat modern

Bushido berasal dari kata bu 武 yang artinya beladiri, shi 士 artinya samurai (orang) dan do道 artinya jalan. Secara sederhana bushido berarti jalan terhormat yang harus ditempuh seorang samurai dalam pengabdiannya. Bushido tidak sekedar berupa aturan dan tatacara berperang serta mengalahkan musuh, tetapi memiliki makna yang mendalam tentang perilaku yang dihayati untuk kesempurnaan dan kehormatan seorang samurai. Dalam ajaran bushido terkandung ajaran-ajaran moral yang tinggi terkait dengan tanggung jawab, kesetiaan, sopan santun, tata krama, disiplin, kerelaan berkorban, pengabdian,


(39)

kerja keras, kebersihan, hemat, kesabaran, ketajaman berpikir, kesederhanaan, kesehatan jasmani dan rohani, kejujuran pengendalian diri dan lain-lain,

Dal ajaran dan etika bushido masih sangat relevan diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan masa kini. Etika bushido yang menjadi karakter bangsa Jepang secara menyeluruh terakumulasi dalam :

1. Gi (Integritas)

Gi merupakan etika samurai yang berkaitan dengan kemampuan memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pada alasan-alasan yang rasional. Gi merupakan dasar dari keseluruhan sikap mental terkait dengan keselarasan pikiran, perkataan dan perbuatan dalam menegakkan kejujuran dan kebenaran. Kebenaran mutlak dalam gi adalah bersumber dari hati nurani, sehingga ketika terjadi kesalahan dalam mengambil keputusan, orang Jepang selalu melakukan introspeksi diri, melihat ke dalam diri mereka sendiri. Jadi orang yang menerapkan gi secara total dapat dikategorikan sebagai orang bijak yang telah mencapai tingkat kesempurnaan secara mentalitas maupun spiritual. Gi merupakan salah satu dasar penilaian untuk menentukan kemampuan seseorang menjadi pemimpin masyarakat yang dapat dijadikan teladan.

2. Yu (Keberanian.)

Yu merupakan etika yang penting dalam semua aspek kehidupan masyarakat Jepang. Nilai-nilai yang berkaitan dengan yu adalah modal yang sangat menentukan perjalanan hidup masyarakat maupun bangsa Jepang. Di


(40)

dalam yu terkandung kesiapan menerima resiko dalam upaya mengatasi masalah atau kesulitan. Dahulu, keberanian merupakan ciri khas para samurai, yang siap menerima resiko apapun termasuk resiko menerima kematian untuk membela kebenaran dan keyakinan. Seorang yang batinnya memang pemberani akan menunnukkan loyalitas dan kasih sayang pada majikannya dan rang tua. Mereka juga mempunyai kesabaran, sikap toleran serta menghadapi apa saja.

3. Jin (Murah hati)

Makna Jin adalah mencintai sesama, kasih sayang dan simpati. Nilai bushido yang terkait dengan jin berasal dari etika konfusius dan Tao yang mengekspresikan aspek keseimbangan antara maskulin (yang) dan feminim (yin). Dahulu samurai mempunyai keahlian bertempur yang hebat, dia juga memiliki sifat-sifat yang penuh kasih, murah hati, memiliki kepedulian sosial yang tinggi kepada sesama manusia, memiliki kemauan dan kemampuan untuk memaafkan orang-orang atau pihak yang melakukan kesalahan terhadap dirinya. Secara umum masyarakat dan generasi Jepang saat ini masih memiliki dan menerapkan nilai-nilai jin dalam bentuk kepedulian pada lingkungan, kepedulian pada masalah-masalah sosial masyarakat. Masyarakat Jepang saat ini sangat ekspresif mengungkapkan bentuk-bentuk cinta dan kasih sayang serta sangat menghargai eksistensi kemanusiaan terkait dengan agama, budaya, politik, ekonomi.

4. Rei (Hormat dan Santun Kepada Orang Lain)

Salah satu sikap samurai yang diterapkan secara mendalam adalah sikap hormat dan sopan santun yang tulus yang ditujukan kepada semua orang, tidak hanya kepada atasan, pimpinan dan orang tua. Sikap hormat dan santun tercermin dalam


(41)

sikap duduk, cara berbicara, cara menghormati dengan menundukkan badan dan kepala. Penerapan rei pada masyarakat Jepang saat ini masih terlihat dan bahkan menjadi salah satu karakter masyarakat Jepang.

5. Makoto-Shin (Kejujuran dan Ketulusan)

Makoto-Shin merupakan etika samurai yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran. Samurai selalu mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, dan melakukan apa yang mereka katakan. Janji yang diucapkan seorang samurai harus ditepati bagaimanapun sulitnya, karena janji bagi seorang samurai ibarat hutang yang harus dibayar. Penerapan Makoto-Shin pada masyarakat Jepang dewasa ini terlihat pada seluruh aspek kehidupan masyarakat. Ketidakjujuran dan ketidakbenaran dianggap sebagai hal yang memalukan sehingga ajaran tentang makoto-shin diberikan sejak usia dini di dalam rumah tangga dan sekolah. Sanksi moral yang diberikan masyarakat terhadap pelanggaran makoto-shin merupakan sanksi yang dihindari karena akan merusak nama baik pribadi, keluarga, lembaga atau masyarakat dan bangsa.

6. Meiyo (Menjaga Nama Baik dan Kehormatan)

Meiyo merupakan etika samurai untuk menjaga nama baik dan menjaga kehormatan. Bagi samurai lebih utama menghormati dan menerapkan etika secara benar dan konsisten dibandingkan dengan penghormatan kepada kharisma dan talenta pribadi. Penghormatan yang tinggi seorang samurai ditujukan kepada atasan/majikan, orang tua dan keluarga. Kehormatan dan harga diri samurai diekspresikan dalam bentuk konsistensi sikap dan kekokohan mereka memegang dan mempertahankan prinsip kehidupan yang diyakini. Bila seorang samurai tidak menunjukkan sikap


(42)

terpuji dan terhormat, maka dia tidak mendapatkan penghormatan yang layak dari masyarakat.

Meiyo dalam keseharian masyarakat Jepang tampak sangat menonjol. Salah satu sikap meiyo adalah menjaga kualitas diri dengan cara tidak membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak penting dan menghindari perilaku yang tidak berguna. Secara umum di ruang publik kita tidak pernah menemui orang Jepang sedang bersantai atau sedang bergunjing. Dalam keadaan bersantai pun orang jepang tetap melakukan kegiatan membaca atau mengirim email, membuat catatan atau kegiatan lainnya. Oleh karena itu bangsa Jepang merupakan salah satu bangsa yang gila kerja untuk meraih kehormatan yang tinggi.

7. Chugo (Kesetiaan Pada Pemimpin)

Kesetiaan pada pemimpin dilakukan secara total dan penuh dedikasi dalam pelaksanaan tugas. Kesetiaan dan pembelaan samurai pada pemimpin/atasan dilakukan sepanjang hayat, dalam keadaan senang atau susah. Puncak pengabdian dan kesetiaan samurai kepada atasannya adalah ketika samurai melakukan pembelaan kepada atasan atau pimpinan sampai harus mengorbankan jiwanya. Bagi samurai kematian yang indah adalah kematian ketika sedang menjalankan tugas dan kewajibannya.

Ekspresi chugo dalam masyarakat Jepang dewasa ini adalah kesetiaan kepada pimpinan, atasan, dan guru. Demi menjaga nama baik dan kehormatan pimpinan, atasan maupun guru, masyarakat Jepang mau bekerja keras semaksimal mungkin. Upayanya dalam bekerja keras adalah untuk kesetiaan dan penghormatan kepada atasan, pimpinan dan guru, juga untuk kehormatan dirinya sendiri. Ajaran chugo secara menyeluruh ditanamkan da dalam rumah tangga dan sekolah sejak usia dini.


(43)

Kesetiaan dalam prinsip bushido juga dapat diartikan dengan tekad dan kesanggupan untuk menaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu nilai-nilai atau perintah dengan disertai kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta dalam pelaksanaan tugas. Kesetiaan anggota terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melenggangkan hubungannya dengan organisasi, mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesetiaan anggota memegang peranan sangat penting dalam setiap organisasi. Tata aturan yang sempurna, program kerja yang brilian, tanpa disertai dengan kesetiaan para anggotanya adalah hal yang sia-sia. Di samping itu, anggota tersebut akan menaati segala bentuk tata tertib yang belaku, mendukung program kerja dengan mengikutsertakan diri sebagai partisipan aktif.

8. Tei (Peduli)

Tei merupakan etika bushido yang berkaitan dengan kepedulian terhadap lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, negara, bangsa maupun lingkungan alam yang harus diekspresikan secara nyata. Tei merupakan dasar semua prinsip moral bushido, karena tanpa kepedulian yang nyata seseorang tidak akan bisa diharapkan memiliki atau melaksanakan Gi, Yu, Jin, Rei, Makoto-Shin,Meiyo dan Chugo.

Dalam masyarakat Jepang Modern etika yang terkait dangan tei terlihat nyata. Secara umum masyarakat Jepang mulai dari usia dini sampai dewasa taat kepada aturan-aturan yang dibuat untuk keamanan, keselamatan dan ketertiban. Masyarakat Jepang secara tertib mentaati aturan lalu lintas, tata tertib di tempat pelayanan umum, tata tertib ruang publik dan sebagainya.


(44)

2.5 Biografi Pengarang

Natsumi Iwasaki lahir pada tanggal 22 Juli 1968 di Shinjuku, Jepang. Beliau berprofesi sebagai penulis. Natsumi Iwasaki mengecap pendidikan terkhirnya di Tokyo National University of Fine Arts and Music. Beliau mulai aktif meulis buku semenjak tahun 2009 dan masih berlangsung hingga sekarang. Buku pertama yang ditulis oleh Natsumi Iwasaki adalah novel dalam bahasa Jepang yang berjudul Moshidora. Novel ini menjadi buku terlaris di Jepang pada tahun 2009. Buku ini juga telah diadaptasi ke dalam manga, anime, dan film layar lebar tahun 2011. Natsumi Iwasaki tidak banyak menceritakan tentang kehidupan pribadinya. Namun, beliau pernah bercerai. Kemudian pada tahun 2012 beliau kembali menikah dengan seorang gadis yang berprofesi sebagai komedian diamana mereka mempunyai jarak umur yang sangat jauh yaitu 17 tahun


(45)

BABIII

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL MOSHIDORA KARYA NATSUMI IWASAKI

3.1 Sinopsis Cerita Novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki

Novel karya Natsumi Iwasaki yang berjudul Moshidora ini bercerita tentang Minami, seorang siswa di salah satu SMA Negeri di Jepang yaitu SMA Hodokubo yang biasa disingkat dengan SMA Hodo. Sekolah ini terletak di bagian barat Tokyo. Minami merupakan manajer tim bisbol di sekolah ini. Awalnya minami hanya berniat untuk menggantikan temannya, Yuki yang menderita suatu penyakit hingga harus dirawat di rumah sakit selama bertahun-tahun. Namun seiring berjalannya waktu, hal tersebut berubah menjadi ambisi untuk memajukan tim bisbol sekolahnya. Dengan menunjukkan kesetiaan Minami terhadap kelompoknya, Minami ingin membawa tim bisbol sekolahnya ke pertandingan tingkat nasional. Namun, semuanya kelihatan mustahil karena tim bisbol mereka sama sekali tidak mempunyai kemampuan yang bisa membawa mereka mencapai prestasi setinggi itu. Para anggota pun tidak serta merta setuju dengan target Minami.

Meskipun begitu, gadis itu tidak putus asa. Malah sebaliknya, motivasinya meningkat. Justru karena tidak ada yang meladeninya, maka ada tantangan tersendiri. Setelah menjadi manajer tim bisbol, yang pertama kali dilakukan minami ialah mengkaji arti kata manajer. Bahkan sekadar artinya saja dia belum tahu. Kemudian dia mengunjungi sebuah toko buku besar di dekat rumahnya


(46)

untuk membeli buku tentang manajemen atau manajer. Maka dia menemukan sebuah buku yang berjudul manajemen, dimana buku ini merupakan buku yang paling banyak di baca di dunia.

Sesampainya di rumah, Minami langsung membacanya. Tetapi, baru saja beberapa halaman, dia mulai menyesal karena di dalam buku tersebut tidak muncul sedikitpun tentang bisbol. Buku tersebut adalah buku tentang pengelolaan perusahaan yang tidak berkaitan dengan bisbol. Namun begitu, ia mencoba melanjutkan membaca buku dan menyimpulkan apa yang menjadi tugas dari seorang manajer itu sendiri.

Pada hari penutupan semester, Minami menyempatkan diri untuk menjenguk sahabatnya Yuki di rumah sakit. Minami mencoba menyampaikan ambisinya kepada Yuki. Dan ternyata Yuki menanggapinya dengan sangat baik dan bahkan ia sangat mendukungnya.

Minami mulai menjalankan profesinya sebagai manajer tim bisbol. Pada acara kemah pelatihan Minami mulai mendekatkan diri kepada setiap personil-personil tim bisbolnya mulai dari pelatih sampai anggota biasa. Namun setelah adanya penolakan dari anggotanya, Minami mulai jarang mengungkapkan tergetnya sebagai manajer yaitu mengantarkan tim bisbol ke tingkat nasioanal. Minami mempunyai pertimbanagan bahwa jika ia mengutarakannya kembali, pasti para anggota akan menolaknya lagi. Karena itu, Minami bermaksud memanfaatkan rentan waktu kemah pelatihan ini untuk mengamati tim bisbol. Minami ingin melihat, mengenal dan dan memahami tentang tim bisbol ini. Pada kemah pelatihan kali ini, semua anggota tim ikut serta kecuali Yuki yang sedang dirawat di rumah sakit.


(47)

Namun acara pengenalan terhadap tim bisbol pun tidak berjalan mulus. Hal ini disebabkan karena hampir seluruh anggota tim bisbol tidak mempunyai kekompakan satu sama lain. Bahkan antara pelatih dengan pemain pun seolah-olah ada tembok yang membatasi. Walaupun begitu, Minami tidak patah semangat. Minami mencoba menemukan kiat-kiat untuk memperbaiki keadaan tersebut.

Minami kembali menceritakan keadaan tim bisbol kepada Yuki. Hingga terbersik ide untuk melakukan pengenalan tim kembali namun dengan cara yang berbeda. Yuki merupakan sosok gadis yang sangat ramah dan nyaman bila di ajak berbicara. Maka mereka bermaksud untuk mewawancarai seluluh anggota tim, dan Yuki dijadikan sebagai pewawancara. Langkah pertama yang mereka lakukan adalah memperoleh izin dari ibu Yuki, Yasuyo Miyata. Yasuyo Miyata rela mengzinkannya, karena selama ini Yasuyo menaruh kepercayaan yang sangat besar kepada Minami. Oleh karena itu tidak pernah sekalipun beliau memprotes tentang apa yang dilakukan Minami.

Langkah selanjutnya ialah meminta izin kepada pelatih, Pak Kachi. Ketika menjelaskan kepada Pak Kachi keinginan menyediakan waktu dan tempat mengumpulkan informasi untuk mengorek keluhan maupun tuntutan para anggota tim, ternyata langsung disetujui. Pak Kachi sendiri pun ternyata merasa bahwa jarak yang terbentang antara dirinya dengan para anggota tim adalah sebuah masalah. Dia hanya tak sanggup menyelesaikannya sendiri. Berikutnya adalah meminta satu per satu para anggota untuk datang menjenguk Yuki. Minami mengira akan ada penolakan dari beberapa anggota, namun di luar dugaan, ternyata semua anggota bersedia.


(48)

Wawancara pun dimulai. Minami menyebutnya dengan wawancara jenguk. Wawancara jenguk dimulai dari Ayano, manajer tim putri, kemudian Jun Hoshide sebagai kapten, Fumiaki Kutsuki sebagai outfielder (pemain yang berjaga di daerah berumput di luar lingkaran dalam lapangan bisbol), Yunosuke Sakurai sebagai shortstop ( pemain lapangan yang menjaga di antara base2 dan base 3, bertugas mengambil bola yang melayang ke arah kiri), dan yang terkhir adalah As Keiichiro Asano.

Wawancara jenguk berjalan dengan mulus. Hampir semua anggota bercerita tanpa ada segan hingga akhirnya Minami mengetahui semua yang terjadi pada tim bisbolnya. Ketidakkompakan yang terjadi di dalam tim mempunyai alasannya masing-masing. Misalnya dendam yang dirasakan Keiichiro terhadap pelatih ternyata terjadi karena kesalahpahaman yang terjadi ketika musim pertandingan sebelumnya. Maka dengan begitu Minami mulai mendapat pencerahan tentang apa yang harus dilakukannya.

Ketika semester dua tiba, turnamen musim gugur se-Tokyo pun akan dimulai. Turnamen musim gugur ini adalah pertandingan resmi pertama sejak Minami bergabung di tim bisbol, dimana pertandingan ini sangat penting karena berkaitan dengan kelanjutan menuju pertandingan tingkat nasional musim semi. Akibatnya ketegangan Minami semakin meningkat. Ditambah lagi tim bisbol yang sama sekali tidak mengalami kemajuan. Walaupun tidak semua membolos latihan, tetapi ada saja anggota yang bolos ketika latihan. Khususnya Keiichiro Asano yang selalu bolos latihan hingga membuat Minami tidak tahan kemudian mencegatnya di depan ruang kelas, namun keiichiro berdalih bahwa kakinya keseleo atau alasan apapun, kesimpulannya ia tidak mau ikut latihan. Namun


(49)

setelah pertandingan mulai, Keiichiro selalu hadir seolah-olah itu hal yang sewajarnya. Hingga pada pertandingan kali ini mereka mengalami kekalahan.

Setelah pertandingan musim gugur, tim bisbol seperti lahir kembali. Itu semua bukan seperti yang dirancang oleh Minami, tetapi merupakan sebuah perubahan drastis, seolah-olah menjadi sesuatu yang baru. Khususnya Keiichiro Asano yang paling banyak berubah. Pemuda itu menjadi sering latihan, bahkan dia menjadi orang yang pertama hadir saat latihan. Sikap keichiiro memberikan pengaruh terhadap teman-teman sekelilingnya. Mereka menjadi sedikit lebih bergairah dan lebih rajin. Melihat semakin meningkatnya kemauan para anggotanya, Minami pun mengubah sistem latihan yang mereka terapkan selama ini. Mereka mencoba bergabung dengan ekstrakurikuler yang lain seperti atlet dan judo. Hal ini ternyata membuahkan hasil yang memuaskan, karena semenjak bergabung dengan club atlet maka kecepatan berlari seluruh anggota menjadi meningkat. Demikian juga ketika bergabung dengan club judo, para pemain semakin mengerti membentuk pijakan kaki yang tepat dan panggul yang lentur seperti pemain judo. Tidak hanya berhenti disitu saja, para pemain digerakkan untuk mengajari para anak-anak SD di sekitar mereka dalam bermain bisbol. Karena dengan demikian juga sangat menunjang kemampuan para pemain.

Setelah berbagai perubahan yang telah mereka terapkan, lama-kelamaan tim bisbol SMA Hodo menjadi terkenal. Hal ini terlihat ketika penerimaan anggota baru, banyak siswa yang mendaftar dan ingin bergabung dengan tim bisbol. Namun tidak semua yang diterima karena mereka harus memilih pemain-pemain terbaik. Penantian mereka untuk tampil di turnamen tingkat nasioanal pun semakin dekat, karena pertandingan musim panas akan segera di mulai. Berbagai


(50)

proses mereka lewati dengan baik, demi persiapan untuk pertandingan musim panas. Banyak rintangan yang dihadapi, bukan hanya dari luar tim bisbol, tetapi juga dari dalamnya. Misalnya, seperti perbedaan pendapat diantara mereka. Namun mereka tetap bekerjasama demi hasil yang terbaik. Hingga pertandingan pun di depan mata. Ada sedikit kekecewaan di dalam diri para pemain, karena teman mereka Yuki tidak bisa hadir pada turnamen karena masih harus dirawat di Rumah Sakit. Pertandingan demi pertandingan pun mereka lewati dengan hasil yang memuaskan hingga mereka sampai di babak final. Ketika kesuksesan yang mereka impikan telah berada di depan mata, mereka harus mendengarkan kabar duka yang sangat mendalam. Dimana sahabat mereka Yuki akhirnya meninggal dunia. Namun mereka tidak larut dalam kesedihan mereka tetap berjuang untuk memberikan yang terbaik. Dan mereka berjanji untuk memenangkan pertandingan dan akan mereka persembahkan untuk Yuki yang telah meninggal dunia. Dengan perjuangan dan kesetiaan Minami terhadap tim bisbolnya akhirnya SMA Hodo memenangkan pertandingan musim panas. Ambisi Minami yang awalnya hanya dipandang sebelah mata oleh semua orang akhirnya berbuah manis.

3.2 Analisis Nilai Kesetiaan Terhadap Kelompok dalam Cerita Novel Moshidora Karya Natsumi Iwasaki.

Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik sastra yang terkandung dalam novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki maka penulis akan menganalisis beberapa cuplikan teks yang mengandung nilai-nilai tersebut. Berikut adalah analisis nilai kesetiaan yang diwujudkan dalam bentuk perjuangan, kesabaran, dan


(51)

pengorbanan Minami sebagai tokoh utama terhadap kelompok yang terdapat pada novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki, yaitu:

Cuplikan 1 (hal. 11-12)

Minami menjadi manajer tepat setelah anggota kelas tiga mengundurkan diri karena kalah di penyisihan tingkat kota pada musim panas. Bisa dikatakan karena alasan itulah, pada latihan di musim ini hampir tidak ada seorang anggota tim pun yang datang berlatih. Suasana timbisbol masa itu begitulah adanya. Mau masuk atau libur sama sekali bebas. Kata “bebas” terdengar bagus, tapi sebenarnya tidak ada disiplin. Berapa lama mau berlibur, berapa lama mau membolos, tidak ada yang menyalahkan.

Hari pertama Minami ikut latihan, yang hadir hanya lima orang. Jumlah seluruh anggota adalah dua puluh tiga orang, maka lebih dari tigaperempatnya tidak hadir. Apalagi, keadaan seperti ini berlangsung selama seminggu. Hingga dalam sekejap musim panas sudah di depan mata.

Minami pun mulai gelisah. Dia tidak sudi memasuki musim panas tanpa melakukan apa-apa. Setidaknya, ia ingin menyampaikan keinginannya kepada seseorang. Lebih dari itu ia ingin mengumpulkan orang-orang yang setuju dengan pikirannya., dan yang mengajukan diri untuk bekerja sama dengannya. Di hadapan pelatih dan segelintir anggota tim yang hadir, dia berkata, “saya ingin mengantarkan tim bisbol ini ke Koshien”. Lalu muncul beragam jawaban. Ada yang cermat mendengarkannya, ada juga yang menganggapnya angin lalu.


(52)

Analisis:

Berdasarkan cuplikan teks diatas kita dapat melihatkesetiaan Minami yang diwujudkan dalam bentuk perjuangan. Dalam cuplikan di atas menunjukkan awal dari perjuangan Minamiuntuk memajukan tim bisbol sekolahnya. Kesetiaan Minami mulai muncul, dimana Minami baru saja menjadi seorang manajer bisbol di sekolahnya, namun ia sudah ingin melakukan berbagai hal untuk memajukan clubnya. Di atas jelas dikatakan bahwa Ia tidak sudi memasuki musim panas tanpa melakukan apa-apa, berdasarkan teks tersebut menunjukkan adanya indeksikal semangat juang dalam dirinya. Minami merasa Ia tidak bisa berdiam diri tanpa melakukan apa-apa, sementara akan memasuki musim panas dimana seiring berjalannya waktu maka pertandingan yang diimpi-impikannya semakin dekat pula. Dan langkah awal yang ingin dilakukannya adalah dengan mencari atau mengumpulkan orang-orang yang mau bekerja sama dengannya. Semuanya dilakukannya semata-mata hanya untuk memajukan tim bisbol yang dimanajerinya agar dapat mewujudkan mimpinya yaitu untuk tampil di pertandingan tingkat nasional yang dipertandingkan di Koshien.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan dalam teori Abrams, penulis melihat bahwa Minami merupakan sosok pekerja keras dan setia terhadap clubnya. Minami mengetahui betapa sulitnya untuk dapat bertanding di Koshien, namun Minami yakin Ia akan dapat mewujudkannya.

Dalam prinsip bushido dikatakan bahwa dalam kesetiaan terhadap kelompok itu harus dibuktikan dengan tekad dan kesanggupan untuk menaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu nilai-nilai atau perintah dengan disertai


(53)

kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta dalam pelaksaan tugas.

Cuplikan 2 (hal. 13-14)

Pelatih, Pak Makoto Kachi berkata: “Bukankah itu sungguh mustahil? Turnamen koshien sudah sembilan puluh tahun lebih diadakan, tetapi sampai sekarang di wilayah Tokyo Barat, sekolah negeri yang pernah tampil di Koshien hanya satu, yaitu SMA Negeri Toritsu. Wilayah Tokyo Barat adalah medan pertempuran pusat kekuatan sekolah swasta, bahkan ada tiga sekolah yang berpengalaman memenangi koshien yakni Obirin, SMA Nichidai, dan SMA Waseda. Untuk tmpil di Koshien, kita harus menumbangkan beberapa dari pusat kekuatan sekolah swasta itu. Sasaran kamu itu terlalu jaus dari kenyataan.”

Jun Hoshide, kapten tim berkata, “terus terang itu sulit. Soalnya anggota tim kami bermain bisbol bukan untuk maju ke Koshien. Menempa tubuh, mencari teman, membuat kenangan masa SMA...Lalu, ada juga yang melakukannya karena kebiasaan sejak kecil atau tidak ada kerjaan lain. Kalau kamu bilang kepada rekan-rekan seperti itu, ‘mari kita membidik Koshien’ jangan-jangan tidak ada yang mau ikut.”

Pemain sayap andalan Jiro Kashiwangi, berkata “hmmm...menurutku itu memang sulit. Aku mengerti perasaan kamu, tetapi kalau dengan gegabah membidik Koshien segala, sebaliknya pada saat kita tidak bisa pergi bukankah akan menjadi guncangan yang lebih besar? Kalau begitu, sejak awal jangan berkata yang muluk-muluk, akan lebih aman cukup menetapkan sasaran menembus pertandingan putaran ketiga”.


(54)

Kemudian, Jiro mengubah suaranya menjadi lirih. Dia bertanya, “Ngomong-ngomong, apakah kamu itu serius mau menjadi mamajer? Apakah hal yang dulu itu sudah tidak menjadi masalah lagi?.... Katanya dulu kamu sangat benci pada bisbol...”

Tetapi Minami malah memdelik ke arah Jiro, dan memotong dengan sengit, “kalau kamu berbicara ngawur lagi, tidak akan saya maafkan”.

“Iya iya baklah,”Jiro mengangkat bahu.

Yang terakhir ditanya, manajer puti kelas satu, Ayano Hojo berkata, “Eh? Ah, ya. Koshien kah? Hmmmm ah, ya. Begitu ya... Nggak, hmmm, nggak apa-apa kok... Oh ya, baiklah.”

Setelah menjawab begitu saja, dia tidak berani bicara apa-apa lagi. Kesimpulannya, tidak ada seorangpun yang setuju dengan pemikiran Minami atau mengajukan diri untuk bekerjasama dengannya. Mekipun begitu, gadis itu tidak putus asa. Malah sebaliknya, motivasinya meningkat. Menarik... pikir Minami. Justru karena tidak ada yang mau meladeninya, ada tantangan tersendiri.

Pada diri Minami ada sifat seperti itu. Semakin lingkungan tidak mendukungnya, semakin tersulut semangat juangnya.

Analisis :

Dari cuplikan teks diatas menunjukkan sikap kesetiaan yang dimiliki oleh Minami. Kesetiaan Minami dalam cuplikan diatas diwujudkan dalam bentuk kesabarannya dalam menghadapi anggota-anggotanya. Meskipun semua orang tidak mendukung dan tidak mau bekerjasama dengannya tidak malah membuat


(55)

Minami menjadi putus asa. Bahkan ada juga anggota yang meragukan Minami menjadi manajer, karena cerita masa lalunya yang membenci bisbol. Meskipun ada sedikit rasa kecewa dengan berbagai tanggapan dari anggota yang menganggapnya hanya bermimpi saja, namun Minami tetap pada pendiriannya. Minami tetap pada prinsip awalnya, yaitu untuk memajukan tim bisbol sekolahnya, hingga ia rela untuk melakukan apa saja. Di atas jelas dikatakan “Justru karena tidak ada yang mau meladeninya, ada tantangan tersendiri”. Hal tersebut menunjukkan bahwa Minami akan siap menghadapi tantangan apa saja yang akan dihadapinya.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan dalam teori abrams, penulis melihat bahwa Minami merupakan seorang yangsabar dan tidak mudah putus asa. Meskipun semua anggota tidak menerima pendapatnya, dan tidak mengajukan diri untuk bekerja sama dengannya, namun ia tetap bersabar dan tidak membalaskan perkataan teman yang tidak mendukungnya, namun ia merasa semakin termotivasi karena ia menganggap semakin banyak rintangan yang menghadangnya, maka semakin tersulut semangat juangnya.

Dalam prinsip moral bushido juga dijelaskan bahwa dalam kesetiaan terhadap kelompok itu diperlukan kesabaran, meskipun itu harus bertahan dalam masa-masa sulit.

Cuplikan 3 (hal. 68-69)

“Terbuka. Aku tahu. Yuki punya kelebihan itu. Yuki sangat mudah untuk diajak berbicara. Kalau berbicara dengan Yuki, rasanya kegalauan bisa diselesaikan. Kenyataannya, akupun begitu. Ku pun hari ini datang karena


(56)

merasa bahwa kalau bicara dengan Yuki akan menemukan jalan keluarnya. Nyatanya, Aku sangat lega bisa bicara macam-macam denganmu. Berkat Yuki, tentang bisbol pun aku jadi banyak ta...”

Sampai disitu, tanpa disengaja Minami mendapat seuah ide. “betul!”, kata Minami. “Yuki saja yang melakukannya”.

“Eh?” Yuki menatap Minami dengan wajah heran. “Melakukan apa?”

“Marketing!” kata Minami dengan bersemangat. “Karena aku selalu gagal bertanya, maka Yuki saja yang bertanya. Betul. Sebaiknya semua anggota, satu per satu, diminta datang kesini sambil menjenguk. Lalu, Yuki saja yang mengorek tentang kenyataan, kebutuhan, dan nilai-nilai yang mereka anut. Aku akan berada di sampingmu sambil diam-diam mencatat semua itu. Kalau tidak boleh berada di sampingmu, aku akan bersembunyi saja di lemari. Pokoknya asal bisa saja melakukan marketing. Betul, dengan begitu, kepada Keiichiro pun kita akan bisa menanyakan sesuatu.”

Analisis :

Berdasarkan cuplikan diatas dapat dilihat kesetiaaan Minami yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan. Minami rela melakukan apa saja demi kelompoknya. Meskipun terdengar konyol ia rela bersembunyi di dalam lemari demi lancarnya proses wawancara. Dari cuplikan di atas menunjukkan bahwa Minami merupakan orang yang mempunyai banyak ide, hanya demi memperjuangkan sekolahnya masuk ke pertandingan nasioanl. Karena Minami belum mengenal para anggotanya, Minami mencari cara untuk dapat mendalami tim bisbol yang dimanajerinya. Karena dengan demikian, akan lebih mudah untuk


(57)

menyelesaikan masalah demi masalah yang terdapat dalam timnya. Minami mencoba melakukan wawancara langsung dengan para anggota dengan memanfaatkan Yuki sebagai pewawancara.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan dalam teori Abrams, dapat diketahui bahwa Minami merupakan seorang yang gigih dan mempunyai semangat yang tinggi. Minami hanya akan melakukan apapun demi kemajuan tim bisbol sekolahnya. Kesetiaannya terhadap timnya semakin terlihat ketika ia harus tetap mengenali dan mendalami satu persatu anggotanya meskipun sebelumnya hal tersebut telah mengalami kegagalan. Tidak ada kata menyerah dalam diri Minami.

Dalam prinsip kesetiaan dalam bushido dikatakan bahwa tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta dalam pelaksanaan tugas. Dalam cuplikan ini Minami mulai membuktikan kesetiaannya terhadap kelompoknya dengan mencoba lebih mengenali setiap anggotanya lebih mendalam lagi. Pelaksanaannya dilakukan dengan wawancara, meskipun wawancara tersebut dilakukan oleh Yuki, namun ide tersebut tetap berasal dari Minami.

Cuplikan 4 (hal. 71-73)

Walaupun hanya mengobrol, bagi Yuki yang sedang menjalan rawat inap, ini bukan beban yang ringan. Bagaimanapun ia akan mengobrol satu per sartu Minami giat menyususn langkah-langkahpersiapan marketing yang akan dilakukan Yuki. Langkah pertama adalah memperoleh izin dari ibu Yuki, Tante Yasuo Miyata.


(58)

dengan para anggota tim yang berjumlah lebih dari 20 orang. Itu bukan sekedar bicara basa-basi. Yuki harus mengorek pendapat mereka tentang kenyataan, kebutuhan dan nilai-nilai yang mereka anut. Itu sama sekali bukan pekerjaan yang mudah.

Biarpun begitu, Tante Yasuo rela mengizinkannya. Tante Yasuo selama ini menaruh kepercayaan sangat besar kepada Minami.Oleh karena itu, sampai saat ini tidak pernah selama ini beliau memprotes apa yang dilakukan Minami. Sejak kecil memang begitu, setiap kali Minami datang bermain, beliau selalu menyambut dengan hangat dan bersikap baik.

Langkah selanjutnya, Kali ini adalah meminta izin kepada pelatih, Pak Kachi.

Pak Kachi sendiri pun rupanya merasa bahwa jarak yang terbentang diantara dirinya dan para anggota tim adalah sebuah masalah. Dia hanya tak sanggup menyelesaikannya sendiri. Tapi, seandainya manajer putri, Yuki yang merupakan satu-satunya tempat mereka memuka hati, berperan sebagai perantara, dia berharap barangkali jarak dengan para anggota tim bisa dipersempit.

Ketika menjelaskan kepada Pak Kachi keinginan menyediakan waktu dan tempat mengumpulkan informasi untuk mengorek keluhan maupun tuntutan para anggota tim, tenyata langsung disetujui.

Selain itu, masing-masing anggota tim memperoleh izin untuk tidak berlatih pada hari menjenguk. Pada dasarnya selama ini mereka bisa libur latihan tanpa izin, tetapi Minami ingin mengubah kebiasaan seperti itu secepatnya, dan memberlakukan sistem absensi yang teratur. Sehingga izin untuk tidak muncul latihan harus diambil dengan rapi.


(1)

dengan para anggota tim yang berjumlah lebih dari 20 orang. Itu bukan sekedar bicara basa-basi. Yuki harus mengorek pendapat mereka tentang kenyataan, kebutuhan dan nilai-nilai yang mereka anut. Itu sama sekali bukan pekerjaan yang mudah.

Biarpun begitu, Tante Yasuo rela mengizinkannya. Tante Yasuo selama ini menaruh kepercayaan sangat besar kepada Minami.Oleh karena itu, sampai saat ini tidak pernah selama ini beliau memprotes apa yang dilakukan Minami. Sejak kecil memang begitu, setiap kali Minami datang bermain, beliau selalu menyambut dengan hangat dan bersikap baik.

Langkah selanjutnya, Kali ini adalah meminta izin kepada pelatih, Pak Kachi.

Pak Kachi sendiri pun rupanya merasa bahwa jarak yang terbentang diantara dirinya dan para anggota tim adalah sebuah masalah. Dia hanya tak sanggup menyelesaikannya sendiri. Tapi, seandainya manajer putri, Yuki yang merupakan satu-satunya tempat mereka memuka hati, berperan sebagai perantara, dia berharap barangkali jarak dengan para anggota tim bisa dipersempit.

Ketika menjelaskan kepada Pak Kachi keinginan menyediakan waktu dan tempat mengumpulkan informasi untuk mengorek keluhan maupun tuntutan para anggota tim, tenyata langsung disetujui.

Selain itu, masing-masing anggota tim memperoleh izin untuk tidak berlatih pada hari menjenguk. Pada dasarnya selama ini mereka bisa libur latihan tanpa izin, tetapi Minami ingin mengubah kebiasaan seperti itu secepatnya, dan memberlakukan sistem absensi yang teratur. Sehingga izin untuk tidak muncul latihan harus diambil dengan rapi.


(2)

Berikutnya adalah meminta satu per satu para anggota untuk datang menjenguk. Diperkirakan barangkali akan ada penolakan dari beberapa anggota, tap diluar dugaan, semua anggota bersedia.

Analisis ;

Pada cuplikan diatas terlihat kesetiaaan Minami dalam bentuk perjuangan dan pengorbanan.Dimana ia berniat untuk melakukan marketing dengan bantuan sahabatnya Yuki. Marketing yang dimaksud adalah wawancara dengan seluruh anggota tim bisbol untuk menanyakan berbagai hal tentang bisbol dan masalah yang terjadi dalam kelompok mereka yang selama ini tidak terselesaikan. Hal tersebut juga dilakukan untuk lebih mengenal para anggota lebih dalam lagi. Minami mempersiapkannya sendiri, mulai dari memperoleh izin dari ibunda Yuki, izin dari Pak Kachi, izin untuk tidak latihan bagi masing-masing anggota, dan meminta satu persatu para anggota untuk datang menjenguk Yuki. Selain itu terlihat juga pengorbanan Minami karena Minami melakukannya tanpa menuntut apapun. Minami rela mengorbankan waktu dan tenaganya untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses wawancara.

Dari segi pragmatik yang diungkapkan oleh Abrams, Minami merupakan seorang gadis yang pekerja keras, dan mempunyai semangat juang yang tinggi. Untuk melaksanakan acara marketing, Minami melakukan berbagai persiapan, untuk dapat melakukan wawancara dengan lancar.

Dalam konsep kesetiaan terhadap kelompok dalam moral bushido dikatakan bahwa anggota harus rela melakukan apa saja demi kepentingan kelompok.


(3)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam menganalisis novel Moshidora karya Natsumi Iwasaki adalah sebagai berikut:

1. Novel Moshidora merupakan jenis novel psikologi dan novel perjuangan. Hal ini karena novel Moshidora menggambarkan tentang perangai, jiwadan perjuangan seorang gadis yang bernama Minami sebagai tokoh utama. Novel ini bercerita tentang kesetiaan Minami terhadap kelompok bisbolnya hingga berhasil mengangkat nama baik sekolahnya dengan cara memenangkan pertandingan tingkat nasional. Tugas yang awalnya Minami lakukan hanya untuk menggantikan sahabatnya yang sedang dirawat di rumah sakit, berubah menjadi ambisi untuk memajukan tim bisbol sekolahnya yang bermental bobrok. Dengan perjuangan panjang dan berat akkhirnya Minami berhasil mewujudkan mimpinya tersebut.

2. Tema yang diangkat dalam novel ini adalah “meskipun banyak rintangan dan hambatan dalam perjuangan Minami untuk menampilkan tim bisbolnya di tingkat nasional, tetapi hal itu bukanlah alasan untuk berhenti berjuang.”

3. Novel ini menceritakan seorang gadis yang bernama Minami dalam mengangkat nama baik tim bisbol sekolahnya hingga ke tingkat nasional.


(4)

mempunyai ambisi untuk lebih memajukan tim bisbolnya. Banyak rintangan yang dilaluinya. Namun karena kesetiaanya terhadap kelompok bisbolnya, ia rela melakukan apa saja demi mencapai mimpinya tersebut. 4. Nilai yang paling menonjol dalam novel ini adalah kesetiaan terhadap

kelompok. Nilai kesetiaan tersebut diwujudkan dalam bentuk perjuangan, pengorbanan dan kesabaran. Nilai ini terdapat dalam konsep moral bushido yang mengatakan bahwa kesetiaan terhadap kelompok memiliki makna kesediaan seseorang untuk melenggangkan hubungannya dengan kelompok, jika perlu mengorbankan kepentingan pribadinya demi kepentingan kelompok tanpa mengharapkan apapun.

4.2 SARAN

Melalui skripsi ini penulis berharap agar pembaca dapat lebih banyak memahami tentang karya sastra, khususnya analisis karya sastra yang berhubungan dengan pragmatik sastra. Karena semakin banyak kita mengetahui sesuatu mengenai analisis karya sastra maka pengetahuan kita mengenai sastra pun akan semakin luas. Melalui skripsi ini penulis juga berharap pembaca memiliki minat untuk membaca karya-karya sastra, yaitu novel. Novel merupakan salah satu karya yang menarik karena cerita dalam novel dikemas dengan gaya bahasa yang mudah dipahami. Dengan membaca novel kita mendapat cerita yang menarik, bagus dan inspiratif.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru Aglesindo.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Medpress.

Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta : Muhammadiyah University Press.

Iwasaki, Natsumi. 2014. Moshidora, terjemahan. Mizhan Publishing.Bandung : Qanita.

Jabrohim. 2012. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta : gajah Mada University Press.

Pradopo, Rachmad djoko, dkk. 2001. Metode Penelitian Sastra.Yogyakarta : PT. Hanindita Graha Widya.

Ramadhani, Sari. 2013. Analisis Pragmatik Terhadap Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura.Skripsi.Medan USU.

Ratna, Nyoman kutha. 2003. Paradigma Sosiologis Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


(6)

Semi, Atar. 1988. Kritik Sastra.Bandung : Angkasa.

Suroto, Sri Sugiarti. 1989. Teori dan uBimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Tarigan, Heny Guntur. 1984. Prinsip Dasar-Dasar Sastra.Bandung : Angkasa.

Teeuw, A. 1988.Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra.Jakarta : Pustaka Jaya.