Analisis Pragmatik Terhadap Cerita Novel “Nijushi No Hitomi” Karya Sakae Tsuboi

(1)

Aminuddin. 1990.Sekitar Masalah Sastra. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh

_________. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo Offset

Endraswara, Suwardi.2008 (Edisi Revisi).Metodelogi Penelitian Sastra. Jakarta: PT Buku Kita Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press

Jabrohim (editor). 2012.Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kosashi, H.E. 2011. Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya

Nurgiantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press _________________. 1998. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern.Yogyakarta: Penerbit Gama Media

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

_________________. 2009.Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sakae, Tsuboi. 2013. Dua Belas Pasang Mata terj.Nijushi no Hitomi. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama

Semi, M. Atar. 1988.Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya


(2)

Sayidimin, Suryoharjodiprojo.1988.Manusia dan Masyarakat Jepang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa Zainuddin.1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta _________. 2001. Materi Pokok Bahasa dan Sastra.Jakarta: PT Rineka Cipta


(3)

BAB III

ANALISA CERITA NOVEL “NIJUSHI NO HITOMI” KARYA SAKAE TSUBOI DILIHAT DARI SEGI PRAGMATIK

3.1 Sinopsis Cerita Novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi

Novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi ini bercerita tentang kehidupan seorang Ibu Guru dan kedua belas muridnya beserta masyarakat yang hidup pada masa sebelum perang dan sesudah perang dunia kedua. Peristiwa itu bermula pada 4 April 1928, seorang perempuan muda datang untuk mengajar di sebuah sekolah desa yang sederhana di Laut Seto, di tengah masyarakat petani dan nelayan. Perempuan itu bernama Hisako Oishi. Dia dipanggil dengan sebutan Miss Oishi. Awalnya Miss Oishi akan mengajar di sekolah cabang itu hanya setahun saja dan kemudian akan dipindahan ke sekolah utama pada tahun keduanya. Begitulah perjanjiannya dengan kepala sekolahnya.

Sekolah cabang ini jaraknya sangat jauh dari rumah Miss Oishi kira-kira 8 kilometer dari rumahnya. Sekolah cabang ini hanya memiliki dua orang guru. Guru laki-laki yang sudah sangat tua dan guru perempuan yang masih sangat muda. Sejak dulu sudah begitulah aturannya. Sekolah cabang itu berada di desa Tanjung. Di sekolah cabang hanya ada sampai kelas empat sekolah dasar dan ketika akan memasuki kelas lima maka murid-murid akan pindah ke sekolah utama. Pembagian untuk mengajar adalah anak-anak kelas tiga dan kelas empat diajar oleh guru yang tua yaitu guru laki-laki dan guru yang muda (Miss Oishi) mengajar murid-murid kelas satu dan kelas dua.

Kembali pada tanggal 4 April 1928. Seorang Ibu Guru yang menjadi perbincangan semua penduduk desa dan anak murid. Miss Oishi untuk pertama kalinya mengajar dan datang ke sebuah desa di tanjung itu. Awalanya semua murid kelas satu itu mengira Miss Oishi akan


(4)

gampang untuk dikerjai dan dijahili. Namun kenyataannya tidak, Miss Oishi yang menggantikan Miss Kobayashi itu sudah mengatahui bahwa anak-anak itu jahil jadi sebelum Miss Oishi datang ke desa tanjung itu, Miss Oishi sudah mempersiapkannya agar tidak mudah menangis.

Kedua belas anak murid kelas satu itu adalah Kotsuru Kabe, Masuno Kagawa, Kotoe Katagiri, Matsue Kawamoto, Fujiko Kinishita, Misako Nishiguchi, Sanae Yamaishi, Nita Aizawa, Isokichi Okada, Tadashi Marioka, Takeichi Takeshita, dan Kichiji Tokuda. Mereka memiliki sifat yang berbeda-beda dan berasal dari keluarga yang berbeda pula. Untuk pertama kalinya mereka menyebut dan mengira-ngira bahwa Miss Oishi adalah guru yang masih hijau dan kentang. Namun kenyataannya pada saat pertama Miss Oishi mengajar mereka, mereka sangat salah besar. Miss Oishi bukan guru yang masih hijau, Miss Oishi aadalah guru yang memiliki kualitas yang tinggi jika dibandingkan dengan gurur-guru sebelumnya. Bahkan sang Guru laki-laki yang menjadi satu-satunya teman gurunya merasa sangat minder ketika kepala sekolah menggantikan Miss Kobayashi dengan seorang Miss Oishi.

Miss Oishi ini awalnya tidak disukai oleh penduduk desa tersebut karena dianggap terlalu modern. Setelah memasuki semester kedua, kecelakaan di pantai terjadi yang mengakibatkan tumit kaki Miss Oishi patah. Hal ini membuat Miss Oishi tidak bisa mengajar hampir selama tiga bulan. Setelah kejadian tersebut Miss Oishi sangat dirindukan oleh kedua belas muridnya dan hampir semua penduduk desa merindukannya. Sampai pada akhirnya kedua belas murid tersebut pergi ke desa pohon pinus yang jauhnya 8 kilometer untuk menjenguk Miss Oishi dengan berjalan kaki dan tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Begitulah murid-muridnya sudah mulai tampak menyayangi Miss Oishi yang bahkan tadinya tidak mereka sukai.


(5)

Sejak peristiwa kecelakaan yang menimpa Ibu Guru itu, Orang tua (Ibu Miss Oishi) tidak mengizinkan Miss Oishi untuk kembali ke desa di Tanjung itu. Karena menganggap semua penduduk desa tersebut jahat dan telah mencelakai anaknya. Setelah hampir tiga bulan tidak datang mengajar di desa tanjung, Kepala Sekolah datang mengunjungi Ibu Guru dan berniat untuk memindahkan Ibu Guru tersebut ke sekolah utama karena merasa perjuangan Miss Oishi sudah cukup dengan mengorbankan salah satu kakinya. Namun Miss Oishi merasa sangat sedih jika harus dipindahkan ke sekolah utama karena sudaah merasa nyaman dengan murid-muridnya di sekolah cabang di desa Tanjung itu. Namun pada akhirnya perpisahan harus terjadi dan Miss Oishi memang harus dipindahkan ke Sekolah Utama.

Setelah perpisahan itu, empat tahun sudah berlalu sejak kisah ini dimulai. Bagaimana dengan kehidupan anak-anak di desaa Tanjung tersebut? Bagaimana pula dengan Miss Oishi?? Tidak ada yang berubah. Anak-anak itu tidak ambil pusing tentang hal-hal yang mereka alami. Mereka sekedar tumbuh dan berkembang di tengah suka cita dan kesedihan-kesedihan mereka sendiri. Mereka tumbuh sewajarnya, tanpa menyadari saat ini mereka berada di tengah-tengah gelombang sejarah yang cukup besar. Berbagai peristiwa penting telah terjadi selama empat tahun belakangan ini, namun anak-anak ini masih terlalu kecil untuk memahami artinya. Namun sejarah tengah dibentuk dalam ruang lingkup pemikiran anak-anak ini.

Empat tahun yang lalu, tidak lama sebelum anak-anak ini memasuki sekolah cabang di desa Tanjung dan pada tanggal 16 April tahun berikutnya, tak lama setelah mereka naik ke kelas dua, banyak orang Jepang menuntut kemerdekaan bagi rakyat serta merencanakan reformasi-reformasi. Namun, namanya anak-anak mereka tidak mengetahui hal tersebut. Yang mereka tahu itu adalah masa depresi. Banyak fenomena yang terjadi empat tahun ini, bencana


(6)

kelaparab di Honshu Utara dan Hokkaido, insiden Manchuria dan Shanghai terjadi susul-menyusul dan beberapa anak laki-laki di Tanjung itu dipanggil untuk menjadi tentara.

Sementara peristiwa itu terjadi, anak-anak itu tumbuh menjadi anak-anak cerdas. Sekarang mereka sudah duduk di kelas lima. Dan mereka sekarang harus pergi ke sekolah utama setiap harinya. Sementara dengan Miss Oishi, tidak lama mendengar kabar tentangnya, dia sudah menikah dan sebutan Miss akhirnya berubah menjadi Mrs (panggilan untuk wanita yang sudah menikah). Untuk pertama kalinya setelah empat tahun yang lalu, murid-murid itu akhirnya bertemu Mrs Oishi lagi di sekolah utama. Bahkan Mrs Oishi menjadi wali kelas lima. Tapi diantara mereka anak yang bernama Nita anak laki-laki yang lancang itu tidak kelihatan, ternyata dia tidak naik kelas.

Mrs Oishi seorang Guru yang tidak menyukai anak laki-laki untuk menjadi tentara. Karena menurutnya sia-sia dia mengajar mereka kalau toh akhirnya mereka harus mati muda. Kematian ayah dan suaminya membuatnya takut akan laki-laki yang akan berjuang untuk negara pada masa itu untuk menjadi tentara. Bahkan dia sampai ingin berhenti mengajar ketika mendengar murid-murid laki-lakinya mempunyai cita-cita menjadi tentara. Dia menentang habis-habisan untuk laki-laki yang baru saja dewasa sudah harus menjadi tentara. Namun tentangan itu hanya di dalam hati saja, karena memang pada zaman itu perang sedang terjadi. Bahkan anak laki-laki dari Mrs Oishi juga ingin menjadi tentara. Hal ini sangat di tentang olehnya, meskipun anaknya baru duduk di kelas satu itu. Bagi anaknya ada kehormatan tersendiri mati di medan perang, tidak untuk Mrs Oishi.

Setelah perang berakhir pada saat itu 4 April 1946, semua sudah berubah. Harapan dan cita-cita kedua belas anak itu harus pupus oleh kenyataan hidup. Ibu Mrs Oishi telah meninggal. Sekarang dia hidup bersama kedua anak lelakinya. Meskipun pada awalnya dia


(7)

memiliki 3 orang anak. Anak perempuannya harus meninggal karena keracunan. Tadashi, Takeichi dan Nita murid-muridnya harus meninggal di medan perang bersama para pejuang-pejuang lain, sedangkan Isokichi meskipun dia masih hidup tetapi dia sudah kehilangan penglihatannya dan sekarang dia belajar untuk menjadi tukang urut di kota. Semuanya berubah, dan mereka kini harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

3.2 Analisis Pragmatik Cerita Novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi

Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik sastra yang terkandung dalam novel Sakae Tsuboi “Nijushi no Hitomi” maka penulis akan menganalisa beberapa cuplikan teks yang mengandung nilai tersebut. Berikut adalah beberapa nilai pragmatik yang terdapat dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi, yaitu:

3.2.1 Ramah

Berikut ada beberapa cuplikan yang menjelaskan tokoh utama Miss Oishi itu adala seorang yang ramah..

Cuplikan 1 : (Halaman 22-24)

Tiba-tiba saja sepeda itu sudah berada di depan mereka, mendatangi dengan cepat seperti burung, dan pengendaranya adalahperempuan yang mengenakan pakaian model Barat. Dia tersenyum pada mereka dan menyapa, “Selamat pagi !!” lalu lenyap seperti hembusan angin....

Dia pasti Ibu Guru itu...


(8)

Mereka baru kali ini disapa “selamat pagi!!” oleh guru yang baru akan memulai hari pertamanya mengajar. Sesaat mereka hanya terlongong-longong memandanginya...

... ... ...

... ... ...

Tapi persis ketika dia keluar dengan membawa ember, sebuah sepeda meluncur lewat. Sebelum dia sadar apa yang terjadi, perempuan pengendara sepeda itu sudah malaju sambil membungkuk ramah dan menyapa, “Selamat Pagi!!”

Analisis :

Dari cuplikan di atas dapat dilihat adanya interaksi yang dilakukan Miss Oishi pada pertama kali dia datang.Hal ini menunjukkan bahwa Miss Oishi memiliki sifat yang ramah. Kepada murid yang belum dia kenal saja dia mampu mengucapkan sapaan yang belum pernah sekalipun diucapkan oleh para guru-guru sebelumnya “Selamat pagi !!”.Dan itu juga Miss Oishi lakukan kepada setiap orang yang dia temui.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan Abrams, penulis melihat bahwa Miss Oishi merupakan pribadi yang sangat ramah.Cuplikan diatas menunjukkan bagaimana sifat Miss Oishi yang ketika pertama kalinya dia datang ke desa di tanjung itu, dia harus menunjukkan keramahannya.

Nilai yang dapat diangkat dalam novel ini adalah setiap manusia pasti memiliki bagian penting dalam hidupnya.Bagaimana pun keadaan kita saat itu, ketika harus dihadapkan pada masa sulit sekali pun, dimana pun itu kita harus menunjukkan kepribadian kita.Dan berusahala untuk menjadi ramah agar orang di tempat baru kita menyukai kita.Berusaha itu penting.


(9)

Cuplikan 2 : (Halaman 33) ... ... ...

Siang itu Miss Oishi mengayu sepedanya menempuh perjalanan pulang delapan kilometer ke desanya sendiri, semangatnya tampak lebih lancang lagi dimata para penduduk desa, ketimbang pagi harinya.

“sampai jumpa!”

“sampai jumpa!”

“sampai jumpa!”

Dia menyapa semua orang yang berpapasan dengannya, namun tidak banyak yang membalas.

Analisis :

Dari cuplikan diatas menunjukkan adanya sifat yang mengarah pada sifat ramah yang dilihat dari kalimat dia menyapa semua orang yang berpapasan dengannya, namun tidak banyak yang membalas.Kalimat ini menunjukkan bahwa Miss Oishi memiliki sifat yang ramah.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan Abrams, penulis melihat bahwa Miss Oishi memiliki sifat yang sangat ramah.Tidak peduli orang-orang menyukainya atau tidak.

Nilai yang dapat diangkat dari sifat Miss Oishi ini adalah dimanapun kita berada, siapapun orang itu, mau tidak kenal ataupun kenal, mau mereka berprilaku baik atau pun tidak tetap bersikap ramahlah kepada orang tersebut.


(10)

Cuplikan 3 : (Halaman 45)

Pada jam pelajaran ketiga, Ibu guru memutuskan untuk tidak memberikan pelajaran musik sebagaimana biasanya; dia hendak mengajak murid-murid berkeliling untuk menanyakan kabar keluarga yang mendapat musibah

... ... ...

Analisis :

Dari cuplikan diatas menunjukkan sifat Miss Oishi yang sangat ramah.Hal itu terlihat dari bagaimana dia mengajak anak-anak untuk menyapa semua keluarga yang tertimpa musibah akibat badai tadi malam.Sekalipun tidak dapat membantu, setidaknya dia sudah berbaik hati untuk menanyakan kabar keluarga yang mendapat musibah tersebut.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan oleh teori Abrams penulis melihat bahwa Miss Oishi merupakan sosok yang sangat ramah, hal ini dapat ditunjukan dari cuplikan diatas.

Nilai yang diangkat dari cuplikan tersebut adalah apapun kesibukan kita sediakanlah sedikit waktu untuk menanyakan kabar keluarga-keluarga kita karena masalah juga bisa ssuatu saat menghampiri kita.

3.2.2 Penyabar, Penyayang dan Peduli

Berikut beberapa cuplikan yang menjelaskan bahwa Miss Oishi adalah sosok yang penyabar dan penyayang:

Cuplikan 1 : (Halaman 29-30) ... ... ...


(11)

Setelah anak-anak kelas tiga dan empat masuk cepat-cepat ke dalam ruangan kelas, Miss Oishi menepuk-nepukkan kedua tangannya sejenak, menyuruh murid-muridnya berbaris dan jalan di tempat; setelah itu, dia berjalan mundur dan memimpin mereka masuk ke ruangan kelas.

... ... ...

Analisis :

Dari cuplikan diatas menunjukkan bahwa Miss Oishi adalah sosok yang penyayang dengan sabar memimpin anak-anak yang baru pertama kali masuk sekolah.

Dari segi pragmatik yang dijelaskan oleh teori Abrams dapat dilihat bahwa Miss Oishi mampu memimpin dengan sifat penyayang dan sabarnya dia menuntun anak-anak untuk masuk ke kelas dengan caranya sendiri.

Nilai yang dapat diangkat dari cuplikan diatas adalah Miss oishi menunjukkan kepada kita agar kita dapat menjadi pribadi yang sabar dan penyayang.

Cuplikan 2 : (Halaman 122-123)

Ibu Guru menaruh kotak makan siang itu dipangkuannya, seraya berkat, “Matchan, ini kotak makan ssiang yang kau inginkan. Pakailah kalau nanti kau masuk sekolah lagi.”

Matsue menggangguk tanpa ekspresi.

“Kuharap kau bisaa lekas kembali ke sekolah.”


(12)

Analisa :

Dari cuplikan diatas, menunjukkan sosok Miss Oishi yang peduli terhadap sesama.Dalam cuplikan tersebut Miss Oishi menginginkan seorang anak bernama Matsue untuk kembali ke sekolah.

Dilihat dari segi pragmatik yang dijelaskan melalui teori Abrams menjelaskan bahwa Miss Oishi adalah seorang guru yang sangat penyayang dan peduli terhadap murid-muridya.

Nilai yang dapat diangkat dari cuplikan diatas adalah apapun bisa kita lakukan untuk dapat bersekolah.Sifat Miss Oishi tersebut bisa menjadi teladan bagi kita, agar tidak bermalas-malas ke sekolah. Menyuruh anak kecil itu untuk ke sekolah karena, belajar adalah penting untuk masa depan anak. Peduli itu penting untuk sesama.

Cuplikan 3 : (Halaman 185-186) ... ... ...

Tiba-tiba terdengar suara Daikichi, “Ibu!”.Suara anak itu nyaring dan bening, membuyarkan semua yang ada di dalam benak Mrs Oishi.

“Ibu, aku sudah lama sekali menunggu.Ibu pulang lama sekali, aku tadi sudah mau menangis.”

“O ya?”

“Waktu aku mau menangis, aku mendengar bunyi klakson dan melihat ibu.Aku melambai-lambai, tapi ibu tidak menoleh kearahku.”

“Oh !! Ibu minta maaf, ya .Tadi Ibu sedang memikirkan sesuatu.Ibu hampir lupa turun disini, dan nyaris terbawa lewat.”


(13)

... ... ...

Lalu, Mrs Oishi memberikan bungkusannya kepada Daikichi.Anak lelaki itu mengambilnya seolah-olah hanya itu yang ditunggunya selama ini.Daikichi mulai berlari.

Analisa :

Dari cuplikan diatas dapat kita lihat sosok Mrs Oishi adalah sosok seorang Ibu yang penyayang terhadap anaknya. Jawaban-jawaban yang lembut terlontar dari cuplikan tersebut dalam dialog antara Mrs Oishi dan anak laki-lakinya. Begitu tampak Mrs Oishi sangat menyayangi anak lelakinya tersebut.

Dari segi pragmatik yang dijelaskan dalam teori Abrams, penulis melihat bahwa Mrs Oishi adalah Ibu yang sangat penyayang terhadap anaknya. Dialog antara ibu dan anak tersebut terasa lembut. Jiwa keibuan Mrs Oishi tampak juga dalam cuplikan diatas.

Nilai yang dapat diangkat dari cuplikan diatas adalah, anak adalah segalanya.Dapat dilihat dari cuplikan tersebut diatas, bahwa Mrs Oishi sedang memikirkan sesuatu, namun karena anaknya dia melupakan sesuatu itu sejenak.Dan sebagai seorang Ibu memang sudah sewajarnya harus bersikap lembut dan sayang terhadap anaknya.

3.2.3 Tegar

Berikut beberapa cuplikan yang menjelaskan bahwa Miss oishi adalah sosok yang tegar, yaitu:

Cuplikan 1 : (Halaman 49-50) ... ... ...


(14)

“Ibu Guru kau menertawakan apa tadi?”

Miss Oishi diam saja.

“Apa kemalangan orang-orang kau anggap lucu?Suamiku jatuh dari atap, tapi mungkin itu lucu juga, ya?Sayang sekali lukanya tidak begitu parah.Kalau iya, tentunya bakal lebih lucu lagi, kan?”

“Maafkan saya. Saya tidak bermaksud...”

“Sudahlah. Kalau begitu, kenapa kau menertawakan nasib malang orang-orang lain? Tidak usah membersihkan jalan kalau cuma untuk mencari muka ! Pokoknya, biarkan saja jalanan di depan rumahku apa adanya... Huh—dia bersih-bersih supaya bisa mengendarai sepedanya..

... ... ...

Miss Oishi berdiri saja disitu selama kurang lebih dua menit, sambil tercenung.Ketika melihat murid-murid yang mengelilinginya dengan tampang cemas, dia tersenyum sedih, lalu berkata dengan suara dibuat ceria, “Kita sudahi saja sekarang.Semua ini salahku.Bagaimana kalau kita menyanyi di pantai?”

... ... ...

Walaupun dia tersenyum namun air mata itu tetap menetes..dia menangis....

Analisis :

Dari cuplikan diatas menunjukkan bahwa Miss Oishi memiliki sifat yang sangat tegar.Ketika orang memarahinya pun dia tetap tegar. Menangis pun dia ketika dia pergi. Dia


(15)

bahkan tidak mau menunjukkan kesedihannya di depan orang-orang. Dia masih mampu tersenyum disaat tersakiti.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan Abrams, menunjukkan bahwa Miss Oishi adalah sosok yang sangat tegar.Dia mampu berjalan ketika orang memarahinya.Padahal sebetulnya dia berada disitu adalah untuk membantu.

Nilai yang dapat diangkat dari cuplikan diatas adalah Miss Oishi adalah orang yang sangat tegar menghadapi cemoohan orang yang tidak menyukainya.Dan dia tetap lakukan yang terbaik untuk mereka penduduk desa tersebut.

Cuplikan 2 : (Halaman 53-55) ... ... ...

Tiba-tiba dia menjerit; rupanya dia jatuh ke dalam perangkap pasir.Beberapa anak ikut menjerit; beberapa menghampiri sambil tertawa-tawa; ada pula yang bertepuk tangan kegirangan; sejumlah anak berdiri terbengong-bengong. Di antara keriuhan itu Ibu Guru berusah bangkit. Dia berbaring miring., meringkuk, rambutnya menyentuh pasir. Anak-anak yang tadinya tertawa kini terdiam.Mereka baru sadar, ada yang tidak beres. Melihat mata Ibu Guru terpejam dan bercucuran air mata Sanae tiba-tiba menjerit. Miss Oishi berkata “aku tidak apa-apa.” Lalu dengan susah payah dia berusaha duduk.

Analisis :

Dari cuplikan diatas menunjukkan bahwa Miss Oishi adalah sosok yang tegar, hal tersebut ditunjukkan pada kalimat yang diucapkan Miss Oishi “Aku tidak apa-apa”.Meskipun


(16)

sangat merasa sakit, Miss Oishi berusaha tegar.Tidak bisa bangkit namun tetap berusaha bangkit. Meskipun pada akhirnya Miss Oishi meminta bantuan orang lain.

Dari segi pragmatik yang dijelaskan dalam teori Abrams, bahwa Miss Oishi adalah perempuan yang memiliki jiwa yang tegar menghadapi sesuatu masalah apapun.

Nilai yang dapat diambil dari cuplikan ini adalah bahwasahnya kita harus tetap berusaha bagaimanapun keadaan kita. Berusaha dahulu, juka tidak sanggup barulah minta pertolongan orang lain.

Cuplikan 3 : (Halaman 95-96)

“Tak lama lagi akan ada Ibu Guru baru. Kalian mesti menjadi murid-murid yang baik, ya? Mau, kan? Aku suka sekali mengajar disini, tapi sayangnya kakiku seperti ini.Aku akan kembali setelah sembuh nanti.”

Anak-anak itu memandangi kaki Ibu Guru.Kedua mata Sanae berkaca-kaca; sengaja dia membuka matanya lebar-lebar supaya air matanya yang berkilat-kilat itu tidak tumpah.

Analisis :

Dari cuplikan diatas menunjukkan sifat Miss Oishi yang sangat tegar.Dia mampu tegar untuk sementara berhenti mengajar di desa itu karena kecelakaan di pantai yang mengakibatkan kakinya hanya bisa berjalan dengan bantuan tongkat.

Dari segi pragmatik yang dijelaskan oleh teori Abrams, bahwa Miss Oishi adalah sosok yang tegar menghadapi segala keadaan meskipun harus rela meninggalkan pekerjaannya untuk sementara waktu.Dan mampu tegar saat dia harus mengorbankan kakinya demi pekerjaannya.


(17)

Nilai yang dapat diangkat dari cuplikan diatas adalah sifat tegar harus kita miliki seperti Miss Oishi yang sangat tegar dalam menjalanjalankan hari-harinya.Dan bagaimana pun keadaan kita, kita harus tegar menghadapi hidup.Sebab cobaan menjadikan kita kuat.

3.2.4 Keras

Keras disini dalam arti baik. Miss Oishi disini sangat tidak menyukai kalau anak laki-laki harus menjadi tentara. Miss Oishi merasa percuma mengajar kalau akhirnya setengah dari murid laki-lakinya ingin menjadi tentara. Berikut adalah cuplikannya.

Cuplikan 1 : (Halaman 161)

“Aku sudah muak sekali menjadi guru !”

... ... ... ...

“Aku sudah mengajar murid-muridku sejak kelas satu, tapi sekarang lebih dari setengah murid lelaki malah ingin menjadi tentara. Kalau begitu apa gunanya mengajar?

... ... ...

“Oh aku sudah muak dan lelah dengan semua urusan ini.Lebih parah lagi aku menikah dengan pelaut; betapa bodohnya aku.Seharusnya aku memetik pelajaran yang lalu-lalu dari ibu. Aku bahkan tidak mengenal ayahku, karena dia meninggal di medan perang ketika aku berusia 3 tahun.

Analisis :

Dari cuplikan cerita di atas dapat kita lihat bahwa Miss Oishi adalah orang yang keras dan merasa putus asa.Sifat ini merupakan sifat yang buruk dari Miss Oishi, tapi kalau kita lihat


(18)

perjuangan Miss Oishi sebagai guru dari kelas satu yang banyak rintangan ada benarnya juga kekesalannya. Miss Oishi merasa menjadi tentara akan membuat anak lelaki yang baru saja tumbuh dewasa akan mati sia-sia di medan perang. Padahal sebenarnya mereka membela negara.Namun begitulah keadaan pada zaman itu, anak laki-laki yang mulai dewasa harus siap di tempatkan di daerah kemiliteran manapun.

Dari segi pragmatik yang dijelaskan dalam teori Abrams menunjukkan bahwa Miss Oishi orang yang sangat keras, pekerja keras sampai dia tidak ingin hasil kerjanya sia-sia.Dia menganggap dengan separuh murid lelakinya menjadi tentara maka sia-sialah dia mengajar dari kelas satu.Namun memang harus begitu keadaannya.

Nilai yang dapat diangkat dari cuplikan ini adalah seseorang yang menganggap semua sia-sia kalau harus menjadi tentara dan mati di medan perang. Padahal sebenarnya tidak. Mati di medan perang merupakan kehormatan untuk seorang lelaki pada masa itu.

Cuplikan 2 : (Halaman 162)

“Kau menyalahkan semuanya pada ibu, ya?Bukankah kau sendiri yang memilih suamimu?Justru ibu yang ingin menyatakan keberatan waktu itu. Ibu pikir akan sangat berat akibatnya kalau kau mengalami nasib seperti ibu. Tetapi ibu menerima saja semua yang kau lakukan, sebab kau suka sekali pada laki-laki itu.Sedangkan sudah terlambat untuk berbicara begini.”

“Aku mencintai dia bukan karena dia seorang pelaut.Pokoknya kau tidak mau mengajar lagi.”


(19)

Ucapan Miss Oishi sungguh berbeda dengan yang dikatakannya di sekolah. Akan tetapi di balik cara bicaranya yang berubah-ubah itu, dia menyimpan rasa sayang yang sangat besar terhadap kehidupan manusia.

Analisa :

Dari cuplikan diatas menunjukkan alasan sebenarnya mengapa Miss Oishi tidak menyukai murid-muridnya mempunyai cita-cita menjadi tentara. Karena cintanya dia terhadap muridnya, dia sampai tidak rela kalau muridnya harus mati di medan perang. Disini terlihat bahwa Miss Oishi memiliki sifat yang keras kepala tetapi peduli terhadap sesama.

Dari segi pragmatik yang dijelaskan dalam teori Abrams menunjukkan bahwa Miss Oishi adalah orang yang sangat peduli terhadap kehidupan sesama.Perjuangan selama mengajar Miss Oishi tidak mau menjadi sia-sia.

Nilai yang dapat diangkat dari cuplikan tersebut adalah tidak ada yang sia-sia.Kita tetap harus peduli terhadap kehidupan sesama.Mau jadi apapun orang yang kita pernah ajarkan, kita tetap harus menerima.Hal itu juga karena pada masa itu memang negara membutuhkan tenaga anak lelaki.Tetap sabar dan kita harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kita. Cuplikan 3 : (Halaman 202)

... ... ...

“Tapi kalau tidak begini, Ibu tidak akan dihormati sebagai ibu prajurit yang gugur.”

“Astaga!” kata ibunya.“Kau masih kepingin menjadikan aku ibu prajurit yang gugur di medan perang?Aku sudah kehilangan suami.Apa itu belum cukup?


(20)

Dari cuplikan diatas tampak sifat Miss Oishi yang sangat keras dan memang tidak menyukai tentara ataupun prajurit. Padahal zaman itu mengharuskan anak laki-laki yang mulai dewasa wajib tes fisik dan wajib menjadi tentara untuk berjuang di medan perang.

Dari segi pragmatik yang dijelaskan dalam teori Abrams, penulis melihat bahwa Miss Oishi adalah sosok yang sangat keras.Apa yang dia katakan tidak harus tetap tidak. Meskipun dia hanya mampu mengatakan itu kepada anak dan ibunya.

Nilai yang dapat diangkat dari cuplikan tersebut adalah pada dasarnya kelembutan hati seorang ibu adalah anak-anaknya.Sekeras apapun orang tua itu adalah untuk yang terbaik bagi anaknya.

3.2.5 Baik Hati dan Cerdas

Berikut beeberapa cuplikan yang menunjukkan bahwa Miss Oishi adalah sosok yang baik hati:

Cuplikan 1 : (Halaman 88-89)

“Kau mengalami masa-masa yang sangat berat, ya?”

“Iya.”

“Orang-orang muda tulangnya masih lunak, jadi cepat sembuh kalau patah.”

\ “Bukan tulang atau otot.Namanya urat tumit dan sembuhnya lebih lama daripada tulang.”

“O ya?Kalau begitu malah lebih parah.”

“Tapi anak-anak itu tidak bermaksud mencelakai.Itu Cuma kecelakaan, jadi biar sajalah.”


(21)

“Walaupun mereka sangat menyusahkanmu, kau mau menyempatkan diri berpamitan pada mereka. Kau baik sekali ya !”.

“Itu katamu, tapi anak-anak itu, bayangkan, mereka baru duduk di kelas satu, mereka datang menjengukku tanpa bilang-bilang pada orangtua mereka.Mana bisa aku berhenti tanpa melihat mereka dulu.”Kita tidak boleh melupakan sopan santun dan kain cawat.Begitulah hidup ini.”

Analisis :

Dari cuplikan diatas dapat adalah percakapan antara Miss Oishi dan tukang perahu dapat kita lihat bahwasannya Miss Oishi adalah orang yang baik hati dan tidak mudah melupakan apa yang sudaah dilakukan murid-muridnya kepadanya. Meskipun dia pernah dibuat sulit oleh orang-orang di desa tanjung tersebut, untuk pergi dia tetap harus berpamitan.Begitu baik Miss Oishi.

Dari segi pragmatik yang dijelaskan dalam teori Abrams, penulis melihat bahwa Miss Oishi memiliki hati yang sangat baik serta sangat mengingat jasa baik orang kepadanya tetapi tidak melihat buruknya. Meskipun orang desa dulu banyak yang membencinya, namun pada saat akan tidak mengajar di desa tersebut dengan hati yang tulus dia ingin berpamitan.

Nilai yang dapat diangkat dari cuplikan diatas adalah kita tidak boleh mengingat hal buruk yang sudah dilakukan orang lain kepada kita, tapi ingatlah hal yang baik yang telah dibuat orang lain untuk kita agar hidup lebih indah. Hidup harus tetap menjunjung tinggi sopan santun.


(22)

... ... ... Tetapi rupa-rupanya Bapak guru sedang memikirkan masalah-masalahnya sendiri.

“Aku mesti bagaimana? Guru ini punya kualifikasi penuh dan baru lulus dari sekolah guru untuk wanita, beda jauh dengan guru setengah matang lulusan sekolah kentang. Dia mungil sekali, tapi kelihatanya cerdas.

... ... ...

“Apa yang mesti kulakukan?Kenapa kali ini mereka mengirim perempuan dengan kualifikasi sebagus ini?”

Analisa :

Dari cuplikan diatas, dapat kita lihat bahwa Bapak Guru mengakui bahwa Miss Oishi cerdas, meskipun tidak terlihat dialog Miss Oishi. Namun cuplikan diatas sudah dapat kita lihat bahwa Miss Oishi adalah Ibu Guru yang sudah matang dan cerdas.

Dari segi pragmatik yang dijelaskan dalam teori Abrams, penulis melihat bahwa dari cuplikan diatas dapat disimpulkan bahwa Miss Oishi adalah guru yang punya kualifikasi yang cukup bagus.

Nilai yang dapat diangkat dari cuplikan ini adalah kualifikasi bagus tanpa kebaikan hati, dan keramahan tidak ada gunanya. Gunakanlah semuanya bersamaan,


(23)

KESIMPULAN & SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam menganalisis novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi adalah sebagai berikut :

1. Dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi terdapat satu tokoh utama yaitu Miss Oishi dan duabelas anak-anak muridnya yang menjadi tokoh pendamping. Sebagai seorang guru baru yang baru pertama kali mengajar, dia harus mendapatkan pengalaman berat dulu di sekolah cabang sebelum pindah ke sekolah utama. Miss Oishi memiliki bermacam sifat yang membuatnya mampu terus maju meskipun perang memporak porandakan semuanya. Meskipun harapan tidak sesuai keinginan namun begitulah hidup yang harus dijalani. Dalam novel ini dapat satu pelajaran yang sangat penting, kita harus bisa menyesuaikan diri kita dimanapun kita berada. Terus berusaha menjadi terbaik dari yang baik.

2. Nilai yang paling menonjol dalam novel ini adalah kehidupan murid-muridnya setelah perang. Karena kisah ini berlangsung kurang lebih satu generasi atau 20 tahun kurang lebih banyak yang terjadi. Dimana Miss Oishi adalah orang yang diam-diam tidak menyukai tentara. Dia menganggap pemerintah pada saat itu tidak sayang akan kehidupan anak laki-laki.

3. Beberapa nilai pragmatik yang ada dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi yang diajarkan melalui tokoh utamanya, Miss Oishi yang mampu mendidik para pembaca diantaranya sebagai berikut :


(24)

2. Ramah terhadap semua orang menjadikan kita pribadi yang unggul.

3. Baik, penyayang serta sabar adalah sifat-sifat yang harus dimiliki seorang wanita. Sehingga kelak dapat menjadi ibu yang baik.

4. Kita dituntut agar dapat hidup dalam perubahan zaman. Berprilakulah yang baik. 5. Kejarlah cita-cita setinggi langit dan tidak boleh putus asa.

6. Meskipun harapan tidak sesuai dengan keinginan kita, teruslah berjuang. Jangan mudah putus asa.

7. Perang memang memporak porandakan semua, menghancurkan semua impian. Namun hidup terus berlangsung. Teruslah berjalan, sesuaikan dirimu dengan perubahan zaman.

4.2 Saran

Melalui skripsi ini penulis berharap agar pembaca dapat lebih banyak mengetahui tentang karya sastra, khususnya analisis karya sastra yang berhubungan dengan pragmatik.Karena semakin banyak kita mengetahui sesuatu mengenai analisis sastra maka pengetahuan tentang sastra pun semakin meluas. Melalui skripsi ini penulis juga berharap peminat akan karya sastra semakin banyak, seperti halnya dalam menganalisis novel. Novel merupakan salah satu karya sastra yang menarik karena ceritanya dikemas dengan gaya bahasa yang mudah dipahami. Dengan membaca novel kita mendapat cerita yang inspiratif.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.Namun penulis juga berharap skripsi ini berguna bagi para pembacanya.


(25)

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “NIJUSHI NO HITOMI” 2.1 Definisi Novel

Novel merupakan jenis dari gendre prosa dalam karya sastra.Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut sebagai fiksi.Karya fiksi menyaran pada suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenaran pada dunia nyata (Nurgiantoro, 1991: 2).Tokoh, peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner.

Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan.Pengarang menghayati berbagi permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui saran fiksi sesuai dengan pandangannya. Sehingga menurut Attenbern dan Lewis dalam Nurgiantoro (1995: 2), fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia yang dikemukakan oleh pengarang berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan dan dilakukan secara selektif dan di bentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsus hiburan dan peperangan terhadap pengalaman kehidupan manusia.

Fiksi menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah novel bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan novel (Abram, dalam Nurgiantoro 1995: 4). Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa novel memiliki muatan yang sama dengan muatan-muatan karya fiksi seperti yang telah diuraikan di atas. Novel merupakan sebuah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan , dunia


(26)

imajiner yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya bersifat imajiner (Nurgiantoro, 1995: 14).

Sebuah novel berasal dari bahasa Italia, yakni novella yang secara harafiah berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai : cerita pendek dalam bentuk prosa (Abram dalam Nurgiantoro, 1995: 9). Dalam bahasa Jerman disebut dengan novella dan dalam bahasa Inggris disebut dengan novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia. Dewasa ini istilah novelle dan novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan novellete dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai novellete, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak teralu panjang namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiantoro, 1995: 9)

Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel. Suharianto (1982: 67) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi, gambaran dan maksud pengaran, yaitu sebagai berikut:

1. Novel Berendens yaitu sebuah novel yang menunjukkan keganjilan-keganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh karena itu novel ini sering disebut sebagai novel bertujuan.

2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai dan jiwa seseorang serta perjuangannya.

3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam suatu masa sejarah. Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat istiadat dan perkembangan masyarakat pada saat itu.


(27)

4. Novel Anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia anak-anak yang dapat dibacakan oleh orangtua umtuk pembelajaran kepada anaknya, ada pula yang biasanya hanya dibaca oleh anak-anak saja.

5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar otak guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan pengaran dalam cerita. 6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan dan peperangan

yang di derita seseorang.

7. Novel Propaganda, yaitu novel yang isinya semata-mata untuk kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.

Berdasarkan penjelasan pembagian jenis-jenis novel di atas, maka dapat dilihat bahwa novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi termasuk dalam jenis Novel Sejarah dan Novel Perjuangan. Meskipun dalam novel “Nijushi no Hitomi” membahas tentang kehidupan tentang anak-anak tetapi novel ini tidak termasuk ke dalam novel anak-anak. Novel ini diangkat dari kisah nyata kehidupan di sebuah desa di Laut Seto tepatnya di desa tanjung dan desa pohon pinus. Dalam novel itu diceritakan tentang seorang Ibu Guru dan dua belas murid didiknya. Kisah ini berlangsung pada April 1928 sampai setelah perang April 1946. Perang yang berlangsung pada saat itu memporak- porandakan kehidupan di desa tersebut, hingga semua impian tersapu oleh kenyataan hidup. Ibu guru dan dua belas muridnya beserta masyarakat yang hidup di desa tersebut harus dapat belajar memahami dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Novel terbentuk oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya karya sastra tersebut yang terdiri dari tema, alur (plot), latar atau setting, penokohan/perwatakan dan sudut pandang


(28)

atau pusat pengisahan. Sedangkan unsur ektrinsik adalah unsur luar dari sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya suatu karya sastra, unsur ini meliputi latar belakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang dan sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai kehidupan sosial yang menjadi landasan pengarang untuk membuat suatu karya sastra.

2.2 Resensi Novel “Nijushi no Hitomi” 2.2.1 Tema

Tema adalah sesuatu yang menjadi pokok permasalahan atau sesuatu yang menjadi pemikiran pengarang (ide cerita) yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Tema ini disampaikan pengarang melalui jalinan cerita yang ia buat di dalam novel. Selain ide cerita, tema dapat berupa pandangan hidup, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Brook dalam Tarigan (1984: 125) bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.

Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000: 91) istilah tema berasal dari bahasa latin yang berarti tempat melektakkan suatu perangkat. Hal ini karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai titik tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Lebih lanjut lagi Scharbach menjelaskan bahwa tema is not synonimous with moral or message.... theme does relate to meaning an purpose, in the sense. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema pembaca terlebih dahulu harus memahami unsur-unsur signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya.


(29)

Sementara itu, menurut Fananie (2000: 84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra.Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangan beragam.Tema dapat berupa persoalan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi dan tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan.

Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah kita membaca cerita serta menganalisis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui alur cerita serta penokohan dan dialog-dialognya, hal ini sangat penting karena ketiganya memilki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah cerita. Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan sedangkan tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungsing untuk mendukung alur dan mengetahui bagaimana jalannya cerita tersebut, dari alur inilah kita dapat menafsirkan tema cerita novel tersebut.

Contohnya dalam cerita novel “Nijusi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi, dalam novel ini diceritakan mengenai perjalanan hidup seorang Miss Oishi sebagai seorang guru dari muda hingga dia menua selama sekitar satu generasi yaitu kurang lebih dua puluh tahun.Miss Oishi berasal dari desa Pohon Pinus yang kesehariannya harus mengajar sekolah cabang di desa Tanjung yang jaraknya delapan kilometer.Dalam novel ini diceritakan dari Miss Oishi masi muda sampai akhirnya menua dan memiliki tiga orang anak. Di sekolah cabang yang berada di desa Tanjung dia menjadi guru musik anak kelas satu yang berjumlah dua belas orang, lima laki-laki dan tujuh perempuan. Kedua belas murid yang awalnya ingin menjahilinya mulai menyayangi Ibu guru tersebut.Miss Oishi hanya mengajar mereka tidak lebih dari satu tahun karena kecalakaan di pantai yang mengakibatkan tulang tumitnya patah.Setelah kecelakaan tersebut Miss Oishi akhirnya di pindahkan ke sekolah utama. Dan Miss Oishi kembali


(30)

mengajar kedua belas anak tersebut ketika mereka kelas lima. Karena di desa Tanjung sekolah cabang hanya menyediakan untuk kelas satu sampai kelas empat.Kehidupan mereka semua berubah ketika perang memporak-porandakan semuanya.Mereka harus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dimana Miss Oishi tidak pernah setuju atas anak laki-laki untuk berperang.Bahkan Miss Oishi ingin meminta berhenti untuk menjadi guru kepada Ibunya karena sebagian dari murid laki-lakinya bercita-cita untuk menjadi tentara. Miss Oishi sangat kecewa pada saat itu, dia sangat tidak setuju akan laki-laki harus menjadi tentara dan mati secepat itu tapi itu semua hanya di dalam hatinya dia tidak pernah berontak apapun. Miss Oishi mengikuti semua perjalanan tersebut hingga perang berakhir.

Dari cerita diatas tampak tema yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah “Bagaimanapun keadaan yang terjadi dalam hidup, kita harus belajar memahami dan menyesuaikan diri kita atas perubahan zaman”.

2.2.2 Alur (Plot)

Alur atau Plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu per satu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000: 83).

Dalam cerita fiksi ataupun cerpen, urutan plot beranekan ragam. Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000: 84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot suatu cerita dapat tersusun dalam tahap sebagai berikut:


(31)

1. Perkenalan (Exposition)

Sejenak kemudian, seorang murid lain bertanya, “siapa nama guru baru itu?”

“Miss Oishi”. Tapi dia kecil sekali. Aku jangkung, walaupun aku seorang Kobayashi-(“Oishi” artinya “batu besar”, sedangkan “Kobayashi” artinya “kayu kecil”. Miss Kobayashi menggunakan permainan kata dari arti nama mereka)

... ... ...

Tiba-tiba saja sepeda itu sudah berada di depan mereka, mendatangi dengan cepat, seperti burung, dan pengendaranya adalah perempuan yang mengenakan pakaian model Barat. Dia tersenyum pada mereka dan menyapa, “Selamat pagii !” Lalu lenyap, seperti hembusan angin.

... ... ...

“Tadi ada gadis berpakaian Barat baru saja lewat, naik sepeda! Menurutmu itu si Ibu Guru, bukan?”

“Apa dia memakai kemeja putih dan jas hitam, seperti laki-laki?” “Ya” (halaman 20-24)

Cuplikan diatas merupakan bagian dimana pengarang memperkenalkan tokoh utama cerita, yaitu Miss Oishi, menuliskan keadaan dan situasi yang melatar belakangi cerita tersebut. 2. Pertikaian (Inciting Force)

‘Dia anakku satu-satunya. Aku tidak bakal membolehkan dia datang ke desa kalian lagi. Orang-orang desa disana jahat sekali.”(halaman 59)

Cuplikan di atas merupakan bagian dimana pengarang mulai menampilkan pertikaian yang dialami tokoh, pertikaian ini bisa terjadi karena pertemuan dengan tokoh lain ataupun situasi sosial yang lain dan konflik mencul pada bagian ini. Dalam cuplikan tersebut yang


(32)

berbicara adalah Ibu dari Miss Oishi yang merasa tidak ingin lagi anaknya kembali mengajar di desa tanjung tersebut.

3. Perumitan (Rissing Action)

Akan tetapi tujuan kedatangan kepala sekolah kemari bukanlah untuk mendesak ibu guru. Dia sekedar ingin menanyakan kesehatan Miss Oishi, sekaligus untuk membawakan kabar baik. Hari ini dia menyebut anak perempuan sahabatnya itu dengan nama depannya saja, sewaktu berbicara, “Hisako, Kau sudah mengorbankan salah satu kakimu, jadi ku pikir sebaiknya kau berhenti mengajar di sekolah cabang itu. Aku sudah mengambil keputusan untuk memindahkanmu ke sekolah utama, tapi kalau melihat caramu berjalan, kurasa kau belum bisa mengajar disana.”

... ... ...

“Hisako, mengapa diam saja? Mengapa Kau tidak mengucapkan terima kasih?” ... ... ...

“Jaga mulutmu Hisako ! Kau bahkan belum mengucapkan terima kasih selayaknya atas kebaikan hati Pak kepala sekolah. Aku membiarkanmu menjawab sendiri, tapi kau justru bicara yang tidak-tidak semenjak dia datang.” (halaman 82-85)

Cuplikan di atas merupakan bagian dimana pengarang mulai menampilkan pertikaian yang telah terjadi pada tahap sebelumnya menjadi semakin rumit, masalah yang terjadi pada tokoh semakin kompleks.

4. Krisis (Crisis)

Mereka hidup dalam kekurangan, dan Mrs Oishi tidak mampu menyediakan bahan untuk membuat peti mati bagi Yatsu (anaknya). Maka dia memutuskan untuk


(33)

menggunakan sebuah meja tua yang sudah bobrok. Bunga-bunga juga tidak ada di kebun, maka Daikichi (anak sulung) dan Namiki (anak kedua) memetik sejumlah bunga liat di pemakaman, untuk di persembahkan kepada adik perempuan mereka yang telah meninggal itu. (halaman 207)

Cuplikan di atas merupakan bagian dimana situasi semakin panas dan para pelaku sudah di beri gambaran nasib oleh pengarangnya.

5. Puncak (Climax)

Perang telah membuat orang-orang tidak mampu memiliki sepeda-padahal sepeda adalah kebutuhan sehari-hari. Setengah tahun setelah perang usai, masih sangat sulit untuk membeli sepeda. Inilah masalah yang paling membebani Mrs Oishi ketika dia ditugaskan kembali ke desa Tanjung itu. Dulu setengah perjalanan ke sana bisa di tempuh dengan naik bus, tapi semasa perang layanan bus dihentikan, dan sampai sekarang belum ada lagi. Semuanya sepertinya tidak ada cara lain selain berjalan kaki sejauh delapan kilometer, yang semasa mudanya dulu pun biasa dia tempuh dengan bersepeda. Mrs Oishi khawatir akan jatuh sakit kalau mesti menggunakan cara itu. (halaman 194)

Cuplikan di atas merupakan bagian dimana masalah yang telah terjadi dan semakin rumit pada tahap sebelumnya datang semakin bertumpuk di bagian ini, bisa saja mungkin tokoh mengalami hal yang paling sulit dalam hidupnya di bagian ini dan masalah ini harus segera diselesaikan.


(34)

6. Anti Klimaks (Falling Action)

“Ada surat untuk Bu Guru Oishi.” Katsuko menyodorkan surat itu dengan bangga. Isinya : Hari minggu adalah satu-satunya hari libur Anda, berarti Anda tentunya sibuk sekali di rumah. Tetapi kami sungguh berharap Anda bisa datang ke pesta kami pada hari minggu ini. Sebelum kami sempat mencari tahu, hari apa yang sekiranya sesuai untuk Anda, gandum di ladang tahu-tahu sudah masak dan panen gandum sudah dekat. Berhubung kami merasa akan sulit mencari kesempatan lain untuk berkumpul, maka kami mengatur acara ini dengan tergesa-gesa. Sebagian besar kawan-kawan sekelas kami kemungkinan akan datang, jadi, kira-kira bersediakah Anda untuk datang juga?... (halaman 229-230)

... ... ...

Saya rasa pengalaman-pengalaman hidup kami yang keras telah menjadikan kami lebih matang. Saya yakin kami sanggup melakukan hal-hal yang tidak bakal pernah berani dilakukan oleh perempuan-perempuan yang menikah seperti Miisan, atau oleh para lajang yang penuh harga diri seperti Kotsuru atau Sanae. Benar, Matchan ? Mari kita tunjukkan semangat kita pada mereka !” (halaman 241)

Cuplikan di atas merupakan bagian penyelesaian, persoalan yang datang dari tahap-tahap sebelumnya mulai diselesaikan satu per satu, pada bagian ini masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara, bisa saja dengan mematikan tokoh cerita ataupun membiarkan tokoh mengambang, hal ini sesuai dengan kreatifitas pengarang.

Tahapan plot di bentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, selalu memiliki setting tertentu dan selalu


(35)

menampilkan suasana tertentu pula. Sebab itulah dengan memahami plot pembaca dapat sekaligus berusaha memahami penokohan/perwatakan maupun setting.

Dalam tahapan alur selalu terdapat konflik. Konflik merupakan inti dari sebuah alur. Konflik dapat diartikan sebagai sebuah pertentangan. Menurut Kosashi (2011: 226) bentuk-bentuk pertentanga antara lain:

1. Pertentangan Manusia dangan Dirinya sendiri; 2. Pertentangan Manusia dengan sesamanya;

3. Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan ekonomi, sosial, politik dan budaya;

4. Pertentangan Manusia dengan Tuhan atau Keyakinannya

Bentuk-bentuk konflik inilah yang kemudian diangkat ke dalam novel dan menggerakkan alur cerita. Berdasarkan uraian tentang konflik di atas, maka konflik yang terdapata dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakeo Tsuboi adalah pertentangan

manusia dengan lingkungannya ekonomi dan sosial. Akibat perang Jepang dengan China kehidupan desa kecil di Tanjung itu banyak mengalami perubahan dimana semua laki-laki yang baru saja dewasa sudah harus menjadi tentara dan maju pada garis terdepan dalam perang tersebut. Disini Ibu Guru Oishi ingin menentang tetepi takut di bilang sebagai Golongan “Merah”. Ibu Guru Oishi hanya bisa mengikuti jalan hidupnya. Kehidupan setelah perang membuat ekonomi penduduk desa tanjung maupun desa pohon pinus menurun. Bahkan umtuk membeli pakaian pun tidak bisa. Layanan bus yang tadinya bisa mengantar dari satu desa ke desa lain juga terhenti karena perang.


(36)

Alur atau plot di bagi menjadi 2 jenis yaitu:

1. Alur maju adalah susunannya mulai dari peristiwa pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai cerita itu berakhir.

2. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian kembali pada peristiwa akhir tadi.

Dari penjelasan alur atau plot di atas, maka alur yang ada pada novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi adalah alur campuran. Karena cerita dalam novel ini tidaklah berurut dari awal, tetapi bolak balik dari masa depan kemudian kembali ke masa lalu.

2.2.3 Penokohan/ Perwatakan

Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batiniah yang dapat merubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadat dan sebagainya. Menurut Jones dalam Nurgiantoro (1995: 165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Sedangkan menurut Kosashi (2011: 228) penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter dalam tokoh-tokoh cerita.

Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana pula prilaku tokoh-tokoh tersebut. Dalam penokohan ada 2 hal penting, yaitu pertama hubungan dengan teknik penyampaian dan yang kedua adalah hubungan dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal ini memilki hubungan yang sangat erat karena penampilan dan penggambaran sang tookoh harus mendukung watak tokoh tersebut (Aminuddin, 2000: 79).


(37)

Penokohan dalam novel “Nijushi no Hitomi” adalah sebagai berikut:

1. Miss Oishi / Hisako Oishi adalah tokoh utama dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi yang merupakan ibu guru dari desa Pohon Pinus yang mengajar di desa yang ada di tanjung. Sebagai seorang guru Miss Oishi berhasil menjadi guru yang disayangi oleh murid-muridnya karena kebaikan dan keteladanannya.

Cuplikannya sebagai berikut: “Tak lama lagi akan ada ibu guru baru. Kalian semua mesti menjadi murid-murid yang baik, Ya ? Mau, kan ? Aku suka sekali mengajar disini, tapi sayangnya kakiku seperti ini. Aku akan kembali setelah sembuh nanti.”

Anak-anak itu memandangi kaki Ibu Guru. Kedua mata Sanae berkaca-kaca; sengaja dia membuka matanya lebar-lebar supaya air matanya yang berkilat-kilat itu tidak tumpah. (halaman 95)

2. Orangtua Miss Oishi (Ibu) adalah orang yang sangat baik dan orang yang paling menyayangi Miss Oishi. Mereka hidup berdua sejak kematian sang ayah ketika Miss Oishi berumur tiga tahun.

Cuplikannya sebagai berikut: ‘Dia anakku satu-satunya. Aku tidak bakal membolehkan dia datang ke desa kalian lagi. Orang-orang desa di sana jahat-jahat sekali”(halaman 59)

3. Kotoe Katagiri, anak perempuan seorang nelayan. Kotoe memiliki sifat yang sangat baik sebagai anak perempuan pertama. Di usianya yang sangat kecil dia harus mengurus adik-adiknya. Dia sangat menyesal telah dilahirkan sebagai anak perempuan.

Cuplikannya sebagai berikut: Aku menyesal dilahirkan sebagai anak perempuan. Ayahku selalu mengeluh, kenapa aku bukan anak laki-laki. Gara-gara aku bukan anak lelaki, aku tidak bisa ikut menangkap ikan bersama ayahku; jadi. Ibuku yang pergi dengannya. Ibu


(38)

menggantikan aku melaut, umtuk bekerja, pada hari-hari musim dingin yang menggigilkan dan pada hari-hari musim panas yang terik. Kalau sudah besar nanti, aku akan melakukan apapun sebisaku untuk ibu.”(halaman 154)

4. Fujiko Kinoshita, anak perempuan seorang bangsawan dan dia adalah orang yang sangat pendiam.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: Fujiko adalah anak perempuan yang berwajah pucat yang tampak tidak sehat. Dia selalu kelihatan menggigil, kedua tangannya dimasukkan ke balik lengan baju, sikapnya yang penuh harga diri nyaris tak kelihatan di balik tatapan matanya yang dingin dan muram, serta sifatnya yang tidak banyak berbicara.(halaman 158)

5. Tadashi (Tanko) Morioka, anak lelaki seorang ketua nelayan. Tanko adalah anak lelaki yang bercita-cita menjadi tentara dan nelayan.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Aku akan ikut kursus sekolah lanjutan disini. Setelah lulus, aku akan menjadi nelayan, sampai aku diterima sebaigai tentara.”(halaman 158)

6. Takeichi Takeshita, anak laki-laki cerdas seorang pedagang beras. Takeichi juga mempunyai cita-cita menjadi tentara.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Aku akan menjadi kadet. Kau tidak akan bisa mengalahkanku Tanko. Aku akan lansung menjadi letnan dua.” (halaman 159)

7. Nita Aizawa, anak lelaki cerewet bersuara lantang. Nita akhirnya tewas di medan perang. Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Kau agak terlalu banyak ikut campur urusan orang lain, Master Nita Aizawa. Suaramu juga terlalu lantang. Mulai sekarang, kalau aku memanggil nama anak lain, aku ingin dia menjawab sendiri.” (halaman 30)


(39)

8. Kotsuru Kabe, anak perempuan seorang pengantar barang; gadis yang banyak bicara. Anak perempuan yang bercita-cita menjadi bidan.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Kotsuru, sepertinya kau agak terlalu cerewet, ya ?Kau ingin menjadi bidan, bukan? Bidan yang baik tidak boleh terlalu banyak membicarakan orang lain. Ini pesan terakhirku untukmu. Jadilah bidan yang baik, ya?” Walaupun pada dasarnya dia anak yang lancang, Kotsuru mengangkat pundak dengan malu dan tersenyum dengan matanya yang sipit itu. “saya mengerti. Terima kasih.” (halaman 165)

9. Sanae Yamaishi, anak perempuan yang pemalu namun cerdas. Sanae bercita-cita menjadi seorang pendidik.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Dan Sanae, ku harap kau akan menjadi guru yang baik. Menurutku, sebaiknya kau belajar untuk lebih banyak berbicara.” (halaman 165) 10. Matsue (Matchan) Kawamoto, anak perempuan seorang tukang kayu. Kematian ibunya

membuat anak perempuan ini harus mengurus semua adik-adiknya. Dan pada akhirnya dia hidup di lingkungan yang asing.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Kematian ibunya telah melemparkan gadis itu ke dalam lingkungan yang asing dan tak bisa di tebak”. (halaman 151)

11. Misako (Miisan) Nishiguchi, anak perempuan dari keluarga kaya. Misako adalah anak perempuan yang tidak terlalu pandai di kelasnya. Dia agak payah dalam pelajaran dasar-dasar aritmatika. Dia selalu tampak tertekan seusai sekolah, dia masih terus belajar untuk ujian masuk.


(40)

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Kepalaku langsung pening ketika melihat angka-angka. Mana mungkin aku bisa ikut ujian? Lihat saja nanti, begitu hari ujian tiba, aku pasti sakit.” (halaman 152)

15. Isokichi (Sonki) Okada, anak lelaki seorang penjual tahu. Isokichi adalah salah satu yang selamat saat perang, meskipun dia kehilangan penglihatannya.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Besok malam saya akan berangkat ke Osaka untuk magang. Atasan saya akan mendaftarkan saya ke sekolah malam di sana.” (halaman 168)

16. Masuno Kagawa, anak perempuan pemilik restoran; dia memiliki bakat musik. Namun dia gagal untuk masuk sekolah lanjutan karena nenek dan ayahnya tidak mengizinkan.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “nenek dan ayah Masuno sangat keberatan dia meneruskan sekolah lanjutan, jadi akhirnya dia menyerah. Kata mereka, tidak apa-apa kalau anak pemilik restauran manjadi pemain samisen, tapi mereka tidak mau dia menjadi penyanyi konser. Masuno menangis habis-habisan, bahkan sampai mogok makan segala....” (halaman 164)

17. Kichiji (Kitchin) Tokuda, anak lelaki pendiam

2.2.4 Latar (Setting)

Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Gambaran situasi yang jelas akan membantu memperjelas peristiwan yang sedang di kemukakan pengarang (Aminuddin, 2000: 68).


(41)

Sebagai salah satu bagian dari unsur pembangun karya fiksi, setting selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur signifikan yang lain dalam rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan (unity) dari keseluruhan isi yang dipaparkan pengarang . Setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan dan alur untuk mewujudkan suatu tema cerita.

Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001: 99) secara garis besar latar dapat dikategorikan dalam 3 bagian, yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.

Dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi lokasi berlangsungnya peristiwa adalah di sebuah sekolah di desa sederhana di laut Seto, di tengah masyarakat petani dan nelayan. Namun tidak semua peristiwa tersebut terjadi disana. Ada beberapa peristiwa yang terjadi di desa Pohon pinus yang merupakan desa asal Miss Oishi.

2. Latar Waktu

Latar waktu mengarah padah saat terjadinya peristiwa, yang meliputi hari, tanggal, bulan, tahun bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut.

Novel ini memiliki latar belakang cerita tentang keadaan kehidupan masyarakat sebelum dan sesudah perang dengan China. Bermula pada saat pertama kali Miss Oishi mengajar di desa Tanjung pada April 1928 sampai setelah berakhirnya perang pada April 1946.

3. Latar Sosial

Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi maupun nonfiksi. Tata


(42)

cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah atau tinggi.

Dalam novel ini pengarang menampilkan kehidupan sosial masyarakat Jepang sebelum perang hingga perang dan sampai perang berakhir. Pada masa itu mereka harus belajar memahami kehidupan yang sederhana sementara waktu berlalu tahun-tahun yang bagai impian disapu oleh kenyataan hidup. Perang memporak-porandakan semua hingga akhirnya mereka harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

2.2.5 Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita novel tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut, apakah dia ikut terlibat langsung atau hanya sebagai pengamat yang berdiri diluar cerita (Aminuddin, 2000: 90). Sedangkan menurut Abrams dalam Nurgiantoro (1998: 248) sudut pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa dalam bentuk sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Terdapat beberapa jenis point of view, yaitu:

1. Narator Omniscient, yaitu pengarang yang berfungsi sebagai pelaku cerita, karena pengarang juga adalah pelaku cerita makan akhirnya pengarang juga merupakan pelaku yang serba tahu tentang apa yang ada dalam bentuk pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya, baik secara fisikal maupun psikologis. Dengan demikian apa yang terdapat dalam batin pelaku kemungkinanan nasibnya, pengarang atau narator juga


(43)

mampu memaparkannya meskipun itu hanya beberapa lamunan pelaku atau merupakan sesuatu yang belum terjadi.

2. Narator observer, yaitu pengarang berfungsi sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu prilaku batiniah para pelaku.

Dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi ini pengarang termasuk ke dalam narrator observer, yaitu pengarang yang hanya berfungsi sebagai pengamat saja, karena tidak terlihat langsung dalam cerita novel. Pengarang mengangkat cerita sejarah Jepang ke dalam bentuk novelnya lalu mengemas cerita tersebut lebih menarik agar lebih mudah dipahami oleh pembaca, tetapi ini cerita di dalam novel tetap sama dengan kisah sejarahnya tanpa ada yang di ubah sedikitpun.

2.3 Biografi Pengarang

Sakae Tsuboi, pengarang buku ini lahir di Pulau Shodo di Laut Seto pada tahun 1900. Setelah lulus sekolah dasar, dia bekerja sebagai juru tulis di kantor pos dan kantor desa di pulau itu selama kurang lebih sepuluh tahun. Pada tahun 1925 Ia pindah ke Tokyo dan menikah dengan Shigeji Tsuboi, seorang penyair. Kelak dia berkenalan dengan para novelis perempuan, diantaranya Yuriko Miyamoto dan Ineko Sata, dan berkat dorongan mereka, dia mulai menulis fiksi.

Sejak masa perang dia telah menghasilkan sejumlah novel. Dia dikenal piawai dalam menulis kisah-kisah yang tokoh utamanya anak-anak, dan dari beberapa karyanya ini dia telah memenangkan berbagai penghargaan sastra, diantaranya penghargaan Menteri Pendidikan untuk Karya Seni. Novel Nijushi no Hitomi (Dua Belas Pasang Mata) telah diadaptasi menjadi film oleh sutradara Keisuke Kinashita. Pada tahun 1967, Sakae Tsuboi menjadi warganegara


(44)

kehormatan Uchinomi, Kagawa, dan pada tahun 1979 untuk menghormati karyanya Prefektur Kagawa menetapkan Sakae Tsuboi Prize untuk anak-anak dari prefektur mereka.

2.4 Studi Pragmatik Sastra

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik sastra untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi, penulis mengambil beberapa cuplikan teks yang ada di dalam novel yang memiliki nilai di dalam novel tersebut.

Pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah pada aspek kegunaan sastra. Penelitian ini muncul atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang mengandung karya sastra hanya sebagai teks itu saja.

Siswanto Roekhan dalam Endraswara (2008: 70) mengatakan pragmatik sastra lebih menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra, karena pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra atau tidak dan sebuah keutuhan komunikasi sastrawan-karya sastra-pembaca, maka pada hakikatnya karya yang tidak sampai kepada pembacanya bukanlah karya sastra.

Kajian pragmatik selalu memunculkan persoalan yang berkaitan dengan masalah pembaca, yaitu apa yang dilakukan pembaca dengan karya sastra, apa yang dilakukan karya sastra dengan pembacanya serta apakah tugas dan batas kemungkinan pembaca sebagai pemberi makna (Teeuw dalam Endraswara, 2008: 71). Hal ini berhubungan dengan manfaat pragmatik sastra terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasannya sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan melalui peranan pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik adalah memberikan manfaat terhadap pembaca.


(45)

Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatik diantaranya adalah berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra.

Pendekatan pragmatik sastra mengandung karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral, agama dan tujuan pendidikan lainnya. Dengan kata lain pragmatik sastra bertugas sebagai pengungkap tujuan yang dikemukakan para pengarang untuk mendidik masyarakat pembacanya. Semakin banyak nilai-nilai, ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang diberikan kepada pembaca maka semakin baik dan bernilai tinggi karya sastra tersebut (Abrams dalam Jabrohim, 2012: 67).


(46)

BAB I

ANALISIS CERITA NOVEL “NIJUSHI NO HITOMI” KARYA SAKAETSUBOI DILIHAT DARI SEGI PRAGMATIK

1.1Latar Belakang

Sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia.Sastra dilihat dari kebudayaan dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengukapkan gagasanya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya.Dalam konteks kesenian, kesusatraan adalah salah satu bentuk atau cabang kesenian yang menggunakan media bahasa sebagai alat pengungkapan gagasan dan perasaan seninya. Sastra adalah karya tulisan yang halus (belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjang tipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.

Adapun manfaat sastra pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi antara sastrawan dan masyarakat pembacanya.Karya sastra selalu berisi pemikiran, gagasan, kisah-kisah dan amanat yang dikomunikasikan kepada para pembaca.Untuk menangkap ini, pembaca harus bisa mengapresiasikan.Pengkajian terhadap salah satu genre karya sastra tersebut adalah untuk mengungkapkan nilai estetis dari unsur-unsur pembangun karya sastra, yang meliputi unsur instrinsik maupun unsur ekstrinsik tersebut.

Karya sastra secara objektif dapat didefinisikan sebagai karya seni yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas, maupun pembaca (Abrams dalam Jabrohim, 1981: 67).Karya sastra mengungkapkan yang tak terungkapkan, karena karya sastra mampu menghadirkan aneka macam konotasi yang dalam bahasa sehari-hari jarang kita temukan. Teks-teks yang dipakai dalam sebuah karya sastra tak lain untuk suatu tujuan komunikatif yang praktis dan hanya


(47)

berlangsung untuk sementara waktu saja dalam situasi komunikasi antara pengarang dengan pembaca.

Diharapkan pula terhadap pembaca agar dapat menangkap amanat yang ada didalamnya.Hal ini karena nilai-nilai amanat merupakan nilai-nilai universal yang berlaku didalam masyarakat seperti, nilai moral, etika, religi.Nilai-nilai amanat itu tercermin dalam tokoh cerita dan alur cerita.Novel memiliki banyak sekali manfaat, selain sebagai media penghibur, novel juga menggambarkan pola pikir suatu masyarakat, serta mewakilisuatu kebudayaan masyarakat tertentu.

Berbicara mengenai sastra, maka tidak lepas dari karya sastra yang disebut dengan novel.Novel merupakan salah satu jenis karya yang sangat menarik untuk dikaji.Hal tersebut karena di dalam novel terdapat unsur-unsur instrinsik yang membawa pembaca bertualang seolah-olah pembaca mengalami peristiwa yang ada di dalam cerita novel tersebut.

Novel adalah karya fiksi yang sangat panjang dan mengandung banyak rangkaian cerita mengenai kehidupan seseorang dengan orang lain yang berada di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat sipelaku.Dalam menganalisis novel dapat dilakukan dengan berbagai metode atau pendekatan kritik sastra, salah satu diantaranya adalah pendekatan pragmatik.

Dalam praktiknya, pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya.Semakin banyak nilai pendidikan moral dan atau agama yang terdapat dalam karya sastra dan berguna bagi pembacanya, makin tinggi nilai karya sastra tersebut.


(48)

Dalam kesempatan ini penulis mencoba membahas suatu bentuk karya sastra prosa yaitu novel yang berjudul“Nijushi No hitomi ” karya Sakae Tsuboi yan dilihat dari sudut pandang pendekatan pragmatik.Pendekatan pragmatik sendiri adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami dan menghayati karya sastra.

Jika dilihat melalui pendekatan pragmatik, maka novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi ini akan memiliki penilaian-penilaian yang berbeda dari tiap pembacanya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dari pandangan sastra antara peran pembaca yang satu dengan yang lainnya.Jika pembaca menilai novel ini melalui sosok utama Miss Oishi yang tegar maka baiklah penilaian terhadap novel ini, namun sebaliknya jika menilai dari sisi negatif Miss Oishi yang sangat tidak menyukai tentara.Namun demikian, ada alasan tersendiri dari Miss Oishi mengapa dia tidak menyukai tentara. Miss Oishi menganggap bahwa anak laki-laki yang baru dewasa tidak boleh mati secepat itu, apalagi harus mati di medan perang. Namun, jika dilihat dari sisi positifnya ada baiknya dia menyetujui apa yang dilakukan pemerintah Jepang pada zaman itu, karena peristiwa ini terjadi pada masa-masa perang.

Miss Oishi adalah Ibu Guru yang mengajar di desa tanjung. Peristiwa itu berlangsung sekitar satu generasi.Satu generasi kalau bisa di bilang itu kira-kira 20 tahunan.Berawal pada tahun 1928 dia mengajar di desa tanjung.Di desa inilah dia banyak belajar tentang kerasnya hidup.Bahwa anak-anak kecil yang masih kelas satu sekolah dasar harus tetap bekerja keras setelah mereka pulang sekolah.Di desa Tanjung ini Miss Oishi mengenal dua belas murid.Murid-murid ini lah yang sampai dia tua, yang dia ingat dan dari sifat dia itulah murid.Murid-murid-murid.Murid-murid itu banyak mendapat pelajaran.Ada timbal balik yang di dapat mereka.Perang meluluhlantakkan semuanya,


(49)

harapan dan cita-cita yang sudah tersusun rapi harus tersapu oleh kenyataan.Namun, mereka harus tetap hidup kuat dan tetap berjuang. Karena hidup akan terus berlangsung.

Hal inilah yang sebenarnya ingin disampaikan penulis kepada para pembaca novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi dimana kita harus bisa tetap hidup dan bercita-cita tinggi meskipun banyak halangan dan rintangan.Zaman pasti berubah, bukan zaman yang menyesuaikan diri dengan kita tapi kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan zaman agar tetap dapat hidup.

Berdasarkan penjelasan di atas, mendorong penulis untuk membahas dan meneliti novel “Nijushi no Hitomi” Karya Sakae Tsuboi, dengan judul penelitian “ANALISIS CERITA NOVEL “NIJUSHI NO HITOMI” KARYA SAKAE TSUBOI DILIHAT DARI SEGI PRAGMATIK”.

1.2Rumusan Masalah

Novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi merupakan sebuah novel yang bercerita tentang kehidupan masyarakat desa dan kehidupan seorang Ibu Guru yang sangat cerdas. Cerita dalam novel ini terjadi sekitar satu generasi atau bisa dibilang 20 tahun.Novel ini mengandung nilai-nilai positif yang sangat bermanfaat untuk pembaca.

Nilai-nilai ini tercermin dalam setiap isi cerita yang berkaitan dengan tokoh utama novel “Nijushi No Hitomi” karya SakaeTsuboi yaitu Miss Oishi yang menjadi guru dari dua belas murid.Nilai-nilai yang dapat penulis ambil dari karakter seorang Miss Oishi ini adalah ramah, tabah, penyayang, penyabar, peduli, tegar dan keras. Keras disini adalah hal positif dimana Miss Oishi menentang dalam hati atas ketidak setujuannya terhadap anak laki-laki yang baru dewasa


(50)

untuk maju di medan perang. Miss Oishi berpendapat bahwa nyawa manusia itu penting.Namun, karena zaman yang menginginkannya. Perang yang terjadi pada saat itu menghancurkan semua cita-cita yang sudah dirangkai, namun hidup tetap hidup, bagaimana pu kita tetap harus jalan dan maju. Kita tetap harus dapat menyesuaikan diri dengan zaman.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik tokoh Miss Oishi dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi?

2. Nilai pragmatik apa saja yang terkandung dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi?

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penelitian di perlukan batasan masalah agar masalah tidak berkembang luas dan lebih terarah.

Dalam penelitian ini,penulis menganalisis cerita novel “Nijushi No Hitomi” karya Sakae Tsuboi,edisi bahasa indonesia yang 244 halaman berdasarkan pendekatan pragmatik sastra,penulis menjelaskan nilai pragmatik yang terkandung dalam novel tersebut melalui cuplikan teks percakapan Miss Koishi dengan tokoh tokoh lain di dalam novel.

Melalui teks percakapan tersebut,penulis mengambil nilai nilai pragmatik yang disampaikan pengarang dan menemukan 14cuplikan yang dapat dianalisis.Selain pendekatan


(51)

pragmatik.Penelitian ini juga menggunakan pendekatan semiotik untuk melihat tanda dan maka dalam teks cerita.

Dalam penelitian ini penulis menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan penelitian ini,seperti pengertian sastra,novel,pendekatan pragamatik,pendekatan semiotik dan biografi pengarang yaitu Sakae Tsuboi.

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan aspek keindahan yang baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna (Fananie,2000 : 6), sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakuphubungan antar masyarakat, antarmasyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalambatin seseorang .

Karya sastra merupakan hasil imajinasi dan kreativitas seorang pengarang. Pengarang menulis tentang apa saja yang menimbulkan keharuan batinnya, dan mendorong untuk berpikir, mencernakan dan mensublimasikan apa yang dilihat, didengar, dirasakannya, dialaminya, dan akhirnya dia mencipta (Lubis,1996:37).

Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca.Pendapat Horatius yang ditulis dalam bukunya Ars Poetica pada tahun 14 SM menyatakan bahwa tolok ukur sastra ialah utile ‘bermanfaat’ dan dulce ‘nikmat’. Selain itu, ia pun sekaligus mengungkapkan pendekatan sastra yang menitikberatkan pada peran pembaca (pendekatan pragmatik) dalam pendekatan teori


(52)

Barat, sering dipermasalahkan urutan utile dan dulce itu, mana yang harus didahulukan, ‘bermanfaat’ dahulu baru ‘nikmat’ atau justru sebaliknya ‘nikmat’ dulu baru ‘bermanfaat’ – masalah antara pendekatan moralis (manfaat) dan estetik (nikmat), namun hal ini barangkali lebih tepat disebut perbedaan dalam tekanan (estetik baru tersendiri pada zaman romantik di dunia Barat).Dalam rangka penelitian satra,ada beberapa model pendekatan(teori kritik tertentu) yang dapat di terapkan dan penerapan model itu sesuai dengan konsep serta tata kerjanya masing masing.Abarams dalam Jabrohim(2010:67) telah membagi model pendekatan itu kedalam empat kelompok besar,dan empat kelompok itu dapat di pandang sebagai model yang telah mencakupi keseluruhan situasi dan orientasi karya sastra.

Diuraikan oleh Abrams keempat pendekatan itu adalah:

1 Pendekatan Ekspresif adalah model pendekatan yang menonjolkan kajiannya terhadap peran pengarang sebagai pencipta karya sastra.

2 Pendekatan Pragmatik adalah model pendekatan yang menitikberatkan sorotannya terhadap peranan pembaca sebagai penyambut dan penghayat karya sastra

3 Pendekatan Mimetik adalah pendekatan yang lebih berorientasi pada aspek referensial dalam kaitannya dengan dunia nyata.

4 Pendektan Objektif adalah pendektan yang memperhatikan karya sastra sebagai struktur dengan koherensi intirinsik(melihat karya sastra tersebut).

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini,penulis menggunakan pendekatan pragamatik sastra sebagai landasn teori menganalisis cerita novel “Nijushi No Hitomi karya Sakae Tsuboi”.Pragmatik sastra adalah


(53)

cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah ke aspek kegunaan sastra.Penelitian ini muncul atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang memandang karya sastra hanya sebagai teks itu saja.Kajian struktural dianggap hanya mampu menjelaskan makna karya sastra dari permukaanya saja.Maksudnya,kajian struktur sering melupakan aspek pembaca sebagai penerima makna atau pemberi makna terhadap karya sastra tersebut.

Menurut Abrams dalam Jabrohim (2012:67) pendekatan pragmatik sastra adalah model pendekatan yang melihat karya sastra berdasarkan sudut pandang pembaca.Pendekatan pragmatik sastra memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca,seperti tujuan pendidikan,moral,agama,atau tujuan pendidikan lainnya. Semakin banyak nilai nilai dan ajaran ajaran yang diberikan kepada pembaca,maka semakin baik karya sastra tersebut.Beberapa nilai yang tersebut terdapat dalam cerita novel “Nijushi No Hitomi” karya Sakae Tsuboi, yaitu percaya diri,gigih,rendah hati, tegas dan penyayang.Nilai nilai tersebut mewakili pesan atau tujuan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitan

1. Untuk mengetahui penokohan miss Koishi yang terdapat pada novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi.

2.Untuk mengetahui bentuk pemahaman pragmatik yang terdapat pada novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi.


(54)

1.Untuk menambah pengetahuan serta wawasan mengenai pemahaman tentang pragmatik.

2.Untuk menjadi bahan refrensi bagi pembaca dalam memilih bahan bacaan. 1.6 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memilih menggunakan metode deskriptif analisis.Deskripsi analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta fakta kemudian disusul dengan menguraikan sampai pada tahap memberikan pemahaman dan penjelasan(Ratna,2009:53).

Metode dianggap sebagai cara cara,strategi untuk memahami realitas,langkah langkah sistemasis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya.Sebagai alat,sama dengan teori,metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah,sehingga lebih mudah untuk di pecahkan.


(55)

ABSTRAK

Sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia. 文学は人間によって書かれたすべてのフォームと書き込みの種類を含み Sastra dilihat dari kebudayaan dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengungkapkan gagasanya melalui bahasa yang lahir dari perasaan pemikirannya.

文化の文学ビューはフィーリングの考え方から生まれた言語を通して彼の考えを表現す る人間の努力の形として解釈することができる

Adapun manfaat sastra pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi antara sastrawan dan masyarakat pembacanya.

文学の利点は、作家と読者のコミュニティ間の通信手段として、本質的である Novel adalah karya fiksi yang sangat panjang dan mengandung banyak rangkaian cerita mengenai kehidupan seseorang dengan orang lain yang berada di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku.

小説は非常に長く、犯罪者の性格と性質を強調するために彼の周りにいる他の人と人の 人生についての物語の多くのシリーズが含まれているフィクションの作品です

Dalam menganalisis novel dapat dilakukan dengan berbagai metode atau pendekatan kritik sastra, salah satu diantaranya adalah pendekatan pragmatik.

小説の分析では実用的なアプローチであるそのうちの一つの様々な方法や文芸批評のア プローチによって行うことができる

Pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah pada aspek kegunaan sastra.


(56)

Pragmatik sastra mengandung karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral, agama dan tujuan pendidikan lainnya.

語用論の文献は、教育、道徳、宗教やその他の教育目的の目的として、読者に特定の目 的を伝えるための手段として文献が含まれています

Dengan kata lain pragmatik sastra bertugas sebagai pengungkap tujuan yang dikemukakan para pengarang untuk mendidik masyarakat pembacanya.

つまり、語用論の文献は、読者を教育するという目標を述べた著者の啓示を務めた Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif.

本研究では、著者は、記述方法を使用しています

Novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi ini bercerita tentang kehidupan seorang Ibu Guru dan kedua belas muridnya beserta masyarakat yang hidup pada masa sebelum perang dan

sesudah perang dunia kedua. 小説“Nijushi No

Hitomi”壺井栄の仕事は一緒に戦争前と第二次世界大戦後の期間に住んでいる人と教師

の母と12弟子の人生の物語です

Peristiwa itu bermula pada 4 April 1928, seorang perempuan muda datang untuk mengajar di sebuah desa yang sederhana di Laut Seto, di tengah masyarakat petani dan nelayan.

事件は1928年4月4日に始まった、若い女性は農民や漁民のコミュニティで、瀬戸の海で シンプルな村で教えるようになった

Perempuan itu bernama Hisako Oishi. 女性は大石尚子に選ばれました


(1)

DisetujuiOleh :

FakultasIlmuBudaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Medan,Januari 2015

DepartemenSastraJepang

Ketua,

NIP.196000919 1988 03 1001

Drs.EmanKusdiyana,M.Hum


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi.Dengan seizin rahmat Tuhan Yang Maha Esa beriring salam kepada Tuhan, sebagai Nabi yang menjadi teladan terbaik bagi umat manusia.

Skripsi ini berjudul ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL “NIJUSHI NO HITOMI” KARYA SAKAE TSUBOI.Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Budaya Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam berbagai hal, baik penulisan maupun analisisnya, meskipun demikian penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembacanya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak sebagai berikut :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, PhD, selaku Dosen Pembimbing I yang dalam

kesibukannya sebagai pengajar telah menyediakan waktu dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.


(3)

4. Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membimbing dan membantu penulis dalam perbaikan penulisan skripsi ini.

5. Dosen Penguji Skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji

skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua dosen dan staf Fakultas Ilmu Budaya, khususnya dosen-dosen Departemen Sastra Jepang yang telah membimbing dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.

6. Yang paling utama terima kasih yang sangat besar kepada orang tua tercinta, yaitu kedua

orang tua penulis, Bapak Saidin Sianturi (+) Helfina Siregar, orang tua terbaik yang telah membesarkan dan mendidik penulis, dan selalu memberikan perhatian, doa dan nasihat terbaik kepada penulis agar menjadi manusia yang lebih baik.

7. Kepada abang dan adik penulis Chandra Abdul L sianturi, Willfried Alexander M

sianturi, Jangolu sianturi, Crosbin Edy S Sianturi, Horas M.M Sianturi, Lungguk Sianturi, Mangarahon Sianturi terima kasih atas doa dan semangat tiada henti yang telah diberikan kepada penulis.

8. Terima kasih kepada kakanda Charlos Alfero Sinaga yang selama ini telah bersama

dengan penulis, memberikan doa dan semangat yang luar biasa untuk penulis.

9. Kepada teman-teman penulis yaitu Inna Nofika, Arien Ardiba, Nurul Hasanah, Dewi

Yohana Manalu, Cici Tya Fradenti dan kak Beby Rischa, Yolanda Novianti, Elviana Sihombing, Melva Situmeang,Arihta tumangger,Marko brutu,Sampit, Yohannes,Ivan, Leo Tobing, Andre sitanggang,Henny Sidabutar, Rusna Simangunsong.Ewin,Robby, yang selalu bersedia membantu dan menghibur penulis dalam kondisi apapun. Terima kasih juga kepada teman-teman Aotake 2010 yang selama ini memberikan informasi-informasi selama di kampus.


(4)

10. Untuk teman dari zaman dulu Varida Siregar dan Herlina yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan semangat tak terhingga kepada penulis meski dari jarak manapun.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berkontribusi banyak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Hanya Tuhan Yang Maha Esa yang dapat membalas kebaikan kalian semua.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna. Skripsi ini juga jauh dari sempurna. Namun penulis tetap mencari kesempurnaan tersebut dengan berusaha merampungkan skripsi ini secara maksimal. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Januari 2015 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Rumusan Masalah...4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan...5

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori...5

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian...9

1.6 Metode Penelitian...10

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “TOKYO TOWER” KARYA LILY FRANKY DAN STUDI PRAGMATIK SASTRA 2.1 Defenisi Novel...12

2.2 Resensi Novel...12

2.2.1 Tema...15

2.2.2 Alur (Plot)...15

2.2.3 Penokohan (Perwatakan)...20

2.2.4 Latar (Setting)...23

2.2.5 Sudut Pandang (Point of View)...27

2.3 Biografi Pengarang...28


(6)

BAB III ANALISIS CERITA NOVEL “TOKYO TOWER” KARYA LILY FRANKY BERDASARKAN PENDEKATAN PRAGMATIK SASTRA

...32

3.1 Sinopsis Cerita Novel “Tokyo Tower” Karya Lily Franky...32

3.2 Analisis Nilai-Nilai Pragmatik Cuplikan Cerita Novel “Tokyo Tower” Karya Lily Franky ...34

3.2.1 Penyayang ...35

3.2.2 Baik Hati...38

3.2.3 Pekerja Keras...39

3.2.4 Saling Mendukung...41

3.2.5 Bertanggung Jawab...44

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...46

4.1 Kesimpulan ...47 4.2 Saran ...

DAFTAR PUSTAKA