Pendahuluan Cluster Penelitian : Tanaman Pangan

II. Pendahuluan

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Dilaporkan pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237.641.326 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen per tahun Anonim, 2011. Pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan permintaan akan kebutuhan pangan menjadi meningkat, sementara kapasitas produksi pangan nasional mengalami pertumbuhan yang lambat, disebabkan rendahnya produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian, rendahnya teknologi produksi dan pasca panen, kebijakan pengembangan komoditas pangan, serta konversi lahan pertanian Suryana, 2005. Ketidakseimbangan antara permintaan pangan dan kapasitas produksi pangan nasional tersebut mengakibatkan adanya ketergantungan terhadap pangan impor yang sangat besar, oleh karena itu kebijakan pemantapan ketahanan pangan menjadi isu sentral dalam pembangunan serta merupakan fokus utama dalam pembangunan pertanian. Selama ini kebijakan pemerintah lebih difokuskan kepada beras, sehingga keberadaan pangan alternatif terabaikan Widowati dan Damarjati, 2001 dalam Qosim dan Nurmala, 2011. Hal ini terbukti dengan adanya program pemerintah untuk mengimpor beras dari luar negeri demi memenuhi ketersediaan pangan masyarakat, oleh karena itu pengadaan pangan harus diarahkan tidak hanya menyediakan beras, tetapi juga dapat dipenuhi dari tanaman sumber karbohidrat lainnya asalkan standar gizi dapat dipenuhi dan layak untuk dikonsumsi Nurmala dan Irwan, 2007. Untuk memenuhi stabilitas pangan nasional diperlukan kebijakan dan strategi yang tepat, salah satunya yakni melalui diversifikasi pangan dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di alam untuk dijadikan bahan makanan, sebagai contohnya adalah juwawut atau millet. Juwawut merupakan tanaman serealia minor yang memiliki nilai kandungan gizi tidak jauh berbeda dengan padi, jagung, gandum, dan tanaman biji-bijian yang lain. Kandungan karbohidrat, protein dan lemak 200 serta serat tidak kalah dengan beras dan jagung, demikian pula dengan kandungan mineralnya Tabel 1. Penyebarannya telah menyebar luas mulai dari Cina, India, India timur dan beberapa wilayah di Asia, Eropa, Afrika Utara, Canada dan Amerika. Penyebaran juwawut di Indonesia belum banyak dilaporkan. Menurut Balai Penelitian Tanaman Serealia, telah ditemukan 106 aksesi juwawut, 54 aksesi diantaranya telah dikarakterisasi, namun belum dievaluasi. Tabel 1. Kandungan nutrisi tiga jenis millet, jagung dan beras Komoditas Karbohidra t Protein Lemak Serat Millet Foxtail Pear millet Proso millet Jagung Beras 84.2 78.9 84.4 80.0 87.7 10.7 12.8 12.3 10.5 8.8 3.3 5.6 1.7 4.9 2.1 1.4 1.7 0.9 2.7 0.8 Sumber : Suherman, dkk, 2005 Pemanfaatan juwawut tidak sebatas sebagai bahan pangan saja, tetapi dapat dikembangkan lebih luas lagi yakni sebagai bahan baku bagi produk olahan pangan dan bahan baku industri minuman. Pada beberapa negara maju seperti Cina, Rusia dan Myanmar, juwawut dimanfaatkan sebagai bahan pangan, cuka, anggur, roti dan suplemen bagi wanita hamil dan bayi. Sedangkan di Indonesia, umumnya juwawut dimanfaatkan sebagai pakan burung, hal ini disebabkan karena masyarakat belum banyak mengenal potensi juwawut sebagai sumber pangan. Padahal tanaman ini dapat diolah menjadi sumber makanan bagi masyarakat guna mendukung ketahanan pangan dan mengantisipasi masalah kelaparan Marlin, 2009. Seiring berkembangnya teknologi, diyakini bahwa prospek pemanfaatan juwawut masih dapat ditingkatkan menjadi produk olahan lain. Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yakni 1 tujuan jangka pendek ; pemanfaatan bahan pangan lokal sebagai pangan alternatif berbasis sumberdaya lokal, yang diimplementasikan dalam bentuk eksplorasi dan karakterisasi dengan maksud untuk mendapatkan jenis-jenis juwawut yang tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia sebagai sumber plasma nutfah baru, 2 Tujuan jangka menengah ; peningkatan kualitas 201 bahan pangan lokal melalui rekayasa atau perkaitan genetic yang dimaksudkan untuk mendapatkan varietas unggul yang memiliki potensi hasil tinggi, perakitan teknologi budidaya benih, tanah, iklim, pemupukan, hama dan penyakit, panen dan pascapanen, dan perakitan alat dan mesin guna mendukung penanganan pascapanen lebih lanjut. 202

III. Studi Literatur