Penggunaan Transformasi Laplace Pada Sistem Termal Untuk Menentukan Suhu Pada Tangki Air.

(1)

PENGGUNAAN TRANSFORMASI LAPLACE PADA SISTEM

TERMAL UNTUK MENENTUKAN SUHU PADA TANGKI AIR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana

FITRI SUSANTI

070801037

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PENGGUNAAN TRANSFORMASI LAPLACE PADA SISTEM TERMAL UNTUK MENENTUKAN SUHU PADA TANGKI AIR

Kategori : SKRIPSI

Nama : FITRI SUSANTI Nomor Induk Mahasiswa : 070801037

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juli 2011

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua, Pembimbing Skripsi

Dr. Marhaposan Situmorang Drs. Tenang Ginting, M.Si NIP. 195510301980033 1 003 NIP. 19480610197603 1003


(3)

PERNYATAAN

PENGGUNAAN TRANSFORMASI LAPLACE PADA SISTEM

TERMAL UNTUK MENENTUKAN SUHU PADA TANGKI AIR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2011

FITRI SUSANTI 070801037


(4)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT, dengan anugerah-Nya penulis masih diberikan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “

Penggunaan Transformasi Laplace Pada Sistem

Termal Untuk Menentukan Suhu Pada Tangki Air

” ini dengan baik dan

tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik di muka bumi.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis sangat ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada komisi pembimbing Drs. Tenang Ginting, M.Si, yang telah menyumbangkan pikiran dan saran serta meluangkan waktu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Dan dengan penuh kesabaran mendorong, memotivasi dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Ungkapan terima kasih yang sama juga penulis ajukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Fisika DR. Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon, M.Si, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, seluruh staf pengajar dan seluruh staf pegawai terutama kak Tini dan kak Yuspa di Departemen Fisika FMIPA USU.

Terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Eddy Marlianto, selaku guru besar di Departemen Fisika, Dr. Kerista Sebayang, M.S, Dr. Diana Alemin Barus. M.Sc, Dr. Zuriah Sitorus, M.S, Dr. Susilawati, M.Si yang telah memberikan bantuan, saran dan motivasi kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih terbesar penulis persembahkan buat Ayahanda, Sudarwan dan Ibunda, Ponira yang selalu mengalirkan kasih sayang, do’a, semangat, motivasi dan inspirasi yang akhirnya penulis berhasil menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara. Kepada Bapak dr. Alwinsyah Abidin, SpPD dan Ibu Syafrina Damayanti yang telah menerima saya untuk tinggal di rumah Bapak dan Ibu hingga selesainya studi S1 beserta arahan dan nasehat yang sangat bermanfaat, dan kakak, abang serta adik yang penulis sayangi :Rahmat Abdul Jalil, Siti Aisyah, Ainun, Bambang, Sidik, Fatoni.. terima kasih pada kalian semua dan penulis selalu membutuhkan motivasi dan nasehat dari kalian.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kakak dan abang seperguruan yang selalu memberi semangat, motivasi dan bantuan pada penulis terutama: Kak ani, Kak Aisyah (Siregar), Bang Alex, Bang Dodi(Tampubolon), Bang Chandra, Kak Eva dan Bang Hendri. Terima kasih yang paralel penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan yang tidak pernah penulis lupakan yaitu: Maryanto, Delo, Martin, Oki, Isma, Siska, Lena, Iwan, Kristina, Eva Pgb, Eva Ros, Rahma, Juriah, Suci, Juli, Dila, dan seluruh teman-teman angkatan 2007 Departemen Fisika yang penulis sayangi.


(5)

Akhirnya sekali lagi penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada mereka yang penulis sebutkan sebelumnya semoga Tuhan Yang maha Esa selalu memebrikan perlindungan, kesehatan, limpahan rahmat dan membalas semua kebaikan-kebaikan mereka.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaanya. Akhir kata, sesungguhna Allah Maha Kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.


(6)

PENGGUNAAN TRANSFORMASI LAPLACE PADA SISTEM TERMAL UNTUK MENENTUKAN SUHU PADA TANGKI AIR

Abstrak

Transformasi laplace mengubah fungsi waktu, f(t), menjadi fungsi dalam variabel transformasi laplace, F(s). Dalam menyelesaikan analisis pada sistem termal, dilakukan analisis dan perencanaan. Analisis sistem termal dapat diselesaikan dengan menggunakan transformasi Laplace dan fungsi alih. Transformasi Laplace dapat menjelaskan bagaimana temperatur keluaran

(

)

merespon terhadap perubahan pada temperatur masukan �(�) pada proses adiabatik dan proses nonadiabatik, proses yang dipengaruhi temperatur lingkungan, �(�). Perbandingan jumlah total dari temperatur masukan dan temperatur keluaran adalah penguatan. Penguatan dalam proses ini bergantung terhadap aliran, densitas, dan kapasitas panas dari cairan (�,�, dan ��), pada transfer koefisien panas keseluruhan (U), dan pada daerah perpindahan panas (A). Jika salah satu dari ini berubah, perilaku dari proses akan berubah dan ini akan mempengaruhi penguatan.


(7)

THE USE OF LAPLACE TRANSFORM INTO THE TERMAL SYSTEM TO DETERMINE TEMPERATURE IN WATER TANK

Abstract

Laplace transform convert the time function, �(�) to be the function in the variable of laplace transform, �(�). To compllete the analysist in the termal system, we do analysist and planning. To analyze the thermal system can be done by using laplace transform and transfer function. Laplace transform can explain how outlet temperature

�(�) responding to the change in the inlet temperature ��(�) in adiabatic process and non-adiabatic process, process that affected by surrounding, ��(�). Total ratio of inlet temperature and outlet temperature can we call as gain. Gain in this process depend on the flow, density, and heat capacity of the fluid (�,�, and ��), in the transfer total heat koeficient (�), and in the heat transfer area (�). If one of this changes, the behavior of this process will change and will affect gain.


(8)

Halaman

Persetujuan... ii

Pernyataan ... iii

Penghargaan... iv

Abstrak... vi

Abstract... vii

Daftar Isi... viii

Daftar gambar... x

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Batasan Masalah... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 3

1.6 Sistematika Penulisan... 3

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Transformasi Laplace…... 5

2.1.1 Sifat-Sifat Transformasi Laplace... 6

2.1.1.1 Linearisasi ... 7


(9)

2.1.1.3 Teorema Integrasi... 8

2.1.1.4 Teorema Translasi... 9

2.1.2 Transformasi Laplace Balik………... 9

2.1.2.1 Metode Uraian Pecahan Parsial………. 9

2.1.2.2 Persamaan Differensial ……… 10

2.1.2.3 Solusi Persamaan Differensial Dengan Metode Transformasi Laplace ……… 11

2.1.3 Respon Sistem Dinamis……….. 12

2.1.3.1 Fungsi Masukan ……… 12

2.1.3.2 Fungsi Tangga (Step Function) ………. 12

2.1.3.3 Variabel Deviasi ……… 13

2.1.4 Fungsi Alih ………. 14

2.1.5 Diagram Blok ………. 15

2.2 Teori Sistem ………. 16

2.2.1 Hukum Termodinamika Pertama ………... 17

BAB III Metode Penelitian 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian... 19

3.2.1 Waktu ... 19

3.2.2 Lokasi Penelitian ... 19

3.2 Tata Cara Penelitian ... 19


(10)

4.1 Proses Adiabatik Pada Sistem Termal ... 21

4.2 Proses Nonadiabatik Pada Sistem Termal ... 26

4.3 Diagram Blok Pada Sistem Termal ... 31

BAB V Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan... 32

5.2 Saran... 32

Daftar Pustaka LAMPIRAN I


(11)

Gambar 2.1 Fungsi tangga (step function) ……… 12

Gambar 2.2 Simbol Diagram Balok / Kotak ..………. 15

Gambar 2.3 Komponen Dalam Suatu Sistem ………... 16

Gambar 2.4 Studi Sistem ………. … 17

Gambar 3.1 Skema Penentuan Suhu Pada Sistem Termal ………... 20

Gambar 4.1 Proses Termal ………... 21

Gambar 4.2 Sistem Termal Tanpa Pengaruh Suhu Lingkungan (adiabatik) .... 31

Gambar 4.3 Respon Total Sistem Termal Yang Dipengaruhi Suhu Lingkungan (nonadiabatik) ………... 32


(12)

PENGGUNAAN TRANSFORMASI LAPLACE PADA SISTEM TERMAL UNTUK MENENTUKAN SUHU PADA TANGKI AIR

Abstrak

Transformasi laplace mengubah fungsi waktu, f(t), menjadi fungsi dalam variabel transformasi laplace, F(s). Dalam menyelesaikan analisis pada sistem termal, dilakukan analisis dan perencanaan. Analisis sistem termal dapat diselesaikan dengan menggunakan transformasi Laplace dan fungsi alih. Transformasi Laplace dapat menjelaskan bagaimana temperatur keluaran

(

)

merespon terhadap perubahan pada temperatur masukan �(�) pada proses adiabatik dan proses nonadiabatik, proses yang dipengaruhi temperatur lingkungan, �(�). Perbandingan jumlah total dari temperatur masukan dan temperatur keluaran adalah penguatan. Penguatan dalam proses ini bergantung terhadap aliran, densitas, dan kapasitas panas dari cairan (�,�, dan ��), pada transfer koefisien panas keseluruhan (U), dan pada daerah perpindahan panas (A). Jika salah satu dari ini berubah, perilaku dari proses akan berubah dan ini akan mempengaruhi penguatan.


(13)

THE USE OF LAPLACE TRANSFORM INTO THE TERMAL SYSTEM TO DETERMINE TEMPERATURE IN WATER TANK

Abstract

Laplace transform convert the time function, �(�) to be the function in the variable of laplace transform, �(�). To compllete the analysist in the termal system, we do analysist and planning. To analyze the thermal system can be done by using laplace transform and transfer function. Laplace transform can explain how outlet temperature

�(�) responding to the change in the inlet temperature ��(�) in adiabatic process and non-adiabatic process, process that affected by surrounding, ��(�). Total ratio of inlet temperature and outlet temperature can we call as gain. Gain in this process depend on the flow, density, and heat capacity of the fluid (�,�, and ��), in the transfer total heat koeficient (�), and in the heat transfer area (�). If one of this changes, the behavior of this process will change and will affect gain.


(14)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Termal adalah sistem yang melibatkan perpindahan kalor (energi panas) dari satu zat ke zat yang lain. Sistem termal dapat dianalisis dalam bentuk tahanan dan kapasitansi, walaupun kapasitansi termal dan tahanan termal tidak dapat menyatakan secara teliti sebagai parameter terkumpul karena biasanya kedua parameter tersebut terdistribusi ke seluruh zat. Untuk analisis yang teliti harus digunakan model dengan parameter terdistribusi. (Katsuhiko, 1995)

Sistem termal adalah seperangkat komponen (termal) yang memiliki struktur tertentu, misalnya pada sebuah tangki terisolasi. Dalam sistem termal terjadi suatu proses termal, yaitu suatu proses yang berlangsung akibat dari efek termal. Efek termal terjadi akibat adanya gradien suhu atau gradien kecepatan sehingga ada aliran materi atau energi dan gradien konsentrasi. Sebuah proses adalah serangkaian tahapan yang terjadi antara dua keadaan dari sistem, yang dinamakan keadaan awal dan keadaan akhir. Proses dinamakan Steady State jika tidak ada variasi keadaan akhir terhadap waktu. Proses steady state merupakan kasus umum dalam analisis sistem termal, (Sihana, 2010)

Dalam menyelesaikan analisis pada sistem termal ini, dilakukan analisis dan perencanaan dengan menggunakan transformasi Laplace. Bentuk-bentuk matematis ini dapat dilakukan dalam wawasan (domain) waktu maupun wawasan frekuensi. Persamaan-persamaan dalam wawasan waktu pada umumnya dinyatakan oleh persamaan linear atau persamaan differensial; sedang dalam wawasan frekuensi dinyatakan dalam bentuk fungsi kompleks atau melalui transformasi Laplace ataupun bentuk-bentuk lainnya, di mana frekuensi merupakan variabel bebas. (Sahat, 1994)

Namun pada kenyataannya, tidak ada analisis matematis yang pasti dari suatu sistem termal. Untuk beberapa penggunaan tertentu, analisis sistem diharapkan dapat menyelesaikan persoalan tanpa membuat persamaan matematik yang terlalu rumit.


(15)

Pada analisis termal untuk sebuah tangki cairan yang berisi cairan atau fluida tertentu, ditambahkan dengan cairan dengan suhu yang berbeda-beda, kita menginginkan campuran kedua cairan itu tercampur dengan sempurna dan dihasilkan keluaran cairan yang kita inginkan pada suhu tertentu pula. Ini hanya untuk satu tangki yang sederhana, yang tidak dipakai untuk semua kondisi.

Untuk itu, analisis pada sistem termal ini akan mengembangkan penggunaan transformasi Laplace dan fungsi alih pada tangki yang terisolasi dengan baik. Transformasi Laplace ini akan menjelaskan bagaimana temperatur keluaran merespon terhadap perubahan pada temperatur masukan. Hasil dari penggunaan transformasi Laplace akan menunjukkan kinerja sistem secara keseluruhan. (smith, 1997)

1.2 Rumusan Masalah

Penggunaan transformasi Laplace dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana mencari transformasi Laplace sistem termal pada tangki air.

2. Bagaimana menentukan hubungan antara suhu masukan dengan suhu keluaran pada tangki air.

1.3 Batasan Masalah

Untuk memberi ruang lingkup yang jelas tentang penelitian ini, penulis mengambil batasan-batasan :

1. Tangki yang dipakai dalam keadaan terisolasi dengan baik. 2. Energi dari proses pengadukan diabaikan.

3. Densitas dan kapasitas panas air dianggap konstan.


(16)

Adapun tujuan penggunaan Transformasi Laplace pada sistem termal untuk menentukan suhu pada tangki air adalah sebagai berikut :

1. Untuk mencari suhu keluaran dan masukan pada tangki air dengan menggunakan transformasi Laplace.

2. Untuk mengetahui hubungan antara temperatur masukan dengan temperatur keluaran.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penggunaan transformasi Laplace pada sistem termal dalam menentukan suhu adalah sebagai berikut :

1. Sebagai sumber pengetahuan bagi pembaca dalam menganalisis model matematik pada tangki air dengan transformasi Laplace.

2. Penggunaan transformasi Laplace ini dapat mempermudah menganalisis pengendalian suhu sistem termal pada tangki air.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan.


(17)

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pembuatan penelitian , analisa hasil serta pembahasan.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini akan membahas tentang waktu dan tempat pembuatan penelitian, tata cara pembuatan penelitian, dan diagram alir penelitian.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan analisa hasil yang diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transformasi Laplace

Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi suatu fungsi lain F(s) dimana s menyatakan suatu bidang kompleks yang dapat dituliskan dengan �= �+��. � adalah bagian nyata (riel) dan � adalah bagian khayal (imajiner) dari s; sedangkan � = √−1.

Dalam analisis proses dinamis, variabel proses dan sinyal pengendali adalah merupakan fungsi waktu, t. Transformasi laplace dari sebuah fungsi waktu, f(t), diberikan oleh rumus :

�(�) =ℒ[�(�)] =∫ �0 (�)�−���� (2.1)

Di mana �(�) =ℒ[�(�)] menyatakan transformasi Laplace dari sebuah fungsi f(t). Dalam proses transformasi ini fungsi t berubah menjadi s yaitu F(s). Batas integrasi adalah 0 (nol), yaitu permulaan respon sistem sampai tak terhingga. Batas ini menunjukkan bahwa transformasi Laplace mengandung informasi pada fungsi f(t) hanya untuk waktu positif ( proses ke masa yang akan datang). Hal ini dapat diterima dengan baik, karena dalam proses pengendalian, seperti dalam kehidupan, tidak ada yang dapat diselesaikan kearah masa lalu (waktu negatif); aksi pengendalian hanya dapat mempengaruhi proses di masa depan.


(19)

Linearisasi dan differensiasi serta teorema integrasi adalah penting untuk mentransformasikan persamaan differensial menjadi persamaan aljabar. Hasil akhir dari teorema ini sangat berguna untuk memprediksi hasil keadaan steady state dari fungsi waktu dari transformasi Laplace, dan teorema translasi berguna untuk hal yang berhubungan dengan fungsi waktu tunda. Sifat-sifat yang lain berguna untuk mendapatkan transformasi dari fungsi kompleks dari transformasi fungsi yang lebih sederhana seperti yang berada pada table 2.1.

Tabel 2.1 Transformasi Laplace dari Fungsi Umum

�(�) �(�) =�[�(�)]

�(�) 1

�(�) 1

� 1

�2

�� !

��+1

�−�� 1

�+�

��−�� 1

(�+�)2

��−�� !

(�+�)�+1

sin�� �

�2+2

cos�� �

�2+2

e−atsin�� �

(�+�)2+�2

e−atcos�� �+�

(�+�)2+�2

(Sumber : Carlos A. S dan Armando B. C, 1997)


(20)

Linearisasi sangat penting untuk menyelesaikan transformasi Laplace ke dalam bentuk operasi Linear. Jika a adalah konstanta, maka :

ℒ[��(�)] =�ℒ[�(�)] =��(�) (2.2) Hal ini juga dapat dituliskan ke dalam bentuk penjumlahan :

ℒ[��(�) +��(�)] =��(�) +��(�) (2.3) Di mana a dan b adalah konstanta.

2.1.1.2Teorema Differensiasi

Teorema ini menentukan sebuah hubungan dari transformasi Laplace pada sebuah fungsi dan turunannya, adalah sangat penting dalam transformasi persamaan differensial dari persamaan aljabar.

a. Variabel t

Fungsi waktu (�) :

ℒ ��� �� (�)�= � �

�� �(�)�−����

∞ 0

= ∫ �0∞ −����(�)→dengan integral parsial

=�−���(�)|0∞− � �(�)(−�)�−����

∞ 0

=−�(0) +� � �(�)

0 �

−����

= ��(�)−f(0)

b. Variabel s

�(�) = ℒ�(�) �

�� �(�) = d

ds� �(�)�

−���� ∞ 0 = � �(�) � �� �−���� ∞ 0


(21)

= � �(�)(−�)�−����

∞ 0

=− ∫ ��0∞ (�)�−����

�� �(�) =−ℒ[ ��(�)]

Dengan cara yang sama maka diperoleh :

ℒ ����22�(�)�=�2�(�)− ��(0)− �

�� �(0)

Secara umum dituliskan :

ℒ �������(�)�= ���(�)− ��−1�(0)− ⋯ −

��−1

���−1|�=0 (2.4)

Pada proses pengendalian, normalisasi dimisalkan kondisi awal dalam keadaan steady state yaitu turunan dari waktu adalah nol dan bahwa variabel selisih dari kondisi awal (nilai awal adalah nol).

2.1.1.3Teorema Integrasi

Teorema ini menentukan kedua hubungan sebuah fungsi transformasi Laplace dan integral. Bentuknya adalah :

ℒ �∫ �0� (�)���=1

��(�) (2.5)

Bukti dari teorema ini adalah membawa integrasi defenisi dari transformasi Laplace. Transformasi Laplace dari integral ke-n sebuah fungsi ditransformasikan ke fungsi ��.

2.1.1.4Teorema Translasi


(22)

ℒ[�(� − �0)] = �−��0�() (2.6)

Persamaan ini menyatakan bahwa transformasi Laplace dari fungsi waktu f(t) yang ditranslasikan sebesar �0 sama dengan perkalian �(�) dengan �−��0.

2.1.2 Transformasi Laplace Balik

Proses matematik dalam mengubah ekspresi variabel kompleks menjadi ekspresi waktu disebut transformasi balik, dinotasikan sebagai ℒ−1. Persamaannya adalah :

ℒ−1[()] =() (2.7)

Perhatikan bahwa metoda yang lebih sederhana untuk mencari transformasi Laplace balik ini adalah didasarkan pada kenyataan bahwa berlaku hubungan yang unik antara fungsi waktu dan transformasi Laplace balik, untuk setiap fungsi waktu yang kontinu, (Smith, 1997)

2.1.2.1Metoda Uraian pecahan Parsial

Jika �(�) adalah transformasi Laplace dari �(�), diuraikan atas komponen-komponennya :

�(�) =�1(�) +�2(�) +⋯+�(�)

dan jika transformasi Laplace balik dari �1(�),�2(�), … ,�(�) telah tersedia, maka : ℒ−1[�(�)] =ℒ−1[�1(�)] +ℒ−1[�2(�)] +⋯+ℒ−1[�(�)]

=�1(�) +�2(�) +⋯+�(�) (2.8)

di mana �1(�),�2(�), … ,�(�) masing-masing adalah transformasi Laplace balik dari

�1(�),�2(�), … ,��(�). Untuk masalah dalam sistem pengendalian, �(�) sering mempunyai bentuk :


(23)

�(�) =�(�)

�(�)

di mana �(�) dan �(�) adalah polynomial dalam s, dan derajat �(�) tidak lebih tinggi dari �(�). Untuk mencari transformasi Laplace balik dari �(�), terlebih dahulu mengetahui akar-akar polynomial penyebut �(�), (Katsuhiko, 1995)

2.1.2.2 Persamaan Differensial

Persamaan Differensial (P.D) adalah persamaan yang mengandung suku-suku variabel bebas dan tidak bebas di mana terdapat bentuk differensial (turrunan). Persamaan differensial dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Persamaan Differensial Parsial 2. Persamaan Differensial Biasa :

- Persamaan Differensial Biasa (tidak linear)

- Persamaan Differensial Biasa (linear) dengan koefisien variabel dan koefisien konstan. Selanjutnya koefisien konstan dibagi atas homogen dan non homogen.

Sebuah persamaan disebut Persamaan Differensial parsial jika didalam persamaan tersebut terdapat lebih dari satu variabel bebas, yang disebut sebagai Persamaan Differensial Biasa. Perhatikan persamaan berikut :

�2�

��2 +��=�2 (2.9)

�2

��2 + 10

��

��+ 3 = 0 (2.10) Pada persamaan (2.9), variabel bebas adalah x dan t sedangkan y adalah variabel tidak bebas. Pada persamaan (2.10), variabel bebas adalah t. Persamaan differensial ini dapat ditetapkan dalam kebanyakan sistem pengontrolan. Orde (tingkat) sebuah persamaan differensial adalah tingkat dari turunan (derivatif) tertinggi yang terdapat dalam persamaan tersebut; sedangkan derajat sebuah persamaan differensial adalah eksponen pada turunan tertinggi tersebut dinaikkan, (Sahat, 1994)


(24)

2.1.2.2Solusi Persamaan Differensial Dengan Metoda Transformasi Laplace

Dalam menyelesaikan persamaan differensial dengan metoda transformasi Laplace, menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mentransformasikan persamaan differensial menjadi suatu persamaan aljabar ke dalam transformasi Laplace variabel � dan mencari solusi transformasi Laplace variabel yang bergantung dengan menyusun kembali persamaan aljabar tersebut.

2. Ekspresi waktu untuk persamaan differensial diperoleh dengan mencari transformasi Laplace balik dari variabel yang saling berkaitan. (Smith, 1997)

Secara umum, bentuk persamaan differensial linear yang tidak homogen orde n dapat dituliskan sebagai berikut :

��(�)�

��� +��−1(�)

��−1�

���−1+⋯+�0(�)� =�(�) (2.11)

di mana t adalah variabel bebas dan �(�) adalah fungsi eksitasi (fungsi masukan) yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk.

Dari persamaan (2.11) dapat diperoleh keadaan-keadaan berikut :

a. Jika �(�) = 0, persamaan differensial adalah homogen. b. Jika � = 2, persamaan differensial adalah orde dua. c. Jika � = 1, persamaan differensial adalah orde satu.

d. Jika �(�) =�������, persamaan adalah persamaan differensial dengan koefisien tetap.


(25)

Sifat dinamis sebuah sistem fisis sangat penting dalam pengontrolan, di mana dengan diterimanya masukan (baik berupa perintah maupun gangguan) yang kontinu dan berubah-ubah, akan terjadi perubahan-perubahan terhadap keluaran. Respon terhadap masukan ini harus dianalisis untuk mengetahui dan mencapai performansi yang memuaskan dari sistem fisis tersebut. Respon dari sebuah sistem adalah keluaran yang diperoleh sistem tersebut setelah menerima masukan. Suatu cara untuk menyatakan sistem adalah persamaan differensial.

2.1.3.1Fungsi Masukan

Fungsi masukan diberikan terhadap sebuah sistem untuk mengevaluasi performansi dinamis daripada sistem tersebut. Keuntungan dari fungsi ini adalah :

1. Dengan mengetahui model matematis untuk sebuah sistem, maka respon (keluaran) sistem tersebut juga dapat dianalisis secara otomatis.

2. Fungsi masukan ini dapat digunakan sebagai dasar untuk meramalkan hasil eksperimen secara teoritis.

2.1.3.2Fungsi Tangga (Step Function)

Fungsi ini paling banyak dipakai sebagai masukan dalam analisis dinamis. Fungsi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

r

A

0 t

Gambar 2.1 Fungsi tangga (step function)

Secara matematis fungsi tangga ini dapat dituliskan sebagai berikut :

�= 0 ������ < 0


(26)

Jika � = 1, maka bentuk fungsi tersebut menjadi :

�= 0 ������< 0

�= 1 ������ ≥0, dan fungsi ini disebut fungsi tangga dengan amplitudo

satu-satuan (unit step function). Tentunya dalam sistem sebenarnya tidak mungkin terjadi perubahan seketika dari nol ke level A atau satu, tetapi perubahan ini terjadi dengan menimbulkan kesalahan (error) yang kecil.

2.1.3.3Variabel Deviasi

Penggunaan variabel deviasi sangat penting dalam menganalisis dan mendesain proses sistem pengendali, sehingga harus dipahami dengan baik. Keuntungan penggunaan variabel deviasi adalah :

1. Nilai variabel ini mengindikasikan tingkat penyimpangan dari nilai operasi keadaan steady state (nilai variabel yang diinginkan).

2. Nilai awal adalah nol (dimulai dari keadaan steady state) untuk menyederhanakan solusi persamaan differensial.

Untuk menghilangkan nilai dasar dari keluaran, dengan mengganti variabel keluaran dengan simpangan dari nilai dasar. Hal ini memberikan hasil variabel simpangan yang dinyatakan sebagai :

�(�) =�(�)− �(0) (2.12) Dimana Y(t) = Variabel simpangan.

y(t) = Nilai total dari variabel.

Dalam hal ini, untuk keseimbangan, variabel penyimpangan akan dinyatakan oleh huruf besar dan variabel mutlak oleh huruf kecil. Apabila memungkinkan dari defenisi sebuah variabel penyimpangan, nilai dasarnya adalah nol.


(27)

Untuk menggambarkan penyederhanaan yang dihasilkan dari penggunaan variabel penyimpangan, dianggap bahwa orde ke-n adalah persamaan differensial linier.

���

()

��� +��−1

��−1�(�)

���−1 +⋯+�0�(�) =��

���(�)

��� +��−1

��−1�(�)

���−1 +⋯+

0�(�) +� (2.13) dimana n > m, y(t) adalah variabel keluaran, x(t) adalah variabel masukan dan c adalah konstanta. Pada keadaan dasar steady state semua turunan waktu adalah nol, dan dapat dituliskan :

0�(�) =�0�(�) +� (2.14) Penjabaran persamaan (2.12) dari persamaan (2.11) menghasilkan :

���

()

��� +��−1

��−1()

���−1 +⋯+�0�(�) = ��

��()

��� +��−1

��−1()

���−1 +⋯+

�0�(�) (2.15)

Dimana Y(t) = y(t) – y(0), X(t) = x(t) – x(0), dan variabel penyimpangan dapat disubstitusikan secara langsung untuk variabel yang diharapkan pada hubungan turunan karena perbedaannya hanya pada konstanta biasa.

���(�) ��� =

��[()−�(0)]

��� =

��()

��� −

��(0)

��� =

��()

��� (2.16)

Perlu diingat bahwa persamaan (2.13) pada variabel penyimpangan adalah pada dasarnya sama dengan persamaan (2.12) dalam variabel aslinya kecuali untuk konstanta c, yang dibatalkan, (Smith, 1997)

2.1.4 Fungsi Alih

Di dalam wawasan fungsi waktu (t), jika sebuah sistem diberi masukan dan menghasilkan keluaran maka perbandingan antara keluaran terhadap masukan disebut fungsi alih dalam bentuk t dari sebuah elemen linear atau sistem; dengan anggapan bahwa antara keluaran dan masukan terdapat hubungan linear.


(28)

Di dalam praktek, terdapat banyak elemen sistem yang menghasilkan jawaban (respon) yang berubah terhadap waktu. Dalam wawasan waktu, karakteristik dinamis ini dinyatakan oleh persamaan differensial; tetapi tidak dapat digunakan secara langsung sebagai suatu fungsi alih. Karakteristik dinamis dapat dinyatakan oleh sebuah fungsi alih dalam variabel � dimana untuk sebuah elemen linear atau sistem, fungsi alih ini didefinisikan sebagai perbandingan antara transformasi Laplace dari keluaran terhadap transformasi Laplace masukan dengan anggapan bahwa semua syarat awal adalah nol.

(

) =

�(�)

�(�)

=

�(���+��−1��−1+⋯+�1�+1)

(���+��−1��−1+⋯+�1�+1) (2.17)

Dengan G(s) adalah perbandingan antara proses keluaran, Y(s) terhadap proses masukan, X(s). Sifat-sifat fungsi alih adalah sebagai berikut :

1. n ≥ m.

2. menghubungkan transformasi Laplace variabel deviasi masukan dan keluaran dari keadaan mantap (steady state). Sebaliknya, kondisi awal bukan nol punya kontribusi tambahan pada transformasi variabel keluaran.

3. Sistem stabil yaitu hubungan mantap antara variabel keluaran dan variabel masukan diperoleh dengan lim�→0�(�), (Sahat, 1994)

2.1.5 Diagram Blok

Diagram Blok menunjukkan urutan operasi secara fungsional melalui elemen-elemen yang membangunnya dan dinyatakan dengan kotak seperti pada gambar berikut.

x y

Gambar 2.2 Simbol diagram blok

Dalam simbol ini, A menyatakan suatu sistem atau proses (mekanis, termis, elektris, hidraulik, pneumatik) sedang tanda panah menunjukkan arah proses yang


(29)

dinyatakan oleh variabel � dan �. Pada umumnya, variabel yang berada di sebelah kiri tanda kotak merupakan masukan terhadap kotak, sedangkan variabel sebelah kanan menunjukkan keluaran terhadap kotak tersebut; atau lebih umum; tanda panah yang menuju kotak adalah masukan sedang tanda panah yang menjauhi kotak adalah keluaran daripada kotak tersebut. Variabel biasanya dinyatakan dengan huruf kecil.

Kotak A adalah suatu sistem. Sistem adalah kombinasi komponen-komponen yang saling mempengaruhi bersama dan membentuk suatu proses yang dapat dinyatakan secara matematis. Contohnya adalah sistem fisis, biologis, kimia, maupun kombinasinya.

Secara simbolis sistem dinyatakan oleh huruf besar, sedangkan hubungan antara keluaran dan masukan dinyatakan oleh :

�=�� (2.18) Dari hubungan ini dapat dilihat bahwa sebuah kotak sebetulnya merupakan faktor pengali terhadap masukan, atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa kotak A adalah sebuah sistem yang berfungsi untuk mengubah harga masukan. Contohnya adalah penguat (amplifier), filter dan lain-lain, (Sahat, 1994)

2.2 Sistem

Sistem adalah kombinasi atas beberapa komponen yang bekerja bersama-sama dan melakukan suatu pekerjaan tertentu. Komponen ini dapat berdiri sendiri maupun berupa komponen yang saling berkesinambungan antara satu dengan yang lain. Adapun komponen utama dari sistem adalah :

Input Output

Gambar 2.2 Komponen dalam suatu sistem

di mana, input adalah komponen masukan yang dapat berupa data atau informasi, Proses adalah operasi atau perkembangan alami yang berlangsung secara kontinu yang


(30)

ditandai oleh suatu deretan perubahan kecil yang berurutan dengan cara yang relatif tetap dan menuju ke suatu hasil atau keadaan tertentu, Sedangkan Output adalah hasil dari perubahan yang dilakukan terhadap data atau informasi yang diberikan pada input.

Gambar 2.4 Studi sistem

2.2.1 Hukum Termodinamika Pertama

Dalam sistem termal, proses-proses dasarnya adalah pencampuran fluida (cairan atau gas) panas dan dingin, pembangkitan panas melalui pembakaran, pembangkitan panas melalui benda-benda yang disambungkan/berdekatan, reaksi kimia, induksi dan disintegrasi atom. Dalam sistem termal, digunakan hukum termodinamika I dan II yang mengatur jumlah dan cara pembangkitan energi panas dan juga mengatur aliran panas tersebut. Kalor (q) merupakan energi yang berpindah

Sistem

Eksperimen dengan sistem nyata

Eksperimen dengan model sistem

Model Fisis Model Matematika

Solusi Analitik

Solusi numerik


(31)

dari satu benda ke benda yang lain akibat adanya perbedaan suhu. Berkaitan dengan sistem dan lingkungan, bisa dikatakan bahwa kalor merupakan energi yang berpindah dari sistem ke lingkungan atau energi yang berpindah dari lingkungan ke sistem akibat adanya perbedaan suhu.

Jika Kalor berkaitan dengan perpindahan energi akibat adanya perbedaan suhu, maka Kerja (W) berkaitan dengan perpindahan energi yang terjadi melalui cara-cara mekanis. Misalnya jika sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, maka energi dengan sendirinya akan berpindah dari sistem menuju lingkungan. Sebaliknya jika lingkungan melakukan kerja terhadap sistem, maka energi akan berpindah dari lingkungan menuju sistem.

Energi dalam sistem merupakan jumlah seluruh energi kinetik molekul sistem, ditambah jumlah seluruh energi potensial yang timbul akibat adanya interaksi antara molekul sistem. Dengan demikian, dari kekekalan energi, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan energi dalam sistem sama dengan kalor yang ditambahkan pada sistem (sistem menerima energi) dikurangi kerja yang dilakukan oleh sistem (sistem melepaskan energi). Secara matematis, dituliskan :

��= �� − �� (2.19)

Keterangan :

�� = Perubahan energi dalam, Joule

dq = Banyaknya panas yang ditambahkan pada system, Joule W = Kerja yang dilakukan oleh sistem, Joule

Jadi besarnya energi dalam tergantung pada perbedaan panas yang diberikan dari suatu keadaan lain dari suatu cairan dan kerja yang dihasilkan. Jika perubahan itu mengalami suhu konstan maka dT = 0, dan ∑ ��= ∑ ��. Jumlah panas yang disalurkan sama dengan jumlah kerja yang dihasilkan. Jadi jumlah panas yang disalurkan pada suatu sistem sama dengan jumlah kerja yang dihasilkan oleh sistem itu sendiri.(Bustani, 2004)


(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Lokasi Penelitian

3.1.1 Waktu

Waktu penelitian ini dilakukan dari bulan Februari 2011 – Juni 2011.

3.1.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lingkungan Kampus Universitas Sumatera Utara yaitu Perpustakaan Universitas dan Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumetra Utara.

3.2 Tata Cara Penelitian

Pemodelan penggunaan Transformasi Laplace sistem termal pada tangki air dapat digambarkan sebagai berikut :


(33)

Gambar 3.1 Skema penentuan suhu pada sistem termal menggunakan transformasi Laplace.

Penggunaan transformasi Laplace pada sistem termal untuk menentukan suhu pada tangki air dilakukan dengan membuat model matematik pada sistem tersebut. Dari model matematik ini diperoleh suhu masukan dan keluaran, kemudian diubah ke dalam transformasi Laplace. Perbandingan suhu keluaran dengan suhu masukan dibuat ke dalam blok diagram yang disebut sebagai fungsi alih. Fungsi alih ini disebut sebagai proses dari sistem termal. Apabila masih ada kesalahan atau hasil tidak maksimal, maka dilakukan pengulangan dengan membuat persamaan yang baru hingga diperoleh persamaan transformasi Laplace seperti yang diharapkan.

Menentukan Model matematik pada sistem termal pada tangki air

Menentukan suhu masukan dan suhu keluaran tangki air

Menentukan transformasi Laplace suhu masukan dan keluaran pada

tangki air

Membuat blok diagram fungsi alih dari suhu masukan dan keluaran


(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Adiabatik Dalam Sistem Termal

Pada tangki yang teraduk dengan baik, diasumsikan bahwa aliran volume masukan dan keluaran (Q), kerapatan jenis cairan (�), dan kapasitas panas (C) adalah konstan. Cairan ini juga diasumsikan teraduk dengan baik dan tangki diisolasi agar tidak ada kehilangan panas terhadap lingkungan. Energi dari proses pengadukan juga diabaikan, sehingga diperoleh persamaan seperti pada gambar 4.1 di bawah ini :

�,�,�(�)

�,�,�(�)

Gambar 4.1 Proses Termal

���ℎ�(�)− ��ℎ(�) =�[�����(�)] (4.1)

di mana, � = aliran volume, �3/�


(35)

,�= kerapatan jenis cairan masuk dan keluar, kg/m3 � = volume cairan, m3

(�),ℎ(�) = entalphi cairan masuk dan keluar, J/kg

�(�) = energi dalam cairan di dalam tanki, J/kg

Pada temperatur akhir, digunakan tetapan murni cairan untuk �(�) dan ℎ(�) yaitu pada suhu 32oC dan tekanan pada sistem, dituliskan sebagai berikut :

��������(�)− �����(�) =�[�������(�)] (4.2)

Dengan,

��,� = kapasitas panas cairan yang masuk dan keluar pada tekanan konstan, J/kgoC

= kapasitas panas cairan pada volume konstan, J/kgoC

��(�),�(�) = suhu cairan masuk dan keluar, oC

Karena kerapatan jenis dan kapasitas panas diasumsikan konstan pada selang temperatur yang lama, persamaan (4.2) menjadi :

������(�)− �����(�) =�����[���(�)] (4.3)

Persamaan ini merupakan persamaan differensial orde pertama yang menyatakan hubungan dari temperatur masukan dan keluaran. Penting untuk diingat bahwa hanya ada satu temperatur yang tidak diketahui yaitu temperatur keluaran, �(�). Suhu masukan, �(�), merupakan variabel masukan yang memaksa temperatur keluaran berubah.

Untuk menunjukkan bahwa ada satu persamaan yang salah satunya tidak diketahui, secara eksplisit dituliskan sebagai berikut :


(36)

Persamaan di atas merupakan model matematik untuk proses termal ini. Solusi persamaan differensial ini menghasilkan respon suhu keluaran sebagai fungsi dari waktu. Sesuai yang telah disebutkan, suhu masukan adalah variabel input yang sering disebut sebagai fungsi paksaan karena variabel ini yang memaksa perubahan pada suhu keluaran. Temperatur keluaran adalah variabel output yang sering disebut sebagai fungsi tanggapan karena merupakan variabel yang menanggapi perubahan fungsi paksaan atau variabel input.

Untuk menentukan fungsi alih dari persamaan di atas dari hubungan �(�) dan

��(�), kita akan merubah variabel yang disederhanakan untuk mengembangkan fungsi transfer yang dibutuhkan. Kita tulis keseimbangan energi dalam keadaan mantap tangki pada keadaan awal, yaitu :

������� − ������= 0 (4.4)

mengurangkan persamaan ini dari persamaan (4.3) menghasilkan :

����[��(�)− ���]− ����[�(�)− ��] = �����[�(���)−��] (4.5)

dan turunan suhunya :

�[�()−��]

�� =

��(�)

�� − ��� �� =

��(�)

�� −0 (4.6)

Persamaan ini akan membantu dalam membuktikan defenisi variabel penyimpanngan dan pengembangan fungsi transfer. Variabel penyimpangan pada persamaan di atas :

�(�) =�(�)− �� (4.7)

��(�) =��(�)− ��� (4.8) Dengan

��,̅ �� = Nilai awal keadaan mantap temperatur masukan dan keluaran, oC. �(�),�(�) = Variabel penyimpang temperatur masukan dan keluaran, oC. Substitusikan kedua persamaan di atas ke dalam persamaan (4.5), menjadi :


(37)

������(�)− �����(�) = ��������(�) (4.9)

Persamaan (4.9) sama dengan persamaan (4.3) kecuali yang telah tertulis di dalam variabel penyimpang. Solusi dari persamaan ini menghasilkan variabel simpangan

�(�) terhadap waktu untuk suatu input tertentu, �(�). Jika temperatur keluaran yang sebenarnya �(�) dikehendaki, nilai keadaan mantap �� harus ditambahkan ke �(�), sesuai dengan persamaan (4.7).

Persamaan (4.9) kita bagi dengan ���, maka : ����

����

��(�)

�� +�(�) =��(�) , kita misalkan :

����

����

=

,

sehingga persamaan di atas menjadi :

�����(�)+�(�) =�(�) (4.10)

Satuan dari � adalah :

� = ��3���� �⁄ 3�[� ��−⁄ ��]

[3/�][�� �⁄ 3][� ��−]= �����.

Karena persamaan (4.10) merupakan persamaan differensial linear, ditransformasikan ke transformasi Laplace :

ℒ ��

�� �(�)�=� � �� ∞ 0 � (�)�−����

=∫ �0∞ −����(�) → ����������������������

=�−���(�) ]∞ − ∫ �∞ (�)(−�)�−����

ℒ ��

�� �(�)�=−�(0) +� � �(�)�−����

∞ 0


(38)

Sehingga diperoleh :

���(�)− ��(0) +�(�) =�(�)

dengan nilai awal temperatur , �(0), adalah �� , maka �(0) = 0, menjadi ���(�) +�(�) =�(�)

�(�)(��+ 1) =�(�)

�(�) = �

(��+�)��(�) (4.11)

Persamaan (4.11) merupakan persamaan yang menunjukkan perubahan suhu keluaran yang diubah ke dalam transformasi Laplace.

Atau, �(�) ��() =

(��+�) (4.12)

Persamaan (4.12) adalah fungsi alih yang diinginkan. Persamaan ini disebut fungsi alih orde pertama karena dikembangkan dari persamaan differensial orde pertama. Proses ini sering disebut sebagai proses orde pertama.

Jika suhu masuk �(�) dinaikkan ���, maka suhu masukan mengalami perubahan sebesar ���.

��(�) =��� t < 0

��(�) =��� +� t ≥ 0

maka : �(�) =��(�)⇒ �(�) =�

di mana �(�) merupakan besarnya perubahan pada masukan dan �(�) adalah suhu

masukan yang ditambahkan sebesar AoC yang diubah ke dalam transformasi Laplace.

Dari persamaan (4.11) :

�(�) = �

(��+�)��(�)

�(�) = �

(��+�) (

� �)


(39)

�(�) = �

�(��+�) = �1

��+�+ �2

1 = lim�→−1(��+ 1) 1

��+1= −1

2 = lim�→0 (�) 1

(��+�) = 1

�(�) = −�

��+�+ �

(4.13)

Persamaan (4.13) merupakan transformasi Laplace untuk suhu keluaran.

Sehingga diperoleh :

�(�) =�(1− �−� �⁄ ) (4.14) Dari : �(�) =�(�)− ��

�(�) =�(�) +��

�(�) =�(1− �−� �⁄ ) +��

(4.15)

Pada saat �= � → �(�) =��1− �−� �⁄ �=�(1− �−1) = 0,632�

Yaitu , untuk langkah perubahan pada variabel masukan, waktu konstan menunjukkan waktu yang diperlukan variabel keluaran mencapai 63,2% dari total perubahan. Oleh karena itu, waktu konstan berhubungan dengan kecepatan proses respon. Semakin lambat proses merespon masukan maka semakin besar nilai � dan sebaliknya, semakin cepat proses merespon masukan, maka nilai � semakin kecil.

4.2 Proses Nonadiabatik Dalam Sistem Termal

Sekarang, akan dicari suhu keluaran dengan menghilangkan anggapan dan mengembangkan model matematis dan fungsi alih yang berhubungan dengan temperatur keluaran, �(�), terhadap temperatur masukan, �(�), dan terhadap temperatur lingkungan, �(�).


(40)

Sebagaimana dengan yang sebelumnya, menggunakan acuan keadaan yang sama untuk entalpi dan energi internal, akan dimulai dengan keseimbangan energi dalam keadaan tidak tetap (unsteady-state) :

������(�)− �(�)− �����(�) =���������(�)� (4.16)

���(�)− ��[�(�)− �(�)]− ����(�) =����(�(�))

�� (4.17) di mana :

�(�) = Besar perpindahan panas terhadap lingkungan, J/s. � = koefisien perpindahan panas total, J/m2-K-s. � = Daerah perpindahan panas, m2.

��(�) = Temperatur lingkungan, oC, sebuah variabel masukan.

Koefisien perpindahan panas total, �, adalah sebuah fungsi dari temperatur. Di sini, � dianggap konstan karena massa cairan, ketinggian cairan, perpindahan panas yang berlangsung, �, juga dianggap konstan.

Untuk keadaan tetap, keseimbangan energinya adalah :

������� − ��[�� − ���]− ������= 0 (4.18)

����(��(�)− ���)− ��[(�(�)− ��)−(��(�)− ���)]− ����(�(�)− ��) =

�����[�(���)−��] (4.19)

Untuk : �(�) =�(�)− �� , �(�) =�(�)− ��, �(�) =�(�)− ��, maka :

���(�)− ��[�(�)− �(�)]− ����(�) =����(�(�))

�� (4.20) ���(�)− ��[�(�)− �(�)]− ����(�) =����(�(�))


(41)

Persamaan (4.21) sama dengan persamaan (4.17) terkecuali bahwa hal ini dituliskan dalam hubungan variabel penyimpang. Persamaan ini juga merupakan persamaan differensial orde satu biasa. Dalam hal ini, masih ada satu persamaan yang

belum diketahui yaitu

(

)

. Variabel yang baru adalah temperature lingkungan,

(

)

,

yang merupakan pengaruh suhu masukan lainnya. Karena temperature berubah, ini akan mempengaruhi kehilangan panas dan mempengaruhi temperature proses cairan.

������(�)− ���(�) +����(�)− �����(�) =�����(���(�)) (4.22)

������(�) +����(�) =�����(���(�))+ [���+����]�(�) (4.23) Sisi kiri dari persamaan (4.22) menunjukkan dua variabel masukan,�(�) dan �(�), yang bekerja pada variabel keluaran, �(�).

�������

�+����(�) +

��

����+����(�) =

����

����+��

��(�)

�� +�(�) (4.24) Untuk :

µ= ����

����+�� (4.25)

1 =�������

�+�� (4.26)

2 =�����

�+�� (4.27)

Kita transformasikan ke dalam transformasi Laplace :

�(�) =ℒ[�(�)] =∫ �0 (�)�−����

=

∞�−���

0 �

(

)

=�−���(�) ]∞ − ∫ �∞ (�)(−�)�−����

ℒ ���� �(�)�= −�(0) +� ∫ �0∞ (�)�−����

=��(�)− �(0)


(42)

Sehingga diperoleh :

µ��(�)− µ�(0) +�(�) =�(�) +�2(�)

dengan nilai awal temperatur , �(0), adalah �� , maka �(0) = 0, Menjadi :

µ��(�) +�(�) =�1(�) +�2(�) (4.28)

(µ�+ 1)�(�) =�1(�) +�2(�)

sehingga persamaan menjadi :

�(�) = �1

µ�+1��(�) + �2

µ�+1��(�) (4.29)

Persamaan (4.29) merupakan persamaan transformasi Laplace suhu keluaran yang dipengaruhi oleh suhu masukan dan suhu lingkungan. Jika temperatur lingkungan

konstan, �(�) =��

,

sehingga �(�) = 0

,

dan fungsi alih yang menghubungkan temperatur proses terhadap temperatur masukan adalah :

�(�)

��()=

�1

µ�+1

(4.30)

Jika temperatur cairan masukan cairan konstan, �(�) =��

,

kemudian �(�) = 0, dan fungsi alih yang menghubungkan temperatur proses terhadap temperatur lingkungan adalah :

�(�)

��(�) =

�2

µ�+1

(4.31)

Jika kedua temperatur cairan dan perubahan temperatur lingkungan, maka persamaan (4.29) menyediakan hubungan yang lengkap.

Persamaan (4.30) dan (4.31) adalah fungsi alih orde pertama. Dalam hal ini, penguatan keadaan-tetap (kadang disebut juga penguatan proses), �1 dan �2, adalah tidak satu, sebagaimana pada kasus persamaan (4.27). Untuk melihat ringkasan penguatan keadaan tetap, dianggap bahwa temperatur masukan terhadap tangki meningkat sebesar ��C, yaitu :


(43)

��(�) =��� t < 0

��(�) =��� +� t ≥ 0

maka : �(�) =��(�)⇒ �(�) =�

di mana �(�) merupakan besarnya perubahan pada masukan dan �(�) merupakan

suhu masukan yang telah diubah ke dalam transformasi Laplace.

Dari persamaan (4.11) :

�(�) = �1

µ�+1��(�)

�(�) = �1

µ�+1 ( � �)

�(�) = �1�

�(µ�+1) = �1�1

µ�+1+ �1�2

1 = lim�→−1(µ�+ 1)µ�+1� = −�

2 = lim�→0 (�) 1

(µ�+1)�= 1

�(�) = −�

µ�+1+ �

(4.32)

Persamaan (4.32) merupakan transformasi Laplace untuk suhu keluaran.

Sehingga diperoleh :

�(�) =��1(1− �−� �⁄ ) (4.33) Dari : �(�) =�(�)− ��

�(�) =�(�) +��

�(�) =��1(1− �−� �⁄ ) +��

(4.34) Jumlah perubahan total dalam

(

)

diberikan oleh �1A, penguatan waktu


(44)

besar perubahan keluaran per unit perubahan di masukan, atau seberapa besar masukan mempengaruhi keluaran. Dengan kata lain, penguatan berarti sensitivitas yang menghubungkan variabel keluaran dan masukan. Dalam persamaan matematis adalah sebagai berikut :

� =∆�∆� =∆���������������� ��������������� (4.35) Penguatan adalah parameter lain yang menggambarkan karakteristik proses. Dengan mengingat, hal ini tergantung dari sifat fisis dan parameter operasi dari proses sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan (4.26) dan (4.27). Penguatan dalam proses ini bergantung terhadap aliran, densitas, dan kapasitas panas dari proses cairan (�,�, dan ��), pada transfer koefisien panas keseluruhan (U), dan pada daerah perpindahan panas (A). Jika salah satu dari ini berubah, perilaku dari proses akan berubah dan ini akan mempengaruhi penguatan.

4.3 Diagram Blok Pada Sistem Termal

Diagram blok pada sistem termal menunjukkan urutan operasi secara fungsional melalui elemen-elemen yang telah ditemukan sebelumnya.

��(�) �(�)

Gambar 4.2 Sistem termal tanpa pengaruh suhu lingkungan (adiabatik).

� (��+�)


(45)

+

+

Gambar 4.3 Respon total sistem yang dipengaruhi suhu lingkungan (nonadiabatik).

�1

µ�+ 1

��(�)

�(�)

�2

µ�+ 1


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Suhu masukan dan keluaran dapat ditentukan melalui model matematik, yaitu pada proses adiabatik dan nonadiabatik, yang diubah ke dalam transformasi Laplace. Pada proses adiabatik, suhu keluaran dipengaruhi oleh waktu respon suhu masukan yang dapat diubah-ubah. Perubahan suhu masukan dipengaruhi oleh waktu konstan, � yang diperlukan suhu keluaran. Waktu konstan berhubungan dengan kecepatan proses respon sistem termal. Semakin lambat proses merespon suhu masukan, maka semakin besar nilai � dan sebaliknya, semakin cepat proses merespon suhu masukan maka nilai

� semakin kecil.

Pada proses nonadiabatik, selain suhu masukan, suhu keluaran juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Jumlah perubahan total pada suhu keluaran sebagai penguatan waktu dipengaruhi oleh suhu masukan dan suhu lingkungan. Penguatan ini menunjukkan seberapa besar pengaruh kedua suhu tersebut. Penguatan dalam proses sistem termal nonadiabatik ini bergantung terhadap aliran, �, densitas, �, dan kapasitas panas dari proses cairan, �, pada transfer koefisien panas keseluruhan, �, dan pada daerah perpindahan panas, �.

5.2 Saran

Penulisan skripsi ini masih menyelesaikan proses pada sistem termal orde pertama dalam menentukan suhu keluarannya. Diharapkan penulis berikutnya dapat mengembangkan dengan mencari suhu keluran dan masukan pada orde tinggi serta dapat membuat simulasinya.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Ainie Khuriati Riza Sulistiati. 2010. Termodinamika. Edisi I. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Arfken, G. 1985. Mathematical Methods For Physicists. San Diego: Academic Press, Inc.

Bustani Mustafa. 2004. Dasar Termodinamika Teknik. Jakarta: Universitas Trisakti.

Distefano, III, dkk. 1967. Schaum’s Outline Of Theory And Problems Of Feedback

and Control Systems. New York: McGraw-Hill Book Company.

El-Hawary, M. E. 1984. Control System Engineering. Virginia: Reston Publishing Company, Inc.

Halliday, D. dan Resnick, R. 1995. Fisika. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Hostetter, G. H. 1987. Digital Control System Design. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Imam Rahayu, Susanto. 2006. Termodinamika. Bandung: Penerbit ITB.

Kreyszig, E. 1988. Advanced Engineering Mathematics. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Krist, T. 1991. Hidraulika. Jakarta: Erlangga.

Ogata, Katsuhiko. 1995. Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan). Jakarta: Erlangga.

Pakpahan, S. 1994. Kontrol Otomatik, Teori dan Terapan. Jakarta: Erlangga.

Phillips, C. L. dan D. H. Royce. 1997. Dasar - Dasar Sistem Kontrol. Jakarta: PT. Prenhallindo.


(48)

Rice, Bernard J. 1986. Ordinary Differential Equations with Aplications. California: Brooks/Cole Publishing Co.

Salusu, A. 2003. Teori dan Penyelesaian Kalkulus Lanjut. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Sihana, Ing. 2010. Analysis Of Thermal System, Introduction. Gajah Mada University, Hal. 1 - 3

Smith, C. A. dan A. B. Corripio. 1997. Principles And Practice Of Automatic Process


(1)

��(�) =��� t < 0 ��(�) =��� +� t ≥ 0 maka : �(�) =��(�)⇒ �(�) =�

di mana �(�) merupakan besarnya perubahan pada masukan dan �(�) merupakan suhu masukan yang telah diubah ke dalam transformasi Laplace.

Dari persamaan (4.11) : �(�) = �1

µ�+1��(�) �(�) = �1

µ�+1 ( � �) �(�) = �1�

�(µ�+1)

= �1�1

µ�+1+ �1�2

1 = lim�→−1(µ�+ 1)µ�+1� = −�

2 = lim�→0 (�) 1

(µ�+1)�= 1

�(�) = −�

µ�+1+ �

(4.32)

Persamaan (4.32) merupakan transformasi Laplace untuk suhu keluaran. Sehingga diperoleh :

�(�) =��1(1− �−� �⁄ ) (4.33)

Dari : �(�) =�(�)− ��

�(�) =�(�) +��

�(�) =��1(1− �−� �⁄ ) +��

(4.34) Jumlah perubahan total dalam

(

)

diberikan oleh �1A, penguatan waktu


(2)

besar perubahan keluaran per unit perubahan di masukan, atau seberapa besar masukan mempengaruhi keluaran. Dengan kata lain, penguatan berarti sensitivitas yang menghubungkan variabel keluaran dan masukan. Dalam persamaan matematis adalah sebagai berikut :

� =∆�∆� =∆���������������� ��������������� (4.35) Penguatan adalah parameter lain yang menggambarkan karakteristik proses. Dengan mengingat, hal ini tergantung dari sifat fisis dan parameter operasi dari proses sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan (4.26) dan (4.27). Penguatan dalam proses ini bergantung terhadap aliran, densitas, dan kapasitas panas dari proses cairan (�,�, dan ��), pada transfer koefisien panas keseluruhan (U), dan pada daerah perpindahan panas (A). Jika salah satu dari ini berubah, perilaku dari proses akan berubah dan ini akan mempengaruhi penguatan.

4.3 Diagram Blok Pada Sistem Termal

Diagram blok pada sistem termal menunjukkan urutan operasi secara fungsional melalui elemen-elemen yang telah ditemukan sebelumnya.

��(�) �(�)

Gambar 4.2 Sistem termal tanpa pengaruh suhu lingkungan (adiabatik). �


(3)

+ +

Gambar 4.3 Respon total sistem yang dipengaruhi suhu lingkungan (nonadiabatik).

�1 µ�+ 1

��(�)

�(�)

�2 µ�+ 1


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Suhu masukan dan keluaran dapat ditentukan melalui model matematik, yaitu pada proses adiabatik dan nonadiabatik, yang diubah ke dalam transformasi Laplace. Pada proses adiabatik, suhu keluaran dipengaruhi oleh waktu respon suhu masukan yang dapat diubah-ubah. Perubahan suhu masukan dipengaruhi oleh waktu konstan, � yang diperlukan suhu keluaran. Waktu konstan berhubungan dengan kecepatan proses respon sistem termal. Semakin lambat proses merespon suhu masukan, maka semakin besar nilai � dan sebaliknya, semakin cepat proses merespon suhu masukan maka nilai � semakin kecil.

Pada proses nonadiabatik, selain suhu masukan, suhu keluaran juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Jumlah perubahan total pada suhu keluaran sebagai penguatan waktu dipengaruhi oleh suhu masukan dan suhu lingkungan. Penguatan ini menunjukkan seberapa besar pengaruh kedua suhu tersebut. Penguatan dalam proses sistem termal nonadiabatik ini bergantung terhadap aliran, �, densitas, �, dan kapasitas panas dari proses cairan, ��, pada transfer koefisien panas keseluruhan, �, dan pada daerah perpindahan panas, �.

5.2 Saran

Penulisan skripsi ini masih menyelesaikan proses pada sistem termal orde pertama dalam menentukan suhu keluarannya. Diharapkan penulis berikutnya dapat mengembangkan dengan mencari suhu keluran dan masukan pada orde tinggi serta


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ainie Khuriati Riza Sulistiati. 2010. Termodinamika. Edisi I. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Arfken, G. 1985. Mathematical Methods For Physicists. San Diego: Academic Press, Inc.

Bustani Mustafa. 2004. Dasar Termodinamika Teknik. Jakarta: Universitas Trisakti. Distefano, III, dkk. 1967. Schaum’s Outline Of Theory And Problems Of Feedback

and Control Systems. New York: McGraw-Hill Book Company.

El-Hawary, M. E. 1984. Control System Engineering. Virginia: Reston Publishing Company, Inc.

Halliday, D. dan Resnick, R. 1995. Fisika. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Hostetter, G. H. 1987. Digital Control System Design. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Imam Rahayu, Susanto. 2006. Termodinamika. Bandung: Penerbit ITB.

Kreyszig, E. 1988. Advanced Engineering Mathematics. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Krist, T. 1991. Hidraulika. Jakarta: Erlangga.

Ogata, Katsuhiko. 1995. Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan). Jakarta: Erlangga.

Pakpahan, S. 1994. Kontrol Otomatik, Teori dan Terapan. Jakarta: Erlangga.

Phillips, C. L. dan D. H. Royce. 1997. Dasar - Dasar Sistem Kontrol. Jakarta: PT. Prenhallindo.


(6)

Rice, Bernard J. 1986. Ordinary Differential Equations with Aplications. California: Brooks/Cole Publishing Co.

Salusu, A. 2003. Teori dan Penyelesaian Kalkulus Lanjut. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Sihana, Ing. 2010. Analysis Of Thermal System, Introduction. Gajah Mada University, Hal. 1 - 3

Smith, C. A. dan A. B. Corripio. 1997. Principles And Practice Of Automatic Process