29
BAB III JIHAD DALAM AL-QURAN
A. Perintah Jihad
Telah terpatri dalam pandangan mayoritas ulama Islam bahwa jihad yang merupakan bagian penting di dalam agama Islam diperintahkan setelah hijrahnya
Nabi ke kota Madinah. Pendapat ini lahir dari pandangan bahwa jihad hanya sekedar peperangan yang dilakukan dalam membela agama Islam. Jika ditinjau
dari tempat turunnya ayat al-asbâb al-nuzûl, ayat-ayat tentang jihad sebagian turun pada saat Nabi Muhammad SAW berada di Makkah.
36
Setelah Rasulullah hijrah ke Madinah dan menetap di sana, barulah ushul jihadiyah dalil pokok
diperintahkannya berperang ini muncul dan diwajibkan. Kesabaran Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam di
Makkah merupakan manifestasi jihad yang besar, meskipun beliau mengalami banyak hambatan dan rintangan berupa cemoohan dan siksaan. Dan satu lagi yang
termasuk jihad pada masa Rasulullah SAW menyebarkan Islam di Makkah yaitu kesungguhan mereka Nabi dan para sahabatnya dalam mempelajari kitab suci
Al-Quran. Hal tersebut dikatakan jihad sesuai dengan penjelasan Al-Quran dalam surat al-Furqân dan al-Nahl, sebagai berikut:
36
al-Furqân [25]: 52, al-Nahl [16]: 110, al- „Ankabut [29]: 6 dan 69 yang biasa di
masukkan oleh para ulama tafsir ke dalam kategori ayat makkiyah, sedangkan ayat yang lain dikategorikan sebagai ayat madaniyah. Baca: Yusuf Qardhawi, FIQIH JIHAD, terj. Irfan Maulana
Hakim, et.al., Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2010, cet.1, h. 73.
30
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar.
” Q.s .al-Furân [25]: 52
“Dan Sesungguhnya Tuhanmu pelindung bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, Kemudian mereka berjihad dan
sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
” Q.s .al-Nahl [16]: 110
Mengenai kedua ayat tersebut di atas para ulama Ibnu Zubair, Hasan al- Basri, Ikrimah dan Jabir sepakat bahwa kedua ayat tersebut turun di Makkah.
Ibnu Abbas berkata “surah ini an-Nahl adalah Makkiyah, kecuali tiga ayat yaitu ayat ke 95-
97 yang dimulai dari firman Allah, „dan janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan Allah dengan
haraga yang sedikit…‟ sampai pada firman Allah
, „…dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan ”.
37
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Amar bin Yasir disiksa hingga tidak tahu apa yang mesti dikatakannya. Demikian juga Shuhaib, Abu Fukaikah,
Bilal, Amir bin Fuhairah, dan kaum Muslimin lainnya. Ayat ini Q.s. al-Nahl [16]: 110 turun berkenaan dengan mereka yang telah diselamatkan oleh Allah SWT.
38
Demikianlah sebab turunnya asbâb an-nuzûl ayat yang kedua.
37
Muhammad Sa‟id Ramadhan al-Buthy, Menjadi Mujahid Sejati, terj. Saiful Hadi, S.Ag., Jakarta: PT. INTIMEDIA CIPTANUSANTARA, t.th., cet. 1, h. 18.
38
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa‟d di dalam kitab al-Thabaqât, yang bersumber dari „Umar bin al-Hakam, selengkapnya baca: K.H.Q. Shaleh, et.al., ASBÂBUN NUZÛL Latar Belakang
Historis Turunnya Ayat Al-Quran, Bandung: CV Penerbit Ponegoro, 2009, ed. 2, cet. 10, h. 316- 317.
31
Firman Allah ”Kemudian mereka berjihad dan sabar” mengindikasikan
bahwa makna jihad yang terdapat di dalam ayat tersebut adalah berdakwah dan bersabar, serta jihad dalam menanggung penderitaan dan kepayahan. Inilah yang
dilakukan umat Islam di Makkah sebelum hijrah ke Madinah. Dalam Islam antara jihad, dakwah, dan sabar adalah ibadah yang memiliki perbedaan, akan tetapi
dakwah dan sabar masuk kedalam bagian dari jihad jika dilakukan dengan cara sungguh-sungguh dengan seluruh kemampuan yang ada di dalam diri. Karena
prinsif dasar dari jihad itu sendiri adalah menuntut adanya kesungguhan dari si pelaku dalam menjalankan ibadah, baik berupa dakwah dan sabar dalam kesulitan.
Sehingga nyata bagi Allah SWT kesungguhan yang dilakukan seorang hamba dalam menjalankan perintah-Nya.
Jihad dalam bentuk fi‟il amr adakalanya ditujukan kepada mukhatab
mufrad orang kedua tunggal dan adakalanya ditujukan kepada mukhatab jama‟
orang kedua jamak. Amar jihad yang ditujukan kepada mukhatab mufrad dapat dipahami bahwa pesan jihad tersebut ditujukan kepada perseorangan dan dapat
dilaksanakan secara perseorangan, sebagaimana pesan untuk menyeru manusia ke jalan Allah Q.s. al-Nahl [16]: 125 dan perintah untuk menyeru kepada kebajikan
Q.s. al- A‟raf [7]: 199.
Amr jihad untuk mukhatab jama‟ mengandung pengertian bahwa perintah
tersebut ditujukan kepada khalayak agar dilaksanakan secara berjamaah. Hal tersebut mengandung kemungkinan bahwa jihad tidak dapat dilaksanakan kecuali
secara bersama-sama atau melalui kerjasama yang satu dengan lainnya, seperti tertera dalam firman Allah sebagai berikut:
32
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang
demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. ”
Q.s. al-Taubah [9]: 41
ا ث ف خ
Khifâfan wa tsiqâlan: Khifâf adalah bentuk plural dari kata khafîf, yaitu pemuda yang memiliki fisik yang kuat, mempunyai kesungguhan
berupa pembekalan dan kendaraan. Tsiqâlan adalah bentuk plural dari kata tsaqîl yang memiliki arti seseorang yang sudah berumur tua, sakit dan fakir yang tidak
mempunyai kesungguhan dan persiapan.
ْم
Dzâlikum mengandung maksud bahwa berjihad dengan harta dan jiwa lebih baik daripada berdiam diri di rumah.
Ayat di atas berbicara tentang ajuran Hal itu memiliki nilai plus di hadapan Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat. Ayat di atas masih berbicara tentang
anjuran untuk pergi berjihad, dalam hal ini umat Islam akan melawan bangsa Romawi yang berada di Syam.
39
Kembali pada permasalahan sebelumnya bahwa ayat di atas merupakan contoh amr jihad kepada
mukhatab jama‟ yang mengandung arti undangan untuk berjihad adalah bagi seluruh umat Islam dengan segala persiapan yang dapat
mereka bawa. Bahkan mereka yang sudah tua sekalipun harus ikut serta dalam berjihad, orang-orang yang sudah berpengalaman untuk ditempatkan di tempat-
tempat berbahaya. Sedangkan yang belum berpengalaman, mereka ditempatkan
39
Ayat ini termasuk ayat yang tidak dinasaskh dihapus, ayat ini yang menjadi argumentasi terhadap adanya otoritas seorang pemimpin dalam mengumumkan jihad kepada
seluruh umat. Syaikh Abu Baakar Jabir al-Jazairi, Tafsir al- Qur‟an al-AISAR, terj. Nafi‟
Zainuddin, Lc dan Suratman, Lc, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007, cet. 1, h. 378.
33
untuk tugas-tugas yang sesuai dengan keahlian masing-masing.
40
Dari sini kita dapat melihat bahwa setiap lapisan masyarakat Islam, baik tua maupun muda, kuat
maupun lemah, miskin maupun kaya bisa berpartisipasi dan memiliki kesempatan untuk melaksanakan jihad.
Perintah jihad kepada kelompok tidak menutup kemungkinan untuk dilaksanakan oleh sebagian umat Islam, tampa melibatkan seluruh kaum
Muslimin. Jika keadaan demikian, maka bagi yang tidak terlibat aktivitas tersebut, seyogyanya mengambil alternatif kegiatan yang relatif sama nilainya dengan
kegiatan yang ia tinggalkan. Hal itu dapat disandarkan pada firman Allah swt:
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya ke medan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. ”
Q.s. al-Taubah [9]: 122 Sehubungan dengan ayat ini, Abdullah Yusuf Ali mengindikasikan bahwa
ayat di atas mengungkapkan sebuah amalan yang dapat dilakukan bagi mereka yang tidak berangkat ke barisan depan. Amalan tersebut adalah liyatafaqqahû fi
dîn memperdalam ilmu agama. Perang mungkin tidak dapat dihindari, namun perang bukunlah hal yang diungul-ungulkan dengan mengabaikan amalan yang
lain. Memperdalam ilmu agama untuk mengetahui rincian dari syariat Islam akan melahirkan sebuah keyakinan dengan sungguh dan akidah yang mantap, sehingga
40
Abdullah Yusuf Ali, Qur‟an Terjemah dan Tafsirnya, terj. Ali Audah, Jakarta: PT.
Pustaka Litera AntarNusa, 2009, cet. 3, h. 446.
34
saat kembali kebarisan jihad akan melahirkan prajurit jihad dengan jiwa ketaatan dan kedisiplinan.
41
B. Sasaran objek, Sarana media dan Macam-macam Jihad