12
BAB II PEMAHAMAN DASAR SEPUTAR JIHAD
A. Definisi Jihad dan Makna Fî Sabîlillah
Dalam kurun waktu terakhir, pasca runtuhnya WTC dan meletusnya aksi terorisme istilah jihad mulai mencuat kepermukaan. Bukan hanya itu saja,
kalangan Islam sendiri menaruh perhatian besar terhadap konsep jihad sebagaimana pemahaman Barat terhadap jihad yang hanya sebatas peperangan
holy war. Di dalam Al-Quran memang terdapat kata perang dan anjuran untuk melakukannya, namun kita harus menkaji terlebih dahulu sebelum memberikan
penilaian yang bersifat mengidentikkan antara jihad dengan peperangan. Kitab-kitab bahasa Arab menyatakan bahwa kata jihâd dan mujâhadah
berarti “menguras kemampuan”. Secara bahasa, jihād berasal dari kata jahada,
artinya tenaga, usaha, atau kekuatan.
14
Di dalam bahasa Arab kata benda
ج
jihâd adalah bentuk mashdar dari kata kerja
ج
jâhada, yang selanjutnya merupakan turunan dari kata kerja
ج
jahada dengan jalan penambahan satu huruf alif. Dengan perubahan berupa penambahan huruf alif itu menyebabkan
artinya berubah menjadi lebih intensif, yaitu “kesungguhan melaksakan
pekerjaan” meningkat menjadi maksimal “dengan jalan mencurahkan seluruh potensi yang ada”.
15
Menurut Yusuf Qardhawi jihâd adalah isim mashdar dari kata jâhada- yujâhidu-jihâdân-mujâhadah. Kata jihad merupakan derivasi dari kata jahada-
14
Ahsin W. al-Hafidz, M.A., Kamus Ilmu AL- QUR‟AN, Jakarta: AMZAH, 2006, cet. 2,
h.138.
15
Jan Ahmad Wassil, Tafsir Quran Ulul-Albab, h. 294
13
yajhadu-jahdân. Dalam sebuah ungkapan diterangkan “Seorang laki-laki berjihâd
dalam sebuah hal”, itu berarti ia bersungguh-sungguh dalam hal tersebut. Selanjutnya Ibn Mandzur dalam Lisan al-
„Arab menulis, jihad ialah memerangi musuh, mencurahkan segala kemampuan dan tenaga berupa kata-kata, perbuatan,
atau segala sesuatu yang di sanggupi.
16
Jadi makna dari kata
ج
jâhada ditinjau dari segi kebahasaan adalah kesungguhan dalam melaksanakan sebuah
pekerjaan dengan jalan mencurahkan segenap potensi yang ada. Sementara itu menurut istilah, jihad adalah suatu kewajiban bagi umat
Islam yang sifatnya berkelanjutan hingga hari kiamat. Tingkat terendahnya berupa penolakan hati atas keburukan dan kemungkaran, sedangkan tingkatan
tertingginya berupa perang di jalan Allah. Di antara keduanya adalah perjuangan dengan lisan, pena, tangan berupa pernyataan tentang kebenaran di hadapan
penguasa yang zalim.
17
M. Quraisy Shihab dalam memakmanai kata jihad dengan mengutip pendapat Ibnu Faris w. 395 H dalam bukunya
Mu‟jam al-Maqayîs fi al-Lughah
, “Semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran dan yang mirip dengannya”.
18
Menurut Fairuz Abadi dalam kitabnya yang berjudul Basha-ir Dzawit Tamyiz, sebagaimana yang dikutip
oleh Dr. Ali Abdul Halim Mahmud beliau berkata: “Jihad dan mujâhadah adalah menguras kemampuan dalam memerangi
musuh. al-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Fudhalah bin „Ubaid, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Mujahid adalah
16
Imam al-Allamah abi al-Fdhl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim Ibn al-Mandzur, Lisan al-
„Arab al-Muhith, t.t.: Dar Lisan al-„Arab, t.th, h. 100.
17
Yusuf Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Bana, Terj. Bustami A. Gani dan Zaenal Abidin Ahmad Jakarta: Bulan Bintang, 1980, h. 74.
18
M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al- Qur‟an, Tafsir Maudhu‟I Atas Pelbagai
Persoalan Ummat, Bandung: Mizan, 1996, Cet. Ke-3, h. 500.
14
orang yang berjihad melawan jiwanya hawa nafsunya dalam rangka menaati Allah
”.
19
Adapun menurut ulama fiqih, jihad berarti membunuh orang-orang kafir. Sebagian ulama fiqih berpendapat bahwa jihad adalah mengerahkan kemampuan
untuk membunuh orang-orang kafir atau pemberontak bughât. Ada juga yang berpendapat bahwa jihad adalah mengajak kepada agama yang benar dan
memerangi orang-orang yang menolaknya. Ada juga yang mendefinisikan jihad sebagai pengerahan usaha dan kemampuan di jalan Allah dengan nyawa, harta,
pikiran, lisan, pasukan, dan yang lainnya.
20
Berpijak pada pendapat para tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa jihad adalah sebuah aktivitas dalam menjalakan ibadah kepada Allah SWT yang
didasarkan pada kesungguhan dengan cara mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki dengan nyawa, harta, pikiran, lisan, pasukan, dan lainnya. Defenisi
ini lebih relevan dalam memaknai jihad, karena mencakup seluruh jenis jihad yang diterangkan oleh Al-Quran dan Sunnah. Selain itu, defenisi ini juga juga
tidak membatasi jihad sebagai bentuk peperangan terhadap orang-orang kafir saja. Orientasinya adalah agar istilah jihad bisa mencakup seluruh usaha umat
Muslim dalam mencurahkan segenap kemampuan melawan keburukan dan kebatilan. Dimulai dengan jihad terhadap keburukan yang ada di dalam diri
individual Muslim, berupa godaan setan, dilanjutkan dengan melawan keburukan
19
Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqh Rekonsiliasi dan Reformasi Menurut Hasan al-Bana; RUKUN JIHAD, Penerj. Khozin Abu Faqih, dkk., Jakarta: Al-
I‟tishom Cahaya Umat, 2001, cet. 1, h. 31.
20
Lihat al-Kasani, Badâ‟I‟ Al-Shanâ‟I‟, Beirut: Dar al-Kitab al-„Arabi, t.t., juz 7, h. 97.
Lihat juga Ibn „Abidin, al-Durr al-Mukhtâr, Beirut: Dar Ihya‟ Al-Turats Al-„Arabi, 1272 H., juz 3, h. 217.
15
di sekitar masyarakat Muslim. Hingga berakhir pada perlawan terhadap keburukan di manapun, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Kata jihâd di dalam Al-Quran sering di sandingkan dengan lafaz fi sabîlillah pada jalan Allah, misalnya dalam Q.s. al-Maidah [5]: 54, al-Anfal [8]:
72, al-Taubah [9]: 41 dan 81. Hal ini mengisyaratkan bahwa seluruh yang di korban, baik jiwa dan harta dalam rangka mengamalkan jihad akan bernilai jika di
dasarkan „pada jalan Allah‟ fi sabîlillah serta mengharapkan keridhaan-Nya. Ayat-ayat Al-Quran mengidentifikasikan sabîlillah sebagai jalan Allah,
seruan agama, dan ajaran-ajaran-Nya yang berdimensi keimanan, akhlak, sosial, kemanusiaan dan pengasuhan yang dikandung Al-Quran dan tuntunan Nabi
Muhammad SAW. Hal itu tertera dalam firman Allah dalam surat al- An‟âm [6],
ayat 151-153:
16
“Katakanlah, Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan memberi
rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya melainkan dengan sesuatu sebab yang benar.
demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahaminya.
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran
dan timbangan dengan adil. kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata,
Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu ingat.
Dan bahwa yang kami perintahkan ini adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan yang lain, Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar
kamu bertakwa .”
Q.s. al- An‟âm [6]: 151-153.
Nabi Muhammad SAW menafsirkan lafaz sabîlillah dengan kalimat Allah, seruan-Nya, prinsip-prinsip dan manhaj-Nya. Imam Bukhari meriwayatkan
sebuah hadis yang artinya sebagai berikut: “Seseorang berperang untuk memperoleh rampasan, yang lain berperang
untuk memperoleh sebutan dan seseorang berperang supaya dilihat kedudukannya. Siapakah di antara mereka yang fi sabilillah? Nabi SAW
menjawab, Siapa berperang agar kalimat Allah unggul, maka ia fi sabilillah.
”
21
21
Abu „Abdillah al-Bukahri, Shahih al-Bukhari,Beirut: Darul Fikr, 1414 H.1994 M., juz IV, h. 25.
17
Muhammad Rasyid Ridha mengemukakan dalam tafsirnya, bahwa sabilillah adalah jalan yang mengantarkan kepada keridhaan Allah yang dengannya agama
dipelihara dan keadaan umat membaik.
22
Selain dirangkaikan dengan kata sabîlillah, kata jihâd juga sering disandingkan dengan lafaz qitâl, hijrah, dan infaq, seperti dalam Q.s. al-Baqarah
[2]: 154, 190, 246, 261, Q.s. al-Nisâ [4]: 89, 100, al-Hajj [22]: 58, dan al-Nûr [24]: 22. Jadi, ketika Al-Quran di suatu tempat merangkai lafaz jihâd dan fi
sabîlillah kemudian di tempat lain menyebutkan lafaz qitâl dan fi sabîlillah, menurut penulis kedua lafaz tersebut jihâd dan qitâl berbeda makna meskipun
memiliki orientasi dan hasil yang sama ketika dirangkaikan dengan lafaz fi sabîlillah, karena kandungan makna dari kata jihâd lebih luas dari pada istilah
qitâl. Oleh sebab itu penulis berpendapat bahwa qitâl adalah suatu bentuk dari jihad.
Meskipun demikian, jihâd yang dijumpai di dalam Al-Quran tidak semuanya memiliki arti berjuang di jalan Allah karena ada juga ayat yang
menggunakan kata jihâd untuk pengertian “berjuang dan berusaha seoptimal
mungkin untuk mencapai tujuan, walaupun tujuan tersebut condong kearah yang negatif”. Kasus seperti ini dapat dijumpai di dalam Q.s. al-Ankabût [29]: 8 dan
Q.s. Luqmân [31]: 15. Kedua ayat tersebut berbicara di dalam konteks hubungan antara anak yang beriman dan orang tua yang kafir.
B. Jihad di dalam Dustur Islam