50
BAB IV PENAFSIRAN JIHAD DARI MASA KE MASA
A. Sejarah Singkat Perjalanan Tafsir
Tafsir
54
memiliki sejarah yang panjang, berlangsung melalui berbagai tahapan dan kurun waktu sehingga mencapai bentuknya seperti yang terlihat pada
saat sekarang. Sejarah tafsir telah dimulai sejak dini, yaitu sejak zaman Rasulullah SAW sebagai orang pertama yang bertugas mengurai maksud-maksud dalam
wahyu-wahyu Allah dan dan menyampaikannya kepada umat. Upaya menelusuri sejarah penafsiran Al-Quran yang sangat panjang dan tersebar luas di segenap
penjuru dunia Islam itu tentu saja bukan perkara mudah, apalagi untuk menguraikannya secara panjang lebar dan detil. Atas dasar itu, skripsi ini tidak
akan menguraikan sejarah penafsiran Al-Quran dengan uraian panjang-lebar, luas, mendalam, dan kongkrit.
Drs. Ahmad Izzan dengan mengutip pendapat sebagian ahli tafsir mebagi periodesasi penafsiran Al-Quran kedalam tiga fase: periode mutaqaddimîn abad
1-4 Hijrah, periode muta ‟akhkhirîn abad 4-12 Hijrah, dan periode modern 12-
sekarang. Periode mutaqaddimîn meliputi masa Nabi Muhammad SAW, sahabat, tabi‟in, dan tabi‟ al-tabi‟în. Sepeninggal Nabi penafsiran ayat Al-Quran dilakukan
oleh para sahabat. Dari kalangan sahabat tercatat beberapa ahli tafsir, di
54
Secara bahasa etimologis, tafsir berarti menjelaskan al-îdhah, menerangkan al- tibyân, menampakkan al-izhâr, menyibak al-kasyf, dan merinci al-tafshîl. Kata tafsir
terambil dari kata al-fasr yang berarti al-ibânah dan al-kasyf yang keduanya berarti membuka sesuatu yang tertutup kasyf al-mughaththâ. Secara isltilah, tafsir adalah rangkaian penjelasan
dari pembicaraan atau teks Al-Quran, atau tafsir juga dapat difahami sebagai penjelasan lebih lanjut terhadap ayat-ayat Al-Quran yang dilakukan oleh seorang ulama tafsir. Orang yang
menafsirkan al-Quran disebut mufassir jamaknya adalah mufassirûn atau mufassirîn, dengan persyaratan khusus, baik bersifat fisik dan psikis maupun diniyyah keagamaan, terutama syarat-
syarat yang bersifat akademik. Untuk ulasan yang lebih jelas dan spesifik baca: H. Ahmad Izzan, Metodelogi Ilmu Tafsir, Jakarta: Tafakur, 2011, cet. 3, h. 4 dan 27.
51
antaranya: al-khulafa al-râsyidîn 13 H 634 M-40 H 661 M, Ibnu Mas‟ud w.
32 H 652 M, Zaid bin Tsabit w. 45 H 665 M, Ubay bin Ka‟ab w. 20 H 692
M, Abu Musa al- Asy‟ari w. 44 H 664 M, Abdullah bin Zubair w. 73 H 692
M, dan Abdullah bin Abbas 68 H 687 M. Tidak dapat dipungkiri bahwa para sahabat Nabi Muhammad SAW memiliki peran penting dalam pengembangan
tafsir Al-Quran.
55
Selanjutnya langkah mulia para sahabat menafsirkan ayat Al-Quran diikuti oleh generasi berikutnya. Tegasnya, penafsiran dari para sahabat diterima
baik oleh generasi tabi‟în di berbagai daerah Islam. Generasi tabi‟în
menyampaikan ilmu tafsir yang mereka peroleh dari para sahabat ke generasi selanjutnya
tabi‟ al-tabi‟în. Pada generasi ketiga inilah pentadwinan atau pembukuan tafsir dimulai. Akan tetapi, tafsir-tafsir karya ulama generasi sahabat
hingga tabi‟ al-tabi‟în tidak dapat kita jumpai pada masa sekarang, yang ada
hanyalah nukilan-nukilan yang dinisbatkan kepada mereka sebagaimana termuat dalam kitab-kitab
tafsir bil ma‟tsur. Perluasan wilayah agama dan pergaulan umat Islam dengan dunia luar
turut mempengaruhi kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam pada masa selanjutnya. Peradaban dan kebudayaan Islam pun semakin mengalami
kemajuan, termasuk tafsir. Dalam upaya menafsirkan Al-Quran, para ahli tafsir merasa tidak cukup hanya dengan mengutip riwayat-riwayat dari para sahabat
nabi, tabi‟în, dan tabi‟ al-tabi‟în sebagaimana yang dilakukan selama ini, tetapi
55
H. Ahmad Izzan, Metodelogi Ilmu Tafsir, h. 18.
52
mereka mulai berorientasi pada penafsiran Al-Quran berdasarkan pendekatan ilmu bahasa dan penalaran ilmiah.
Dalam kalimat lain, tafsir Al-Quran pada periode ini muta ‟akhkhirîn
tidak hanya berpedoman degan metode tafir bi ma‟tsur sebagaimana yang
dilakukan selama ini, tetapi juga berupaya keras mengembangkan tafsir bil al- dirâyah dengan segala macam implikasinya. Karena itu, tafsir Al-Quran
mengalami perkembangan sedemikian rupa dengan fokus-perhatian pada pembahasan aspek-aspek tertentu sesuai dengan tendensi dan kecenderungan
kelompok ulama tafsir itu sendiri. Ulama tafsir yang hidup pada periode ini di antaranya: imam al-
Zamkhsyari 467-538 H 1074-1143 M dengan karyanya al-Kasysyaf yang menafsirkan Al-Quran menggunakan pendekatan bahasa keindahan bahasa
balaghah. al-Qurthubi w. 671 H 1272 M dengan karyanya al- Jami‟ li Ahkâm
al-Qur ‟an yang fokus terhadap penafsiran ayat-ayat hukum. Ibn al-„Arabi w. 638
H 1240 M dengan karyanya Ahkâm al- Qur‟an. Masih banyak ulama tafsir
dengan karya-karyanya yang lahir pada periode mutakhkhirîn, dan dengan pendekatan yang berbeda-beda dalam menafsirkan Al-Quran.
Periode selanjutnya dari perjalanan tafsir adalah yaitu periode modern yang dimulai dari akhir abad Sembilan belas hingga kini sekitar tahun 1830-an.
Pada periode ini munculnya tokoh-tokoh pembaharu Islam, seperti Sayyid Ahmad Khan dengan karyanya Tafhîm Al-
Qur‟ân dan Muhammad Abduh dengan karya tafsir al-Manâr. Keduanya terpanggil melakukan kritik terhadap produk-produk
53
penafsiran para ulama terdahulu yang di anggap tidak lagi relevan dengan konteks zaman modern.
56
B. Penafsiran Ayat Jihad dari Periode Mutaqaddimîn Hingga Modern