xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumen Perizinan Lampiran 2. Informed Consent
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Lampiran 4. Tabulasi Data
Lampiran 5. Hasil Uji Validitas Lampiran 6. Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran 7. Hasil Olahan SPSS Univariat Lampiran 8. Hasil Olahan SPSS Bivariat
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tulang manusia merupakan struktur yang paling penting dalam pembentukan rangka tubuh, dimana tulang adalah jaringan yang tumbuh
dan hidup secara terus menerus. Tulang juga memberi kekuatan dan membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang manusia terus mengalami
perubahan karena berbagai stres mekanik, dan terus mengalami pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel Tandra, 2009. Tulang
memiliki dua sel, yaitu osteoklas bekerja untuk menyerap dan menghancurkan atau merusak tulang dan osteoblas sel yang bekerja
untuk membentuk tulang Compston,2002. Jika aktivitas sel osteoklas lebih besar daripada osteoblas dapat menyebabkan pengeroposan tulang
yang lama kelamaan akan terjadi osteoporosis Ganong, 2008. Osteoporosis adalah kondisi dimana tulang menjadi tipis, rapuh,
keropos, dan mudah patah akibat berkurangnya massa tulang yang terjadi dalam waktu yang lama. Osteoporosis didefinisikan sebagai keadaan
dimana Densitas Mineral Tulang DMT berada dibawah nilai rujukan atau standar deviasi yaitu di bawah nilai rata-rata rujukan Depkes, 2002.
World Health Organization WHO menggunakan pengukuran DMT sebagai salah satu pendekatan diagnosis osteoporosis. Secara umum terjadi
penurunan DMT dalam proses terjadinya osteoporosis, sehingga terjadi
kerapuhan tulang. DMT memberikan sumbangan terbesar pada kekuatan tulang. DMT normal jika nilai kepadatan tulang T-score
sampel ≥ -1 dan DMT rendah bila T-score sampel -1 WHO, 2003.
Sebelum terjadi osteoporosis, seseorang terlebih dahulu mengalami proses osteopenia, yaitu suatu kondisi hilangnya sejumlah massa tulang
akibat berbagai keadaan. Penyakit ini dijuluki sebagai Silent Epidemic Disease, karena menyerang secara diam-diam, tanpa adanya tanda-tanda
khusus, sampai seseorang mengalami patah tulang Kemenkes, 2008. Penelitian osteoporosis yang dilakukan Jahari, dkk., 2005 di tiga provinsi
Sulawesi Utara, DI Yogyakarta dan Jawa Barat ditemukan tingginya prevalensi nilai DMT rendah yang mengalami osteopenia sebesar 30,1
dan didapati tingginya angka DMT rendah pada perempuan dewasa muda. Pada wanita disebabkan oleh hormon estrogen dan massa puncak tulang,
semakin meningkatnya umur, semakin sedikit hormon estrogen yang dihasilkan maka wanita akan lebih cepat mengalami kehilangan masa
tulang yang lama kelamaan dapat menyebabkan osteoporosis Ganong, 2008.
Penyebab spesifik osteopenia belum diketahui dengan jelas tetapi penyebab osteopenia bersifat multifaktor. Semua hal yang mengurangi
kekuatan tulang akan turut berperan terjadinya osteopenia. Faktor risiko terjadinya penurunan kepadatan tulang diantaranya adalah jenis kelamin,
peningkatan usia, genetik, kebiasaan merokok, aktifitas fisik yang kurang, konsumsi alkohol dan massa tubuh yang rendah Fox Brown, 2007.
Seseorang yang mempunyai massa tubuh
yang rendah underweight dengan Indeks Massa Tubuh IMT = 19 atau kurang serta
mempunyai tubuh yang kecil sebagai hasil dari gangguan makan juga mempunyai risiko terjadinya osteopenia National Osteoporosis Society,
2008. Kondisi ini disebabkan karena tulang akan giat membentuk sel apabila ditekan oleh bobot yang berat Zaviera, 2008. Perempuan gemuk
mempunyai jaringan lemak adiposa yang menyimpan hormon androgen dan kemudian diubah menjadi estrogen. Makin banyak jaringan lemak
yang dimiliki perempuan, makin banyak hormon estrogen yang dapat diproduksi untuk kekuatan tulang Lane, 2003. Data Riset Kesehatan
Dasar Riskesdas, 2007 menunjukkan tingginya prevalensi IMT rendah atau kurus di Indonesia. Prevalensi IMT rendah atau kurus, yakni sebanyak
14,8 pada orang dewasa. Menurut Jill, dkk., 1993 terjadinya penurunan massa tulang pada
periode puncak massa tulang, dimana tulang memiliki massa pembentukan tulang tertinggi yaitu pada usia 20-35 tahun dikarenakan perubahan pola
hidup seseorang terutama pada wanita dewasa usia 20 tahun keatas, kondisi ini dilihat dari kurangnya konsumsi kalsium, serta tingginya
konsumsi kafein teh, kopi, soda, perokok dan rendahnya aktivitas olahraga Jill. dkk., 1993 dalam Hasye, 2008. Usia mahasiswa pada masa
ini tengah mengalami puncak pembentukan massa tulang Peak Bone Mass
yang akan berbeda setiap individu. Semakin tua maka akan terjadi peningkatan kerja osteoklast merusak tulang dibandingkan kerja
osteoblast membentuk tulang baru Napoli, 2007.
Seiring bertambahnya umur dan perubahan gaya hidup maka risiko terjadinya osteopenia semakin tinggi. Untuk menghindari risiko terjadinya
osteopenia, maka perlu melakukan olahraga. Olahraga baik bagi tulang maupun aspek kesehatan lain. Tidak bergerak sama sekali mempercepat
penurunan masa tulang, sementara olahraga menahan beban tubuh bisa meningkatkan masa tulang. Pada orang dewasa, olahraga dapat
memperlambat penurunan masa tulang akibat usia serta meningkatkan kesehatan secara umum. Olahraga membantu memperkuat tulang
Wardlaw, 2002. Penelitian yang dilakukan oleh Kim 2013, menunjukan bahwa
aktivitas masa lalu selama masih remaja p= 0,002 menunjukan efek positif pada kandungan mineral tulang. Dalam model multivariat, aktivitas
fisik masa lalu ≥1 kali perminggu memiliki efek perlindungan terjadinya
osteopenia. Penelitian ini dilakukan pada 111 mahasiswa di Universitas Seoul, Korea.
Penelitian yang dilakukan oleh Dian 2012, menunjukan bahwa 21,7 responden memiliki DMT tidak normal dan terdapat hubungan
yang signifikan nilai p 0,05 antara IMT dengan DMT tidak normal, dan ada perbedaan rata-rata antara pengetahuan dan kebiasaan konsumsi kopi
dengan DMT normal dan DMT tidak normal. `Berdasarkan data-data hasil penelitian di atas maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan IMT dan aktivitas fisik dengan kejadian osteopenia pada mahasiswi semester 6 dan semester
8 Program Studi Ilmu Keperawatan PSIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Alasan peneliti memilih sampel mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karena pada penelitian
di atas wanita usia 20 tahun keatas memiliki risiko yang tinggi terhadap terjadinya osteopenia. Penelitian dilakukan di gedung FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan mengukur kepadatan mineral tulang sampel menggunakan alat Generic Electrik Ultrasound Bone Densitometer yang
dipinjam ke pihak Anlene.
B. Rumusan Masalah
Beberapa bukti telah menunjukan gangguan DMT telah terjadi, kesadaran akan gangguan DMT masih sangat rendah. Selain itu, penyakit
yang diakibatkan oleh penurunan DMT dapat timbul tanpa adanya gejala sehingga akan dirasakan ketika telah terjadi keparahan pada penderita.
DMT sangat perlu untuk diteliti lebih lanjut agar dapat mencegah dan mengurangi penyakit akibat penurunan DMT dimasa mendatang.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 5 orang mahasiswi PSIK UIN Jakarta di Kalcare Bintaro Xchange, 4 mahasiswi menderita
osteopenia. Dari 4 mahasiswi yang menderita osteopenia, 2 mahasiswi mempunyai IMT kurus, 2 mahasiswi mempunyai IMT normal dan 1
mahasiswi yang kepadatan tulangnya normal mempunyai IMT kurus. Sedangkan kelima mahasiswi ini mempunyai aktivitas fisik yang rendah.
Dengan demikian masalah penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara aktifitas fisik dan IMT dengan kejadian osteopenia pada mahasiswi
semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah penelitian yang telah dipaparkan, maka dapat diambil beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran usia mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
2. Bagaimana gambaran kepadatan tulang mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
3. Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
4. Bagaimana gambaran IMT mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
5. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian osteopenia pada mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN
Syarif Hidayatulah Jakarta? 6. Apakah ada hubungan antara IMT dengan kejadian osteopenia pada
mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatulah Jakarta?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan IMT dengan
kejadian osteopenia pada mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran usia mahasiswi semester 6 dan
semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Untuk mengetahui gambaran kepadatan tulang mahasiswi semester 6
dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. c. Untuk mengetahui gambaran aktivitas fisik pada mahasiswi semester
6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. d. Untuk mengetahui gambaran IMT mahasiswi semester 6 dan
semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. e. Untuk menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan
osteopenia pada sampel. f. Untuk menganalisis hubungan antara IMT dengan kejadian
osteopenia pada sampel.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat memberi tambahan ilmu, wawasan dan pengalaman baru yang sangat berharga terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya pada bidang keperawatan baik secara konten maupun metodelogi penelitiannya.
2. Bagi Mahasiswi PSIK Sebagai bahan informasi mengenai osteopenia dan mengetahui
kepadatan tulang mahasiswi PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sehingga dapat mencegah dan mengurangi kejadian osteopenia.
3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat menjadi ilmu dan informasi penguat ilmu
kesehatan tentang penurunan kepadatan tulang secara dini yang biasa disebut osteopenia. Hasil penelitian ini juga bisa dijadikan sebagai
dasar untuk perkembangan penelitian-penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatulah Jakarta yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan aktivitas fisik dan indeks masa tubuh dengan kejadian osteopenia. Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif
dengan desain studi cross sectional. Dengan populasi semua mahasiswi PSIK UIN Syarif Hidayatullah semester 6 dan semester 8 dan dengan
sempel mahasiswi semester 6 dan semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatulah Jakarta yang telah berusia 20 tahun. Pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner untuk menilai aktivitas fisik yang dilakukan pada sampel, pengukuran berat badan BB
dan tinggi badan TB untuk menilai IMT dan pengukuran DMT dengan menggunakan alat Quantitative Ultrasound Bone Densitometry untuk
menilai kepadatan mineral tulang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni di gedung FKIK UIN Jakarta.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TULANG
1. Definisi Tulang
Tulang merupakan jaringan ikat khusus yang berfungsi sebagai alat penyokong, pelekatan, perlindungan, dan penyimpanan mineral.
Jaringan ini dilengkapi dengan rigiditas, kekuatan yang sangat besar serta elastisitas yang sangat terbatas. Kemampuan jaringan ini untuk
menyimpan mineral terutama kalsium Ca, kebanyakan dalam bentuk kristal hidroksiapatit yang merupakan sifat utama untuk membedakan
tulang dari jaringan ikat lainnya Samuelson, 2007. Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif,
proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme kalsium dan mineral, dan organ hemopoetik. Tulang juga merupakan
jaringan ikat yang dinamis serta selalu diperbaharui melalui proses remodeling yang terdiri dari proses resorbsi dan formasi. Dengan proses
resorbsi, bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan diganti oleh tulang yang baru melalui proses formasi. Proses resorbsi dan
formasi selalu berpasangan. Dalam keadaan normal, massa tulang yang diresorbsi akan sama dengan massa tulang yang diformasi, sehingga
terjadi defisit massa tulang dan tulang menjadi semakin tipis dan perforasi. Sebagaimana jaringan ikat lainnya, tulang terdiri dari
komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non-kolagen. Sedangkan sel tulang terdiri dari
osteoblas, osteoklas dan osteosit. Setyohadi, 2010
2. Struktur Tulang
Tulang terdiri dari lapisan luar, lapisan tulang padat dan lapisan tulang berongga. Pada penurunan densitas mineral tulang, lapisan
tulang padat dan lapisan tulang berongga jauh lebih tipis, sehingga tulang menjadi lemah dan kemungkinan patah tulang meningkat
Compston, 2002. Tulang mulai terbentuk sejak kandungan, khususnya pada trimester 3 dan akan terus berkembang hingga
mencapai puncak pertumbuhan masa tulang peak bone mass. Puncak massa tulang biasanya sampai dengan umur 20-35 tahun Jill. dkk.,
1993 dalam Hasye, 2008. Sel tulang terdiri dari osteoblas, osteklas dan osteosit. Osteoblas
adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses formasi tulang, yaitu berfungsi dalam sintesis matriks tulang yang disebut
osteoid, yaitu komponen protein dari jaringan tulang. Selain itu osteoblas juga berperan memulai proses resorbsi tulang dengan cara
membersihkan permukaan osteoid yang akan diresorbsi melalui berbagai proteinase netral yang dihasilkannya. Pada permukaan
osteoblas, terdapat berbagai reseptor permukaan untuk berbagai mediator metabolisme tulang, sehingga osteoblas merupakan sel yang
sangat penting pada bone turnover. Setyohadi, 2010.
Osteoklas adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses resorbsi tulang. Pada tulang trabekular, osteoklas akan
membentuk cekungan pada permukaan tulang yang aktif yang disebut lakuna howship, sedangkan pada tulang kortikal, osteoklas akan
membentuk kerucut sebagai hasil resorpsinya yang disebut cutting cone, dan merupakan sel raksasa yang berinti banyak, tetapi berasal dari
sel hemopoetik mononuklear Setyohadi, 2010. Osteosit merupakan sel tulang yang terbenam di dalam matriks
tulang. Sel ini berasal dari osteoblas, memiliki juluran sitoplasma yang menghubungkan antara satu osteosit dengan osteosit lainnya dan juga
dengan bone lining cells di permukaan tulang, fungsi osteosit belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga berperan pada transmisi signal dan
stimuli dari satu sel dengan sel lainnya. Baik osteoblas maupun osteosit berasal dari sel mesenkimal yang terdapat di dalam sumsum tulang,
periosteum, dan mungkin endotel pembuluh darah. Sekali osteoblas selesai mensintesis osteosit dan terbenam di dalam osteoid yang
disintesisnya Setyohadi, 2010.
3. Remodeling Tulang
Tulang yang sudah tua dan pernah mengalami keratakan akan dibentuk kembali. Tulang yang sudah rusak itu akan diidentifikasi oleh
sel osteosit sel osteoblas menyatu dengan matriks tulang Cosman, 2009. Kemudian terjadi penyerapan kembali yang dilakukan oleh
osteoklas dan nantinya akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan
asam Tandra, 2009. Dengan demikian, tulang yang sudah diserap osteoklas akan dibentuk bagian tulang yang baru yang dilakukan oleh
osteoblas yang berasal dari sel prekursor di sumsum tulang belakang setelah sel osteoklas hilang Cosman, 2009.
Menurut Ganong 2008, ternyata endokrin mengendalikan proses remodeling tersebut. Dan hormon yang mempengaruhi yaitu hormon
paratiroid resopsi tulang menjadi lebih cepat dan estrogen resopsi tulang menjadi lebih lama. Sedangkan pada osteoporosis, terjadi
gangguan pada osteoklas, sehingga tidak timbul keseimbangan antara kerja osteoklas dengan osteoblas. Aktivitas sel osteoklas lebih besar
daripada osteoblas.
B. Osteopenia
1. Definisi Osteopenia
Osteopenia adalah suatu kondisi dimana tingkat densitas kepadatan matriks dan mineral tulang lebih rendah dari massa tulang
tertinggi peak bone mass dan tidak terlalu parah dibandingkan dengan osteoporosis WebMD, 2006. Walaupun tidak terlalu parah,
kondisi ini harus menjadi diperhatikan karena jika kondisi ini dibiarkan makan akan mengarah ke osteoporosis dimana tulang akan
menjadi rapuh dan mudah patah sehingga penderita tidak bebas bergerak, tinggi badan berkurang bahkan akan menjadi resiko
kematian dini. Osteopenia merupakan deteksi awal untuk mencegah terjadinya osteoporosis dan patah tulang Fox Brown, 2007.
Osteopenia merupakan kondisi kepadatan tulang yang kurang atau hilangnya massa tulang. Kondisi tersebut dipicu oleh kurangnya
konsumsi kalsium, kurang gerak, dan terkena sinar matahari; kebiasaan mengkonsumsi minuman berkafein; serta penggunaan obat-obatan
yang mengandung kortikosteroid Hasye, 2008
2. Faktor Resiko terjadinya Osteopenia
a. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan karakteristik biologik yang dikenali dari penampilan fisik, yaitu laki-laki dan perempuan.
Osteoporosis lebih sering terjadi pada wanita sekitar 80 daripada laki-laki 20. Hal ini terjadi karena laki-laki mempunyai tubuh
yang lebih besar, tulang yang lebih padat dari wanita. Dengan kata lain wanita mempunyai masa tulang yang lebih rendah karena
mengalami menopause, sehingga terjadi penurunan hormon estrogen yang menyebabkan aktivitas sel osteoblas menurun
sedangkan osteoklas meningkat, maka wanita lebih cepat
mengalami kehilangan masa tulang Krinke, 2005. b.
IMT
Masa tulang akan lebih besar pada orang yang berbadan besar dibandingkan orang yang berbadan kurus dan kecil
Compston, 2002. Kondisi ini disebabkan karena tulang akan giat membentuk sel apabila ditekan oleh bobot yang berat. Posisi tulang
menyangga bobot, maka tulang akan merangsang untuk