4. Karakteristik berdasarkan Kepadatan Tulang pada mahasiswi
PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Semester 6 dan Semester 8
Karakteristik responden berdasarkan IMT dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepadatan Tulang Mahasiswi PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Data yang ada pada tabel 5.4 di atas terlihat bahwa dari 68 responden, mayoritas mahasiswi yang memiliki kepadatan tulang
normal yaitu sebanyak 51 orang 75, sedangkan mahasiswi dengan osteopenia yaitu sebanyak 17 orang 25.
C. Hasil Analisa Bivariat
1. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Osteopenia
Analisa hubungan antara aktivitas fisik dengan osteopenia dapat dilihat pada tabel 5.5.
Kepadatan Tulang Frekuensi Persentase
Normal 51
75 Osteopenia
17 25
Total 68
100
Tabel 5.5 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Osteopenia pada Pada
Mahasiswi PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kepadatan Tulang Total Pvalue
R Aktifitas
Fisik Normal Osteopenia
Ringan 9
8 17
0,001 -0,378
13,2 11,8
25 Sedang
Tinggi 26
9 35
38,2 16
23,5 13,2
51,5 16
23,5 Total
51 17
68 75
25 100.0
Hasil yang diperoleh dari tabel 5.5 yaitu dari 68 responden dapat diketahui bahwa mahasiswi PSIK semester 6 dan semester 8
yang mempunyai aktifitas fisik sedang dengan kepadatan tulang normal sebanyak 26 orang 38,2, mahasiswi yang mempunyai
aktivitas fisik tinggi dengan kepadatan tulang normal sebanyak 16 orang 23,5, mahasiswi yang mempunyai aktivitas fisik ringan
dengan kepadatan tulang normal sebanyak 9 orang 13,2, mahasiswi yang mempunyai aktivitas fisik ringan dengan kepadatan
tulang osteopenia sebanyak 8 orang 11,8, mahasiswi yang mempunyai aktivitas fisik sedang dengan kepadatan tulang osteopenia
sebanyak 9 orang 13,2, dan tidak ada mahasiswi yang mempunyai aktivitas fisik tinggi dengan kepadatan tulang osteopenia. Hasil
analisis menggunakan uji Spearmen Rank. Hasil analisa menunjukan P=0,001 sig0,05, maka Ho ditolak artinya ada hubungan aktivitas
fisik dengan kejadian osteopenia pada mahasiswi PSIK UIN semester
6 dan semester 8. Dari hasil koefisien korelasi diketahui r= -0,378 hal ini menunjukan hubungan antar kedua variabel merupakan hubungan
yang moderat sedang karena berada pada rentang koefisien korelasi antara 0,30-0,49. Hubungan antar variabel bersifat negatif, ini artinya
bahwa semakin tinggi aktivitas fisik maka semakin rendah kejadian osteopenia.
2. Hubungan IMT dengan Osteopenia
Analisa hubungan antara IMT dengan osteopenia dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6 Hubungan IMT dengan Osteopenia pada Pada Mahasiswi PSIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
KT Total
P value IMT
Normal Osteopenia
Kurus 7
4 11
0,238 10,3
5,9 16,2
Normal 37
12 49
54,4 17,6
72,1 Gemuk
7 1
8 10,3
1,5 11,8
Total 55
13 68
75 25
100
Hasil yang diperoleh dari tabel 5.6 yaitu dari 68 responden dapat diketahui bahwa mahasiswi PSIK semester 6 dan semester 8
yang mempunyai IMT normal dengan kepadatan tulang normal sebanyak 37 orang 54,4, mahasiswi yang mempunyai IMT kurus
dengan kepadatan tulang normal sebanyak 7 orang 10,3, mahasiswi yang mempunyai IMT gemuk dengan kepadatan tulang normal
sebanyak 7 orang 10,3, sedangkan mahasiswi yang mempunyai IMT normal dengan kepadatan tulang osteopenia sebanyak 12 orang
17,6, mahasiswi yang mempunyai IMT kurus dengan kepadatan tulang osteopenia sebanyak 4 orang 5,9, dan mahasiswi yang
mempunyai IMT gemuk dengan kepadatan tulang osteopenia sebanyak 1 orang 1,5 . Hasil analisis ini menggunakan uji Spearmen Rank.
Hasil uji Spearmen Rank menunjukan P=0,238 sig0,05, maka Ho diterima artinya tidak ada hubungan IMT dengan kejadian osteopenia
pada mahasiswi PSIK UIN semester 6 dan semester 8.
55
BAB VI PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan interpretasi hasil penelitian dan keterbatasan penelitian. Interpretasi hasil akan membahas mengenai hasil penelitian yang
dikaitkan dengan teori yang ada pada tinjauan pustaka, sedangkan keterbatasan penelitian akan memaparkan keterbatasan yang terjadi selama pelaksanaan
penelitian.
A. Analisis Univariat
1. Karakteristik Mahasiswi PSIK berdasarkan Usia
Seiring bertambahnya umur dan perubahan gaya hidup maka risiko terjadinya osteopenia semakin tinggi. Usia mahasiswa pada masa
ini tengah mengalami puncak pembentukan massa tulang yang akan
berbeda setiap individu Nicklas, 2003. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswi PSIK Semester 6 dan semester 8 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah berusia sama dengan 20 tahun keatas. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 68
orang. Responden yang memiliki usia 20 tahun berjumlah 23 orang 33,8, responden yang berumur 21 tahun berjumlah 28 orang
41,2, sedangkan yang berusia 22 tahun berjumlah 17 orang 25. Mayoritas responden yang terlibat dalam penelitian ini yaitu yang
berusia 21 tahun. Tahapan ini jika terlewati maka penurunan massa tulang terus terjadi. Semakin tua maka kerja osteoblas semakin
menurun sebaliknya kerja osteoklas semakin meningkat Napoli, 2007.
2. Karakteristik Mahasiswi PSIK berdasarkan Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik baik bagi tulang maupun aspek kesehatan lain, jika tidak melakukan pergerakan sama sekali akan mempercepat
penurunan masa tulang, sedangkan melakukan aktivitas dapat menahan beban tubuh yang membuat masa tulang meningkat
Wardlaw, 2002. Olahraga dengan pembebanan dapat membantu pembentukan osteoblast lebih aktif. Olahraga lompat tali atau jalan
kaki sekitar 30 menit yang dilakukan tiga atau empat kali dalam seminggu dapat meningkatkan massa panggul dan mengurangi
penurunan massa tulang Nicklas, 2003.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki aktifitas sedang, yaitu sebesar 51,5, responden yang
memiliki aktivitas fisik rendah sebesar 25, sedangkan responden yang memiliki aktivitas fisik tinggi sebesar 23,5. Penelitian ini
menunjukan bahwa aktivitas fisik minimum responden , yaitu 19 dan aktivitas fisik maksimum , yaitu 44,86 dan dengan rata-rata aktivitas
fisik responden 33,1 yaitu termasuk kategori sedang. Data tersebut menunjukan bahwa 51,5 dan 23,5 mahasiswi semester 6 dan 8
PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakartasudah memiliki aktivitas fisik yang baik walaupun masih terdapat 25 mahasiwi yang memiliki
aktivitas fisik yang kurang.
3. Karakteristik Mahasiswi PSIK berdasarkan IMT
IMT adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan dan tinggi badan seseorang. Berat badan dan tinggi badan sampel
diukur dengan menggunakan timbang secca yang dapat mengukur dalam satu waktu Nutrition Policy, 2000. IMT dihitung dengan
menggunakan rumus, kemudian dikelompokan berdasarkan klasifikasi Depkes, 2002.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki IMT normal, yaitu sebanyak 72,1, responden yang
memiliki IMT kurus sebanyak 16,2, sedangkan responden yang memiliki IMT dengan kategori gemuk sebesar 11,8. IMT minimum
responden 16,5 , IMT maksimum 34,8 dan dengan rata-rata responden memiliki IMT 21,5 yaitu kategori normal.
4. Karakteristik Mahasiswi PSIK Berdasarkan Kepadatan Tulang
Pengukuran kepadatan tulang adalah pengukuran kepadatan mineral pada tulang dengan menggunakan sinar-X spesial, CT scan,
atau ultrasounds. Dari hasil pengukuran kepadatan tulang ini dapat diperkirakan kekuatan tulang Nissl, 2004.
Hasil penelitian pada subjek penelitian mahasiswi PSIK semester 6 dan semester 8 dengan responden sebanyak 68 orang menunjukan
bahwa sebanyak 51 orang mahasiswi memiliki kepadatan tulang normal, sedangkan 17 orang menderita osteopenia. Kepadatan tulang
minimum responden, yaitu-2,5 dan kepadatan tulang maximum 3,9
dan dengan rata-rata responden memiliki nilai kepadatan tulang +0,3 yaitu berada pada rentang kategori normal.
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Osteopenia
pada Mahasiswi PSIK Semester 6 dan Semester 8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil analisa bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji Spearmen karena kedua variabel berbentuk ordinal dan mempunyai
distribusi data yang tidak normal. Hasil penelitian mengenai hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian osteopenia menunjukan bahwa
responden yang memiliki aktivitas rendah sebanyak 8 orang 11,8 mengalami osteopenia, responden yang memiliki aktivitas rendah dan
memiliki kepadatan tulang normal sebanyak 9 orang 13,2, responden yang memiliki aktivitas sedang dan mengalami osteopenia
hanya 9 orang 13,2, responden yang memiliki aktifitas fisik sedang dan memiliki kepadatan tulang normal sebanyak 26 orang
38,2, responden yang memiliki aktivitas fisik tinggi dengan kepadatan tulang normal sebanyak 16 orang 23,5, dan responden
yang memiliki aktvitas fisik tinggi dengan kepadatan tulang normal tidak ada. Sebagian besar subyek penelitian memiliki aktivitas fisik
sedang. Hal ini disebabkan subyek penelitian ini merupakan mahasiswi yang memiliki aktivitas fisik hampir sama dan lebih banyak yang
memiliki kepadatan tulang normal.
Hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian osteopenia, artinya semakin sering
melakukan aktivitas fisik semakin menurun angka osteopenia.Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Novriyana 2011 juga menunjukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kepadatan tulang dengan p-value= 0,000.
Aktivitas fisik merupakan modulator penting massa tulang sehingga dapat mencegah kehilangan massa tulang hampir 1
pertahun pada wanita. Peningkatan kepadatan tulang merupakan respon stres tulang dan kontraksi otot melawan daya gravitasi dalam
menunjang berat badan saat beraktivitas terutama olahraga sehingga memicu fungsi osteoblas Anderson, 2008. Secara teori, aktivitas fisik
mempengaruhi tulang secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terhadap tulang melalui mekanisme pembebanan
pada tulang sedangkan secara tidak langsung melalui faktor hormonal WHO, 2003.
Aktivitas fisik dapat mengurangi kehilangan massa tulang bahkan menambah massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan
tulang lebih besar daripada resopsi tulang Henrich, 2003. Aktivitas fisik meningkatkan massa tulang dengan cara meningkatkan massa
otot yang akan memberikan pembebanan pada tulang Tandra, 2009. Pembebanan dari aktivitas fisik dibutuhkan tulang agar pembentukan
tulang dapat mengimbangi kehilangan massa tulang yang terjadi Alexander, 2002.