Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
Sedangkan asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan- golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda- beda, saling bergaul
langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan golongan- golongan tadi masing- masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-
unsurnya masing- masing berubah wujudnya menjadi unsur- unsur kebudayaan campuran.
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG TANA TORAJA
3.1 Kabupaten Tana Toraja
Kabupaten Tana Toraja adalah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. . Jumlah penduduk pada tahun 2001 berjumlah 404.689 jiwa, terdiri
dari 209.900 jiwa laki-laki dan 199.789 jiwa perempuan dengan kepadatan rata- rata penduduk 126 jiwakm² dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata berkisar
2,68 pertahun sumber: http:navigasi.netgoart.php?tab=aa=butatorj. Ibu kota kabupaten ini adalah Makale. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.990
km².
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
Gambar 3.1 : Logo Kabupaten Tana Toraja Kabupaten Tana Toraja adalah sebuah nama daerah dengan status Daerah
Tingkat II di kawasan Prov. Sulawesi Selatan, terbentang mulai dari Km.280 sd Km.355 dari sebelah utara ibukota Provinsi Sulawesi Selatan Makassar.
Tepatnya pada 2° - 3° LS dan 199° - 120° BT, dengan luas sekitar 3.205,77 Km2 atau sekitar 5 dari luas Prop. Sulawesi Selatan.
Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12 - 8° Lintang Selatan dan 116°48 - 122°36 Bujur Timur. Luas
wilayahnya 62.482,54 km².
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
Gambar3. 2: Peta Sulawesi Selatan Batas- batas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan tersebut dapat dilihat di
sebelah utara berbatasan dengan wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat, sebelah timur berbatasan dengan wilayah Sulawesi Tenggara dan Teluk Bone,
sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar, dan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores.
Suku bangsa yang menghuni Sulawesi Selatan adalah suku bangsa Bugis, Mandar, Makassar, dan Toraja Sumber: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Upacara Tradisional Daerah Sulawesi Selatan, 1981-1982: 7. Menurut sejarah suku- suku bangsa yang menghuni Sulawesi Selatan ini berasal
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
dari Hindia belakang yang perpindahannya ke wilayah nusantara termasuk Sulawesi Selatan terjadi dua kali yaitu migrasi pertama pada sekitar ± 3000
tahun sebelum Masehi lazim dikenal dengan nama Protomelayu Melayu pertama yang hampir dapat dipastikan bahwa suku Toraja adalah merupakan
wakil dari Protomelayu di Sulawesi Selatan. Kemudian disusul dengan migrasi kedua yang diperkirakan terjadi pada sekitar 2000 tahun sebelum Masehi yang
kemudian dikenal dengan nama Deutromelayu Melayu kedua. Suku Makassar, suku Bugis, suku Mandar dapat diidentifikasikan sebagai wakil dari pendatang
kedua ini. Tiap suku bangsa tersebut di atas, jika dilihat dari segi fisiknya, tidak
dapat dibedakan secara tajam. Hampir dapat dikatakan bahwa tanda fisik itu sama kecuali bila akan disebutkan beberapa ciri- ciri khusus. Menurut Hamid 1979-
1980: 65, suku bangsa Makassar pada umumnya bentuk tubuh lebih langsing, suku Bugis bentuk tubuh sedang dengan tinggi badan rata- rata 1.55 m, warna
kulit sawo matang, sedangkan orang Toraja bentuk tubuh rata- rata lebih kecil daripada orang Bugis, tinggi badan rata- rata lebih pendek, tengkorak berbentuk
bundar, bentuk hidung rata- rata lebih pesek. Suku Mandar sama dengan suku Bugis, bentuk tubuh lebih pendek, tengkorak lebih bundar daripada suku Bugis,
dan rahang sedikit menonjol. Di masa lampau Tana Toraja dikenal dengan nama Tondok Lepongan
Bulan, Tanah Matarik Allo kemudian menjadi Tana Toraja. Menurut Departemen
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
Pendidikan dan Kebudayaan dalam buku Upacara Tradisional Daerah Sulawesi SElatan 1981-1982 : 60, penamaan Toraja sendiri ada beberapa pendapat:
a. Kata Toraja berasal dari kata To- riaja, To – orang, Riaja – Utara.
Penamaan bagi orang yang bertempat tinggal di Selatan Tondok Lepongan Bulan.
b. Kata Toraja berasal dari kata To- Rajang, To= Tau – orang, Rajang –
Barat. Penamaan ini berasal dari orang- orang Luwu menunjuk Tana Toraja di sebelah barat.
c. Kata Toraja berasal dari kata To – Raya, To = Tau = orang, Raya – Timur.
Penamaan ini berasal dari penamaan orang- orang Makassar yang menunjuk Tana Toraja di sebelah timur.
d. Kata Toraja berasal dari kata Toraja, To = Tau – orang, Raja – Timur.
Dalam hal ini adanya pengakuan Raja- raja Sulawesi Selatan yang mengakui leluhurnya berasal dari Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik
Allo. Kabupaten Tana Toraja mempunyai batasan- batasan wilayah di sebelah
utara kabupaten Mamuju dan Kabupaten Luwu Utara, sebelah timur kota Palopo, sebelah selatan Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang, dan sebelah barat
Kabupaten Mamasa. Secara administratif, daerah ini terbagi menjadi 29 kecamatan dan 268
kelurahan. Tana Toraja dikenal sebagai tanah para raja ini juga terkenal dengan adat istiadat yang masih sangat kental, Tana Toraja memiliki alam dan budaya
yang mempesona. Tidak heran, kabupaten di Sulawesi Selatan itu banyak
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
dikunjungi wisatawan. Turis datang ke Sulawesi Selatan biasanya hanya akan pergi ke Tana Toraja Tator, bahkan tempat lainnya diseluruh Sulawesi Selatan
masih kalah pamor dibandingkan Tator.
Gambar 3.3: Ibukota Kab.Tana Toraja Perjalanan panjang menuju utara melalui jalan raya poros Sulawesi
seakan menemui imbalan berharga dengan pemandangan alam dan budaya yang unik di Tator, really worth to see. Dan memang betul, Tator amat berbeda dengan
suku Bugis dan Makasar. Selain panorama gunung dan persawahan, seni ukir yang menghias rumah-rumah adat menjadi tontonan yang menawan yang terkenal
dengan sebutan rumah tongkonan. Atapnya terbuat dari daun nipa atau kelapa dan mampu bertahan sampai 50 tahun.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
Gambar 3.4: Tongkonan 1 Tongkonan juga memiliki strata sesuai derajat kebangsawanan
masyarakat, seperti strata emas, perunggu, besi, dan kuningan. Saking melekatnya imej Tana Toraja dengan bangunan rumah adat ini, sebagai bentuk
promosi pariwisata dan untuk menggaet turis Jepang ke daerah ini, maka rumah adat pun dibangun di negeri matahari terbit itu. Bangunannya dikerjakan oleh
orang Toraja sendiri. Sekarang di Jepang sudah ada dua tongkonan yang sangat mirip dengan tongkonan asli. Perbedaannya dengan yang ada di Tana Toraja
hanya terletak pada atapnya yang menggunakan daun sagu Sumber: http:navigasi.netgoart.php?tab=aa=butatorj.
Gambar 3. 5 : Tongkonan 2
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
Gambar 3.6: Tongkonan 3
Gambar 3.7 : Tongkonan 4 Kabupaten Tana Toraja ini memiliki potensi yang besar untuk
dikembangkan antara lain di sektor perkebunan hasil komoditi utamanya berupa kopi Arabika 5.614 ton, kakao 3.078 ton, dan kopi robusta 1.505 ton. Kopi
Arabika dari Tana Toraja sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Di sektor pertaniannya, hasil pertanian utama yang dihasilkan di
daerah ini berupa bahan tanaman pangan meliputi: padi, jagung, ubi kayu, kacang
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
tanah, kacang kedele, kacang hijau, sayur-sayuran, tanaman holtikultura, dan palawija.
Pendapatan terbesar daerah ini berasal dari sektor pariwisata. Tana Toraja termasuk tujuan wisata yang paling populer di Indonesia setelah Bali. Toraja
dengan kebudayaannya yang unik, dengan julukan Land of the Heavenly Kings yang mungkin tidak ditemukan di tempat lain di dunia dan masih hidup hingga
sekarang, haruslah tetap dijaga dan dilestarikan. Begitu banyak situs tua yang bisa dikunjungi, termasuk pekuburan leluhur, seperti situs makam pahat di Lemo,
makam goa purba di Londa, menhir di Rante Karassik, perkampungan Kete Kesu yang begitu populer di kalangan turis karena di sana ada tongkonan, lumbung
padi dan megalit di antara persawahan, serta makam aristokrat. Dearah ini juga memiliki berbagai sarana dan prasarana pendukung
diantaranya jalan darat, Bandara Pongtiku yang terletak di Tana Toraja ini mempermudah arus transportasi dari dalam maupun luar negeri yang akan
berkunjung di daerah ini, serta terdapat dukungan sarana pembangkit tenaga listrik, air besih, gas, dan jaringan telekomunikasi.
Masih banyak lagi daya tarik Tana Toraja selain upacara adat rambu solo pemakaman yang sudah tersohor selama ini. Sebutlah kuburan bayi di atas
pohon tarra di Kampung Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20 km dari Rantepao, yang disiapkan bagi jenazah bayi berusia 0-7 tahun. Meski mengubur
bayi di atas pohon tarra itu sudah tidak dilaksanakan lagi sejak puluhan tahun terakhir, pohon tempat “menyimpan” mayat bayi itu masih tetap tegak dan
banyak dikunjungi wisatawan. Di atas pohon tarra - yang buahnya mirip buah
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
sukun - dengan lingkaran batang pohon sekitar 3,5 meter, tersimpan puluhan jenazah bayi.
Sebelum jenazah dimasukkan di batang pohon, terlebih dahulu batang pohon itu dilubangi. Mayat bayi diletakkan ke dalam, lalu ditutupi dengan serat
pohon kelapa berwarna hitam. Setelah puluhan tahun, jenazah bayi itu akan menyatu dengan pohon tersebut. Ini suatu daya tarik bagi para pelancong dan
untuk masyarakat Tana Toraja tetap menganggap tempat tersebut suci seperti anak yang baru lahir.
Penempatan jenazah bayi di pohon ini, disesuaikan dengan strata sosial masyarakat. Makin tinggi derajat sosial keluarga itu maka makin tinggi letak bayi
yang dikuburkan di batang pohon tarra. Selain itu, bayi yang meninggal dunia diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga yang berduka. Kalau rumahnya
ada di bagian barat pohon, maka jenazah anak akan diletakkan di sebelah barat sumber:
http:www.resep.web.idtravelingtana-toraja-sulsel-wisata-budaya- penuh-pesona.htm.
3.2 Keadaan Umum Tana Toraja