Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
4.6 Nilai Tradisi Vs Keagamaan
Dalam kepercayaan asli masyarakat Tana Toraja yang disebut Aluk Todolo, kesadaran bahwa manusia hidup di bumi ini hanya untuk sementara,
begitu kuat. Prinsipnya, selama tidak ada orang yang bisa menahan matahari terbenam di ufuk barat, kematian pun tak mungkin bisa ditunda. Sesuai mitos
yang hidup di kalangan pemeluk kepercayaan Aluk Todolo, seseorang yang telah meninggal dunia pada akhirnya akan menuju ke suatu tempat yang disebut puyo.
Letaknya di bagian selatan tempat tinggal manusia. Hanya saja tidak setiap arwah atau roh orang yang meninggal itu dengan sendirinya bisa langsung
masuk ke puyo. Untuk sampai ke sana perlu didahului upacara penguburan sesuai status sosial semasa ia hidup. Jika tidak diupacarakan atau upacara yang
dilangsungkan tidak sempurna sesuai aluk maka yang bersangkutan tidak dapat mencapai puyo. Jiwanya akan tersesat.
Selama orang yang meninggal dunia itu belum diupacarakan, ia akan menjadi arwah dalam wujud setengah dewa. Roh yang merupakan penjelmaan
dari jiwa manusia yang telah meninggal dunia ini mereka sebut tomebali puang. Sambil menunggu korban persembahan untuknya dari keluarga dan kerabatnya
lewat upacara pemakaman, arwah tadi dipercaya tetap akan memperhatikan dari dekat kehidupan keturunannya.
4.7 Tempat Upacara Pemakaman Adat
Masyarakat Tana Toraja mempunyai beberapa tempat upacara pemakaman adat, diantaranya:
4.7.1 Rante
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
Yaitu tempat upacara pemakaman secara adat yang dilengkapi dengan 100 buah menhirmegalit yang dalam bahasa toraja disebut Simbuang Batu. 102
bilah batu menhir yang berdiri dengan megah terdiri dari 24 buah ukuran besar, 24 buah ukuran sedang dan 54 buah ukuran kecil. Ukuran menhir ini mempunyai
nilai adat yang sama, perbedaan tersebut hanyalah faktor perbedaan situasi.
Gambar 4.2 : Rante
4.7.2 Lemo
Adalah salah satu kuburan leluhur Toraja, yang merupakan kuburan alam yang dipahat pada abad XVI atau setempat disebut dengan Liang Paa. Jumlah
liang batu kuno ada 75 buah dan tau-tau yang tegak berdiri sejumlah 40 buah sebagai lambang-lambang prestise, status, peran dan kedudukan para bangsawan
di Desa Lemo. Diberi nama Lemo oleh karena model liang batu ini ada yang menyerupai jeruk bundar dan berbintik-bintik. Di dalamnya terdapat gua dengan
banyak tengkorak kepala manusia. Gua yang tergantung itu, menyimpan misteri yakni erong, puluhan banyaknya, dan penuh berisikan tulang dan tengkorak para
leluhur, tau-tau.
4.7.3 Tampang Allo
Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo,
2009. USU Repository © 2009
Yang merupakan sebuah kuburan goa alam yang terletak di Kelurahan Sangalla dan berisikan puluhan erong, puluhan tau-tau dan ratusan tengkorak
serta tulang belulang manusia. Pada sekitar abad XVI oleh penguasa Sangalla dalam hal ini Sang Puang Manturino bersama istrinya Rangga Bualaan memilih
goa Tampang Allo sebagai tempat pemakamannya kelak jika mereka meninggal dunia, sebagai perwujudan dari janji dan sumpah suami istri yakni sehidup
semati satu kubur kita berdua. Goa Tampang Alllo berjarak 19 km dari Rantepao dan 12 km dari Makale.
4.7.4 ToDoyan
Adalah pohon besar yang digunakan sebagai makam bayi anak yang belum tumbuh giginya. Pohon ini secara alamiah memberi akar-akar tunggang
yang secara teratur tumbuh membentuk rongga-rongga. Rongga inilah yang digunakan sebagai tempat menyimpan mayat bayi.
4.7.5 Patane Pong Massangka