Suku Toraja Bahasa Toraja

Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009. USU Repository © 2009

3.3.2 Suku Toraja

Konon, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana Sumber: http:ilovetoraja.blogspot.com2008_04_01_archive.html, mitos yang tetap melegenda turun temurun hingga kini secara lisan di kalangan masyarakat Toraja. Hal ini menceritakan bahwa nenek moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan tangga dari langit untuk turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua Tuhan Yang Maha Kuasa. Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Mereka juga menetap di sebagian dataran Luwu dan Sulawesi Barat. Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan dan mempertahankan gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup Austronesia yang asli dan mirip dengan budaya Nias. Lain lubuk-lain ilalang, begitu pula Tana Toraja yang mempunyai satu kepercayaan Aluk Todolo, setelah melalui proses akulturasi maupun asimilasi budaya, di Tana Toraja dapat dijumpai agama Kristen Protestan, Katolik, Islam dan Hindu Toraja, dan penduduk mayoritas adalah Kristen Protestan Sumber: http:ilovetoraja.blogspot.com2008_04_01_archive.html. Wilayah Tana Toraja juga digelar Tondok Lilina Lapongan Bulan Tana Matariallo arti harfiahnya Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009. USU Repository © 2009 adalah negri yang bulat seperti bulan dan matahari. Wilayah ini dihuni oleh satu etnis etnis Toraja.

3.3.3 Bahasa Toraja

Sebagai bagian dari Nusantara Indonesia, bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pergaulan. Namun demikian bahasa daerah yakni bahasa Toraja Sadan tentunya menjadi bahasa yang paling dominan dalam percakapan antara warga masyarakat, bahkan menjadi salah satu mata pelajaran muatan lokal yang diajarkan di sekolah dasar. Dalam hal kepercayaan penduduk Sulawesi Selatan telah percaya kepada satu Dewa yang tunggal. Dewa yang tunggal itu disebut dengan istilah Dewata SeuwaE dewa yang tunggal. Terkadang pula disebut oleh orang Bugis dengan istilah PatotoE dewa yang menentukan nasib. Orang Makassar sering menyebutnya dengan Turei A’rana kehendak yang tinggi. Orang Mandar Puang Mase yang maha kedendak dan orang Toraja menyebutnya Puang Matua Tuhan yang maha mulia. Mereka juga mempercayai adanya dewa yang bertahta di tempat-tempat tertentu. Seperti kepercayaan mereka tentang dewa yang berdiam di Gunung Latimojong. Dewa tersebut mereka sebut dengan nama Dewata Mattanrue. Dihikayatkan bahwa dewa tersebut kawin dengan Enyi’li’timo’ kemudian melahirkan PatotoE. Dewa PatotoE kemudian kawin dengan Palingo dan melahirkan Batara Guru. Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009. USU Repository © 2009 Batara Guru dipercaya oleh sebagian masyarakat Sulawesi Selatan sebagai dewa penjajah. Ia telah menjelajahi seluruh kawasan Asia dan bermarkas di puncak Himalaya. Kira-kira satu abad sebelum Masehi, Batara Guru menuju ke Cerekang Malili dan membawa empat kasta. Keempat kasta tersebut adalah kasta Puang, kasta Pampawa Opu, kasta Attana Lang, dan kasta orang kebanyakan. Selain itu Batara Guru juga dipercaya membawa enam macam bahasa. Keenam bahasa tersebut dipergunakan di daerah-daerah jajahannya. Keenam bahasa itu adalah: a. Bahasa TaE atau To’da. Bahasa ini dipergunakan masyarakat yang bermukim di wilayah Tana Toraja , Massenrengpulu dan sekitarnya. Mereka dibekali dengan kesenian yang bernama Gellu’. b. Bahasa Bare’E. Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah Poso Sulawesi Tengah. Mereka dibekali dengan kesenian yang disebutnya Menari. c. Bahasa Mengkokak, bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah Kolaka dan Kendari Sulawesi Tenggara. Mereka pula dibekali dengan kesenian, yang namanya Lulo’. d. Bahasa Bugisi. Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di Wajo seluruh daerah disekitarnya dan dibekali dengan kesenian Pajjaga. e. Bahasa Mandar. Bahasa ini dipergunakakan oleh masyarakat yang berdiam di wilayah Mandar dan sekitarnya. Mereka dibekali dengan kesenian Pattundu. Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009. USU Repository © 2009 f. Bahasa Tona. Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah Makassar dan sekitarnya. Mereka dibekali dengan kesenian Pakkarena. Keturunan Batara Guru tersebar ke mana-mana. Keturunannya terbagi-bagi pada seluruh wilayah jelajahnya yang meliputi wilayah bahasa tersebut di atas. Mereka menduduki tempat-tempat yang strategis seperti puncak-puncak gunung.

3.3.4 Kondisi Sosial Tana Toraja