Klasifikasi Motif Wisata URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN

Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009. USU Repository © 2009 Sumber: Marpaung , 2002. Keterangan: 1. Pengunjung yang diam kurang lebih satu malam di negara tempat berkunjung. 2. Kru pesawat udara yang berlabuh lebih dari satu malam dan memakai akomodasi di negara tempat berkunjung. 3. Pengunjung yang tidak tinggal lebih dari satu malam , meski dapat berkunjung lebih dari satu malam dan kembali ke kapalnya untuk menginap. 4. Ekskursi 5. Pengunjung yang tinggal diam dan pergi pada hari yang sama. 6. Kru yang tinggal sehari semalam 7. Pekerja 8. Transit 9. Pengunjung sebagaimana yang didefenisikan dengan konfrensi Roma.

2.3 Klasifikasi Motif Wisata

9. PE R W AKI L AN 9. DI PL OMA T IMI GR ASI PE R MAN E N Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009. USU Repository © 2009 Untuk mengadakan klasifikasi motif wisata harus diketahui semua atau setidak- tidaknya semua jenis motif wisata . Akan tetapi tidak ada kepastian apakah semua jenis motif wisata telah atau dapat diketahui. Tidak ada kepastian bahwa apa yang dapat diduga telah menjadi motif wisata atau telah terungkap dalam penelitian- penelitian motivasi wisata motivation research itu sudah meliputi semua kemungkinan motif perjalanan wisata. Dalam buku Tourism, Principles, Practises, Philosophies, 1972 : 52, McIntosh menyatakan bahwa pada hakikatnya motif orang untuk mengadakan perjalanan wisata itu tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi. Beliau mengklasifikasikan motif- motif wisata yang dapat diduga itu menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Motif fisik, yaitu motif- motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah, seperti olahraga, istirahat, kesehatan, dan sebagainya. 2. Motif budaya, yang harus diperhatikan disini adalah yang bersifat budaya itu motif wisatawan, bukan atraksinya. Atraksinya dapat berupa pemandangan alam, flora dan fauna, meskipun wisatawan dengan motif budaya itu sering datang di tempat tujuan wisata untuk mempelajari atau sekedar mengenal dan memahami tata cara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain: kebiasaannya, kehidupannya sehari- hari, kebudayaannya yang berupa bangunan, musik, tarian dan sebagainya. 3. Motif interpersonal, yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, atau berkenalan dengan orang- orang tertentu atau berjumpa, atau sekedar dapat melihat tokoh- tokoh terkenal, penyanyi, penari, bintang film, tokoh- tokoh politik dan sebagainya. Rotua Tresna Nurhayati Manurung : Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo, 2009. USU Repository © 2009 4. Motif status atau motif prestise. Banyak orang beranggapan bahwa orang yang pernah mengunjungi tempat- tempat lain itu dengan sendirinya melebihi sesamanya yang tidak pernah bepergian. Orang yang pernah bepergian ke daerah lain dianggap atau dengan sendirinya naik gengsinya, naik statusnya. Dalam wisata aktif, motif prestise ini sangat penting untuk negara- negara berkembang atau negara bekas jajahan. Klasifikasi McIntosh tersebut sudah tentu dapat disubklasifikasikan menjadi kelompok- kelompok motif yang lebih kecil. Motif- motif yang lebih kecil itu oleh WTO digunakan untuk menentukan tipe perjalanan wisata. Misalnya tipe wisata rekreasi, wisata olahraga, wisata ziarah, wisata kesehatan. Disamping cara itu juga ada kebiasaan untuk menentukan perjalanan wisata berdasarkan modal atraksi wisata misalnya wisata alam, wisata bahari dan sebagainya.

2.4 Objek dan Atraksi Wisata