Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol Yang Digunakan Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara Hplc (High Performance Liquid Chromatography)

(1)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL

YANG DIGUNAKAN PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk.

PLANT MEDAN SECARA HPLC

(High Performance Liquid Chromatography)

TUGAS AKHIR

OLEH:

HILVINA ANUGRAHWATI NIM 122410102

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta menganugerahkan pengetahuan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul ”penetapan kadar bahan baku parasetamol yang digunakan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography)”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya. Untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada berbagai pihak antara lain:

1. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

2. Bapak Yogi Sugianto, S.Farm., Apt., sebagai Supervisor Quality Control

sekaligus Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan saran serta petunjuk selama pelaksanaan PKL di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan hingga penyusunan tugas akhir ini.

3. Bapak Drs. Beben Budiman, Apt. selaku Plant Manager PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah memberikan tempat untuk melaksanakan PKL ini.

4. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(3)

5. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Ketua Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal akademis setiap semester.

Terima kasih untuk kedua orang tua tercinta, abang serta adik yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama ini. Dan sahabat–sahabatku Try Iga Septiawandari, Anggi Nulvi Siregar, Vanesia Atelya O. Manurung dan Sherina Elvira Nasution yang telah saling membantu dalam penulisan tugas akhir ini. Serta pihak–pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Medan, Maret 2015 Penulis,


(4)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL YANG

DIGUNAKAN PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT

MEDAN SECARA HPLC (High Performance Liquid

Chromatography)

ABSTRAK

Pemeriksaan terhadap bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dilakukan penetapan kadar bahan baku sebelum diformulasikan untuk menjadi suatu sediaan obat. Kualitas mutu dari bahan baku yang digunakan untuk produksi akan mempengaruhi produk jadi.

Sampel yang digunakan berasal dari bahan baku parasetamol yang digunakan untuk pembuatan sediaan tablet parasetamol produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku parasetamol adalah metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa disebut juga dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Metode ini menggunakan pelarut dan fase gerak yang sama yaitu metanol : aquabidest (1:3) dengan panjang gelombang 243 nm.

Diperoleh hasil rata-rata kadar bahan baku parasetamol 100,47%. Dari hasil pengukuran menunjukkan masih memenuhi persyaratan kadar bahan baku Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari 98,00% dan tidak lebih dari 101,00%.

Dengan demikian, bahan baku parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan kadar yang ada di Farmakope Indonesia Edisi IV.

Kata Kunci: bahan baku, parasetamol, HPLC (High Performance Liquid Chromatography).


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1Asetaminofen (Parasetamol) ... 3

2.1.1 Farmakodinamik ... 4

2.1.2 Farmakokinetik ... 4

2.1.3 Penetapan Kadar Parasetamol ... 5

2.2Bahan Baku Obat ... 9

2.3High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ... 9

2.3.1 Alat Utama HPLC ... 11


(6)

3.1Tempat dan Waktu Percobaan ... 15

3.2Bahan-bahan ... 15

3.2.1 Sampel ... 15

3.2.2 Fase Gerak dan Pelarut ... 15

3.3Alat-alat ... 15

3.4Pembuatan Larutan Fase Gerak dan Pelarut ... 15

3.4.1 Larutan Metanol : Aquabidest (1:3) ... 15

3.5Prosedur Percobaan ... 16

3.5.1 Pengambilan Sampel ... 16

3.5.2 Larutan Standart ... 16

3.5.3 Larutan Sampel Uji... 16

3.5.4 Penetapan Kadar Menggunakan HPLC ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1Hasil ... 18

4.2Pembahasan ... 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1Kesimpulan ... 20

5.2Saran ... 20


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Hasil HPLC Untuk Standart Parasetamol (Baku Pembanding) ... 18 Tabel 4.2 Hasil HPLC Untuk Bahan Baku Parasetamol ... 18


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Rumus Bangun Parasetamol ... 3


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol ... 22 Lampiran 2. Hasil Print Our HPLC... 25 Lampiran 3. Gambar Alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography) 27


(10)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL YANG

DIGUNAKAN PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT

MEDAN SECARA HPLC (High Performance Liquid

Chromatography)

ABSTRAK

Pemeriksaan terhadap bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dilakukan penetapan kadar bahan baku sebelum diformulasikan untuk menjadi suatu sediaan obat. Kualitas mutu dari bahan baku yang digunakan untuk produksi akan mempengaruhi produk jadi.

Sampel yang digunakan berasal dari bahan baku parasetamol yang digunakan untuk pembuatan sediaan tablet parasetamol produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku parasetamol adalah metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa disebut juga dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Metode ini menggunakan pelarut dan fase gerak yang sama yaitu metanol : aquabidest (1:3) dengan panjang gelombang 243 nm.

Diperoleh hasil rata-rata kadar bahan baku parasetamol 100,47%. Dari hasil pengukuran menunjukkan masih memenuhi persyaratan kadar bahan baku Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari 98,00% dan tidak lebih dari 101,00%.

Dengan demikian, bahan baku parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan kadar yang ada di Farmakope Indonesia Edisi IV.

Kata Kunci: bahan baku, parasetamol, HPLC (High Performance Liquid Chromatography).


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Obat adalah unsur aktif secara fisiologi dipakai dalam diagnosis, pencegahan, pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit pada manusia atau hewan (Ansel, 2005).

Pada jaminan mutu, setiap bahan baku yang diluluskan untuk dibawa kebagian produksi harus dicek bahwa bahan memenuhi persyaratan resmi farmakope atau oleh industri farmasi yang bersangkutan. Bahan baku adalah semua bahan yang berkhasiat (zat aktif) yang digunakan dalam pengolahan obat (Siregar, 2010).

Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik-antipiretik yang sangat populer. Parasetamol dapat tersedia dalam berbagai macam sediaan seperti tablet, kapsul, tetes, eliksir, suspensi dan supositoria. Parasetamol pada umumnya diberikan dalam bentuk tablet yang mengandung bahan aktif. Parasetamol juga sering dikombinasikan dengan bahan obat lain dalam satu formulasi (Sudjadi dan Abdul, 2008).

Menurut sudjadi dan abdul penetapan kadar bahan baku parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara yang hampir sama dengan asetofenetidin yakni dengan titrimetri dengan metode diazotasi, spektrofotometri (baik UV maupun dengan cara spektrofotometri visibel) dan dengan kromatografi. Penetapan kadar bahan baku parasetamol yang ada di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography).


(12)

Berdasarkan hal ini, penulis tertarik untuk mengambil judul tugas akhir sebagai berikut ”Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol Yang Digunakan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography)”.

1.2Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Tujuan dari tugas akhir ini adalah:

- Untuk mengetahui kadar dari bahan baku Parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

- Untuk mengetahui apakah kadar bahan baku Parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV yang telah ditetapkan.

1.2.2 Manfaat

Untuk memberikan informasi tentang kadar bahan baku parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan apakah bahan baku parasetamol memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari 98,00 % dan tidak lebih dari 101,00 %.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Asetaminofen (Parasetamol)

Gambar 2.1. Rumus Bangun Parasetamol

Sifat-sifat fisika : kristal putih tidak berbau atau serbuk kristalin dengan rasa pahit. Jarak lebur 169o sampai 172oC.

Kelarutan : 1 g dapat larut dalam kira-kira 70 ml air pada suhu 25oC, 1 g larut dalam 20 ml air mendidih, dalam 7 ml alkohol, dalam 13 ml aseton, dalam 50 ml kloroform, dalam 40 ml gliserin, dan dalam 9 ml propilen glikol. Tidak larut dalam benzen dan eter, dan larut dalam larutan alkali hidroksida. Larutan jenuh mempunyai pH kira-kira 6 dimana pKa adalah 9,51 (Connors dkk, 1986).

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus amino-benzen. Parasetamol di Indonesia dikenal sebagai antipiretik, dan tersedia sebagai obat bebas. Efek anti-inflamasi parasetamol hampir tidak ada (Wilmana, 2007).

Analgetik non narkotik sering pula disebut analgetik-antipiretik atau Non Steroidal Anti-Inflamantory Druds (NSAID). Analgetik non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem syaraf pusat. Obat golongan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai anti radang untuk


(14)

pengobatan rematik. Analgetik-antipiretik digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit. Antipiretik non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air hingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil (Siswandono dan Bambang, 2000).

Analgetik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa menekan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan demam. Analgetik-antipiretik adalah kelompok non narkotika, artinya obat ini tidak menimbulkan adiksi pada penggunaan jangka panjang ( Djamhuri, 1990). 2.1.1 Farmakodinamik

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai radang. Menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintetis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana, 2007).

2.1.2 Farmakokinetik

Parasetamol diserap cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam, masa


(15)

paruh dalam plasma antara 1-3 jam. Obat ini tarsebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma terikat 25% oleh protein plasma (Wilmana, 2007).

Obat ini mengalami metabolisme oleh enzim-enzim mikrosom dalam hati, 80% parasetamol dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil dengan asam sulfat dalam hati. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis ertrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi (Wilmana, 2007). 2.1.3 Penetapan Kadar Parasetamol

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara yang hampir sama dengan asetofenetidin yakni dengan titrimetri dengan metode diazotasi, spektrofotometri (baik UV maupun dengan cara spektrofotometri visibel) dan dengan kromatografi (Sudjadi dan Abdul, 2008).

1. Metode titrimetri a. Diazotasi

Metode analisis parasetamol dalam tablet dengan metode ini mirip dengan penetapan kadar asetofenetidin (fenasetin) yakni melibatkan hidrolisis parasetamol untuk menghasilkan amin aromatis primer lalu diikuti dengan titrasi menggunakan larutan baku natrium nitrit dalam suasana asam (Sudjadi dan Abdul, 2008).

b. Titrasi dengan N,N-dibromo dimetilhidantoin

Suatu metode titrimetri yang sederhana dan akurat telah dikembangkan oleh Kumar dan Letha untuk analisis parasetamol baik untuk parasetamol murni atau parasetamol dalam sediaan farmasi


(16)

menggunakan titran dibromo dimetilhidantoin (DBH). Larutan N,N-dibromo dimetilhidantoin (DBH) disiapkan dengan brominasi dimetilhidantoin. Suatu larutan baku DBH dengan konsentrasi ± 0,01 M disiapkan dalam air (Sudjadi dan Abdul, 2008).

Parasetamol murni disiapkan dalam larutam asam asetat 10 % dalam air. Sebagai indikator digunakan larutan amaranth 0,2 % dalam etanol lalu dititrasi dengan larutan baku DBH. Titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna pink (Sudjadi dan Abdul, 2008).

2. Spektrofotometri UV

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofometri UV karena parasetamol mempunyai kromofor yang mampu menyerap sinar UV. Parasetamol dalam etanol mempunyai panjang gelombang maksimal 249 nm dengan nilai ∑1 %1 cm sebesar 900. Cara penetapan parasetamol dengan spektrofotometri UV adalah 100 mg parasetamol ditimbang dengan cara seksama lalu dilarutkan dalam etanol. Larutan dimasukkan dalam labu takar 100 mL dan ditambah etanol sampai tanda batas. Sebanyak 0,5 mL larutan diatas diambil dan dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, dan ditambah etanol sampai tanda batas. Larutan ini selanjutnya dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 249 nm terhadap blanko yang berisi etanol sehingga akan didapatkan absorbansi larutan blanko (Ab). Untuk sampel dilakukan hal yang sama sehingga didapatkan absorbansi sampel (As) (Sudjadi dan Abdul, 2008).


(17)

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan spektrofometri visibel menggunakan metode Bratton-Marshall dan metode amonium molibdat (Sudjadi dan Abdul, 2008).

a. Metode Bratton-Marshall

Metode Bratton-Marshall untuk parasetamol dilakukan dengan cara menghidrolisis parasetamol dengan asam sehingga terbentuk amin aromatis primer yang selanjutnya didiazotasi dengan asam nitrit (berasal dari natrium nitrit dalam suasana asam) membentuk garam diazonium, lalu direaksikan dengan naftil etilen diamin (Sudjadi dan Abdul, 2008). b. Metode Amonium molibdat

Metode spektrofotometri visible yang mendasarkan pada reaksi antara parasetamol dengan amonium molibdat dengan medium asam kuat menghasilkan molibdenum biru telah dikembangkan oleh Morelli. Hukum Beer’s dipenuhi sampai pada konsentrasi parasetamol 6 µg/mL dan nilai absorbtivitas molarnya pada panjang gelombang 670 nm sebesar 2,6 x 104 L/mol (Sudjadi dan Abdul, 2008).

4. Metode spektrofluorometri

Metode spektrofluorometri dengan batas deteksi yang rendah telah disusulkan untuk penetapan kadar parasetamol. Karena parasetamol bukan suatu senyawa yang berfluoresensi maka parasetamol dapat ditetapkan sacara tidak langsung dengan mereaksikannya menggunakan Ce (IV) sebagai agen pengoksidasi dan mengukur intensitas fluoresensi relatif Ce (III) yang berasal dari Ce (IV) (Sudjadi dan Abdul, 2008).


(18)

Penetapan kadar parasetamol dengan spektrofluometri secara langsung sebelumnya membutuhkan tahap derivatisasi. Reagen-reagen seperti fluoresamin dan dansil klorida telah diusulkan oleh Bosch dkk. sebagai agen penderivat parasetamol (Sudjadi dan Abdul, 2008).

5. Metode Kromatografi

Dalam sediaan farmasi, parasetamol biasanya bercampur dengan bahan obat lain sehingga membutuhkan teknik pemisahan, misal dengan kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas dan diikuti dengan kuantikasinya untuk menentukan berapa kadar masing-masing bahan obat dalam sediaan farmasi (Sudjadi dan Abdul, 2008). a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Metode KLT-Densitometri telah digunakan untuk analisis parasetamol dan klorsoksazol secara simultan. Keuntungan KLT-Densitometri dibandingkan dengan spektrofotometri adalah kemampuan KLT untuk memisahkan komponen-komponen dalam sampel yang dianalisis sehingga meghilangkan adanya kemungkinan saling mengganggu antar komponen (Sudjadi dan Abdul, 2008).

b. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Metode KCKT yang sederhana, cepat, dan sesuai telah dikembangkan untuk penetapan kadar secara simultan parasetamol dan senyawa-senyawa terkait (4-aminofenol dan 4-klorasetanilid) dalam sediaan farmasi. Fase gerak yang digunakan adalah campuran asetonitril-bufer kalium fosfat 0,05 M (pH 5,5) (80:20 v/v) dan dihantarkan secara


(19)

isokratik. Detektor yang digunakan adalah spektrofotometer UV pada panjang gelombang 244 nm (Sudjadi dan Abdul, 2008).

2.2Bahan Baku Obat

Bahan (zat) aktif adalah tiap bahan atau campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam arti lain, bahan (zat) aktif adalah bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk memengaruhi struktur dan fungsi tubuh (Dirjen POM, 2006).

Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan resmi farmakope atau persyaratan lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan–bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat yang konsisten dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas, dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010).

Setiap bahan obat memiliki ciri-ciri kimiawi dan fisika tersendiri yang menjadikannya unik. Ciri-ciri ini digunakan dalam menyusun standar identifikasi bahan dan untuk pengujian (Ansel, 2005).

2.3High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase tetap (stationary) dan fase bergerak (mobile), dimana pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini. Pemisahan dengan kromatografi terjadi karena senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri diantara


(20)

fase-fase bergerak dan tetap perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985).

Kemajuan teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode ini dikenal sebagai Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Ditjen, 1995).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut dengan HPLC ( high perfomance liquid chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an (Rohman, 2009).

Kegunaan umum Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities), analisis senyawa yang mudah menguap (non-volatil), analisis senyawa yang tidak ionik maupun zwitter, isolasi dan pemurnian senyawa, pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama, pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Rohman, 2009).

Salah satu konsep penting KCKT ialah mengusahakan volum pelarut antara penjerap dan detektor atau fraksinator sekecil mungkin untuk mencegah pencampuran kembali fraksi-fraksi setelah terpisahkan (Gritter dkk, 1991).

Tiga bentuk kromatografi cair kinerja tinggi yang paling banyak digunakan penukar ion, partisi dan adsorbsi (Ditjen, 1995).


(21)

Kromatografi penukar ion terutama digunakan untuk pemisahan zat-zat larut dalam air yang ionik atau yang dapat terionisasi dengan bobot molekul kurang dari 1500 (Ditjen, 1995).

Kromatografi pertukaran ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion yang berada dalam fase gerak. Pertukaran ionnya bolak-balik dan terjadi antara fase diam penukaran ion dengan fase gerak cair. Pemisahan terjadi karena perbedaan kekuatan interaksi elektrostatik dari zat terlarut dengan fase diam (Munson, 1991).

b. Kromatografi Partisi

Pada kromatografi partisi digunakan fase gerak dan fase dengan polaritas yang berbeda. Jika fase gerak bersifat polar dan fase diam non-polar, dikenal sebagai kromatografi fase balik, maka senyawa nonpolar yang larut dalam hodrokarbon, dengan bobot molekul kurang dari 1000, dapat dipisahkan berdasarkan atas afinitasnya terhadap fase diam (Ditjen, 1995).

c. Kromatografi Adsorbsi

Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya (Rohman, 2009).

2.3.1 Alat Utama HPLC

Alat utama HPLC adalah tandon pelarut, pipa, pompa, suntikan, kolom, detektor, penguat sinyal dan perekam.


(22)

Tandon pelarut atau fase gerak harus mempunyai beberapa ciri. Bahan tandon harus tahan terhadap fase gerak berair dan tidak berair. Sehingga baja anti karat dan gelas menjadi bahan terpilih. Daya tampung tandon harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit. Kecermatan harus diperhatikan untuk menghindari pecahnya tandon gelas supaya tidak tumpah (Munson, 1991).

b. Pipa

Sifat pipa penyambung seluruh bagian sistem harus diperhatikan. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntikan tidak berpengaruh, dapat tahan tekanan serta mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai (Munson, 1991).

c. Pompa

Berdasarkan dari cara kerjanya pompa untuk HPLC dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu pompa kecepatan tetap dan pompa tekanan tetap. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan dan tidak satu pun dapat dipakai secara menyeluruh (Munson, 1991).

d. Penyuntik / Sistem Penyuntik Cuplikan

Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian maksimum analisis kuantitatif. Yang terpenting sistem harus dapat mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan cuplikan. Pada saat pengisian cuplikan, cuplikan dialirkan melewati lingkaran cuplikan dan kelebihannya dikeluarkan kepembuangan. Pada saat penyuntikan, katup


(23)

diputar sehingga fase gerak mengalir melewati lingkar cuplikan ke kolom (Munson, 1991).

e. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatografi, keberhasilan atau kegagalan analisi bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 μm dianjurkan antara penyuntik dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan cuplikan. Hal ini dapat memperpanjang umur kolom. (Munson, 1991).

Kolom kromatografi untuk pengaliran oleh gaya tarik bumi (Gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi kran jenis tertentupada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Salah satu konsep penting KCKT adalah mengusahakan volum pelarut antara penjerap dan detektor atau farksinator sekecil mungkin untuk mencegah pencampuran kembali fraksi-fraksi setelah terpisah. (Gritter, 1991).

f. Detektor

Detektor harus memberi tanggapan pada cuplikan, tanggapan yang dapat diramal, peka, hasil yang efisien dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu atau komposisi fasgerak. Detektor yang dipakai pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran jalan pita yang memburuk pemisahan. Pemilihan detektor Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai (Munson, 1991).


(24)

g. Penguat sinyal

Pada umunya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam potensiometrik. Dapat pula sinyal dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur luas puncak kromatogram secara otomatik (Munson, 1991).

h. Perekam

Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi untuk merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat menentukan atau mengetahui senyawa apa yang diperiksa, luas dan tinggi puncak berbanding lurus dengan konsentrasi. Dari data ini dapat pula dipakai untuk memperoleh secara kuantitatif. Sebagai perekam biasanya dipakai bersama-sama dengan integrator (Munson, 1991).


(25)

BAB III

METODE PERCOBAAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Instrument yang terdapat di industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di jl. Sisingamaraja KM.9 No.59 Medan pada bulan Februari 2015.

3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah bahan baku parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. 3.2.2 Fase Gerak dan Pelarut

Fase gerak dan pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah metanol : aquabidest (1:3).

3.3 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat-alat gelas (labu erlenmeyer 250 mL, labu tentukur 50 mL dan 100 mL, gelas ukur 25 mL dan pipet volum 1 mL), digital analytical balance, ultrasonic digital Merk ELMA type D-78224 dan seperangkat alat HPLC Merk WATERS 510/486/746.

3.4 Pembuatan Larutan Fase Gerak dan Pelarut 3.4.1 Larutan Metanol : Aquabidest ( 1 : 3 )

Diambil metanol sebanyak 200 mL dan ditambahkan dengan aquabidest

sebanyak 600 mL. Sehingga diperoleh larutan sebanyak 800 mL. Lalu di saring didalam vakum waters. Larutan dapat digunakan untuk analisa.


(26)

3.5 Prosedur percobaan 3.5.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan secara random (acak) yang dapat mewakili semuanya dengan menggunakan rumus 1 + √�. Dari 16 kemasan sampel bahan baku yang ada, terpilih 5 sampel bahan baku yang akan diambil dan kemudian digerus menjadi satu untuk uji penetapan kadar bahan baku.

3.5.2 Larutan Standart

Timbang 50 mg baku pembanding (std) sebanyak 6 kali, masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 100 mL. Tambahkan pelarut metanol :

aquabidest (1:3) sebanyak 25 mL, utrasonic selama 15 menit pada masing-masing labu tentukur agar homogen dan larut dengan sempurna. Diadd sampai tanda batas dengan pelarut, kocok dan pipet 1 mL, masukkan ke dalam labu tentukur 50 mL. Cukupkan sampai tanda batas dengan pelarut, lalu dikocok, lakukan hal yang sama untuk labu tentukur berikutnya. Disaring dengan filter 0,45 µm. Larutan siap untuk diinjeksikan.

3.5.3 Larutan Sampel Uji

Timbang 50 mg sampel (paracetamolum) sebanyak 2 kali (duplo) dan masukkan masing-masing ke dalam labu tentukur 100 mL. Tambahkan pelarut metanol : aquabidest (1:3) sebanyak 25 mL, ultrasonic selama 15 menit pada masing-masing labu tentukur agar homogen dan larut dengan sempurna. Diadd sampai tanda batas dengan pelarut, kocok dan pipet 1 mL labu tentukur dan masukkan ke dalam labu tentukur 50 mL. Cukupkan sampai tanda batas dengan pelarut, lalu dikocok, lakukan hal yang sama untuk labu tentukur berikutnya. Disaring dengan filter 0,45 µm. Larutan siap untuk diinjeksikan.


(27)

3.5.4 Penetapan Kadar Menggunakan HPLC

Hidupkan semua saklar yang menyambung ke alat HPLC. Atur panjang gelombang 243 nm dengan flow rate 1,20 mL/menit. Cuci kolom dengan menggunakan fase gerak yang akan digunakan metanol : aquabidest (1:3). Kolom yang digunakan adalah kolom tipe bondapack C18. Pada proses injection atau penyuntikan dimana untuk 1 kali penyuntikan diperlukan larutan yang telah disiapkan masing-masing sebanyak 20 µl. Dimana penyuntikan dimulai dari larutan standart sebanyak 6 kali dan dilanjutkan dengan larutan sampel uji sebanyak 2 kali (duplo). Tunggu dan lihat grafik kromatogram yang terbentuk dilayar komputer.

Perhitungan penetapan kadar bahan baku parasetamol dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Kadar = AUC Sp AUC Std ×

[Sp] [St] × Kst

Untuk [Sp] = [St] berlaku rumus :

Kadar = AUC Sp AUC Std× Kst

Keterangan:

AUC Sp : Luas Area Sampel

AUC Std : Luas Area Standart (Baku Pembanding) [Sp] : Konsentrasi Sampel

[St] : Konsentrasi Standart


(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Penetapan kadar bahan baku parasetamol menggunakan HPLC, didapat hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1. Hasil HPLC Untuk Standart Parasetamol (Baku Pembanding) No Nama

Sampel

Bobot Kons. Standart [St] Luas Area Waktu Retensi Kadar (%) 1 Standart 1 50,00 mg 0,01 713947 4,70 100,00 % 2 Standart 2 50,00 mg 0,01 713528 4,70 100,00 % 3 Standart 3 50,00 mg 0,01 711755 4,69 100,00 % 4 Standart 4 50,00 mg 0,01 712853 4,69 100,00 % 5 Standart 5 50,00 mg 0,01 713309 4,68 100,00 % 6 Standart 6 50,00 mg 0,01 713255 4,68 100,00 % Rata-rata 50,00 mg 0,01 713108 4,69 100,00 %

Standart Deviasi 754 0,01 0,00

% RSD 0,10 0,20 0,00

Tabel 4.2. Hasil HPLC Untuk Bahan Baku Parasetamol No Nama

Sampel

Bobot Kons. Sampel [Sp] Luas Area Waktu Retensi Kadar (%) 1 Sampel 1 50,00 mg 0,01 716152 4,67 100,43 % 2 Sampel 2 50,00 mg 0.01 716703 4,67 100,50 % Rata-rata 50,00 mg 0,01 716427 4,67 100,47 %

Standart Deviasi 390 0,001 0,05

% RSD 0,10 0,00 0,10

Sehingga diperoleh kadar rata-rata dari bahan baku parasetamol adalah 100,47 %.

4.2 Pembahasan

Pada penetapan kadar bahan baku parasetamol diperoleh kadar rata-rata yaitu 100,47%, menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, rentang kadar parasetamol didalam bahan baku adalah tidak kurang dari 98,00 % dan tidak lebih


(29)

dari 101,00 %. Dengan demikian kadar bahan baku parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah ditetapkan kadarnya memenuhi persyaratan dan dapat digunakan untuk produksi sediaan tablet parasetamol.

Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan resmi farmakope atau persyaratan lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan–bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat yang konsisten dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas, dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010).

Penetapan kadar bahan baku sangat mempengaruhi kualitas sediaan obat yang akan di produksi. Metode dan prosedur kerja yang digunakan sesuai dengan Farmakope Edisi IV yang dimodifikasi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dan sudah mengalami UKS (Uji Kesesuaian Sistem).


(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

- Kadar bahan baku parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan adalah 100,47 %.

- Kadar bahan baku parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi ke-IV yaitu tidak kurang dari 98,00 % dan tidak ada yang lebih dari 101,00 %.

5.2Saran

Disarankan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan tetap mempertahankan mutu dan kualitas bahan baku yang digunakan untuk produksi menjadi produk jadi (tablet).


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 17.

Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Hal. 50.

Connors, K. A., Gordon L. A., dan Valentino J. S. (1986). Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi kedua Jilid 1. Semarang: IKIP Semarang Press. Hal. 197.

Ditjen, POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 1009-1010.

Ditjen, POM. (2006). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM. Hal. 5, 77, 98, 237.

Djamhuri, A. (1995). Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan Perawatan. Jakarta: Hipokrates. Hal. 45.

Gritter, R. J., James, M. B., dan Arthur E. S. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB. Hal. 163.

Munson, J. W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 14-15, 17, 26-32.

Rohman, A. (2009). Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 117.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Liberty. Hal. 1-2.

Siregar, J. P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-dasar Praktis.

Jakarta: EGC. Hal. 15-16, 123, 605, 647.

Siswandono, B. S. (2000). Kimia Medisinal. Edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 291-292.

Sudjadi., Abdul R. (2008). Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 48-56.

Wilmana, F., dan Sulistia G. (2007). Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid Dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI Press. Hal. 237-238


(32)

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol

Kadar bahan baku parasetamol ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar = AUC Sp AUC Std ×

[Sp] [St] × Kst

Untuk [Sp] = [St] berlaku rumus :

Kadar = AUC Sp AUC Std× Kst

Keterangan:

AUC Sp : Luas Area Sampel

AUC Std : Luas Area Standart (Baku Pembanding) [Sp] : Konsentrasi Sampel

[St] : Konsentrasi Standart

Kst : Kadar Standart (Baku Pembanding) Tabel Luas Area Standart (Baku Pembanding)

No Nama Sampel Acetaminophen 1 Std. Paracetamol 1 713947 2 Std. Paracetamol 2 713528 3 Std. Paracetamol 3 711755 4 Std. Paracetamol 4 712853 5 Std. Paracetamol 5 713309 6 Std. Paracetamol 6 713255

Luas area yang digunakan adalah luas area dari hasil rata-rata 6 kali pengukuran:

= 713947 + 713528 + 711755 + 712853 + 713309 + 713255 6

= 3565794 6 = 713108


(33)

Tabel Kadar Larutan Standart (Baku Pembanding) No Nama Sampel Acetaminophen

1 Std. Paracetamol 1 100,00 2 Std. Paracetamol 2 100,00 3 Std. Paracetamol 3 100,00 4 Std. Paracetamol 4 100,00 5 Std. Paracetamol 5 100,00 6 Std. Paracetamol 6 100,00

Rata-rata dari kadar larutan standart (Kst):

= 100 + 100 + 100 + 100 + 100 + 100 6

= 600 6 = 100 % Diketahui :

Luas Area Standart (AUC Std) adalah 713108 dan Kadar Standart (Kst) adalah 100,00 %. Pengukuran dilakukan dua kali dalam waktu yang berdekatan (duplo), jadi Luas Area Sampel (AUC Sp) yang digunakan adalah:

Tabel Luas Area Bahan Baku Parasetamol

No Nama Sampel Acetaminophen

1 Bahan Baku 1 716152

2 Bahan Baku 1 716703

Dimana,

[Sp] = Bobot rata−rata

V1 ×

Vol. yang dipipet V2

[Sp] = 50,00 100 ×

1

50= 0,01 [St] = Bobot rata−rata

V1 ×

Vol. yang dipipet V2


(34)

[St] = 50,00 100 ×

1

50= 0,01

Oleh sebab itu [Sp] = [St]. Maka rumus yang digunakan pada penetapan kadar bahan baku parasetamol adalah:

Kadar = AUC Sp AUC Std× Kst

Kadar masing-masing Bahan Baku adalah sebagai berikut:

Kadar 1 = AUC Sp

AUC Std × Kst Kadar 1 = 716152

713108 × 100 % Kadar 1 = 100,43 %

Kadar 2 = AUC Sp

AUC Std × Kst Kadar 2 = 716703

713108 × 100 % Kadar 2 = 100,50 %

Kadar rata−rata = 100,427 + 100,504

2 = 100,47 %

Hasil penetapan kadar bahan baku parasetamol disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini.

Tabel Kadar Bahan Baku Parasetamol

No Nama Sampel Acetaminophen

1 Bahan Baku 1 100,43%

2 Bahan Baku 2 100,50%


(35)

Lampiran 2. Hasil Print Out HPLC


(36)

(37)

(1)

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol

Kadar bahan baku parasetamol ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar = AUC Sp AUC Std ×

[Sp]

[St] × Kst Untuk [Sp] = [St] berlaku rumus :

Kadar = AUC Sp

AUC Std× Kst Keterangan:

AUC Sp : Luas Area Sampel

AUC Std : Luas Area Standart (Baku Pembanding) [Sp] : Konsentrasi Sampel

[St] : Konsentrasi Standart

Kst : Kadar Standart (Baku Pembanding) Tabel Luas Area Standart (Baku Pembanding)

No Nama Sampel Acetaminophen 1 Std. Paracetamol 1 713947 2 Std. Paracetamol 2 713528 3 Std. Paracetamol 3 711755 4 Std. Paracetamol 4 712853 5 Std. Paracetamol 5 713309 6 Std. Paracetamol 6 713255

Luas area yang digunakan adalah luas area dari hasil rata-rata 6 kali pengukuran:

= 713947 + 713528 + 711755 + 712853 + 713309 + 713255 6

= 3565794 6 = 713108


(2)

Tabel Kadar Larutan Standart (Baku Pembanding) No Nama Sampel Acetaminophen

1 Std. Paracetamol 1 100,00 2 Std. Paracetamol 2 100,00 3 Std. Paracetamol 3 100,00 4 Std. Paracetamol 4 100,00 5 Std. Paracetamol 5 100,00 6 Std. Paracetamol 6 100,00

Rata-rata dari kadar larutan standart (Kst):

= 100 + 100 + 100 + 100 + 100 + 100 6

= 600 6 = 100 % Diketahui :

Luas Area Standart (AUC Std) adalah 713108 dan Kadar Standart (Kst) adalah 100,00 %. Pengukuran dilakukan dua kali dalam waktu yang berdekatan (duplo), jadi Luas Area Sampel (AUC Sp) yang digunakan adalah:

Tabel Luas Area Bahan Baku Parasetamol

No Nama Sampel Acetaminophen

1 Bahan Baku 1 716152

2 Bahan Baku 1 716703

Dimana,

[Sp] = Bobot rata−rata V1 ×

Vol. yang dipipet V2

[Sp] = 50,00 100 ×

1

50= 0,01 [St] = Bobot rata−rata

V1 ×

Vol. yang dipipet V2


(3)

[St] = 50,00 100 ×

1

50= 0,01

Oleh sebab itu [Sp] = [St]. Maka rumus yang digunakan pada penetapan kadar bahan baku parasetamol adalah:

Kadar = AUC Sp

AUC Std× Kst Kadar masing-masing Bahan Baku adalah sebagai berikut:

Kadar 1 = AUC Sp

AUC Std × Kst Kadar 1 = 716152

713108 × 100 % Kadar 1 = 100,43 %

Kadar 2 = AUC Sp

AUC Std × Kst Kadar 2 = 716703

713108 × 100 % Kadar 2 = 100,50 %

Kadar rata−rata = 100,427 + 100,504

2 = 100,47 %

Hasil penetapan kadar bahan baku parasetamol disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini.

Tabel Kadar Bahan Baku Parasetamol

No Nama Sampel Acetaminophen

1 Bahan Baku 1 100,43%

2 Bahan Baku 2 100,50%


(4)

Lampiran 2. Hasil Print Out HPLC


(5)

(6)