pengobatan rematik. Analgetik-antipiretik digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau
menghilangkan penyebab penyakit. Antipiretik non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu
badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air hingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat.
Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil Siswandono dan Bambang, 2000.
Analgetik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa menekan
kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan demam. Analgetik-antipiretik adalah kelompok non narkotika, artinya obat ini
tidak menimbulkan adiksi pada penggunaan jangka panjang Djamhuri, 1990.
2.1.1 Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai radang. Menurunkan suhu tubuh dengan
mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik.
Parasetamol merupakan penghambat biosintetis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga
gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa Wilmana, 2007.
2.1.2 Farmakokinetik
Parasetamol diserap cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam, masa
paruh dalam plasma antara 1-3 jam. Obat ini tarsebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma terikat 25 oleh protein plasma Wilmana, 2007.
Obat ini mengalami metabolisme oleh enzim-enzim mikrosom dalam hati, 80 parasetamol dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil dengan
asam sulfat dalam hati. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan
hemolisis ertrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi Wilmana, 2007.
2.1.3 Penetapan Kadar Parasetamol
Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara yang hampir sama dengan asetofenetidin yakni dengan titrimetri dengan metode diazotasi,
spektrofotometri baik UV maupun dengan cara spektrofotometri visibel dan dengan kromatografi Sudjadi dan Abdul, 2008.
1. Metode titrimetri
a. Diazotasi
Metode analisis parasetamol dalam tablet dengan metode ini mirip dengan penetapan kadar asetofenetidin fenasetin yakni melibatkan
hidrolisis parasetamol untuk menghasilkan amin aromatis primer lalu diikuti dengan titrasi menggunakan larutan baku natrium nitrit dalam
suasana asam Sudjadi dan Abdul, 2008. b.
Titrasi dengan N,N-dibromo dimetilhidantoin Suatu metode titrimetri yang sederhana dan akurat telah
dikembangkan oleh Kumar dan Letha untuk analisis parasetamol baik untuk parasetamol murni atau parasetamol dalam sediaan farmasi
menggunakan titran N,N-dibromo dimetilhidantoin DBH. Larutan N,N- dibromo dimetilhidantoin DBH disiapkan dengan brominasi
dimetilhidantoin. Suatu larutan baku DBH dengan konsentrasi ± 0,01 M disiapkan dalam air Sudjadi dan Abdul, 2008.
Parasetamol murni disiapkan dalam larutam asam asetat 10 dalam air. Sebagai indikator digunakan larutan amaranth 0,2 dalam etanol
lalu dititrasi dengan larutan baku DBH. Titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna pink Sudjadi dan Abdul, 2008.
2. Spektrofotometri UV
Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofometri UV karena parasetamol mempunyai kromofor yang mampu menyerap sinar UV.
Parasetamol dalam etanol mempunyai panjang gelombang maksimal 249 nm dengan nilai
∑
1 1 cm
sebesar 900. Cara penetapan parasetamol dengan spektrofotometri UV adalah 100 mg parasetamol ditimbang dengan cara
seksama lalu dilarutkan dalam etanol. Larutan dimasukkan dalam labu takar 100 mL dan ditambah etanol sampai tanda batas. Sebanyak 0,5 mL larutan
diatas diambil dan dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, dan ditambah etanol sampai tanda batas. Larutan ini selanjutnya dibaca absorbansinya
pada panjang gelombang 249 nm terhadap blanko yang berisi etanol sehingga akan didapatkan absorbansi larutan blanko A
b
. Untuk sampel dilakukan hal yang sama sehingga didapatkan absorbansi sampel A
s
Sudjadi dan Abdul, 2008. 3.
Spektrofotometri visibel
Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan spektrofometri visibel menggunakan metode Bratton-Marshall dan metode amonium
molibdat Sudjadi dan Abdul, 2008. a.
Metode Bratton-Marshall Metode Bratton-Marshall untuk parasetamol dilakukan dengan cara
menghidrolisis parasetamol dengan asam sehingga terbentuk amin aromatis primer yang selanjutnya didiazotasi dengan asam nitrit berasal
dari natrium nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium, lalu direaksikan dengan naftil etilen diamin Sudjadi dan Abdul, 2008.
b. Metode Amonium molibdat
Metode spektrofotometri visible yang mendasarkan pada reaksi antara parasetamol dengan amonium molibdat dengan medium asam kuat
menghasilkan molibdenum biru telah dikembangkan oleh Morelli. Hukum Beer’s dipenuhi sampai pada konsentrasi parasetamol 6 µgmL
dan nilai absorbtivitas molarnya pada panjang gelombang 670 nm sebesar 2,6 x 10
4
Lmol Sudjadi dan Abdul, 2008. 4.
Metode spektrofluorometri Metode spektrofluorometri dengan batas deteksi yang rendah telah
disusulkan untuk penetapan kadar parasetamol. Karena parasetamol bukan suatu senyawa yang berfluoresensi maka parasetamol dapat ditetapkan
sacara tidak langsung dengan mereaksikannya menggunakan Ce IV sebagai agen pengoksidasi dan mengukur intensitas fluoresensi relatif Ce
III yang berasal dari Ce IV Sudjadi dan Abdul, 2008.
Penetapan kadar parasetamol dengan spektrofluometri secara langsung sebelumnya membutuhkan tahap derivatisasi. Reagen-reagen
seperti fluoresamin dan dansil klorida telah diusulkan oleh Bosch dkk.
sebagai agen penderivat parasetamol Sudjadi dan Abdul, 2008.
5. Metode Kromatografi
Dalam sediaan farmasi, parasetamol biasanya bercampur dengan bahan obat lain sehingga membutuhkan teknik pemisahan, misal dengan
kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas dan diikuti dengan kuantikasinya untuk menentukan berapa kadar masing-
masing bahan obat dalam sediaan farmasi Sudjadi dan Abdul, 2008. a.
Kromatografi Lapis Tipis KLT Metode KLT-Densitometri telah digunakan untuk analisis
parasetamol dan klorsoksazol secara simultan. Keuntungan KLT- Densitometri dibandingkan dengan spektrofotometri adalah kemampuan
KLT untuk memisahkan komponen-komponen dalam sampel yang dianalisis sehingga meghilangkan adanya kemungkinan saling
mengganggu antar komponen Sudjadi dan Abdul, 2008. b.
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT Metode KCKT yang sederhana, cepat, dan sesuai telah
dikembangkan untuk penetapan kadar secara simultan parasetamol dan senyawa-senyawa terkait 4-aminofenol dan 4-klorasetanilid dalam
sediaan farmasi. Fase gerak yang digunakan adalah campuran asetonitril- bufer kalium fosfat 0,05 M pH 5,5 80:20 vv dan dihantarkan secara
isokratik. Detektor yang digunakan adalah spektrofotometer UV pada panjang gelombang 244 nm Sudjadi dan Abdul, 2008.
2.2 Bahan Baku Obat