Fungsi Tembut-Tembut Sebagai Sarana Ritual

58

Bab IV Fungsi Tembut-Tembut Dalam Kehidupan Masyarakat Karo

IV.1 Fungsi Tembut-Tembut Sebagai Sarana Ritual

Tembut-tembut memiliki fungsi sebagai sarana ritual, dimana tembut- tembut tersebut digunakan sebagai sarana atau alat untuk memanggil hujan ndilo wari udan. Keberadaan tembut-tembut tersebut begitu penting sehingga sejak tahun 1910-an tidak pernah dilaksanakan upacara ndilo wari udan di Desa Seberaya tanpa mengikutsertakan tembut-tembut. Masyarakat Karo di Desa Seberaya sesuai dengan kepercayaan tradisionalnya, menyakini bahwa tidak turunnya hujan adalah disebabkan gangguan dan hambatan dari roh-roh atau kekuatan gaib yang bersifat jahat. Untuk mengatasi ini, maka dilakukan suatu acara untuk mengusirnya atau membujuknya, dalam hal ini peran dari tembut-tembut dibutuhkan. Ada anggapan masyarakat Karo di Desa Seberaya, karena karakter dari tembut-tembut yang begitu menyeramkan, maka berbagai mahluk takut padanya. Sehingga dalam upacara ndilo wari udan, tembut-tembut tersebut diharapkan dapat mengusir kekuatan jahat yang menghalangi datangnya hujan. Sebelum tembut-tembut dimainkan, maka ahli warisnnya menyelipkan selembar belo cawir daun sirih pada masing-masing tangan kayu tembut-tembut tersebut. Hal ini maksudnya adalah sebaga persentain mohon izin. Kegiatan seperti ini biasa dilakukan masyarakat Karo bila hendak melakukan sesuatu dimana memohon restu sebelumnya. 59

IV.1.1 Upacara Ndilo Wari Udan

Upacara Ndilo Wari Udan upacara memanggil hujan merupakan salah satu ritual yang terdapat pada masyarakat Karo di Desa Seberaya, kecamatan Tigapanah. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, bahwasanya upacara yang sejenis juga dilaksanakan di beberapa wilayah lain seperti di Desa Lingga, Desa Kuta Buluh dan Kabanjahe. Namun dalam hal ini, peneliti hanya melakukan penelitian tentang Ndilo Wari Udan di Desa Seberaya. Upacara ndilo wari udan dimana semua rangkaian kegiatannya lengkap diikuti sepenuhnya di Desa Seberaya, terakhir kali dilaksanakan adalah pada tahun 1975. Atas kritikan dari berbagai tokoh agama Islam dan Kristen, maka beberapa bagian dari upacara ndilo wari udan, dihilangkan dalam pelaksanaannya. Upacara ndilo wari udan terakhir terakhir kali dilaksanakan di Desa Seberaya adalah pada tahun 2001, dengan menghilangkan beberapa bagian dari rangkaian kegiatan upacaranya. Pada pelaksanaan ndilo wari udan pada tahun 2001 di Desa Seberaya, inti kegiatannya hanya ertembut-tembut, dimana tembut- tembut dikeluarkan dan dimainkan di halaman desa. Tembut-tembut dimainkan mulai dari halaman rumah Kora Sembiring Depari, kemudian terus ke ujung sebelah bawah Desa Seberaya, dilanjutkan ke ujung sebelah atas, kemudian kembali ke rumah Kora Sembiring Depari. Bila terjadi kemarau berkepanjangan, sehingga tanah-tanah mulai gersang dan berdebu, tanam-tanaman sudah banyak yang mengering dan debit air sungai atau pancuran juga berkurang, maka diadakanlah upacara ndilo wari udan. Jika sudah terlihat keadaan alam yang sudah sangat kering, maka para pengetua adat desa dan kepala desa akan mengambil inisiatif untuk mengadakan upacara ndilo 60 wari udan. Hal ini dilakukan karena adanya kekhawatiran keadaan seperti ini akan terus berlajut dan akan merugikan bagi warga desa sendiri, misalnya gagal panen, kebakaran, timbulnya penyakit dan lainnya. Menurut kepercayaan tradisional masyarakat Desa Seberaya, apabila hujan tidak turun, ada banyak faktor penyebabnya, antara lain adanya hantu begu, keramat dan penguasa-penguasa gaib pada suatu tempat di Desa Seberaya. Dalam hal ini, tembut-tembut diharapkan dapat membujuk atau mengusir kekuatan tersebut yang menghalangi turunnya hujan. Dalam upacara ndilo wari udan ini nantinya akan ditanyakan kemauan dari kekuatan gaib yang menghalang turunnya hujan agar supaya kekuatan tersebut tidak lagi menghalangi turunnya hujan ke desa. Adapun yang menjadi tujuan upacara ndilo wari udan yang dilaksanakan adalah sebagai suatu sarana atau media komunikasi dari sekelompok masyarakat kepada Yang maha Penguasa alam semesta. Inti dari yang dikomunikasikan adalah suatu permintaan agar kiranya segera diturunkan hujan. Dalam hal ini segala kekuatan yang dianggap menghalangi maksud tersebut diusir atau dibujuk agar tidak menggangu lagi.

IV.1.2 Persiapan Upacara Ndilo Wari Udan

Menyikapi berlangsungnya musim kemarau yang berkepanjangan ini, maka Kepala Desa dan Pengetua adat desa berkumpul dan berembuk bagaimana perencanaan acara ndilo wari udan. Setelah ada kesepakatan mulai dari waktu dan tempat serta bagaimana pelaksanaannya, Kepala Desa dan beberapa perwakilan desa dan pengetua adat mendatangi Kora Sembiring Depari sebagai ahli waris 61 tembut-tembut. Mereka ini meminta agar kiranya Kora Sembiring bersedia mengeluarkan tembut-tembut dalam upacara tersebut. Selanjutnya Kepala Desa dan beberapa pengetua adat dan ahli waris tembut-tembut memilih dan menentukan siapa guru si baso Dukun yang nantinya akan memimpin upacara tersebut. Setelah ditentukan siapa yang dipilih, maka Kepala Desa mengutus seseorang menemui dukun tersebut untuk mengutarakan maksud warga desa mengundangnya sekaligus mengundang secara resmi dukun tersebut untuk memimpin upacara ndilo wari udan. Begitu juga dengan pemain musik pengiringnya sierjabaten yang akan ikut dalam upacara ini, juga ditentukan bersama dengan Kepala Desa dan Pengetua adat dan Kepala Desa menyuruh seseorang untuk mengundangnya secara resmi. Setelah semua orang yang nantinya berperan dalam upacara tersebut sudah lengkap, maka pihak pemerintahan desa akan mengadakan momo pengumuman pada warga desa dengan cara meminta seseorang meneriakkan pengumuman denganberkeliling desa sambil membawa gong kecil. Isi pengumuman tersebut adalah mengatakan bahwa pada hari yang telah ditentukan anak diadakan upacara ndilo wari udan yang dilaksanakan di desa mereka. Pengumuman tersebut harus diyakini diketahui oleh seluruh warga desa, sehingga mereka dapat bersiap-siap. Pengumuman biasanya dilakukan pada malam hari sekitar jam 20.00-22.00 WIB, dimana semua warga desa sudah pulang dari ladang dan sedang beristirahat di rumah atau di warung kopi. 62

IV.1.3 Persiapan Khusus Untuk Tembut-Tembut

Mengetahui bahwa tembut-tembut akan dipakai dalam acara ndilo wari udan, maka ahli waris tembut-tembut mempersiapkan beberapa persiapan khusus dan ritual khusus seperti yang biasa dilakukan secara turun-temurun. Sebagai langkah awal, ahli waris tembut-tembut memanggil beberapa orang yang dalam sistem kekerabatan Karo masuk ke dalam posisi anak beru nya, yaitu orang yang mengambil istri beru Sembiring Depari. Dari beberapa orang anak beru merga Sembiring Depari yang dipanggil, makan dirembukkan siapa lima diantaranya yang akan ikut memainkan tembut- tembut dalam acara upacara ndilo wari udan tersebut. Kelima orang tersebut kemudian dipersiapkan pakaian dan perlengkapannya. Kelima orang tesebut akan memainkan perannya sebagai Panglima, Kikir Labang, Anak Perana, Singuda- nguda dan Tubinggang. Selain itu, mereka juga diminta untuk mengingat nenek moyang mereka yang pertama sekali membuat Tembut-Tembut tersebut yaitu Pirei Sembiring Depari. Bila ada rasa khawatir atau ketakutan dalam memainkan tembut-tembut tersebut, maka disarankan untuk jiarah dan manabur bunga ke makam Pirei Sembiring Depari yang berada di pinggir Desa Seberaya. Mengenai persiapan- persiapan secara ritual nantinya akan dipersiapkan oleh guru si baso dukun itu sendiri pada saat ndilo wari udan. Dan sebelum acara tersebut berlangsung, tembut-tembut akan dimandikan terlebih dahulu dengan ramuan tertentu. Pada hari pelaksanaan ndilo wari udan, sekitar jam tujuh pagi semua tembut-tembut dikeluarkan dari kotaknya kemudian dibariskan di halaman depan rumah. Setelah dibersihkan sejenak maka tembut-tembut tersebut dimandikan 63 dengan air yang telah dicampur dengan abu dapur, tiga buah rimo mukur dan bunganna jeruk purut dan bunganya, bunga sapa tujuh jenis sejenis bunga dan indung kuning gersing induk kunyit. Semua ramuan tersebut harus dipotong menggunakan pisau atau pedang buatan Pirei Sembiring. Adapun urutan dalam memandikan tembut-tembut adalah yang pertama sekali topeng panglima, kemudian topeng kikir labang, disusul topeng anak perana, topeng tubinggang atau manuk sigurda-gurdi dan yang terakhir adalah topeng singuda-nguda. Urutan memandikan ini diyakini berdasarkan urutan pembuatan topeng tersebut oleh Pirei Sembiring Depari. Menurut Dwikora Sembiring Depari yang merupakan pewaris tembut-tembut saat ini, proses memandikan tembut-tembut ini sudah berlangsung sejak dahulu dan belum ada yang dirubah. Setelah selesai dimandikan dan dikeringkan, para anak beru memainkan topeng tersebut menuju kesain, dimana warga telah menanti.

IV.1.4 Bagian-Bagian Upacara Ndilo Wari Udan

Dalam pelaksanaan ndilo wari udan, terdapat bagian-bagian sesuai dengan hal yang merupakan inti kegiatan. Pada dasarnya, bagian-bagian tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya, karena merupakan serangkaian kegiatan upacara ndilo wari udan. Secara umum, kegiatan ndilo wari udan dapat dibagi menjadi empat tahapan, yaitu dimulai dari ersimbu, sipalem-palem, ertembut-tembut dan yang terakhir adalah ertoto ku sembahen. Setiap rangkaian dari upacara ini memiliki makna tersendiri, dimana masing-masing tahapan tidak ada yang lebih penting antara yang satu dan lainnya. Tahapan ini dimulai sejak pagi hari dan terus berlanjut sepanjang hari dengan 64 melewati tahap demi tahap dari upacara. Berikut adalah tahapan dari upacara ndilo wari udan.

IV.1.4.1 Ersimbu

Pagi hari sekitar pukul sepuluh, semua masyarakat Desa Seberaya berkumpul di kesain atau halaman rumah dari pemilik tembut-tembut. Pada waktu ini juga barisan prosesi untuk upacara ndilo wari udan disusun. Barisan paling depan adalah guru si baso sebagai pemimpin jalannya upacara ndilo wari udan. Dibelakang guru si baso adalah lima anak beru dari merga Sembiring Depari yang telah memakai topeng tembut-tembut beserta kostum mereka. Di belakang ke lima orang tersebut atau barisan tembut-tembut, terdapat barisan sierjabaten pemain musik gendang lima sendalanen yang akan mengiringi tembut-tembut selama barisan prosesi tersebut berjalan. Barisan berikutnya adalah Kepala Desa, Pengetua atau tokoh kampung, pemilik tembut-tembut dan penduduk Desa Seberaya. Setelah semua barisan siap, maka ahli waris tembut-tembut, membuat atau menyelipkan satu helai belo cawir atau daun sirih di jari-jari tangan yang terbuat dari kayu pemain tembut-tembut tersebut, sebagai tanda minta izin. Kemudian guru si baso memberi aba-aba agar barisan mulai berjalan manuju Lau Kemit. Lau Kemit adalah sungai yang paling besar dan paling dekat dengan Desa Seberaya. Aktivitas pertama sierjabaten adalah memainkan gendang lima sendalanen sebagai repertoar pembuka adalah gendang tangtugut atau si arak-araki yang temponya lambat sehingga sesuai untuk orang berjalan santai. Selama perjalanan, terjadi perubahan repertoar mulai dari yang tempo lambat sampai sangat cepat. Adapun repertoar selengkapnya dalam upacara ndilo wari udan tersebut adalah 65 gendang siarak-araki atau tangtugut lambat, gendang limbe sedang, gendang mbertik rurusen cepat serta gendang peselukken sangat cepat. Setelah sampai di sungai Lau Kemit acara ersimbu dimulai dimana semua orang yang hadir masuk ke dalam sungai. Para penari tembut-tembut terus menari dengan iringan repertoar gendang peseluken. Setelah beberapa saat maka guru si baso membuka topeng tembut-tembut dari masing-masing penari. Penari yang sudah dalam kesurupan mulai melakukan hal yang aneh-aneh, masuk ke dalam air menyirami orang lain, sambil mengucapkan kata-kata tidak sopan, tidak hormat bahkan makian. Aktivitas dari orang-orang yang kesurupan ini membuat suasana orang- orang yang berada di dalam sungai tersebut menjadi riuh, karena banyak yang mangikut-ikutinya terutama untuk saling siram. Bahkan sebahagian ikut untuk mengucapkan kata-kata tidak senonoh dan makian. Kelakuan dari penari tembut- tembut yang kesurupan tersebut bahkan ada yang tergolong sangat dilarang dalam aktivitas sehari-hari masyarakat Karo, seperti mengambil kayu dan diposisiskan seolah-olah kemaluannya, melakukan adegan bersetubuh, bahkan menampung air kencing lalu menyiramkannya kepada orang lain. Namun hal tersebut semua harus dimaklumi dan tidak boleh menyebabkan sakit hati diantara sesama mereka. Pada saat upacara ersimbu ini, makian dan kata-kata kotor akan sering terdengar dilontarkan, sambil menyiramkan air. Bahasa-bahasa yang sehari-hari sangat dicela bahkan dilarang akan dianggap biasa dan dapat dimaklumi pengucapannya pada saat upacara ini berlangsung. Setelah sekian lama kegiatan tersebut berlangsung, maka guru si baso memanggil semua orang yang kesurupan, kemudian menanyakan siapa-siapa roh 66 yang datang tersebut dan apa maunya. Menurut kepercayaan tradisional masyarakat Desa Seberaya, roh-roh atau kekuatan yang membuat kesurupan tersebutlah yang menghalangi turunnya hujan, sehingga apa permintaannya dan kemauannya sebisanya dituruti agar tidak menghalangi turunnya hujan lagi. Orang-orang yang kesurupan tersebut, biasanya meminta bermacam-macam seperti buah pisang, buah jeruk, ayam merah, jeruk purut dan lain sebagainya. Biasanya permintaan tersebut telah disediakan sebelumnya, tetapi bila ada diantara permintaan tersebut yang tidak dipersiapkan maka tugas dan tanggung jawab guru si baso lah yang akan mengantarkannya kemudian. Batas waktu untuk mengantar permintaan tersebut biasanya paling lama tiga hari. Upacara ersimbu ini terakhir kali dilaksanakan adalah pada tahun 1975, ketika musim kemarau yang berkepanjangan dan upacara ndilo wari udan dilaksanakan. Penghilangan acara ersimbu dalam upacara ndilo wari udan tersebut adalah atas dasar pertimbangan masyarakat Desa Seberaya, terutama tokoh-tokoh agama, dimana dianggap bertentangan dengan ajaran agama Kristen dan Islam. Hal ini karena dalam bagian tersebut ada salah satu aktivitasnya dalam bentuk kesurupan. Tokoh-tokoh agama menyatakan bahwa adanya kesurupan tersebut merupakan hal yang bertentangan dengan ajaran Kristiani dan Islam, bahkan dianggap merupakan suatu persekutuan dengan setan, dikarenakan agama telah menjadi suatu pedoman hidup dan telah diterima oleh masyarakat Seberaya. Selain itu ada juga pengucapan kata-kata kotor atau tidak senonoh, yang kadang juga diikuti tindakan yang tidak sopan seperti memposisikan kayu sebagai alat kelamin dan melakukan adegan bersetubuh dianggap tidak dapat ditoleransi 67 lagi dari segi agama. Bila itu dilakukan adalah suatu kegiatan yang menurut kepada kehendak setan.

IV.1.4.2 Sipepalem-Palemen

Setelah acara ersimbu selesai, dilanjutkan dengan acara sipepalem- palemen. Dalam acara ini, penari tembut-tembut yang keserupun telah disadarkan oleh guru si baso, setelah permintaannya dipenuhi. Semua orang-orang yang masih berada di Sungai Lau Kemit naik ke darat. Kemudian acara si pepalem- palemen dimulai dari para pemain tembut-tembut, dengan menyalami seluruh orang-orang tanpa terkecuali. Kemudian kegiatan serupa juga diikuti oleh semua orang yang hadir dalam upacara tersebut. Adapun yang merupakan tujuan dari acara si pepalem-palemen ini adalah untuk saling meminta maaf kepada sesama orang yang mengikuti acara ini, kerena pada saat ersimbu sebelumnya banyak kata-kata yang tidak pantas diucapkan bahkan juga perbuatan yang tidak sopan dilakukan. Untuk menghindari adanya sakit hati, maka semua peserta upacara harus saling memaafkan dan tidak boleh ada unsur dendam, sebab hal itu dilakukan karena adanya keinginan mereka bersama yaitu agar hujan segera turun. 68

IV.1.4.3 Ertembut- Tembut

Bagian ketiga dari upacara ndilo wari udan upacara memanggil hujan disebut dengan ertembut-tembut. Sama seperti hendak berangkat ersimbu, maka barisan pun diatur sedemikian rupa, barisan paling depan adalah guru si baso sebegai pemimpin jalannya upacara ndilo wari udan. Di belakangnya adalah lima orang anak beru dari merga Sembiring Depari yang sudah memakai tembut- tembut lengkap. Berikutnya adalah barisan sierjabaten pemain musik gendang lima sendalanen yang akan mengiringi tembut-tembut selama barisan prosesi tembut berjalan. Dibelakang mereka adalah Kepala Desa, Pengetua Kampung, pemilik tembut-tembut dan penduduk Desa Seberaya. Perbedaab permainan tembut-tembut ketika hendak acara ersimbu dan setelah acara ersimbu adalah, ketika memainkan tembut-tembut setelah acara ersimbu, yaitu sebagai pusat perhatian yang utama adalah tembut-tembut tersebut. Anggota dari barisan yang ingin melihat bagaimana permainan tembut-tembut dapat menghampiri lebih dekat, namun pemain tembut-tembut biasanya mendekatkan wajahnya sehingga orang yang mendekat tersebut ketakutan menjauh sehingga suasana menuju kampung ini biasanya meriah diiringi gelak tawa dari orang-orang yang merasa geli melihat adanya yang ketakut dibuat tembut-tembut. Pada saat prosesi menuju kampung ini sebahagian orang yang sudah boleh mendahului tembut-tembut untuk dapat menyaksikan lebih jelas, namun tetap dalam suatu rombongan. Pada saat ini suasana kegembiraan sudah mulai muncul karena sesuai dengan kebiasaan langit sudah mulai mendung dan bahkan kadang hujan rintik-rintik sudah mulai turun. 69

IV.1.4.4 Ertoto Ku Sembahen

Tahapan yang terakhir adalah ertoto ku sembahen, yaitu mendatangi tempat-tempat yang dianggap memiliki keramat, acara ini dipimpin oleh guru si baso. Untuk Desa Seberaya, acara ertoto ku sembahen dilakukan di beberapa tempat sekeliling desa. Sehingga pada saat ertoto ku sembahen ini barisan prosesi ndilo wari udan berjalan mengelilingi desa. Sambil berkeliling dipandu oleh guru si baso, di tempat-tempat yang dianggap ada keramatnya diberikan sesaji seperti sirih dan rokok. Selain guru si baso, orang yang lain pun dapat memberikan sesaji apabila di tempat tersebut ada yang merasakan atau menganggap ada penghuninya. Maksud dari ertoto ku sembahen ini adalah meminta izin dan restu atau memohon kepada seluruh kekuatan-kekuatan gaib tersebut agar jangan lagi menghalangi turunnya hujan. Pada saat ini, tembut-tembut menari-nari mengikuti iringan musik. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat siang menjelang sore hari. Selesai kegiatan ini, maka seluruh peserta ndilo wari udan berkumpul kembali di kesain, kemudian Kepala Desa mengumumkan bahwa upacara ndilo wari udan telah selesai dilakukan. Kata-kata terima kasih disampaikan kepada segenap pihak yang telah mendukung dang berperan serta, seperti pemilik tembut- tembut, guru si baso, sierjabaten dan lain sebagainya. Biasanya pada saat ini, hujanpun sudah turun, menurut Dwikora Sembiring Depari belum pernah gagal pelaksanaan upacara ndilo wari udan untuk memanggil hujan turun selama dia mengikutinya. 70 Bila dalam pembicaraan awal disepakati, maka setelah acra ini selesai dapat juga dilakukan acara makan bersama di kesain, untuk acara makan bersama di kesain ini, biasanya tergantung situasi dan keadaan ekonomi masyarakat setempat. Bila acara makan tidak dilaksanakan, setelah istirahat sebentar dan pengumuman selesai dari Kepala Desa, maka anggota prosesi sudah dapat meninggalkan tempat, pulang ke rumah masing-masing.

IV.1.5 Unsur-Unsur Dalam Upacara Ndilo Wari Udan.

Menurut Danajaya 1986:41, dalam hal penyajian kesenian dalam suatu upacara masyarakat, dalam hal ini upacara ndilo wari udan dalam masyarakat Desa Seberaya, ada beberapa hal yang perlu diungkapkan yaitu : waktu dan tempat penyajian; pendukung penyajian; perlengkapan penyajian; dan proses penyajian. Sehubungan dengan waktu dan tempat penyajian, pendukung penyajian dan perlengkapan penyajian, maka akan diuraikan satu persatu di bawah ini. Sedang mengenai proses penyajian, semuanya sudah terangkum dalam sub bab bagian-bagian dalam upacara ndilo wari udan yang terurai menjadi empat bagian yaitu : ersimbu, sipepalem-palemen, ertembut-tembut dan ertoto ku sembahen. 71

IV.1.5.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Upacara

Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan upacara ndilo wari udan ini biasanya hanya satu hari. Dalam satu hari tersebut adalah mulai dari pukul tujuh pagi sampai sore hari. Pelaksanaan upacara ndilo wari udan dianggap mulai ketika tembut-tembut dikeluarkan dari tempatnya lalu diberi sesajen di-pir-piri didepan rumah ahli warisnya,yaitu Dwikora Sembiring Depari,sebelum bergerak menuju kesain. Mengenai tempat penyajian ada beberapa tempat yang dipergunakan yaitu : kesain, sungai Lau Kemit dan temapt-tempat yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Kesain dipergunakan sebagai tempat mengawali upacara dan mengakhiri upacara. Sedangkan Sungai lau Kemit adalah tempat yang dipergunakan untuk pelaksanaan acara ersimbu. Sedang tempat-tempat yang dianggap memiliki kekuatan gain adalah tempat meletakkan atau menyampaikan sesajen yang tujuannya memohon agar tidak menghalangi lagi turunnya hujan. Sebenarnya jalan menuju Sungai lau Kemit dan sekeliling desa juga masih dapat dikatakan sebagai tempat pelaksanaan upacara, karena bagian-bagian upacara ndilo wari udan dilaksanakan dalam suatu rangkaian atau kesatuan. Sementara, kedua tempat tersebut dilalui dalam melaksanakan dalam melaksanakan bagian upacara tersebut. 72

IV.1.5.2 Pemimpin dan Pendukung Upacara

Sekalipun Kepala Desa dan ahli waris tembut-tembut sebenarnya memiliki peran yang besar dalam pelaksanaan upacara ndilo wari udan. Namun kepala desa lah yang mengorganisir sehingga upacara ndilo wari udan dapat terlaksana. Dalam hal lain, ahli waris tembut-tembut harus memberi restu dan izin tembut- tembutnya di keluarkan dan dimainkan dalam upacara tersebut, sementara diakui bahwa kekuatan yang utama untuk memanggil hujan tersebut ada pada tembut- tembut. Namun demikian, kedua pihak tersebut mengakui dan masih membutuhkan orang khusus orang pintar untuk memandu jalannya upacara ndilo wari udan yaitu guru si baso. Dengan kata lain, yang dapat dikatakan sebagai pemimpin upacara ndilo wari udan adalah guru si baso tersebut. Sebagai pendukung upacara ndilo wari udan di Desa Seberaya dapat dikatakan seluruh masyarakat yang terdapat di desa tersebut. Mulai dari pengkat- perangkat pemerintahan desa, tokoh-tokoh masyarakat, penduduk desa, baik laki- laki atau perempuan, tua- muda maupun anak-anak. Hal ini dikatakan karena semua masyarakat tersebut terlibat dalam upacara ndilo wari udan, sekalipun perannya berbeda-beda. 73

IV.1.5.3 Perlengkapan Upacara

Untuk perlengkapan upacara ndilo wari udan sebenarnya terdapat banyak hal, namun sebagai perlengkapan inti adalah seperangkat tembut-tembut. Hal ini dikatakan sesuai dengan penuturan Dwikora Sembiring Depari, bahwa hanya dengan mengeluarkan tembut-tembut tersebut dari tempatnya maka hujan akan turun. Selain itu alasan berikutnya, sejak tahun 1975 dimana acara ersimbu tidak pernah dilaksanakan lagi, namun upacara ndilo wari udan masih pernah dilaksanakan hanya dengan menampilkan tembut-tembut. Perlengkapan berikutnya adalah yang dipergunakan untuk memandikan tembut-tembut yang terdiri dari air yang telah dicampur dengan abu dapur disaring, rimo mukur tiga buah dan bungana jeruk purut dan bunganya, bunga sapa tujuh buah sejenis bunga, dan indung kuning gersing umbi utama induk kunyit. Pada saat tembut-tembut akan dimainkan dibutuhkan juga perlengkapan upacara yaitu belo cawir yang diselipkan masing-masing satu helai di jari-jari tangan kayu dari tembut-tembut tersebut. Dari segi musik, pengiring peralatan yang dibutuhkan adalah ensambel Gendang Lima Sendalanen gendang lima sejalan, antara lain terdiri dari : sarune = sarunai, gendang singindungi = gendang indukibu, gendang singanaki = gendang anak, gung = gong, serta penganak = gong kecil. Ensambel ini nantinya akan memainkan beberapa repertoar dengan tempo yang beragam sebagai iringan dari tembut-tembut, yaitu gendang siarak-araki atau tangtugut lambat, gendang limbe sedang, gendang mbertik rurusen cepat serta gendang peselukken sangat cepat. 74

IV.2 Fungsi Tembut-Tembut Sebagai Sarana Hiburan