Universitas Sumatera Utara
mendalam dan memudahkan peneliti untuk menganalisis data yang diperoleh.
2. Peneliti juga memberikan batasan pada remaja perempuan berusia
12–17 tahun yang bertempat tinggal di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.
3. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana strategi penyingkapan diri
self disclosure yang dilakukan oleh seorang ibu tunggal dengan anak remaja perempuannya dalam aspek keuangan dan pekerjaan.
4. Peneliti juga menjelaskan gambaran tentang proses penyingkapan
diri self disclosure seorang ibu tunggal dengan anak remaja perempuannya melalui pendekatan teori penetrasi sosial.
1.3 Fokus Masalah
Orangtua tunggal menjadi fenomena yang dianggap biasa di Indonesia.Kehamilan di luar pernikahan, korban perkosaan, perceraian, ataupun
kematian merupakan beberapa penyebab dari single parent yang dapat membuat struktur keluarga mengalami perubahan peran dan beban tugas dalam mengasuh
anak. Inilah yang akan menentukan komunikasi pengasuhan antara orangtua tunggal dengan anak.
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan yang menjadi fokus masalah adalah “Bagaimana Strategi
Penyingkapan Diri Self Disclosure Ibu Tunggal dalam aspek pekerjaan dan keuangan dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan
Tuntungan Kota Medan?”
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mencerminkan langkah operasionalisasi penelitian.Tujuan penelitian bukanlah tujuan dalam artian untuk kepentingan
proposal yang sedang dibuat, misalnya sebagai persyaratan awal penulisan tugas akhir, melainkan terkait dengan masalah apa yang akan diteliti. Sehingga, tujuan
penelitian harus sejalan dan sinkron dengan masalah penelitian yang sudah ada Widodo, 2004: 31.
Universitas Sumatera Utara
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui strategi penyingkapan diri self disclosure ibu tunggal dalam aspek pekerjaan dan keuangan dengan remaja
perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.
2. Untuk mengetahui kesulitan yang ditemukan ibu tunggal dengan
remaja perempuan dalam proses penyingkapan diri self disclosure.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian umumnya dipilah menjadi dua kategori, yakni teoritisakademik dan praktisfragmatis.Manfaat teoritisakademis terkait dengan
kontribusi tertentu dari penyelengaraan penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu pengetahuan serta dunia akademik.Sedangkan manfaat praktis bertalian
dengan kontribusi praktis yang diberikan dari penyelenggaraan penelitian terhadap obyek penelitian, baik individu, kelompok, maupun
organisasi.Kontribusi praktis tersebut harus terkait dengan bidang kajian yang diteliti Widodo, 2004:33-34.
Manfaat dari penelitian ini adalah : 1.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta memberikan sumbangsih bagi mahasiswai Ilmu
Komunikasi ataupun masyarakat secara umum yang ingin mengetahui dan memperluas wacana seputar penyingkapan diri
self disclosure orangtua tunggal dengan anak. 2.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
3. Secara akademis, penelitian ini mampu menambah dan
memperkaya khasanah penelitian dan sumber literatur di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
8
Universitas Sumatera Utara
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 PerspektifParadigma Kajian
Memilih suatu paradigma adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh seorang peneliti agar penelitiannya dapat menempuh alur berpikir yang dapat
mencapai tujuan yang diinginkan. Melalui paradigma pula seseorang peneliti akan memiliki cara pandang yang memandunya selama melakukan proses penelitian.
Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.
Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Mulyana 2003: 9 mengatakan paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan
kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan ekstensial dan epitimologi yang panjang.
Paradigma memberikan sistematisasi dan sekaligus konstruksi cara pandang untuk menangkap objek realitas kebenaran yang ada pada seluruh bagian
ilmu pengetahuan. Para ilmuwan juga sering mengidentifikasi paradigma sebagai perangkat “normal science”, yaitu sebuah konstruk yang menjadi wacana dalam
temuan-temuan ilmiah. Paradigma akan membimbing seorang peneliti dalam merumuskan orientasinya dalam seluruh analisis-analisisnya. Paradigma dalam
wilayah riset penelitian sebenarnya merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian. Naryawa, 2006:96.
Menurut Neuman 1997: 62-63 istilah paradigma dapat didefinisikan sebagai keseluruhan sistem pemikiran, yang mencakup asumsi-asumsi dasar,
pertanyaan-pertanyaan penelitian penting yang harus dijawab, tehnik-tehnik penelitian yang digunakan dan contoh-contoh penelitian ilmiah yang
baik.Sementara Baxter dan Babbie 2004: 66 berpendapat paradigma sebagai model dasar atau skema yang mengorganisasikan pandangan kita tentang
realitas.Peneliti memiliki pendapat sendiri mengenai paradigma yaitu pandangan atau anggapan dasar tentang suatu fenomena sosial.
Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata, paradigma memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan
Universitas Sumatera Utara
teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Paradigma juga bisa berarti sebuah ideologi berpikir dan sekaligus praktik sekelompok
komunitas orang yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, mereka memiliki seperangkat aturan dan kriteria yang sama untuk menilai aktivitas
penelitian dan sekaligus menggunakan metode yang serupa. Tidak adanya seperangkat dasar pemikiran yang tercermin pada sebuah paradigma, bisa
dipastikan bahwa sebuah penelitian tertentu akan mengalami ketumpulan ataupun bias dalam penelitian. Naryawa, 2006:96.
Pada hakikatnya, paradigma memberikan batasan-batasan tertentu apa yang harus dikerjakan, dipilih dan diproritaskan dalam sebuah penelitian.
Pengertian paradigma merujuk pada sistem asumsi-asumsi teori yang digunakan sebagai alat bantu untuk membangun pertanyaan ataupun perkiraan tentang
fenomena yang diteliti. Singkatnya, paradigma merupakan sebuah gagasan atau pemikiran dasar yang akan mempengaruhi proses berpikir peneliti dan cara kerja
juga cara bertindak dalam suatu penelitian yang dilakukan. Naryawa, 2006:101. Paradigma di dalam Ilmu Komunikasi berdasarkan metodologi penelitian
yang dikemukakan oleh Dedy N.Hidayat Bungin, 2009:241 ada tiga, yaitu Paradigma Klasik Classical Paradigm, Paradigma Kritis Critical Paradigm,
dan Paradigma Konstruktivisme Constructivism Paradigm. Paradigma Klasik gabungan dari paradigma ‘positivism’
dan ‘post-positivsm’ bersifat ‘interventionist’, yaitu melakukan hipotesis melalui laboratorium, eksperimen,
atau survey eksplanatif dengan analisis kuantitatif. Objektivitas, validitas, dan realibilitas diutamakan dalam paradigma ini. Naryawa, 2006:101
Paradigma kritis lebih mengutamakan partisipasi aktif dalam penelitiannya.Artinya, peneliti dalam paradigma kritis disini mengutamakan
analisis komprehensif, kontekstual, multilevel analisis, dan peneliti berperan sebagai aktivis atau partisipan.Paradigma konstruksionis memandang realitas
kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis
adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma
konstruksionis ini sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan
Universitas Sumatera Utara
pertukaran makna. Konstruktivisme justru menganggap subjek
komunikandecoder sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial. Bungin, 2008: 241
Berdasarkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian kualitatif, maka peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Hal ini dikarenakan
paradigma konstruktivisme adalah cara pandang yang melihat sebuah pengetahuan sebagai struktur konsep yang dibentuk. Paradigma konstruktivis,
yaitu paradigma yang hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu
pengetahuan.Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci
terhadap perilaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara mengelola dunia sosial mereka Hidayat, 2003: 3.
Paradigma konstruktivis melihat bagaimana suatu realitas sosial dikonstruksikan.Fenomena sosial dipahami sebagai suatu realitas yang telah
dikonstruksikan. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas itu dikonstruksi, dengan
cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam hal ini, komunikasi dilihat sebagai faktor konstruksi itu sendiri.Melalui paradigma konstruktivisme yang memandang
bahwa pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat yang berlaku ini peneliti ingin melihat proses penyingkapan diri self disclosure orangtua tunggal
dengan anak terutama ibu tunggal dengan remaja perempuannya di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Penelitian menekankan
bagaimana strategi dan kemudahan serta kesulitan yang dihadapi oleh ibu tunggal terhadap remaja perempuannya.Maka, untuk melihat hal tersebut, peneliti
menggunakan cara pandang atau paradigma konstruktivisme sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian.
Pada intinya paradigma konstruksionis menyatakan bahwa realitas adalah hasil konstruksi, dan pada akhirnya realitas yang ada di dunia ini tidaklah bersifat
objektif, semuanya memiliki subjektifitas dari yang membuat maupun yang
Universitas Sumatera Utara
menerima realitas itu. Perspektif atau cara pandang dalam realitas juga mempengaruhi terhadap penilaian sesuatu realitas
2. 2 Uraian Teoritis