Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan)

(1)

1

Universitas Sumatera Utara

PENYINGKAPAN DIRI (SELF DISCLOSURE) ORANGTUA

TUNGGAL DENGAN ANAK

( Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan )

SKRIPSI

NURUL AINI PUTRI 110904008

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENYINGKAPAN DIRI (

SELF DISCLOSURE

) ORANGTUA

TUNGGAL DENGAN ANAK

( Fenomenologi Penyingkapan Diri (

Self Disclosure

) Ibu Tunggal

dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan

Tuntungan Kota Medan )

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

NURUL AINI PUTRI 110904008

Program Studi : Public Relation

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ii

Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

Lembar Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Nurul Aini Putri

NIM : 110904008

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan)

Medan, 23 Juni 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Humaizi, M.A Dra. Fatma Wardy Lubis, MA

NIP. 195908091986011002 NIP. 196208281987012001

Dekan FISIP

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Nurul Aini Putri

Nim : 110904008

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : PENYINGKAPAN DIRI (SELF DISCLOSURE) ORANGTUA TUNGGAL DENGAN ANAK

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di : Medan


(5)

iv

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Nurul Aini Putri NIM : 110904008

Tanda Tangan :


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’alamin. Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan kuasa-Nya yang telah dilimpahkan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk melengkapi gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menyadari banyak dukungan serta bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak, khususnya kepada kedua orang tua terkasih, Alm. Sujito dan Juminem atas segala cinta kasih, doa serta dukungan yang terus mengalir tanpa henti sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula dukungan dari kakak tercinta Sri Diana S.E atas pengajaran, motivasi, ilmu, dan semangatnya.Untuk keponakan kesayangan Annisa Aulia Rahmah yang selalu memberikan hiburan disela-sela pengerjaan skripsi. Serta dukungan dari teman-teman tercinta yang telah memberikan masukan, semangat dan dukungan tanpa henti.

Dalam kesempatan ini, peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan FISIP USU, Prof. Dr. Badaruddin, M.Si.

2. Ketua Departemen Ilmu Komunikasi, Dra. Fatma Wardy Lubis, MA. 3. Dosen Pembimbing, Drs. Humaizi, MA . Terimakasih banyak atas saran,

masukan, semangat, yang terus di berikan setiap bimbingan. Terimakasih telah membantu sampai selesainya skripsi ini, Pak.

4. Dosen wali yang telah memberikan banyak pengarahan dan juga membimbing selama masa perkuliahan, Dra. Dewi Kurniawati, M.Si.

5. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan bekal pengetahuan selama masa perkuliahan berlangsung.

6. Seluruh Staff di Departemen Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu.

7. Penyemangat saya, Habibullah Yusyaf yang selalu memberi nasehat dalam banyak hal dan motivasi setiap waktunya.


(7)

vi

Universitas Sumatera Utara 8. Para sahabat yang tanpa lelah memberikan semangat dalam pengerjaan

skripsi dan menghibur saat semangat mulai luntur Dwi Anita, M. Syahnan Sitorus, dan Kamira Rizlah.

9. Para ibu tunggal sebagai informan saya yang telah meluangkan waktunya untuk melengkapi data-data keperluan skripsi saya, kalian wanita hebat. 10.Sahabat ANTO KOMUNIKASI 2011 yang selalu membuat hari kuliah

lebih berwarna, pengalaman inisiasi Tongging yang penuh cerita dan kenangan.

11.Seluruh teman-teman (senior ataupun junior) Ilmu Komunikasi FISIP USU yang selalu memberikan semangat.

Semoga Allah memberikan imbalan dan rakhmat-Nya atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini belum mencapai kesempurnaan, maka dari itu dengan segala kerendahan hati, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran guna membangun penyempurnaan skripsi ini dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 23 Juni 2015

Peneliti,


(8)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nurul Aini Putri

NIM : 110904008

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Universitas Sumatera Utara

Jenis karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive Royalty – Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul Blog dan Tingkat Keterbukaan Diri (Studi Korelasional tentang penggunaan fasilitas Blog di Internet terhadap tingkat Keterbukaan Diri pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2013 FISIP USU). Dengan Hak Bebas Royalty Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : 23 Juni 2015

Yang Menyatakan


(9)

viii

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua dengan Anak.(Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Dsiclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan).Penyingkapan diri (self disclosure) merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan DeVito bahwa keterbukaan diri / penyingkapan diri ialah membagi informasi pribadi meliputi pikiran, perasaan, pendapat pribadi dan juga informasi yang disembunyikan pada orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi penyingkapan diri (self disclosure) ibu tunggal dengan remaja perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan dan untuk mengetahui kesulitan dan kemudahan yang ditemukan ibu tunggal dengan remaja perempuan dalam proses terjadinya penyingkapan diri (self disclosure). Teori pendukung yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, Teori Komunikasi, Teori Komunikasi Antar Pribadi, Teori Penyingkapan Diri (Self Disclosure), Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory), dan Teori Johari Window.Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi kualitatif, yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi situasi ataupun fenomena tertentu.Penelitian ini menggunakan paradigma konstrutivisme sebagai pendekatan.Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil melalui penelitian kepustakaan dan wawancara mendalam terhadap informan. Penelitian dilakukan dalam jangka waktu 8hari yakni 31 Januari sampai dengan 7 Februari 2015.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Miles and Huberman yaitu peneliti melakukan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.Hasil penelitian yang diperoleh ialah ibu tunggal yang memiliki anak remaja perempuan berhasil melakukan penyingkapan diri (self disclosure). Dengan adanya umpan balik (feed back) yang diterima ibu tunggal merupakan salah satu kunci keberhasilan dari penyingkapan diri (self disclosure) sehingga tujuan yang ingin diraih bisa dicapai yaitu terjalinnya keintiman, keakraban, dan hubungan yang mendalam.


(10)

ABSTRACT

This study is titled Self Disclosure between Parents and Children. (Phenomenology of Self Disclosure between Single Mother and teenage girl at KelurahanManggaKecamatan Medan Tuntungan Kota Medan). Self Disclosure is an activity to share feeling and information that familiar with others. According to DeVito’s opinion that self disclosure is to share personal information including thought, feeling, personal opinion and also information that is hidden to others. This study aims to determine the strategy of self-disclosure between a single mother and a teenage girl in KelurahanManggaKecamatan Medan Tuntungan Kota Medan and to know the difficulties and the ease of single mother was found with teenage girl in the process of self-disclosure. Supporting theory used in this study, Communication Theory, Inter-Personal Communication Theory, Theory of Self Disclosure, Social Penetration Theory, and Johari Window Theory. The method used in this research is qualitative phenomenological method, which aims to illustrate, summarize a variety of condition, some situations, or various phenomena of social realities that exist in the community that becomes the object of research and trying to pull it to the surface of reality as a trait, character, nature, model, sign or picture of the situation or the particular phenomenon. This study uses paradigm konstrutivisme approach. Through a qualitative approach, data obtained from the field were taken through literature research and in-depth interviews of informants. Research carried out within 8 days of the January 31 to February 7, 2015. The data analysis technique used in this study is Miles and Huberman that researchers do data reduction, data presentation, and conclusion and verification. The results obtained are single mothers who had adolescent girls successfully perform self-disclosure. With the feedback received a single mother is one key to the success of self-disclosure so that the objectives that want to be achieved can be achieved, i.e. the establishment of intimacy, familiarity, and deep relationship.


(11)

x

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PENYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1KonteksMasalah ... 1

1.2BatasanMasalah... 5

1.3FokusMasalah ... 6

1.4TujuanPenelitian ... 6

1.5ManfaatPenelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Perspektif / ParadigmaKajian ... 8

2.2 UraianTeoritis ... 11

2.2.1 KomunikasiAntarPribadi ... 11

2.2.2 PenyingkapanDiri (Self Disclosure) ... 12

2.2.3 TeoriPenetrasiSosial (Social Penetration Theory) ... 25

2. 3 KerangkaPemikiran ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. 1 MetodePenelitian... 31

3. 2 ObjekPenelitian ... 32

3. 3 SubjekPenelitian ... 32

3. 4 KerangkaAnalisis ... 33

3. 5 TeknikPengumpulan Data ... 34

3. 6 TeknikAnalisis Data ... 40


(12)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil ... 45

4. 1. 1 HasilPenelitian ... 45

4. 1. 2 LokasiPenelitian ... 46

4. 1. 3 DeskripsiPenelitian ... 46

4. 1. 4 ProfilInforman ... 55

4. 1. 4. 1 ProfilInforman 1 (Ibu H.L) ... 55

4. 1. 4. 2 ProfilInforman 2 (Ibu L.S) ... 56

4. 1. 4. 3 ProfilInforman 3 (Ibu W.Y) ... 57

4. 1. 5 PenyingkapanDiriMasing-masingInforman ... 60

4. 2 Pembahasan ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 86

4.2 Saran ... 88

DAFTAR REFERENSI ... 90 LAMPIRAN


(13)

xii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Panduan WawancaraPenelitian ... 37

2. KarakteristikInformanPenelitian ... 59


(14)

DAFTAR GAMBAR

1. JendelaJohari ... 14

2. Contoh Daerah-Daerah dalam Jendela Johari ... 16

3. KerangkaPemikiran ... 29


(15)

xiv

Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN

1. Biodata dan Karakteristik Informan 2. Quisioner Penelitian

3. Daftar Pertanyaan Wawancara Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak

4. Hasil Wawancara Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak

5. Biodata Peneliti


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua dengan Anak.(Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Dsiclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan).Penyingkapan diri (self disclosure) merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan DeVito bahwa keterbukaan diri / penyingkapan diri ialah membagi informasi pribadi meliputi pikiran, perasaan, pendapat pribadi dan juga informasi yang disembunyikan pada orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi penyingkapan diri (self disclosure) ibu tunggal dengan remaja perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan dan untuk mengetahui kesulitan dan kemudahan yang ditemukan ibu tunggal dengan remaja perempuan dalam proses terjadinya penyingkapan diri (self disclosure). Teori pendukung yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, Teori Komunikasi, Teori Komunikasi Antar Pribadi, Teori Penyingkapan Diri (Self Disclosure), Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory), dan Teori Johari Window.Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi kualitatif, yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi situasi ataupun fenomena tertentu.Penelitian ini menggunakan paradigma konstrutivisme sebagai pendekatan.Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil melalui penelitian kepustakaan dan wawancara mendalam terhadap informan. Penelitian dilakukan dalam jangka waktu 8hari yakni 31 Januari sampai dengan 7 Februari 2015.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Miles and Huberman yaitu peneliti melakukan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.Hasil penelitian yang diperoleh ialah ibu tunggal yang memiliki anak remaja perempuan berhasil melakukan penyingkapan diri (self disclosure). Dengan adanya umpan balik (feed back) yang diterima ibu tunggal merupakan salah satu kunci keberhasilan dari penyingkapan diri (self disclosure) sehingga tujuan yang ingin diraih bisa dicapai yaitu terjalinnya keintiman, keakraban, dan hubungan yang mendalam.


(17)

ix

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

This study is titled Self Disclosure between Parents and Children. (Phenomenology of Self Disclosure between Single Mother and teenage girl at KelurahanManggaKecamatan Medan Tuntungan Kota Medan). Self Disclosure is an activity to share feeling and information that familiar with others. According to DeVito’s opinion that self disclosure is to share personal information including thought, feeling, personal opinion and also information that is hidden to others. This study aims to determine the strategy of self-disclosure between a single mother and a teenage girl in KelurahanManggaKecamatan Medan Tuntungan Kota Medan and to know the difficulties and the ease of single mother was found with teenage girl in the process of self-disclosure. Supporting theory used in this study, Communication Theory, Inter-Personal Communication Theory, Theory of Self Disclosure, Social Penetration Theory, and Johari Window Theory. The method used in this research is qualitative phenomenological method, which aims to illustrate, summarize a variety of condition, some situations, or various phenomena of social realities that exist in the community that becomes the object of research and trying to pull it to the surface of reality as a trait, character, nature, model, sign or picture of the situation or the particular phenomenon. This study uses paradigm konstrutivisme approach. Through a qualitative approach, data obtained from the field were taken through literature research and in-depth interviews of informants. Research carried out within 8 days of the January 31 to February 7, 2015. The data analysis technique used in this study is Miles and Huberman that researchers do data reduction, data presentation, and conclusion and verification. The results obtained are single mothers who had adolescent girls successfully perform self-disclosure. With the feedback received a single mother is one key to the success of self-disclosure so that the objectives that want to be achieved can be achieved, i.e. the establishment of intimacy, familiarity, and deep relationship.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Konteks Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, artinya manusia saling berinteraksi dan membutuhkan sesama dimana ia berada. Interaksi yang dilakukan salah satunya adalah berkomunikasi. Menurut Hovland, Janis & Kelley dalam Miller (2005:4) komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau yang biasa disebut komunikator menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya.Selain itu, penting juga bagi manusia untuk memiliki kemampuan dalam menjalin hubungan dengan manusia lain, misalnya dengan anggota keluarga, masyarakat dan lain sebagainya.

Keluarga merupakan suatu unit terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia atau sistem sosial yang terbentuk dalam sistem sosial yang lebih besar.Menurut Setiono (2011:24), ada dua macam keluarga, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga inti adalah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin, sedangkan keluarga besar adalah suatu satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan lingkungan kaum keluarga yang lebih luas dari pada ayah, ibu dan anak–anak.Keluarga yang ideal adalah sebuah keluarga yang lengkap posisi dan peranan komunikasinya.Setiap pasangan dalam sebuah keluarga memiliki peran jenis (sex role), Maksudnya peran yang dilakukan berdasarkan jenis kelamin, dimana ibu sebagai pengasuh dan ayah sebagai penyedia makanan.Hal ini dijelaskan dalam teori peran(roles theory) yaitu menekankan pada kemampuan individu secara simbolik dalam menempatkan diri diantara individu lainnya ditengah interaksi sosial masyarakat, bahwa kita dapat memprediksi perilaku komunikasi dengan melihat peran yang dijalankan dalam keluarga. Ibu sebagai nurturers dan ayah sebagai resource provider. Oleh karena itu, keluarga yang terdiri dari ayah dan dan ibu akan sangat menguntungkan apabila salah satu peran komunikasi diberikan kepada ibu dan fungsi atau peran lainnya kepada ayah (Le Poire, 2006: 56-57).


(19)

2

Universitas Sumatera Utara

Sudut pandang psikososiologis menyebutkan bahwa keluarga mempunyai fungsi sebagai berikut, yaitu: memberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lain, sumber kasih sayang dan penerimaan, model perilaku yang tepat bagi anak, serta pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku sosial yang tepat. Pemenuhan fungsi ini dilakukan melalui komunikasi pengasuhan.Kedua orangtua berbagi peran dalam pengasuhan untuk memenuhi fungsi keluarga bagi anak.Saat fungsi-fungsi tersebut berjalan dengan baik maka keluarga tersebut menjadi keluarga ideal dan harmonis (Yusuf, 2004: 38-41). Dari konsep tersebut, kita dapat memahami bahwa keutuhan keluarga menentukan proses komunikasi pengasuhan yang berlangsung antara orangtua dengan anak. Keluarga dengan orangtua tunggal memiliki kekhasan tersendiri dalam proses komunikasi pengasuhan.

Komunikasi pengasuhan (nurturing communication) sendiri merupakan komunikasi, baik verbal maupun nonverbal yang mendorong perkembangan sosial, emosional, dan intelektual dari anggota keluarga. Komunikasi pengasuhan terlihat melalui kedekatan dalam keluarga yang terkait dengan self disclosure, expression of affection, dan communication support (Le Poire, 2006: 16-17). Keterbukaan dalam komunikasi antara orangtua dengan anak merupakan modal dalam memahami masalah yang dihadapi oleh anak. Komunikasi yang efektif tidak mungkin terjadi bila para pelakunya tidak terbuka dan kurang percaya satu sama lain. Ini sesuai dengan teori tentang hubungan manusia dari Joseph Luft (dalam Liliweri: 2007: 49-50), yaitu self disclosure yang merupakan faktor penting dalam proses komunikasi pengasuhan.

Komunikasi antara orangtua tunggal dengan anak termasuk dalam hubungan diadik.Interaksi yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-harimerupakan bentuk komunikasi yang berpengaruh terhadap hubungan antara keduanya.Joseph A DeVito (1997: 231) menjelaskan komunikasi antarpribadi dalam berbagai definisi.Diantaranya ada definisi yang ditinjau berdasarkan hubungan diadik (relational dyadic), yaitu komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yangmempunyai hubungan yang mantap dan jelas.Namun demikian dalam keluarga single parent pembagian peran komunikasi tidak berjalan layaknya keluarga utuh.Tidak heran jika orangtua tunggal mengalami masalah


(20)

dalam komunikasi pengasuhan antara orangtua dengan anak karena kehilangan salah satu pemegang peran komunikasi dan adanya hambatan psikologis berupa keadaan emosi serta keterbebanan dari anggota keluarga, khususnya orangtua tunggal pasca terpisah atau kehilangan pasangan.

Keluarga single parent dikepalai oleh orangtua tunggal, di mana orangtua tunggal tersebut harus melakukan komunikasi dan kontrol sekaligus.Orangtua tunggal harus mampu beradaptasi dengan kondisi pengasuhan yang harus dijalani akibat perubahan peran dan beban tugas mengasuh anak.Selain itu orangtua tunggal juga memiliki kondisi emosional khusus, seperti kekecewaan dan kesepian karena terpisah atau kehilangan pasangannya. Hal inilah yang bisa menghambat komunikasi antara orangtua tunggal dengan anak dalam proses pengasuhan. Beberapa masalah rumah tangga yang mungkin di alami oleh orangtua tunggal antara lain, yaitu :

• Keterbatasan waktu, hal ini dikarenakan orangtua tunggal harus menjalani peran ganda sebagai ibu juga sekaligus sebagai ayah.

• Masalah keuangan, orangtua tunggal menjadi satu-satunya pemberi penghasilan bagi keluarga.

• Kondisi psikologis orangtua tunggal sebagai dampak dari perceraian atau kematian pasangan.

Anak merupakan bagian dari anggota dalam sebuah keluarga baik sebuah keluarga yang dikatakan ideal dengan ayah dan ibu yang lengkap maupun yang berasal dari keluarga yang hanya dikepalai oleh salah seorang orangtua saja. Seorang anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam kehidupannya dimulai dari masa kanak-kanak, remaja hingga dewasa. Masa remaja merupakan suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan, biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 tahun pada wanita.

Remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”.Kemudian istilah tersebut berkembangdan mempunyai arti yang lebih luas yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980: 206). Menurut Ensiklopedi Psikologi (dalam Harre: 1996: 4), masa remaja


(21)

4

Universitas Sumatera Utara

adalah masa perubahan psikologis dan fisiologis yang cepat, masa penyesuaian yang intensif pada keluarga, sekolah, kerja, serta kehidupan sosial dan penyiapan untuk peran-peran dewasa.Sedangkan menurut John W. Santrock bahwa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional.Dari beberapa pendapat para ahli tersebut di atas, peneliti mempunyai pengertian sendiri tentang arti remaja yaitu masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi perubahan fisik dan psikis.

Anak, khususnya remaja yang berada dalam sebuah keluarga dengan orangtua tunggal juga tidak lepas dari beberapa masalah dalam kehidupannya, antara lain yaitu :

• Kehilangan figur ayah atau ibu, ini dikarenakan hanya memiliki satu orangtua, ayah saja atau ibu saja.

• Keterbatasan keuangan, hal ini karena sumber pemberi pemenuhan kebutuhan hanya dilakukan oleh satu orangtua saja.

• Kedukaan yang menyebabkan keresahan anak, kesulitan untuk bangkit, kurang motivasi yang dapat membawa anak kedalam pergaulan yang salah dan berbagai permasalahan remaja lainnya.

Sebagai salah satu aspek penting dalam hubungan sosial, penyingkapan diri (self disclosure) juga perlu bagi remaja, karena masa remaja merupakan periode individu belajar menggunakan perkembangannya, remaja dituntut lebih belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang lebih luas dan majemuk. Apabila remaja tersebut tidak memiliki kemampuan penyingkapan diri (self disclosure), maka dia akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya dalam lingkungan keluarga banyak dijumpai adanya komunikasi yang kurang efektif antara anak dengan orangtua.Salah satu penyebab adalah kurang adanya penyingkapan diri (self disclosure) anak.

Penyingkapan diri (self disclosure) merupakan tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain menyangkut pengalaman pribadi, perasaan, rencana masa depan, impian, dan lain-lain. Menurut Morton (dalam Dayakisni: 2003: 87), pengungkapan diri (self disclosure) merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang


(22)

lain. Berdasarkan pendapat ahli diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa self

disclosure adalah penyingkapan diri dalam hal membagi informasi yang bersifat

pribadi dalam kondisi yang intim.

Membagi informasi pribadi kepada orang lain bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh siapa saja, termasuk hubungan antara orangtua dengan anak yang tidak didasari oleh suatu keakraban atau keintiman tentu saja didalamnya tidak akan terdapat jalinan komunikasi yang baik. Secara kasat mata, keluarga yang tidak ideal akan menimbulkan banyak permasalahan yang mengakibatkan tidak tercapainya sebuah komunikasi yang efektif. Dalam penelitian ini akan dibahas secara mendalam tentang masalah yang berkenaan dengan apa yang sering dihadapi oleh orangtua tunggal dengan anak remaja dalam proses penyingkapan diri (self disclosure) yang mereka lakukan.

Berangkat dari semua hal yang telah di ungkapkan di atas, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian ini.Topik ini dipilih dan dianggap penting untuk diteliti karena kematian dan perceraian di Indonesia yang terus terjadi mengakibatkan bertambahnya keluarga single parent.Orangtua tunggal menjadi fenomena yang dianggap biasa di Indonesia.

Adapun judul yang di ambil penulis dalam penelitian ini adalah “Peyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak “

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah dibuat untuk menghindari penafsiran yang keliru atas judul penelitian ini.Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasi, sekaligus memudahkan pembaca dalam memahami judul penelitian ini, maka penulis merasa perlu untuk mencantumkan batasan masalah dalam penelitian ini, sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran dalam pembahasan selanjutnya. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Peneliti memfokuskan penelitian ini pada ibu tunggal yang bertempat tingal di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat fokus dalam satu bagian sehingga data yang diperoleh valid, spesifik,


(23)

6

Universitas Sumatera Utara

mendalam dan memudahkan peneliti untuk menganalisis data yang diperoleh.

2. Peneliti juga memberikan batasan pada remaja perempuan berusia 12–17 tahun yang bertempat tinggal di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

3. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana strategi penyingkapan diri (self disclosure) yang dilakukan oleh seorang ibu tunggal dengan anak remaja perempuannya dalam aspek keuangan dan pekerjaan. 4. Peneliti juga menjelaskan gambaran tentang proses penyingkapan

diri (self disclosure) seorang ibu tunggal dengan anak remaja perempuannya melalui pendekatan teori penetrasi sosial.

1.3 Fokus Masalah

Orangtua tunggal menjadi fenomena yang dianggap biasa di Indonesia.Kehamilan di luar pernikahan, korban perkosaan, perceraian, ataupun kematian merupakan beberapa penyebab dari single parent yang dapat membuat struktur keluarga mengalami perubahan peran dan beban tugas dalam mengasuh anak. Inilah yang akan menentukan komunikasi pengasuhan antara orangtua tunggal dengan anak.

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan yang menjadi fokus masalah adalah “Bagaimana Strategi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dalam aspek pekerjaan dan keuangan dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan?”

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mencerminkan langkah operasionalisasi penelitian.Tujuan penelitian bukanlah tujuan dalam artian untuk kepentingan proposal yang sedang dibuat, misalnya sebagai persyaratan awal penulisan tugas akhir, melainkan terkait dengan masalah apa yang akan diteliti. Sehingga, tujuan penelitian harus sejalan dan sinkron dengan masalah penelitian yang sudah ada (Widodo, 2004: 31).


(24)

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui strategi penyingkapan diri (self disclosure) ibu tunggal dalam aspek pekerjaan dan keuangan dengan remaja perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

2. Untuk mengetahui kesulitan yang ditemukan ibu tunggal dengan remaja perempuan dalam proses penyingkapan diri (self disclosure).

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian umumnya dipilah menjadi dua kategori, yakni teoritis/akademik dan praktis/fragmatis.Manfaat teoritis/akademis terkait dengan kontribusi tertentu dari penyelengaraan penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu pengetahuan serta dunia akademik.Sedangkan manfaat praktis bertalian dengan kontribusi praktis yang diberikan dari penyelenggaraan penelitian terhadap obyek penelitian, baik individu, kelompok, maupun organisasi.Kontribusi praktis tersebut harus terkait dengan bidang kajian yang diteliti (Widodo, 2004:33-34).

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta memberikan sumbangsih bagi mahasiswa/i Ilmu Komunikasi ataupun masyarakat secara umum yang ingin mengetahui dan memperluas wacana seputar penyingkapan diri (self disclosure) orangtua tunggal dengan anak.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

3. Secara akademis, penelitian ini mampu menambah dan memperkaya khasanah penelitian dan sumber literatur di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.


(25)

8

Universitas Sumatera Utara BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/Paradigma Kajian

Memilih suatu paradigma adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh seorang peneliti agar penelitiannya dapat menempuh alur berpikir yang dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Melalui paradigma pula seseorang peneliti akan memiliki cara pandang yang memandunya selama melakukan proses penelitian. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Mulyana (2003: 9) mengatakan paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan ekstensial dan epitimologi yang panjang.

Paradigma memberikan sistematisasi dan sekaligus konstruksi cara pandang untuk menangkap objek realitas kebenaran yang ada pada seluruh bagian ilmu pengetahuan. Para ilmuwan juga sering mengidentifikasi paradigma sebagai perangkat “normal science”, yaitu sebuah konstruk yang menjadi wacana dalam temuan-temuan ilmiah. Paradigma akan membimbing seorang peneliti dalam merumuskan orientasinya dalam seluruh analisis-analisisnya. Paradigma dalam wilayah riset penelitian sebenarnya merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian. (Naryawa, 2006:96).

Menurut Neuman (1997: 62-63) istilah paradigma dapat didefinisikan sebagai keseluruhan sistem pemikiran, yang mencakup asumsi-asumsi dasar, pertanyaan-pertanyaan (penelitian) penting yang harus dijawab, tehnik-tehnik penelitian yang digunakan dan contoh-contoh penelitian ilmiah yang baik.Sementara Baxter dan Babbie (2004: 66) berpendapat paradigma sebagai model dasar atau skema yang mengorganisasikan pandangan kita tentang realitas.Peneliti memiliki pendapat sendiri mengenai paradigma yaitu pandangan atau anggapan dasar tentang suatu fenomena sosial.

Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata, paradigma memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan


(26)

teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Paradigma juga bisa berarti sebuah ideologi berpikir dan sekaligus praktik sekelompok komunitas orang yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, mereka memiliki seperangkat aturan dan kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian dan sekaligus menggunakan metode yang serupa. Tidak adanya seperangkat dasar pemikiran yang tercermin pada sebuah paradigma, bisa dipastikan bahwa sebuah penelitian tertentu akan mengalami ketumpulan ataupun bias dalam penelitian. (Naryawa, 2006:96).

Pada hakikatnya, paradigma memberikan batasan-batasan tertentu apa yang harus dikerjakan, dipilih dan diproritaskan dalam sebuah penelitian. Pengertian paradigma merujuk pada sistem asumsi-asumsi teori yang digunakan sebagai alat bantu untuk membangun pertanyaan ataupun perkiraan tentang fenomena yang diteliti. Singkatnya, paradigma merupakan sebuah gagasan atau pemikiran dasar yang akan mempengaruhi proses berpikir peneliti dan cara kerja juga cara bertindak dalam suatu penelitian yang dilakukan. (Naryawa, 2006:101).

Paradigma di dalam Ilmu Komunikasi berdasarkan metodologi penelitian yang dikemukakan oleh Dedy N.Hidayat (Bungin, 2009:241) ada tiga, yaitu Paradigma Klasik (Classical Paradigm), Paradigma Kritis (Critical Paradigm), dan Paradigma Konstruktivisme (Constructivism Paradigm). Paradigma Klasik (gabungan dari paradigma ‘positivism’ dan ‘post-positivsm’) bersifat ‘interventionist’, yaitu melakukan hipotesis melalui laboratorium, eksperimen, atau survey eksplanatif dengan analisis kuantitatif. Objektivitas, validitas, dan realibilitas diutamakan dalam paradigma ini. (Naryawa, 2006:101)

Paradigma kritis lebih mengutamakan partisipasi aktif dalam penelitiannya.Artinya, peneliti dalam paradigma kritis disini mengutamakan analisis komprehensif, kontekstual, multilevel analisis, dan peneliti berperan sebagai aktivis atau partisipan.Paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan


(27)

10

Universitas Sumatera Utara

pertukaran makna. Konstruktivisme justru menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial. (Bungin, 2008: 241)

Berdasarkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian kualitatif, maka peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Hal ini dikarenakan paradigma konstruktivisme adalah cara pandang yang melihat sebuah pengetahuan sebagai struktur konsep yang dibentuk. Paradigma konstruktivis, yaitu paradigma yang hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan.Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap perilaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara / mengelola dunia sosial mereka (Hidayat, 2003: 3).

Paradigma konstruktivis melihat bagaimana suatu realitas sosial dikonstruksikan.Fenomena sosial dipahami sebagai suatu realitas yang telah dikonstruksikan. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas itu dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam hal ini, komunikasi dilihat sebagai faktor konstruksi itu sendiri.Melalui paradigma konstruktivisme yang memandang bahwa pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat yang berlaku ini peneliti ingin melihat proses penyingkapan diri (self disclosure) orangtua tunggal dengan anak terutama ibu tunggal dengan remaja perempuannya di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Penelitian menekankan bagaimana strategi dan kemudahan serta kesulitan yang dihadapi oleh ibu tunggal terhadap remaja perempuannya.Maka, untuk melihat hal tersebut, peneliti menggunakan cara pandang atau paradigma konstruktivisme sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian.

Pada intinya paradigma konstruksionis menyatakan bahwa realitas adalah hasil konstruksi, dan pada akhirnya realitas yang ada di dunia ini tidaklah bersifat objektif, semuanya memiliki subjektifitas dari yang membuat maupun yang


(28)

menerima realitas itu. Perspektif atau cara pandang dalam realitas juga mempengaruhi terhadap penilaian sesuatu realitas

2. 2 Uraian Teoritis

Teori merupakan seperangkat prosisi yang menggambarkan suatu gejala yang terjadi. Proposisi-proposisi yang dikandung dan membentuk teori terdiri atas beberapa konsep yang terjalin dalam hubungan sebab akibat. Namun, karena di dalam teori juga terkandung konsep teoritis, berfungsi menggambarkan realitas dunia sebagaimana yang terjadi diobservasi (Suyanto, 2005: 34).Sedangkan menurut Khusyairi (2006: 37) teori merupakan suatu penjelasan yang sistematis untuk mengobservasi fakta-fakta yang berkaitan dengan aspek tertentu dalam kehidupan.

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan masalah. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disorot (Nawawi, 2001: 39). Dalam penelitian ini teori yang relevan adalah:

2. 2. 1 Komunikasi Antar Pribadi

Kata komunikasi berasal dari perkataan communication, dan perkataan ini berasal dari bahasa Latin communis yang artinya sama, dalam arti kata sama makna mengenai suatu hal. Jadi komunikasi berlangsung antar orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna suatu hal yang dikomunikasi secara jelas (Effendy, 1993: 30).Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang yang saling bereaksi baik secara langsung, verbal maupun non-verbal.Pentingnya komunikasi antar pribadi adalah karena prosesnya yang dialogis yang berarti komunikasi diantara dua orang yang berinteraksi secara aktif.Komunikasi antar pribadi yang paling sering dinilai lebih aktif adalah komunikasi antar pribadi secara tatap muka. Dengan saling bertatap muka, maka akan terjadi kontak pribadi (personal contact).


(29)

12

Universitas Sumatera Utara

2. 2. 2 Penyingkapan Diri (Self Disclosure)

Dalam tindakan komunikasi diri (self) termasuk tindakan yang penting apalagi dalam kehidupan kita sehari-hari. Untuk melakukan proses penyingkapan diri (self disclosure) seseorang harus memahami waktu, tempat, dan keakraban. Kunci sukses dan hal yang paling mendasar dari penyingkapan diri (self disclosure) adalah kepercayaan. Morton (dalam Dayakisni: 2003: 87) pengungkapan diri (self disclosure) merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Baginya,self disclosure ini dapat bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti, jenis pekerjaan, alamat dan usia.Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atauperasaan pribadinya seperti tipe orang yang disukai atau hal-hal yang tidak disukai atau dibenci ungkap Sears (1994:254).

Sedangkan Menurut Johnson (dalam Supratiknya: 1995: 14) self disclosureadalah pengungkapan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan individu tersebut. Jadi yang dimaksud dengan penyingkapan diri (self disclosure) adalah sebuah proses membagi informasi dan perasaan oleh seseorang terhadap orang lain secara jujur untuk mencapai sebuah keterbukaan.Mengungkapkan yang sebenarnya mengenai diri kita kepada orang lainyang juga bersedia mengungkapkan yang sebenarnya tentang dirinya, dipandang sebagai ukuran dari hubungan yang ideal.

Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan DeVito (1997: 62) bahwa keterbukaan diri ialah membagikan informasi pribadi meliputi pikiran, perasaan, pendapat pribadi dan juga informasi yang disembunyikan pada orang lain. Selanjutnya DeVito (1997: 63) mengemukakan beberapa manfaat dari keterbukaan diri antara lain:

1. Pemahaman diri yaitu kita mendapatkan perspektif baru tentang diri sendiri dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilaku kita sendiri,

2. Kemampuan mengatasi kesulitan yaitu kita akan mampu menangani masalah atau kesulitan, khususnya perasaan bersalah melalui keterbukaan diri, dengan mengungkapkan perasaan dan menerima dukungan, kita menjadi lebih siap untuk mengatasi perasaan bersalah,


(30)

3. Efisiensikomunikasi yaitu kita akan mengenal danmemahami apa yang dikatakan seseorangjika kita mengenal baik orang tersebut,karena keterbukaan diri adalah kondisi yangpenting untuk mengenal orang lain, 4. Kedalaman hubungan yaitu kita memberitahuorang lain bahwa kita

mempercayai mereka,menghargai mereka, dan cukup peduli akanmereka sehingga akan membuat orang lainmau membuka diri dan membentuk setidak-tidaknya awal dari suatu hubungan.

Pada dasarnya penyingkapan diri (self disclosure) berguna untuk mendengarkan pengalaman orang lain yang nantinya bisa menjadi pelajaran bagi diri kita, selain itu dengan penyingkapan diri(self disclosure) kita juga bisa mengetahui seperti apa diri kita dalam pandangan orang lain, dengan hal itu kita bisa melakukan introspeksi diri dalam berhubungan. Namun di sisi lain, tidak semua orang dapat menanggapi apa yang kita sampaikan bahkan sering terjadi salah paham sehingga malah menimbulkan masalah baru. Ketika seseorang telah mengetahui diri kita, bisa saja orang lain ini memanfatkan apa yang telah dia ketahui mengenai diri kita.

Teori penyingkapan diri (self disclosure) yang didasarkan pada model interaksi manusia. Asumsi ini membawa Joseph Luft dan Harry Ingham menciptakan suatu teori atau model sebagai salah satu cara untuk melihat dinamika kepedulian terhadap diri sendiri (self-awareness) yang berkaitan dengan perilaku, perasaan, dan motif manusia.Teori ini dikenal dengan Jendela Johari (Johari Window). Sebutan ini diambil dari nama kedua tokoh tersebut, yaitu Joseph Luft dan Harry Ingham.

Dalam Tubbs (1996: 13) salah satu model inovatif untuk memahami tingkat-tingkat kesadaran dan penyingkapan diri dalam komunikasi insan adalah Jendela Johari (Johari Window). Secara berurutan, kuadran-kuadran tersebut dapat dilihat melalui gambar berikut :


(31)

14

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1Jendela Johari Sumber: Tubbs (1996: 13)

1. Daerah Publik (Open Area)adalah informasi tentang diri kita yang diketahui oleh orang lain seperti nama, jabatan, pangkat, status perkawinan, lulusan mana, dan lain-lain. Area terbuka merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain. Bagi orang yang telah mengenal potensi dan kemampuan dirinya sendiri, kelebihan dan kekurangannya sangatlah mudah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain sehingga orang dengan tipe ini pasti selalu menemui kesuksesan setiap langkahnya, karena orang lain tahu kemampuannya begitu juga dirinya sendiri. Ketika memulai sebuah hubungan, kita akan menginformasikan sesuatu yang ringan tentang diri kita. Makin lama maka informasi tentang diri kita akan terus bertambah secara vertikal sehingga mengurangi hidden area. Makin besar open area, makin produktif dan menguntungkan hubungan interpersonal kita.

2. Derah Buta (Blind Area), yang menentukan bahwa orang lain sadar akan sesuatu tapi kita tidak. Pada daerah ini orang lain tidak mengenal sementara kita tahu kemampuan dan potensi diri sendiri, bila hal tersebut yang terjadi maka umpan balik dan komunikasi merupakan cara agar lebih dikenal orang terutama kemampuan kita, hilangkan rasa tidak percaya diri


(32)

mulailah terbuka. Misalnya bagaimana cara mengurangi grogi, bagaimana caranya menghadapi dosen A, dan lain-lain. Sehingga dengan mendapatkan masukan dari orang lain, blind areaakan berkurang. Makin kita memahami kekuatan dan kelemahan diri kita yang diketahui orang lain, makaakan bagus dalam bekerja tim. Merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri, tetapi tidak diketahui oleh orang lain.

3. Daerah Tersembunyi (Hidden Area), berisi informasi yang kita tahu tentang diri kita tapi tertutup bagi orang lain. Informasi ini meliputi perhatian kita mengenai atasan, pekerjaan, keuangan, keluarga, kesehatan, dan lain-lain. Dengan tidak berbagi mengenai hidden area, biasanya akan menjadi penghambat dalam berhubungan. Hal ini akan membuat orang lain salah pengertian tentang kita, yang kalau dalam hubungan kerja akan mengurangi tingkat kepercayaan orang merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh orang lain, tetapi tidak diketahui oleh diri kita sendiri.

4. Daerah Tidak Disadari (Unconsciousness Area), adalah informasi yang orang lain dan juga kita tidak mengetahuinya. Sampai kita dapat pengalaman tentang sesuatu hal atau orang lain melihat sesuatu akan diri kita bagaimana kita bertingkah laku atau berperasaan.

Misalnya ketika pertama kali menyukai orang lain selain anggota keluarga kita. Kita tidak pernah bisa mengatakan perasaan “cinta”. Jendela ini akan mengecil sehubungan kita tumbuh dewasa, mulai mengembangkan diri atau belajar dari pengalaman. Yang dimaksud dengan daerah publik adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh dirinya dan orang lain. Daerah buta adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh orang lain tetapi tidak diketahui oleh dirinya. Dalam berhubungan interpersonal, orang ini lebih memahami orang lain tetapi tidak mampu memahami tentang diri, sehingga orang ini seringkali menyinggung perasaan orang lain dengan tidak sengaja. Daerah tersembunyi adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh diri sendiri


(33)

16

Universitas Sumatera Utara

tetapi tidak diketahui oleh orang lain. Dalam daerah ini, orang menyembunyikan/menutup dirinya.Informasi tentang dirinya disimpan rapat-rapat. Daerah yang tidak disadari membuat bagian kepribadian yang direpres dalam ketidaksadaran, yang tidak diketahui baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Namun demikian ketidaksadaran ini kemungkinan bisa muncul. Oleh karena adanya perbedaan individual, maka besarnya masing-masing daerah pada seseorang berbeda dengan orang lain. Gambaran kepribadian di bawah ini dapat memberikan contoh mengenai daerah-daerah dalam Jendela Johari.

Contoh Daerah- Daerah dalam Jendela Johari Gambar 2.1.1

A B

C D Gambar 1

A B

C D

Gambar 2

A B

C D

Gambar 3

Pengenalan diri dapat dilakukan melalui 2 tahap, tahap yang pertama penyingkapan diri (self disclosure) dan tahap yang kedua menerima umpan balik (feedback). Tahap penyingkapan diri, orang memperluas daerah C (lihat gambar 1), sedangkan untuk memperluas daerah B dibutuhkan umpan balik dari orang lain (lihat gambar 2). Akhirnya, ia akan mempunyai daerah publik (A) yang semakin luas (lihat gambar 3).

Dalam hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam pengungkapan diri. Menurut Powell (Supratiknya, 1995: 32), tingkatan-tingkatan pengungkapan diri dalam komunikasi, yaitu:

1. Basa-basi: merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal walaupun terdapat keterbukaan antara individu, tetapi tidak terjadi


(34)

hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomunikasi basa-basi sekedar kesopananan.

2. Membicarakan orang lain: yang diungkapkan dalam komunikasi lebih tentang orang lain. Walaupun pada tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi individu tidak mengungkapan diri.

3. Menyatakan gagasan atau pendapat: sudah mulai dijalin hubungan yang erat individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lainnya. 4. Perasaan: setiap individu memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi

perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka dan menyatakan perasaan yang mendalam.

5. Hubungan puncak: pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam. Individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami individu lainnya.

Sementara Altman dan Taylor (dalam Hare, 1996: 273) mengemukakan suatu model perkembangan hubungan dengan penyingkapan diri (self disclosure) sebagai media utamanya.Keduanya membedakan keluasan (yaitu jajaran topik) dan kedalamannya (yaitu keintiman atau kepribadian) pada penyingkapan diri (self disclosure). Proses untuk mencapai keakraban hubungan antar pribadi disebut dengan istilah penetrasi sosial. Dimensi keluasan yaitu dimana seseorang dapat berkomunikasi dengan siapa saja baik orang asing atau dengan teman dekat.Sedangkan dimensi kedalaman dimana seseorang berkomunikasi dengan orang dekat, yang diawali dan perkembangan hubungan yang dangkal sampai hubungan yang sangat akrab, atau mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi tentang dirinya.

Menurut Sears (1994: 255) pada umumnya ketika berhubungan dengan orang asing penyingkapan diri (self disclosure) sedikit mendalam dan rentang sempit (topik pembicaraan sedikit).Sedangkan perkenalan biasa, pengungkapan diri lebih mendalam dan rentang lebih luas.Sementara hubungan dengan teman dekat ditandai adanya pengungkapan diri yang mendalam dan rentangnya terluas (topik pembicaraan semakin banyak).


(35)

18

Universitas Sumatera Utara

Dalam proses penyingkapan diri (self disclosure) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh DeVito (1997: 62-65) berikut ini :

a. Efek Diadik

Dalam proses self disclosure nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik). Bila seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi, maka akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya mengharapkan orang lain memperlakukan sama seperti memperlakukan mereka.

b. Ukuran Khalayak

Penyingkapan diri (self disclosure) lebih besar kemungkinannya terjadi dalam komunikasi dengan khalayak kecil, misalnya dalam komunikasiantarpribadi atau komunikasi kelompok kecil. Jika khalayak komunikasi itu besar jumlahnya maka kita akan sulit mengontrol dan menerima umpan balik dari lawan komunikasi kita. Apabila khalayaknya kecil saja maka kita bisa mengontrol situasi komunikasi dan bisa melihat umpan balik itu.

c. Topik Bahasan

Pada awalnya orang akan selalu berbicara hal-hal yang umum saja. Makin akrab maka akan makin mendalam topik pembicaraan kita. Tidak mungkin kita berbicara soal-soal yang sangat pribadi, pada orang yang baru kita kenal atau orang yang tidak akrab. Kita akan lebih memilih topik percakapan yang umum, seperti soal cuaca, politik secara umum, kondisi keuangan negara atau kondisi sosial.

d. Valensi

Ini terkait dengan sifat positif atau negative self disclosure.Pada umumnya, manusia cenderung lebih menyukai valensi positif atau self disclosure positif dibandingkan dengan self disclosurenegatif.

e. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan ternyata wanita memang lebih terbuka dibandingkan dengan pria.Meski bukan berarti pria juga tidak


(36)

melakukan self disclosure.Bedanya, apabila wanita mengungkapkan dirinya pada orang yang dia sukai maka pria mengungkapkan dirinya pada orang yang dipercayainya.

f. Kepribadian

Orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan exstrovert melakukan self disclosurelebih banyak daripada mereka yang kurangpandai bergaul dan lebih introvert.Perasaan gelisah juga mempengaruhi derajat self disclosure. Rasa gelisah adakalanya meningkatkan self disclosure kita dan kali lain mengulanginya sampai batas minimum. Individu yang kurang berani bicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri ketimbang mereka yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi.

g. Ras, Nasionalitas, dan Usia

Ini juga bisa saja dipandang sebagai bentuk stereotip atas ras, nasionalitas, dan usia. Namun, kenyataan menunjukkan memang ada ras-ras tertentu yang lebih sering melakukan self disclosure dibandingkan dengan ras lainnya, begitu pula dengan keterkaitannya dengan usia.

Masa remaja merupakan suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan, biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 tahun pada wanita. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari satu budaya ke kebudayaan lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orangtua mereka.Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu:(Kartono, 1995:36)

1. Masa remaja awal, 12 - 15 tahun

Pada masa ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat iniremaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya.Selain itu pada masa iniremaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.


(37)

20

Universitas Sumatera Utara

2. Masa remaja pertengahan, 15 – 18 tahun

Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akankepribadian dan kehidupan badaniah sendiri.Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal ini rentan akan timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya.Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirinya.

3. Masa remaja akhir, 18 – 21 tahun

Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil.Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian.Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya.Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya.

Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono (dalam Deswita: 2006: 192) membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10–12 tahun, masa remaja awal 12–15 tahun, masa remaja pertengahan 15– 18 tahun, dan masa remaja akhir 18–21 tahun.Dari pengertian tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-21 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.

Ciri-ciri masa remaja seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciriyang membedakan denganperiode sebelum dan sesudahnya. Hurlock(1980: 207) menerangkan beberapa ciri-ciriremaja sebagai berikut:

a. Periode peralihan

Dinamakan periode peralihan sebab pada masa ini, status remaja tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan.


(38)

Bukan anak-anak dan juga bukan dewasa. Keadaan ini memberikan waktu bagi remaja untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang sesuai dengan dirinya.

b. Periode perubahan

Saat remaja, perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan perubahan fisik.Pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat pesat sehingga perubahan perilaku dan sikap juga berubah dengan pesat. Remaja akan mulai merasa ingin mandiri dan terlepas dari orangtua. Sehingga tak jarang hal ini dianggap semacampemberontakan.

c. Usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh laki-laki maupun perempuan. Dalam keadaan seperti ini, remaja akanmembutuhkan orang lain untuk berbagi. Jika pada masa sebelumnya (kanak-kanak) seseorang akan berbagi dengan orangtua, maka padamasa ini seorang remaja lebih suka bila berbagi dengan teman sebayanya. Dengan menceritakan keadaannya, maka seorang remaja akan merasa lebih mudah dalam menghadapi sebuah permasalahan.

d. Masa mencari identitas

Pada masa remaja, mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas bila sama dengan teman sebayanya dalam segala hal. Remaja berkeinginan untuk tampil sesuai dengan jati dirinya yang sebenarnya. Pada saat itu remaja akan mencari figur-figur tertentu yang sesuai dengan dirinya. Selain itu pengungkapan dirinya juga dapat membantunya dalam menemukan jati diri. Dengan seorang remaja terbuka terhadap orang lain, maka saat itulah dia mengetahui kekurangan dan kelebihan yang dia miliki sehingga nantinya akan terbangun sebuah konsep diri.


(39)

22

Universitas Sumatera Utara

e. Masa yang tidak realistik

Remaja memandang dirinya sendiri dan orang lainsebagaimana yang dia inginkan dan bukan sebagaimana adanya.Pada remaja akhir, pada umumnya sering terganggu oleh idealisme yangberlebihan bahwa mereka yang bebas bila telah mencapai status orang dewasa.

f. Ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnyausia kematangan yang sah, para remaja mulai memusatkan diri untuk mulai bertindak dan berperilakuseperti orang dewasa.Tuntutan untuk bekerja, berumah tangga, danlain sebagainya menyebabkan remaja dirundung kecemasan. Untuk mengurangi tingkat kecemasan tersebut, seorang remaja akanmengkomunikasikannya dengan orang lain guna mendapatkan supportsebagai bentuk timbal balik yang diperolehnya.

h. Mitra dalam Hubungan

Dengan mengingat tingkat keakraban sebagai penentu kedalaman self disclosuremaka lawan komunikasi atau mitra dalam hubungan akan menentukan self disclosure itu. Kita melakukan self disclosurekepada mereka yang kita anggap sebagai orang yang dekat misalnya teman dekat atau sesama anggota keluarga. Di samping itu, kita juga akan memandang bagaimana respon mereka. Apabila kitapandang mereka itu orang yang hangat dan penuh perhatian maka kitaakan melakukan self disclosure, apabila sebaliknya yang terjadi maka kita akan lebih memilih untuk menutup diri.

Self disclosuremerupakan kegiatan memberikan informasi tentang perasaan dan pikiran kepada orang lain yang disampaikan secara verbal. Hubungan seperti ini akan menumbuhkan hubungan interpersonal dan faktor terpenting dalam hubungan interpersonal adalah hubungan komunikasi. Menurut Rakhmat (2004: 129) ada tiga faktor yang mempengaruhi komunikasi yaitu:


(40)

1. Percaya (trust)

Sejak tahap pertama dalam hubungan interpersonal (tahap perkenalan) sampai pada tahap kedua (tahap peneguhan), “percaya” menentukan efektivitas komunikasi. “Percaya” oleh Jalaludin Rakhmat didefinisikan dengan mengandalkan perilaku orang lain untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko. Definisi tersebut mengemukakan ada tiga unsur percaya yaitu:

a. Ada situasi menimbulkan resiko,

b. Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain,

c. Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya.

“Percaya” akan meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikasi untuk mencapai maksudnya. Tanpa adanya percaya tidak akan ada pengertian, tanpa pengertian terjadi kegagalan komunikasi. Hilangnya kepercayaan pada orang lain akan menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab. Menurut Deustch (1958), harga diri dan otoritarianisme mempengaruhi kepercayaan (Rakhmat, 2004: 130) orang yang memiliki harga diri positif akan lebih mudah mempercayai orang lain, sebaliknya orang yang mempunyai kepribadian otoriter sukar mempercayai orang lain. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi sikap percaya :

- Karakteristik dan maksud orang lain. Seseorang akan menaruhkepercayaan kepada orang lain yang dianggap memilikikemampuan, keterampilan atau pengalaman dalam bidangtertentu. Seseorang yang memiliki reliabilitas berarti dapatdiandalkan, dapat diduga, jujur dan konsisten.

- Hubungan kekuasaan. Percaya akan tumbuh apabila seseorangmempunyai kekuasaan terhadap orang lain.

- Sifat dan kualitas komunikasi. Bila komunikasi bersifat terbuka,maksud dan tujuan sudah jelas, maka akan tumbuh sikap percaya.


(41)

24

Universitas Sumatera Utara

- Menerima. Kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalahsikap yang melihat orang lain sebagai manusia (individu) yang patut dihargai. Menerima tidaklah berarti menyetujui semuaperilaku orang lain atau rela menanggung akibat-akibat perilakunya. Menerima berarti tidak menilai pribadi seseorangberdasarkan prilakunya yang tidak kita senangi.

- Empati. Empati dianggap sebagai suatu perasaan memahamiorang lain yang tidak mempunyai arti emosional. Dalam empati, seseorang dapat menempatkan diri pada posisi orang lain secara emosional dan intelektual. Berempati berarti berusaha melihat dan ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain.

- Kejujuran. Ketidakjujuran akan menimbulkan ketidakpercayaan, sebaliknya keterbukaan akan mendorong orang lain percaya.Kejujuran menyebabkan perilaku kita dapat diduga, ini membuat orang lain untuk percaya.

2. Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Seseorang yang bersikap defensif akan sulit menerima orang lain, tidak jujur dan tidak empatis, yang akhirnya akan mempengaruhi hubungan interpersonal. Orang yang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman sehingga pesan dalam komunikasi tidak tersampaikan. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal seperti ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah,dan pengalaman defensif. Aspek dalam sikap sportifyaitu

a) Deskripsi adalah penyampaian perasaan tanpa menilaidan menerima mereka sebagaiindividu yang patutdihargai.

b) Orientasi masalah adalah mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama mencaripemecahan masalah.

c) Spontanitas adalah sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.

d) Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis.Dalam sikap persamaan kita tidak mempertegas perbedaan.


(42)

3. Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open-mindedness) sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Seseorang yang memiliki sikap terbuka mempunyai karakteristik sebagai berikut :

a) Menilai pesan secara objektif dengan menggunakan data dan keajegan logika.

b) Dapat membedakan sesuatu dengan mudah dan melihat nuansa.

c) Berorientasi pada isi maksudnya lebih mementingkan isi dari suatu informasi ketimbang siapa yang menyampaikan informasi.

d) Mencari informasi dari berbagai sumber.

e) Lebih bersifat profesional dan bersedia mengubah kepercayaannya.

f) Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaan.

2. 2. 3 Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory)

Hubungan antarpribadi merupakan hal yang hidup dan dinamis. Hubungan ini selalu berkembang (DeVito, 2011 : 250). Untuk mengetahui bagaimana suatu hubungan antarpribadi berkembang atau sebaliknya, rusak, dapat dilakukan dengan mempelajari sebuah teori komunikasi yang disebut teori penetrasi sosial (social penetration theory) dari Irwin Altman & Dalmas Taylor (1973).Social penetration theorymerupakan sebuah teori yang menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, yaitu sebuah proses yang Altman dan Taylor identifikasi sebagai penetrasi sosial.

“Interpersonal closeness proceeds in a gradual and orderly fashion from superficial to intimate level of exchange, motivated by current and projected future outcomes. Lasting intimacy requires continual and mutual vulnerability through breadth and depth of self disclosure” (Griffin, 2006 : 125).Melalui pernyataan Griffin tersebut dapat diketahui bahwa kedekatan interpersonal merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu yang terlibat bergerak dari komunikasi superfisial menuju ke komunikasi yang lebih intim. Lebih lanjut Griffinmenyebutkan bahwa keintiman yang bertahan lama


(43)

26

Universitas Sumatera Utara

membutuhkan ketidakberdayaan yang terjadi secara berkesinambungan tetapi juga bermutu dengan cara melakukan pengungkapan diri yang luas dan dalam.

Keintiman di sini, menurut Altman dan Taylor, lebih dari sekedar keintiman secara fisik; dimensi lain dari keintiman termasuk intelektual dan emosional, hingga pada batasan di mana kita melakukan aktivitas bersama. Artinya, perilaku verbal (berupa kata-kata yang digunakan), perilaku nonverbal (dalam bentuk postur tubuh, ekspresiwajah, dan sebagainya), serta perilaku yang berorientasi pada lingkungan (seperti ruang antara komunikator, objek fisik yang ada di dalam lingkungan, dan sebagainya) termasuk ke dalam proses penetrasi sosial.

Tahap-tahap penetrasi sosial, yaitu:

1. Tahap Orientasi (Orientation Stage): Membuka Sedikit Demi Sedikit

Tahap paling awal dari interaksi, disebut sebagai tahap orientasi (orientation stage), yang terjadi pada tingkat publik; hanya sedikit mengenai diri kita yang terbuka untuk orang lain. Komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi (impersonal).Para individu yang terlibat hanya menyampaikan informasi bersifat sangat umum saja. Pada tahap ini, hanya sebagian kecil dari diri kita yang terungkap kepada orang lain. Ucapan atau komentar yang disampaikan orang biasanya bersifat basa-basi yang hanya menunjukkan informasi permukaan atau apa saja yang tampak secara kasat mata pada diri individu. Pada tahap ini juga, orang biasanya bertindak menurut cara-cara yang diterima secara sosial dan bersikap hati-hati agar tidak mengganggu harapan masyarakat.Singkatnya, orang berusaha untuk tersenyum dan bertingkah laku sopan.

Menurut Taylor dan Altman dalam (Morissan, 2010 : 191), orang memiliki kecenderungan untuk enggan memberikan evaluasi atau memberikan kritik selama tahap orientasi karena akan dinilai sebagai tidak pantas dan akan mengganggu hubungan di masa depan. Kalaupun ada evaluasi atau kritik maka hal itu akan dilakukan dengan cara halus. Kedua belah pihak secara aktif berusaha menghindarkan diri untuk tidak terlibat dalam konflik sehingga mereka mendapat peluang untuk saling menjajagi pada waktu yang akan datang. Jika pada tahap ini mereka yang terlibat merasa cukup mendapatkan imbalan dari interaksi awal mereka akan melanjutkan ke tahap berikutnya.


(44)

2. Tahap Pertukaran Penjajakan Afektif (Exploratory Affective Exchange Stage): MunculnyaDiri

Tahap pertukaran penjajakan afektif (exploratoryaffective exchange stage) merupakan perluasan area publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seseorang individu mulai muncul.Apa yang tadinya pribadi mulai menjadi publik.Jika pada tahap orientasi, orang bersikap hati-hati dalam menyampaikan informasi mengenai diri mereka maka pada tahap ini orang melakukan ekspansi atau perluasan terhadap wilayah publik diri mereka.

Tahap ini terjadi ketika orang mulai memunculkan kepribadian mereka kepada orang lain. Apa yang sebelumnya merupakan wilayah pribadi, sekarang menjadi wilayah publik. Orang mulai menggunakan pilihan kata-kata atau ungkapan yang bersifat lebih personal. Komunikasi juga berlangsung sedikit lebih spontan karena individu merasa lebih santai dengan lawan bicaranya, mereka juga tidak terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan sesuatu yang akan mereka sesali kemudian. Perilaku berupa sentuhan dan ekspresi emosi (misalnya perubahan raut wajah) juga meningkat pada tahap ini. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut ataukah tidak.Dalam hal ini, Taylor & Altman (dalam Morissan, 2010 : 192) mengatakan bahwa banyak hubungan yang tidak berlanjut setelah tahapan ini.

3. Pertukaran Afektif (Exploratory Exchange Stage): Komitmen dan Kenyamanan Tahap pertukaran afektif (affective exchange stage) termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai” di mana komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat keputusan yang cepat, sering kali dengan sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan.

Tahap ini ditandai munculnya hubungan persahabatan yang dekat atau hubungan antara individu yang lebih intim. Pada tahap ini juga muncul perasaan kritis dan evaluatif pada level yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dimasuki, kecuali para pihak pada tahap sebelumnya telah menerima imbalan yang cukup berarti dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Sehingga komitmen yang lebih besar dan perasaan yang lebih nyaman terhadap pihak


(45)

28

Universitas Sumatera Utara

lainnya juga menjadi ciri tahap ini. Selain itu, pesan nonverbal yang disampaikan akan lebih mudah dipahami. Misalnya, sebuah senyuman memiliki arti “saya mengerti”, anggukan kepala diartikan “saya setuju” dan seterusnya.Kata-kata, ungkapan atau perilaku yang bersifat lebih personal bahkan unik lebih banyak digunakan di tahap ini.

Namun demikian, tahapan ini juga ditandai dengan adanya perilaku saling kritik, perbedaan pendapat dan bahkan permusuhan antar individu, tetapi semua itu menurut Altman & Taylor, belum berpotensi mampu mengancam kelangsungan hubungan yang sudah terbina. Pada tahap ini, tidak ada hambatan untuk saling mendekatkan diri, namun demikian, banyak orang masih berupaya untuk melindungi diri mereka agar tidak merasa terlalu lemah atau rapuh dengan tidak mengungkapkan informasi diri yang terlalu sensitif.

4. Pertukaran Stabil (Stable Exchange Stage): Kejujuran Total dan Keintiman Tahap pertukaran stabil (stable exchange stage) berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka yang mengakibatkan munculnya spontanitas dan keunikan hubungan yang tinggi.Tidak banyak hubungan antar individu yang mencapai tahapan ini. Individu menunjukkan perilaku yang sangat intim sekaligus sinkron yang berarti perilaku masing-masing individu sering kali berulang, dan perilaku yang berulang itu dapat diantisipasi atau diperkirakan oleh pihak lain secara cukup akurat. Para pendukung social penetration theory percaya kesalahan interpretasi makna komunikasi jarang terjadi pada tahap ini. Hal ini disebabkan masing-masing pihak telah cukup berpengalaman dalam melakukan klarifikasi satu sama lain terhadap berbagai keraguan pada makna yangdisampaikan.Pada tahap ini individu telah membangun sistem komunikasi personal mereka yang menurut Altman dan Taylor akan menghasilkan komunikasi yang efisien. Artinya, pada tahap ini, makna dapat ditafsirkan secara jelas dan tanpa keraguan.


(46)

2. 3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional dan merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001: 40).Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berfikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis.Jadi kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan.Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti.

Berikut peneliti menampilkan kerangka pemikiran dalam penulisan proposal ini dalam bentuk bagan di bawah ini :

Orang Tua Tunggal

 

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti

Komunikasi Antar Pribadi

- Self Disclosure

- Social Penetration Theory

Anak Remaja Perempuan


(47)

30

Universitas Sumatera Utara

1. Orangtua Tunggal

Subjek dari penelitian ini adalah orangtua tunggal yang lebih di khususkan kepada ibu tunggal, selanjutnya akan menjadi informan yang diharapkan dapat memberikan informasi terkait fenomena sosial yang diangkat oleh peneliti ke dalam tulisan ini.

2. Komunikasi Antar Pribadi

Pada tahap ini peneliti ingin menelaah komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh orangtua tunggal, khususnya ibu tunggal dengan anak remaja perempuannya. Dalam melakukan komunikasi interpersonal ini digunakan strategi self disclosure (penyingkapan diri) dan proses yang dilakukan dengan menggunakan teori penetrasi sosial.

3. Anak Remaja Perempuan

Objek penelitian merupakansasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu.Selain itu objek penelitian merupakan sifat keadaan dari suatu benda, orang, atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi objek untuk diteliti adalah self disclosure ibu tunggal dengan orang per-orang dalam cakupan usia remaja dan berjenis kelamin perempuan.

4. Social Penetration Theory

Bagian terakhir dari bagan kerangka pemikiran adalah hasil yang di dapat melalui asumsi sementara yang diambil oleh peneliti. Pada penelitian ini, social penetrationtheory merupakan teori yang dipilih oleh peneliti dalam kaitannya dengan komunikasi interpersonal yang dilakukan ibu tunggal dengan anak remaja perempuannya.


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3. 1 Metode Penelitian

Permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang bersifat sosial dan dinamis. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.Metode ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi situasi ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2003: 68).

Secara teoritis format penelitian kualitatif berbeda dengan format penelitian kuantitatif. Perbedaan tersebut terletak pada kesulitan dalam membuat desain penelitian kualitatif, karena pada umumnya penelitian kualitatif yang tidak berpola.Format desain penelitian kualitatif terdiri dari tiga model, yaitu format deskriptif, format verifikasi, dan format grounded research. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat, 1993:89).

Selanjutnya peneliti akan memberikan gambaran dengan secara cermat tentang fenomena yang terjadi mengenai bagaimana penyingkapan diri (self disclosure) yang dilakukan oleh seorang ibu tunggal dengan anak remaja perempuannya di lingkungan kelurahan Mangga kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Penelitian kualitatif menurut Moleong (2007:6) adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong: 2007:4) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data


(49)

32

Universitas Sumatera Utara

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.Dijelaskan oleh David Williams (1995) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah.Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti.Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.

Melalui metode penelitian kualitatif yang diambil oleh peneliti, dimana peneliti akan menelaah lebih dalam mengenai penyingkapan diri (self disclosure)ibu tunggal dengan remaja perempuan, dan hasilnya akan dituangkan dalam bentuk paragraf atau deskriptif.

3. 2 Objek Penelitian

Objek penelitian merujuk pada masalah yang diteliti.Objek penelitian ini adalah penyingkapan diri (self disclosure)remaja perempuan berusia 12-17 tahun yang bertempat tinggal di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

3. 3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah informan yang dimintai informasi berhubungan dengan penelitian dilakukan.Pemilihan informan, dalam penelitian kualitatif menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengumpulan data.Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan istilah populasi.

Seperti yang telah disebutkan bahwa pemilihan informan pertama merupakan hal yang sangat utama sehingga harus dilakukan secara cermat, karena penelitian ini mengkaji tentang penyingkapan diri (self disclosure) ibu tunggal dengan anak remaja perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, maka peneliti memutuskan informan pertama atau informan kunci yang paling sesuai dan tepat ialahibu tunggal di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medanyang memiliki anak remaja perempuan yang berusia 12-17 tahun.


(50)

Dalam penelitian ini peneliti menetapkan informan sebagai nara sumber yang akan dimintai keterangannya terkait dengan masalah yang akan diteliti adalah sebanyak tiga orang. Peneliti memiliki alasan dalam menetapkan ketiga informan ini adalah berdasarkan data yang diperoleh pada saat melakukan observasi dan pada saat wawancara mendalam telah didapatkan data jenuh dari para informan tersebut.Hal tersebut yang membuat peneliti memutuskan untuk menetapkan informan dalam penelitian ini hanyalah sebanyak tiga orang saja.

3. 4Kerangka Analisis

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan di lapangan akan dilakukan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan terus menerus hingga data jenuh dan teknik analisis data selama di lapangan berdasarkan model Miles dan Huberman. (Bungin, 2007:87)

Peneliti akan melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan yang sangat banyak, sehingga perlu dilakukan analisis dan melakukan reduksi data. Mereduksi berarti merangkum dan memilih hal-hal apa saja yang pokok, dan berfokus pada hal-hal yang penting saja. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono,2005 :92).Adapun kerangka analisis yang digunakan oleh peneliti adalah Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga hal, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.


(1)

Apakah dalam setiap permasalahan yang

ibu hadapi selalu berdiskusi dengan

anak?

"Oh kalau itu pasti, saya selalu melakukan diskusi

dengan anak saya. Apapun itu, jadi saya

berusaha terbuka dengan dia nak."

"Enggak dek. Karena waktu kami buat ketemu itu dikit ya aku

jarang berdiskusi dengan dia. Apalagi

aku gak mau memberatkan masalahku sama anak

ku."

"Iya nak kami selalu berdiskusi dalam hal apapun, mau obrolan

yang santai atau obrolan yang serius

sekali pun. Karena saya berusaha apa adanya dengan anak saya, yang penting dia

bisa memahami bagaimana status mama nya sekarang.

Dan dia pun menerima kalau saya

ajak diskusi atau curhat." Saat ibu melakukan penyingkapan diri, bagaimana tanggapan atau respon yang ibu terima dari anak?

"Respon yang saya terima selalu baik

nak, karena dari awal saya sudah membiasakan terbuka

dengan anak saya. Walaupun dia anak saya paling kecil tapi

dia cukup dewasa untuk saya jadikan teman curhat saya di

rumah, apalagi dia anak perempuan saya

satu-satu nya. Abang nya dua lagi sudah besar-besar dan saya

juga kurang begitu terbuka dengan

mereka."

"Kalo untuk itu aku kurang dapat respon dari dia dek. Karena memang waktu kami itu sangat terbatas. Jadi

karena sikap dia yang

kayak gitu akupun gak

bisa sering-sering curhat sama dia."

"Sejauh ini respon yang saya dapat baik

ya nak. Karena saya sudah merasa sangat dekat dengan dia. Jadi

mau cerita hal bagaimana pun saya

nyantai aja. Tidak perlu merasa sungkan

atau canggung. Mungkin karena saya juga belum begitu tua

jadi dia nganggap

saya kayak kawannya sendiri hehe."


(2)

Apakah yang menjadi kendala

ibu dalam menerima tanggapan anak terhadap suatu hal yang dibicarakan?

"Kendala kayaknya

gak ada ya nak. Karena selama ini saya ajak curhat dia

lancar-lancar aja. Benar-benar paham

bagaimana situasi dan kondisi keluarga

semenjak ayahnya meninggal."

"Apa yaaa, kayaknya

pengetahuan dia masih kurang dengan apa yang aku ceritakan

dek. Dia belum dewasa untuk dijadikan kawan

curhat di rumah. Paling itu aja kendalanya selain

waktu kami yang terbatas."

"Untuk kendala gak

ada nak. Anak saya ini sudah lumayan dewasa untuk mengetahui bagaimana kondisi mama nya." Bagaimana ibu mengatasi gejolak emosi yang sedang ibu alami ketika berlangsungnya proses komunikasi

dengan anak?

"Kalau dalam situasi seperti itu saya memilih untuk diam, saya takut jika emosi saya sedang naik dan

saya berbicara dengan anak maka

akan memberikan efek yang gak baik buat dia. Setelah saya

sudah agak merasa lebih tenang lalu saya

ajak bicara lagi anak saya."

"Kalo udah kayak gitu aku menutupinya aja.

Sebisa mungkin aku usahakan gak ngomong kasar ke dia.

Kasian juga nanti dia kena imbas dari emosi

aku."

"Sebisa mungkin saya kontrol dan tahan. Biar jangan sampe

keluar kata-kata bernada kasar. Kadang gak tega juga

liat anak saya kalo

saya ngomong keras gitu. Maklum dia anak paling kecil, walaupun

dia udah bisa mengerti bagaimana

kondisi saya sekarang."


(3)

BIODATA PENELITI

Data Pribadi

Nama

: NurulAiniPutri

NIM

: 110904008

Departemen

: IlmuKomunikasiFakultasIlmuSosialdan

IlmuPolitik

Program Studi

: HubunganMasyarakat (HUMAS) / Public

Relations

NamaPanggilan

: Uul / Nunu

Tempat / TanggalLahir : Medan, 23 Agustus 1992

Alamat

: Jln. Cokelat 1 No. 24

PerumnasSimalingkar

Medan

JenisKelamin

: Perempuan

Status

: BelumMenikah

Agama

: Islam

Hobi

: Travelling, Fotografi, Kuliner

Email

No. Hp

: 089 666 2000 84

Nama Orang Tua

Ayah

: (Alm) Sujito

Ibu

: Juminem

RiwayatPendidikan


(4)

SMPSwastaBudi Murni 2 Medan

Tahun 2005

SMA Negeri 4 Medan

Tahun2008


(5)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. A. Sofyan No. 1 Telp. (061) 8217168

No.

Tgl.

Pertemuan

Pembahasan

Paraf

Pembimbing

1.

1 Desember

2014

Penyerahan draft BAB I, II dan III

2.

17 Februari

2015

Penyerahan draft kuisioner

wawancara

3.

26 Februari

2015

Diskusi perbaikan dan pemantapan

pedoman wawancara

4.

2 Maret

2015

Penyempurnaan pedoman

wawancara dan dibenarkan untuk

turun ke lapangan

5.

4 Mei 2015

Penyerahan BAB IV dan revisi

BAB I, II, dan III

6.

18 Mei

2015

Mendiskusikan Hasil Pembahasan

dan Memperbaiki BAB IV

7.

10 Juni

2015

Penyerahan Bab Secara

Keseluruhan


(6)

8.

16 Juni

2015

Diskusi Teraakhir untuk Persiapann

Ujian Sidang


Dokumen yang terkait

Proses Pengungkapan Diri(Self Disclosure) Kaum Gay (Studi Kasus Tentang Pengungkapan Diri(Self Disclosure) Kaum Gay Di Kota Medan)

27 175 108

Gambaran Self Disclosure pada remaja etnis India Tamil

7 85 106

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PENGUNGKAPAN DIRI (SELF DISCLOSURE)PADA REMAJA

1 10 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma Kajian - Proses Pengungkapan Diri(Self Disclosure) Kaum Gay (Studi Kasus Tentang Pengungkapan Diri(Self Disclosure) Kaum Gay Di Kota Medan)

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Proses Pengungkapan Diri(Self Disclosure) Kaum Gay (Studi Kasus Tentang Pengungkapan Diri(Self Disclosure) Kaum Gay Di Kota Medan)

0 0 9

Proses Pengungkapan Diri(Self Disclosure) Kaum Gay (Studi Kasus Tentang Pengungkapan Diri(Self Disclosure) Kaum Gay Di Kota Medan)

0 0 14

Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan)

0 0 28

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntung

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Konteks Masalah - Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan)

0 0 7

Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan)

0 0 15