Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Batik.

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PEDAGANG BATIK NON-KIOS

(STUDY KASUS PASAR KLEWER SOLO)

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

EMA LIDYA SARI 040501028

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

N a m a : Ema lidya sari N I M : 040501028

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Judul Skripsi : Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang batik

Non-kios (study kasus pasar klewer solo)

Tanggal desember 2010 Pembimbing,

(Drs. Rahmad Sumanjaya,Msi) NIP.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN H a r i : senin

Tanggal : 20 desember 2010 N a m a : Ema Lidya Sari N I M : 040501028

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Judul Skripsi : Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang

Batik Non-kios (study kasus pasar klewer solo)

Ketua Departemen, Pembimbing Skripsi,

(Wahyu Ario Pratomo, SE.M.Ec) (Drs. Rahmad Sumanjaya Msi)


(4)

Penguji I Penguji II

(Prof.DR.Ramli Ms) (Dra. Raina Linda Sari, Msi) NIP. NIP. 131 762 430

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

N a m a : Rahmat Lubis N I M : 040501004

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Judul Skripsi : Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang batik

Non-kios (study kasus pasar klewer solo)

Tanggal Desember 2010 Ketua Departemen,

(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) NIP. 132 206 574


(5)

Tanggal Desember 2010 Dekan,

(Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec) NIP. 131 285 985


(6)

Abstract

Informal traders are one of the economic actors who actually gave a high contribution to regional income. seen from the many existing formal traders, but the informal traders will survive with modest capital and income.the main of this research is to know at what facto capital, the old business and the role of trade credit on income earned by the traders batik non shop in the city solo.

This study used a simple linear regression method (OLS) with cross section data, then apply the econometric model to estimate the factors that affect non-shop revenue batik traders in the city solo

The results of this study indicate that the free variables of capital, the old business and trade credit can explain variations in the dependent variable batik merchant non shop revenue by 88% while the remaining 12% is explained by other variables not included in the estimation model.


(7)

Abstrak

Pedagang informal adalah salah satu pelaku ekonomi yang sebenarnya memberikan kontribusi yang tinggi untuk pendapatan daerahnya.dilihat daari banyaknya pedagang formal yang ada,namun pedagang informal masi tetap bias bertahan dengan modal yang seadanya dan pendapatan yang seadanya.tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sebesar apa fakto modal,lama usaha dan peranan pemberian kredit perdagangan terhadap pendapatan yang diperoleh oleh pedagang batik non kios dikota solo.

Penelitian ini menggunakan metode regresi linear sederhana (OLS) dengan data cross section, kemudian menerapkan model ekonometrika untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang batik non kios dikota solo

Hasil dari penelitian ini menunjukkan variabel-variabel bebas yaitu modal,lama usaha dan kredit perdagangan dapat menjelaskan variasi variabel terikat pendapatan pedagang batik non kios sebesar  88%  sedangkan  sisanya 12%  dijelaskan  oleh  variable‐variabel lain yang tidak termasuk dalam estimasi model. 

 


(8)

Kata pengantar

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillahirabbil alamin penulis anjatkan puji dan syukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Dan salawat serta salah semoga selalu dilimpahkan kepada rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, keluarga beliau,sahabat serta orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Adapun skripsi ini berjudul “analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang batik non-kios (study kasus pasar klewer solo)” adalah sebagai salah satu pelaksana akademis untuk memenuhi syarat perkuliahan di jenjang study strata 1 dalam rangka meraih gelar sarjana ekonomi jurusan ekonomi pembangunan fakultas ekonomi universitas sumatera utara.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi ini, disebabkan keterbatasan penulis. Untuk itu penulis mohon maaf, kritik serta saran yang membangun dari seluruh pihak untuk membantu dan memotivasi penulis agar lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta sumbangsih wawasan dan pemikiran bagi seluruh pihak yang membacanya.

Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada seluruh pihak yang telah membantu secara moril dan materiil dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, yaitu :


(9)

1. bapak Drs.Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku dekan fakultas ekonomi universitas sumatera utara

2. Bapak Wahyu ario pratom SE,M.Ec selaku ketua departemen ekonomi pembagunan fakultas ekonomi universitas sumatera utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, M.soc.Sc.Ph.D selaku sekretaris departemen ekonomi pembangunan fakultas ekonomi universitas sumatera utara.

4. Bapak Alm.Drs.Jonathan sinuhaji Msi.selaku penasehat akademik selama penulis mengikuti perkuliahan di fakultas ekonomi universitas sumatera utara. 5. Bapak Drs.Rahmat Sumanjaya Msc, selaku dosen pembimbing penulis yang

telah memberikan bantuan,bimbingan,saran,kritik serta masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Prof.DR.Ramli Ms dan Ibu Dra.Raina Linda Sari,Msi, selaku dosen pembanding dan penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan skripsi ini

7. Seluruh dosen pengajar dan pegawai departemen ekonomi pembangunan fakultas ekonomi atas pengajaran,bimbingan dan bantuan selama penulis mengikuti perkuliahan.

8. Bapak H.Abdul Kadir, selaku ketua pehimpunan pedagang pasar klewer atas bantuannya selama penulis berada dikota solo.

9. Orang Tua penulis bapak H.Ir.Makmur MBA dan ibu Hj. Ernasari batubara atas segala perhatian dan dukungannya kepada penulis.

10.Dina,anggi,ica. Sepupu dan adik penulis yang selalu direpotkan dalam pembuatan skripsi ini


(10)

11.Teman-teman departemen ekonomi pembangunan stambuk 2004,2005,2006 terkhusus buat momon, dewi, hera, sonya, campall, windy, lindy, hikmah. Dhandun, irfan, adi, dafi. Putra, andi, andre, arif. Yang telah menjadi teman terbaik penulis. Serta teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu

12.Sahabat terbaik penulis, Rafika sari SE, Dr cut nella,siska armelia Spd

13.Teman-teman UPT II Kelurahan Medan perjuangan atas segala bantuan morilnya.

14.seluruh pedagang kaki lima pasar klewer solo terkhusus kepada ibu siti saijah dan bapak marzuki atas bantuan sukarelanya memberikan segala informasi yg terkait dalam penyelesaian skripsi ini.

15.Yang saya sayangi Muhammad Tandean H.H. atas segala ketabahannya membantu penulis menyelesaikan skripsi ini

16.Pihak-pihak yang membantu terselesaikannya skrpsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca serta memberika kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan,16 desember 2010

Penulis


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5


(12)

BAB II URAIAN TEORITIS ... 11

2.1 Pendapatan ... 7

2.2 kredit ... 11

2.3 modal ... 23


(13)

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 lokasi penelitian ... 36

3.2 jenis dan Sumber Data ... 36

3.3 Penentuan Sample ... 37

3.4 Tehnik Pengumpulan data ... 37

3.5 Pengolahan Data ... 38

3.6 Analisis Data ... 38

3.7 Hipotesis Model ... 39

3.8 Test Of Goodness Of Fit (Uji Kesesuaian) ... 40

3.8.1 Koefisien Determinasi (R-Square) ... 40

3.8.2 Uji T-Statistik ... 40

3.8.3 Uji F-Statistik ... 41

3.9 Uji penyimpangan asumsi klasik ... 42

3.9.1 Uji Multikolinearitas ... 42

3.9.2 serial correlation ... 43

3.10 Definisi Operasional Variabel ... 40

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Gambaran Umum Kota Surakarta ... 45

4.2 Karakteristik Responden ... 46

4.2.1 tingkat jumlah pendapatan ... 46

4.2.2 lama usaha ... 47


(14)

4.3 Hasil Penelitian ... 48

4.4 Uji Kesesuaian (Test of goodness of fit) ... 51

4.4.1 Uji T-statistik ... 51

4.4.2 Uji F-statisti ... 54

4.4.3 koefisien determinasi ... 56

4.5 Hasil Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 56

4.5.1 Uji Multikolinearitas ... 56

4.5.2 Uji Durbin-Watson ... 57

4.5.3 Uji Heterokedastisitas ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 3 LAMPIRAN 4


(15)

Abstract

Informal traders are one of the economic actors who actually gave a high contribution to regional income. seen from the many existing formal traders, but the informal traders will survive with modest capital and income.the main of this research is to know at what facto capital, the old business and the role of trade credit on income earned by the traders batik non shop in the city solo.

This study used a simple linear regression method (OLS) with cross section data, then apply the econometric model to estimate the factors that affect non-shop revenue batik traders in the city solo

The results of this study indicate that the free variables of capital, the old business and trade credit can explain variations in the dependent variable batik merchant non shop revenue by 88% while the remaining 12% is explained by other variables not included in the estimation model.


(16)

Abstrak

Pedagang informal adalah salah satu pelaku ekonomi yang sebenarnya memberikan kontribusi yang tinggi untuk pendapatan daerahnya.dilihat daari banyaknya pedagang formal yang ada,namun pedagang informal masi tetap bias bertahan dengan modal yang seadanya dan pendapatan yang seadanya.tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sebesar apa fakto modal,lama usaha dan peranan pemberian kredit perdagangan terhadap pendapatan yang diperoleh oleh pedagang batik non kios dikota solo.

Penelitian ini menggunakan metode regresi linear sederhana (OLS) dengan data cross section, kemudian menerapkan model ekonometrika untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang batik non kios dikota solo

Hasil dari penelitian ini menunjukkan variabel-variabel bebas yaitu modal,lama usaha dan kredit perdagangan dapat menjelaskan variasi variabel terikat pendapatan pedagang batik non kios sebesar  88%  sedangkan  sisanya 12%  dijelaskan  oleh  variable‐variabel lain yang tidak termasuk dalam estimasi model. 

 


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan yang lebih baik dalam rangka pencapaian tujuan nasional suatu bangsa.

suatu pembangunan ekonomi tidak saja tergantung pada pengembangan industrialisasi dan program-program pemerintah, namun juga tidak lepas dari peran sektor informal yang merupakan katup pengaman dalam pembangunan ekonomi. Masyarakat ekonomi sektor informal merupakan masyarkat yang masuk dalam kelompok usaha sendiri dengan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir, tidak terdaftar secara resmi, umumnya yang masuk sektor informal adalah usaha yang keberadaannya tidak memiliki NPWP.

Pada saat krisis dan sampai dengan saat ini salah satu sektor yang masih mampu bertahan ialah sektor kecil dan mikro atau yang lebih sering disebut dengan sektor informal. Kita tidak dapat meremehkan sektor ini, karena dewasa ini sektor informal telah banyak menyerap tenaga kerja, walaupun tenaga kerja tersebut produktivitasnya rendah, namun telah berperan positif dalam usaha kesempatan kerja, oleh karena itu sektor informal tidak bisa diabaikan begitu saja.

Menurut todaro (1998:322) karakteristik khas sektor informal adalah sangat bervariasi dalam bidang kegiatan produksi barang dan jasa berskala kecil, unit produksi dimiliki secara perorangan atau kelompok, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya) dan tehnologi yang


(18)

digunakan relatif sederhana. Para pekerjanya sendiri biasanya tidak memiliki pendidikan formal, umumnya mereka tidak memiliki keterampilan khusus dan sangat kekurangan modal kerja. Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung lebih rendah dari kegiatan bisnis yang ada di sektor formal.

Meskipun sektor informal bukanlah hal yang baru dalam perekonomian indonesia namun masalah yang dihadapi oleh sektor informal khususnya pedagang kecil tidak pernah ada habisnya, mulai dari pengadaan modal sampai dengan kualitas barang yang diperdagangkan. Dalam hal ini kredit sering dijadikan alat untuk membantu usaha mereka, pemberian kredit pada pedagang kecil dapat membantu meningkatkan pendapatan mereka namun dalam hal ini masih banyak pedagang kecil yang lebih mempercayakan peminjaman uangnya terhadapa para rentenir, dengan alasan peminjaman terhadap rentenir tidak terlalu berbelit-belit seperti peminjaman di bank walaupun dengan bunga yang jauh lebih tinggi daripada bank.

Kota Solo adalah wilayah yang merupakan core area atau pusat aktifitas baik ekonomi, sosial, budaya dan politik bagi wilayah disekitarnya.Wilayah kota solo yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang juga sedikit menyebabkan perkembangan kota mengarah pada kotanisasi diwilayah-wilayah sekitarnya. Karena itulah fungsi dan peran kota ini cukup unik, karena sebagai pusat administrasi dan ekonomi, kota ini digerakkan oleh sumber daya dan tenaga kerja yang lebih dari separuhnya berasal dari luar kota. terbatasnya kemampuan kota untuk

menyediakan lapangan pekerjaan bagi pendatang telah menciptakan kerja-kerja informal

diperkotaan, di surakarta sektor ini menjelma menjadi wilayah yang disatu sisi menjadi problem perkotaan, namun disisi yang lain bermanfaat sebagai peredam ledakan pengangguran dan juga sebagai sumber pemasukan daerah melalui retribusi. Disadari atau tidak sektor ini menjadi bagian yang penting dalam pembangunan kota solo, karena sektor inilah yang justru merupakan


(19)

penggerak utama roda ekonomi kota, karena dari sinilah kebutuhan mendasar masyarakat kota diproduksi.

Berbicara tentang kota Solo kurang lengkap jika kita tidak membicarakan batik, karena kota Solo adalah salah satu pusat batik terbesar di Indonesia, dimana banyak masyarakatnya adalah pengrajin atau pedagang batik, industri batik di kota Solo sudah lama berkembang dan menjadi lokomotif perekonomian di kota ini. Banyak alternatif lokasi yang tersedia untuk dijadikan tujuan belanja batik, salah satunya adalah pasar batik klewer yang merupakan salah satu pusat perdagangan batik terbesar di indonesia yang didirikan pada tahun 1970, dikarenakan oleh letak pasar klewer yang sangat strategis yaitu berdekatan dengan kraton solo dan alun-alun sehingga hampir setiap hari daerah ini tak pernah sepi oleh hiruk-pikuk jalanan. Pasar klewer menjadi sentral bisnis perdagangan yang cukup besar dengan jumlah kios sebanyak 2.022 unit dan nonkios sebanyak 500 orang (data tahun 2007) dengan perputaran uang sebesar Rp.5.000.000.000-Rp.6.000.000.000/hari dan menghasilkan pendapatan dari retribusinya sebesar Rp.3.000.000.000/tahun, atau menyumbang lebih kurang 5% untuk PAD kota solo (suara merdeka : 2004) jenis batik yang dijual di pasar klewer antara lain kain batik tulis, batik cap, baju batik, sprei batik, hingga sarung bantal batik dengan kisaran harga Rp.10.000-Rp.25.000 untuk baju batik dan Rp.100.000-Rp.1.000.000 untuk jenis batik dari bahan sutra.

Dengan berkembang pesatnya peranan pasar klewer terhadap perekonomian kota solo, berakibat pada bertambahnya jumlah pedagang di pasar tersebut, tidak terkecuali pedagang nonkios atau yang sering kita sebut pedagang informal. Memang jumlahnya tidak dapat mengalahkan pedagang formal tetapi secara tidak langsung pedagang informal juga memberikan kontribusi terhadap PAD kota solo.


(20)

Untuk meningkatkan pendapatan pedagang informal dihadapkan pada persoalan tentang bagaimana memilih berbagai keputusan yang pada umumnya mereka mengambil keputusan dengan naluri saja. Kemungkinan cara ini berhasil, namun seberapa jauh keberhasilannya jika usaha formal semakin berkembang. Sehingga secara tidak langsung pedagang informal harus mulai mempertimbangkan suatu cara yang tepat dalam mengambil keputusan untuk meningkatkan pendapatanya.

Dari uraian diatas penulis merasa tertarik untuk membahas masalah tersebut dalam sebuah karya tulis berbentuk skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pedagang Batik Non-kios (Study kasus : Pasar Batik Klewer di kota solo)”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka ada rumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang akan dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini. Rumusan masalah ini diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi.

Yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah Modal berpengaruh terhadap pendapatan pedagang batik?

2. Apakah Lama usaha berpengaruh terhadap pendapatan pedagang batik? 3. Apakah kredit berpengaruh terhadap pendapatan pedagang batik?


(21)

1.3. Hipotesis

Hipotesis adalah proporsi, kondisi atau prinsip yang untuk sementara waktu dianggap benar dan barangkali tanpa keyakinan, agar bisa ditarik suatu konsekuensi yang logis dan dengan cara ini kemudian diadakan pengujian (testing) tentang kebenarannya dengan mempergunakan data empiris (empirical data) hasil penelitian. Dalam hipotesis ini penulis membatasi diri pada 4 faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang batik non-kios yaitu pada :

1. Modal berpengaruh positif terhadap pendapatan pedagang batik 2. Lama usaha berpengaruh positif terhadap pendapatan pedagang batik 3. Kredit berpengaruh positif terhadap pendapatan pedagang batik 1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor modal, lama usaha, jumlah pegawai dan kredit terhadap pendapatan pedagang batik non-kios.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Menambah, melengkapi sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang

Sudah ada menyangkut topik yang sama 2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran bagi mahasiswa

fakultas ekonomi,khususnya mahasiswa departemen ekonomi pembangunan. 3. Sebagai proses pembelajaran dan menambah wawasan bagi penulis dalam hal

menganalisa dan berfikir.

4. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dengan Topik yang sama


(22)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 PENDAPATAN

2.1.1. Pengertian Pendapatan

Untuk mengukur kondisi ekonomi seseorang, salah satu konsep pokok yang sering digunakan adalah tingkat pendapatannya. Pendapatan dapat menunjukkan seluruh uang yang diterima atau diperoleh oleh seseorang selama jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi.

Pendapatan merupakan uang yang diterima seseorang dan perusahaan dalam bentuk gaji(wages), upah(salaries), bunga, laba, tunjangan ,uang pensiun dan sebagainya (Collin,1994:287). Dari segi ekonomi mikro istilah pendapatan dipakai berkenaan dengan aliran penghasilan dalam suatu periode waktu yang berasal dari penyediaan faktor-faktor produksi, sumber daya alam,sewa,tenaga kerja(upah/gaji) dan modal (bunga/laba). Dari segi makro istilah pendapatan nasional(national income) dipakai berkenaan dengan pendapatan agregat suatu negara dari sewa, upah, bunga dan pembayaran, tidak termasuk transfer (tunjangan pengangguran, uang pensiun, dsb). Menurut kamus ekonomi pendapatan adalah berhubungan dengan pendapatan pemerintah dari pajak, bea import, dan sebagainya. Istilah ini juga diterapkan terhadap pendapatan perusahaan dan pendapatan individu.

Tingkat pendapatan rumah tangga tergantung kepada jenis-jenis kegiatan yang dilakukan, jenis kegiatan yang diikutsertakan terdiri dari modal atau keterampilan. Mempunyai produktivitas tenaga kerja lebih yang pada akhirnya mampu memberikan pendapatan yang lebih besar.


(23)

Fisher dan Hicks menegaskan bahwa pendapatan adalah serangkaian kejadian yang berkaitan dengan beberapa tahap yang berbeda, yaitu :

1. Kenikmatan pendapatan psikis 2. Pendapatan riil

3. Pendapatan uang (Mc.culler 1987:74)

Pendapatan psikis adalah barang dan jasa yang sungguh-sungguh dikonsumsi oleh orang, yang menciptakan kesenangan psikis dan kepuasan kebutuhan. Pendapatan psikis merupakan konsep psikologis yang tidak dapat diukur secara langsung namun dapat ditaksir oleh pendapatan riil.

Sedangkan pendapatan riil adalah ekspansi kejadian yang menimbulkan kenikmatan psikis. Pendapatan riil diukur dengan biaya hidup atau kepuasan yang diciptakan oleh kenikmatan psikis dari keuntungan yang diukur dengan pengeluaran uang yang dilakukan untuk perolehan barang dan jasa sebelum dan sesudah konsumsi.

Pendapatan uang menunjukkan seluruh uang yang diterima dan dimaksudkan akan dipergunakan untuk konsumsi dalam memenuhi biaya hidup sementara pendapatan psikis lebih mendasar dan pendapatan uang sering disebut dengan pendapatan.

Menurut BPS Pendapatan dikelompokkan sebagai berikut : 1. pendapatan sektor formal.

Yaitu segala penghasilan baik berupa uang atau barang yang sifatnya regular dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau kontrak prestasi dari sektor formal pendapatan ini meliputi :


(24)

 pendapatan berupa barang 2. pendapatan sektor informal

Yaitu segala penghasilan baik berupa uang atau barang yang diterima , biasanya sebagai balas jasa atau kontra prestasi dari sektor informal. Pendapatan ini berupa pendapatan dari usaha yang meliputi hasil bersih dari usaha sendiri ,komisi, penjualan dari kerajinan rumah tangga, pendapatan dari investasi, pendapatan keuntungan sosial.

Pendapatan dapat juga diuraikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima pekerja atau buruh baik berupa fisik maupun non-fisik,selama ia melakukan pekerjaan dari suatu perusahaan, instansi atau tempat dia bekerja. Setiap orang yang bekerja berusaha untuk memperoleh pendapatan dengan jumlah yang maksimal agar dapat memenuhi kebutuhan hidup demi terciptanya kesejahteraan dalam rumah tangga.

2.1.2. Sebab-Sebab ketimpangan pendapatan a. Usia

Pendapatan meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan masa kerja seseorang,lewat dari batas itu pertambahan usia akan diiringi dengan penurunan pendapatan. Batas atau titik puncak diperkirakan ada pada usia 45-50 tahun dengan asumsi produktivitas nasional dianggap sebagai unsur konstant

b. Karakteristik Bawaan

Seseorang yang dianugrahi paras rupawan dan suara yang indah jauh lebih

mencetak pendapatan yang berlipat ganda dari pendapatan orang lainnya. Demikian juga seseorang yang lahir dengan IQ lebih dari 160, asalkan dia tidak aneh dia pasti lebih mudah memperoleh pendapatan. Tetapi dilain pihak keberhasilan orang-orang yang


(25)

secara alamiah biasa saja dengan ketekunan yang luar biasa dalam memperjuangkan nasibnya, bias juga memperoleh penghasilan lebih tinggi, oleh sebab itu sejauh mana besar kecilnya pendapatan bias dihubungkan dengan karakteristik bawaan masih jelas, apalagi keberhasilan seseorang sering kali dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan masyarakat.

c. Keberanian Mengambil Resiko

Orang yang bekerja dilingkungan kerja yang berbahaya biasanya memperoleh pendapatan lebih banyak, cateris paribus. Siapa yang berani mempertaruhkan kesehatan dan nyawanya di bidang kerja berbahaya pasti menerima imbalan yang lebih besar. d. Ketidakpastian dan Varian Pendapatan

Orang yang tekun dalam bidang pekerjaan akan menuntut lebih dan menerima pendapatan yang lebih besar. Jelas tingkat pendapatan mereka tentu saja yang berhasil akan melebihi orang yang bekerja dibidang yang lebih aman.

e. Bobot Latihan

Yang menguasai bobot latihan yang lebih tinggi pasti memperoleh pendapatan yang banyak. Latihan itu bisa bersumber dari pendidikan formal,seperti sekolah, kuliah, maupun kursus tertulis, bisa juga dari pengetahuan dan pengalaman seseorang selama ia bekerja atau sering disebut magang. Bobot latihan memperbesar pendapatan karena latihan itu meningkatkan keterampilan seseorang sehingga ia mampu menghasilkan produk fisik marginal yang lebih tinggi.


(26)

Mereka yang mempunyai kekayaan warisan atau lahir dilingkungan keluarga yang kaya akan lebih mampu memperoleh pendapatan daripada mereka yang tidak mempunyai kekayaan warisan, sekalipun kemampuan dan pendidikannya setara.

g. Monopoli dan Monopsoni

Kebijakan sepihak serikat buruh,penerapan tingkat upah minimum oleh pemerintah,ketentuan syarat lisensi, sertifikat dan sebagainya turut melibatkan perbedaan pendapatan uang dikalangan kelas pekerja. Mereka yang diuntungkan oleh ketidak sempurnaan pasar itu akan menerima pendapatan yang lebih rendah

h. Diskriminasi

Kita tidak bisa pungkiri bahwa dipasar tenaga kerja sering terjadi diskriminasi suku, ras, agama atau jenis kelamin dan itu semua merupakan penyebab variasi tingkat pendapatan. Sebaiknya dalam dunia kerja diskriminasi tidak terjadi lagi.

2.2. KREDIT

2.2.1. Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa yunani yaitu credere yang artinya percaya ( Prapto dan Achmad Anwari). Dalam arti luas, kredit diartikan sebagai kepercayaan, yakni si pemberi kredit percaya bahwa kredit yang disalurkan pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Dan sipenerima kredit merupakan penerima kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.

Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau


(27)

kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

2.2.2. Unsur-Unsur Kredit

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut :

a) Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu/dimasa yanga akan datang.

b) Kesepakatan

Disamping unsur kepercayaan, di dalam kredit juga mengandung unsure kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

c) Jangka waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berupa jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.

d) Risiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya/ macet pemberian kredit. Makin panjang suatu jangka waktu kredit maka semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan


(28)

kreditur (pemberi kredit), baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak disengaja. Misalnya, terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsure kesengajaan lainnya.

e) Balas jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.

2.2.3. Fungsi Kredit

Fungsi kredit secara luas antara lain : a) Meningkatkan daya guna uang

Maksudnya jika uang hanya disimpan saja maka tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit, maka uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh sipenerima kredit.

b) Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga apabila suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

c) Meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.


(29)

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang dari suatu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar.

e) Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dapat menjadi alat stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Dan kredit tersebut juga dapat membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan devisa Negara.

f) Meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si nasabah yang modalnya terbatas.

g) Meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan, maka akan semakin baik, terutama dalam hal pemerataan pendapatan.

h) Menigkatkan hubungan internasional

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan rasa saling membutuhkan antar si penerima dan si pemberi kredit. Sehingga dapat pula tercipta perdamaian dunia

2.2.4. Tujuan Kredit

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan pemberian kredit ini tidak akan terlepas dari misi lembaga keuangan tersebut. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain :


(30)

a) Mencari keuntungan

Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh kreditur sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Disisi lain nasabah juga akan bertambah maju dalam usahanya.

b) Membantu usaha nasabah

Tujuan lainnya yaitu membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan adanya dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

c) Membantu pemerintah

Bagi pemerintah, semakin banyak kredit yang disebarkan akan semakin baik, karena dengan kredit berarti adanya peningkatan pembangunan diberbagai sektor. Keuntungan tersebut berupa penerimaan pajak,membuka kesempatan kerja, meningkatkan jumlah barang dan jasa, menghemat devisa Negara karena mengurangi impor dan bahkan meningkatkan devisa Negara apabila kredit yang diberikan untuk keperluan ekspor.

2.2.5. Jenis-Jenis Kredit

1. Dari segi lembaga pemberi-penerima kredit yang menyangkut struktur Pelaksanaan kredit.

a) Kredit perbankan

Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha guna membiayai sebagian kebutuhan permodalan.


(31)

Kredit yang diberikan oleh bank Indonesia kepada lembaga pemerintah, atau semi pemerintah.

c) Kredit likuiditas

Kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank yang beroperasi di Indonesia yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan perkreditannya.

2. Dari segi kegunaan. a) Kredit investasi

Biasanya digunakan untuk keperluan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keprluan rehabilitasi yang masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lama.

b) Kredit modal kerja

Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. 3. Dari segi tujuan kredit

a) Kredit produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi ataupun investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang dan jasa.

b) Kredit konsumtif

Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha.


(32)

Kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagang tersebut.

4. Dari segi jangka waktu a) Kredit jangka pendek

Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

b) Kredit jangka menengah

Jangka waktu kredit berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun, biasanya untuk investasi.

c) Kredit jangka panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang masa pengembaliannya diatas tiga atau lima tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang.

5. Dari segi jaminan

a) Kredit dengan jaminan

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur. b) Kredit tanpa jaminan

Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik sicalon debitur selama ini.


(33)

6. Dari segi sektor usaha a) Kredit pertanian

Merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat. Kredit sektor ini bisa jangka pendek atau jangka panjang

b) Kredit investasi

Yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil,menengah maupun besar

c) Kredit Pertambangan

Yaitu jenis kredit yang diberikan untuk usaha tambang yang dibiayai, biasanya kredit jangka panjang.

d) Kredit Konstruksi

Yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai pembangunan gedung-gedung perkantoran,perumahan, dan lain-lain

e) Kredit Profesi

Diberikan kepada kalangan profesional seperti dosen,dokter atau pengacara. f) Kredit Perumahan

Yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan.

g) Kredit Pendidikan

Yaitu kredit yang diberikan untuk membangun sarana-sarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk mahasiswa yang sedang belajar.


(34)

2.2.6. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit

Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit. Sebelum kredit tersebut disalurkan, penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya.

Untuk menghindari kerugian/memperkecil resiko kredit dimasa mendatang investigasi kredit yang tegas,spesifikasi, dan akurat harus dilakukan. Tujuan dari investigasu kredit ini adalah untuk mengumpulkan informasi yang akurat dan obyektif sebanyak mungkin yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan dan keinginan calon debitur melunasi kredit.

Menurut Reed dan Giil (1989), unsure-unsur yang harus tercakup dalam investigasi kredit adalah :

a. Kapasitas untuk membayar b. Karakter dan itikad baik

c. Kemampuan menghasilkan pendapatan d. Asset yang dimiliki

e. Kondisi ekonomi

f. Faktor-faktor penting dalam usaha

Untuk mendapatkan hasil investigasi yang baik dan akurat bank dapat melakukan Langkah-langkah berikut :

1. wawancara dengan calon debitur. Dan hasil wawancara diharapkan dapat diperoleh informasi tentang visi/misi/kemampuan pengelolaan, dan itikad baik calon debitur.

2. memeriksa kembali catatan-catatan bank tentang debitur yang bersangkutan. Hal ini dilakukan bila debitur telah lama atau pernah menjadi nasabah bank.


(35)

3. bank dapat menggunakan informasi-informasi yang berasal dari luar bank bersangkutan, seperti konsultan ekonomi atau konsultan usaha, bank-bank lain yang pernah kerjasama dengan calon debitur.

4. pengamatan langsung ke tempat usaha calon debitur

5. laporan keuangan calon debitur,terutama neraca,laporan rugi laba,dan laporan perubahan modal.

2.2.7. Kriteria pemberian kredit

Menurut Mandala Manurung dan Prathama Rahardja (2004:193), untuk memaksimumkan kemungkinan keberhasilan kredit maka prinsip 5C,konsep 7P dan konsep 3R dapat diterapkan dalam analisis kredit :

Penilaian dengan analisis 5C adalah sebagai berikut : 1. Character

Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang sinasabah baik yang bersifat pribadi, hal ini dijadikan ukuran kemauan nasabah untuk membayar.

2. Capacity

Adalah analisis untuk melihat kemampuan nasabah untuk membayar kredit. Dari penelitian ini terlihat kemampuan nasabah dalam mengelola usahanya yang dihubungkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman, sehingga akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.

3. Capital

Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak dilihat laporan keuangan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan solvabilitas, rentabilitas


(36)

dan ukuran lainnya.capital juag harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini dan persentase modal sendiri dengan modal pinjaman.

4. Condition

Dalam menilai kredit hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.

5. Collateral

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan dan diteliti keabsahannya serta kesempurnaannya.

Unsur-unsur dalam konsep 7P antara lain : 1. Kepribadian (Personality)

Tercakup dalam penilaian kepribadian calon debitur adalah tingkah laku,sejarah hidupnya yang mencakup sikap, emosi, dna tindakan dalam menghadapi masalah.

2. Tujuan (Purpose)

Menilai tujuan calon debitur dalam mengajukan permohonan kredit dan berapa besar kredit yang diajukan.

3. Prospek (Prospect)

Menilai prospek usaha yang direncanakan debitur,baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

4. Pembayaran (Payment)

Menilai bagaimana cara calon debitur melunasi kredit, dari mana saja sumber dana tersebut, dan bagaimana tingkat kepastiannya.


(37)

Menilai berapa tingkat keuntungan yang diperkirakan akan diraih calon debitur.bagaimana polanya, apakah makin lama makin besar atau sebaliknya.

6. Perlindungan (Protection)

Menilai bagaimana calon debitur melindungi usaha dan mendapatkan perlindungan usaha. Apakah dalam bentuk jaminan barang, orang atau asuransi.

7. Party

Bertujuan bagaimana calon debitur berdasarkan modal, loyalitas dan karakternya. Pengklasifikasian ini akan menentukan perlakuan bank dalam hal pemberian fasilitas. Unsur-unsur dalam konsep 3R :

1. Tingkat pengembalian usaha (Return)

2. Kemampuan membayar kembali (repayment)

3. kemampuan menanggung resiko (Risk Bearing Ability)

2.3. Modal

Modal merupakan barang-barang yang diciptakan oleh manusia dengan tujuan untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa yang akan digunakan masyarakat. Menurut Mobyarto(1984:91) Modal merupakan barang atau utang yang secara bersama-sama dengan faktor produksi lainnya (tanah dan tenaga kerja) dalam menghasilkan barang-barang baru.

Meskipun modal selalu dinyatakan nilainya dalam bentuk uang, namun ada juga penciptaan modal tanpa menggunakan uang. Meskipun demikian uang masih merupakan alat utama dalam penciptaan modal. Modal atau kapital yang dimaksud adalah semua barang yang dihasilkan dan digunakan dalam proses produksi untuk masa yang akan datang. Dalam pengertian modal diatas termasuk juga pendapatan seperti mesin-mesin, alat-alat berat,


(38)

bangunan, instalasi, pabrik, dan alat-alat transportasi. Modal juga meliputi persediaan barang mentah, barang setengah jadi yang akan digunakan dalam sektor industri.

Ditinjau dari kekuasaan menggunakannya modal dapat digolongkan menjadi beberapa bagian utama yaitu :

 modal abstrak

yaitu modal yang elemen-elemennya tidak berubah dalam jangka waktu tertentu dan relatif permanen. Dapat dikatakan modal pasif.

 Modal kongkrit

Yaitu modal yang elemen-elemennya selalu berubah-ubah,akan selalu berganti baik dalam waktu pendek (kas,piutang,barang) maupun dalam jangka waktu panjang (aktiva tetap). (Kadariah, 1999:10)

Dalam suatu kegiatan proses produksi, modal terbagi menjadi dua bagian yaitu :  Modal yang tidak dapat bergerak (modal tetap)

Didefenisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi, peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relatif pendek dan tidak berlaku untuk jangka panjang. Yang termasuk modal tetap adalah : tanah, bangunan dan mesin-mesin.

 Modal variabel (modal tidak tetap)

Didefenisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan sewaktu-waktu dapat berubah. Sebagai contoh biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja.


(39)

Modal (sumber-sumber ekonomi manusia) mempunyai penawaran yang lebih elastis karena dari waktu ke waktu masyarakat menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk ditabung (saving) dan kemudian sektor produksi akan menggunakan dana tabungan ini untuk pabrik-pabrik baru, membeli mesin-mesin, membangun jalan-jalannya dan sebagainya. Karena adanya saving dan investasi, maka penawaran dari barang-barang modal dari waktu kewaktu bisa bertambah sedangkan permintaan akan barang-barang modal terutama sekali dipengaruhi oleh gerak permintaan akan barang-barang jadi pada gilirannya dipengaruhi oleh dua faktor utama :

 Pertumbuhan penduduk

 Pertumbuhan pendapatan penduduk.

2.4. Sektor Informal

2.4.1. Pengertian sektor informal

Konsep sektor informal pada awalnya dikemukakan oleh Hart, dimana sektor informal sebagai bagian angkatan kerja dikota yang berada diluar pasar tenaga kerja yang terorganisir (Hart dalam Breman, 1985-138), sedangkan study yang dilakukan oleh international labour organization (ILO) mengungkapkan bahwa sektor informal tidak sebatas pada pekerjaan dikawasan pinggiran kota besar,namun juga meliputi berbagai aktivitas ekonomi yang bersifat mudah untuk dimasuki,menggunakan sumber daya lokal sebagai faktor produksi utama, usaha milik sendiri, skala operasinya kecil, berorientasi pada penggunaan tenaga kerja dengan penggunaan teknologi yang bersifat adaptif, keterampilan dapat diperoleh diluar instansi pendidikan formal, tidak merasakan secara langsung dampak dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pasarnya bersifat kompetitif.


(40)

Sejalan dengan itu Sethuraman dalam Kurniadi dan Tangkilisan (tt:23) memberikan defenisi teoritis mengenai keberadaan sektor informal yang terdiri dari unit-unit usaha yang berskala kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri dan dalam usahanya itu sangat dihadapkan berbagai kendala seperti faktor modal baik fisik maupun manusia (Pengetahuan) dan faktor keterampilan.

Hidayat (1978 : 66) mendefenisikan sektor informal sebagai bagian dari system ekonomi kota dan desa yang belum mendapat bantuan dari pemerintah atau belum mampu menggunakan bantuan tetapi belum mampu berdikari.

Sebelumnya telah diuraikan bahwa kesan terhadap sektor informal yang kotor merupakan usaha batu loncatan (tidak serius) adalah tidak salah dan tidak benar, hal ini dapat dilihat dari temuan penelitian yang membedakan sektor informal menjadi dua yaitu:

1. Sektor informal merupakan suatu proses pengembangan sektor tradisional dengan teknologi sederhana baik di pedesaan maupun di perkotaan, kegiatan usaha belum terdaftar karena skala usaha kecil, menggunakan tenaga kerja yang berasal dari keluarganya, belum terdaftar di lembaga formal, perizinan serta kebijaksanaan pemerinth termasuk permodalan, pelayanan, dan perlindungan.

2. Sektor informal muncul sebagai suatu variasi struktur ekonomi yang muncul sehingga suatu alternatif kegiatan ekonomi yang dapat diharapkan hidup bagi pelaku ekonomi, ini berarti kurang terintegrasi menjadi kegiatan ekonomi yang lebih tinggi atau berubah menjadi sektor formal.


(41)

Yang dipandang bersumber pada perekonomian kota di Negara dunia ketiga yang non sosialis. Ini berarti bahwa istilah sektor informal menunjuk pada adanya dualisme yang ciri kedua bagian saling bertentangan, sektor formal digunakan dalam pengertian pekerja bergaji dan perusahaan besar yang lain, karena itu beberapa penulis berbicara tentang sektor yang terorganisasi, terdaftar dan dilindungi oleh hukum

Kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal,suatu istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang sering tercakup dalam istilah umum “usaha sendiri”. Ini merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir yang sulit dipantau atau karena itu sering dilupakan dalam sensus resmi akhirnya merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum, karena defenisi sektor informal ini kurang baik sehingga sering dilengkapi dengan suatu daftar kegiatan agak berbeda yang terlihat apabila menyusuri jalan-jalan kota didunia ketiga seperti : pekerja kaki lima,penjual Koran, anak-anak penyemir sepatu, penjaga kios,penjaga keliling dan lain-lain. Dengan kata lain mereka adalah kumpulan pedagang kecil,pekerja yang tidak terlihat dan tidak terampil serta golongan lain dengan pendapatan rendah dan tidak tetap.

2.4.2. Latar belakang Lahirnya Sektor Informal

Sektor informal lahir karena adanya dualisme dalam pembangunan ekonomi yang diterapkan pada zaman colonial. Ciri ekonomi kolonial adalah adanya dualisme antara kota (yang maju dan tempat lokasi industri barang konsumsi) dan desa (yang terbelakang dan tempat dominasi tenaga kerja berlebihan), didaerah pedesaan juga terdapat dualisme lain, yaitu anatara ekonomi enklave (lokasi perkebunan dan usaha pertambangan modern) dan ekonomi tradisional (lokasi pertenakan,petani,nelayan,pengrajin, dan lain-lain) (krissantono).


(42)

Sektor informal dikota selama era pembangunan ini antara lain dipadati oleh kelompok migran sekuler. Motif utama mereka berimigrasi adalah alas an ekonomi. Hal ini didasari atas adanya perbedaan tingkat perkembangan ekonomi antara daerah pedesaan dan pekotaan. Di kota terdapat kesempatan ekonomi yang lebih besar dibanding dengan pedesaan ( Todaro, 1995 : 265).

Penekanan pada latar belakang pedesaan ini tidak mengejutkan bila diingat bahwa sektor informal dianggap bermula dari proses urbanisasi yang berlangsung terus, yakni arus tenaga kerja yang berlebih keluar dari pedesaan secara besar-besaran. Dan meskipun para imigran pedesaan ini merupakan bagian dari kaum miskin di kota, studi-studi yang didasarkan pada penelitian empiris telah membuktikan : pertama bahwa di sektor informal persentase ini tidak tentu jauh lebih rendah, dan kedua bahwa sejumlah besar mereka yang memperoleh keberhasilan dari sektor informal dilahirkan di daerah kota (manning, 1985 : 145)

Betapapun kecilnya pendapatan diperoleh pekerja dalam sektor informal di kota, kesempatan kerja dikota senantiasa lebih banyak tersedia daripada di daerah pedesaan dan standar hidup minimum dikota juga lebih tinggi. Bahkan keadaan penduduk yang paling miskin dikota barangkali jauh lebih baik daripada lapisan berpendapatan rendah dipedesaan (manning, 1985 : 146).

Sulit dirumuskan secara tegas batasan-batasannya karena luasnya spectrum dan kompleksitas sektor informal ini walaupun dengan mudah orang menggolongkan mereka yang bekerja debagai pedagang kecil, termasuk kategori bekerja di sektor informal, sehingga proses pemberian batasan tampaknya harus ditempuh secara terbalik. Dari data empiris yang ada diturunkan karakteristik umumnya untuk kemudian digunakan sebagai batasan apa yang dimaksud dengan sektor informal ini.


(43)

Umumnya para pedagang sektor informal seperti pedagang kaki lima memiliki latar belakang social yang beraneka ragam baik tingkat pendidikan formal yang rendah dan keterampilan yang sederhana serta berasal dari keluarga yang secukupnya, akan tetapi memiliki semangat juang dan daya tahan untuk hidup di tengah-tengah masyarakat kota.

Pada awalnya para pedagang sektor informal seperti pedagang kaki lima muncul satu persatu dan terus bertambah setelah adanya reaksi pasar yang positif dan tanpa disadari semakin bertambah banyak yang pada akhirnya menciptakan “pasar kaget” dan berkembang menjadi pasar tradisional dan hal ini menjadi suatu realitas sosial yang tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan masyarakat indonesia khususnya dikota-kota besar. Hal ini dapat terjadi sebagai salah satu dampak pembangunan nasional yang tidak merata sampai ke daerah-daerah hingga pedesaan yang mengakibatkan jumlah kepadatan di kota-kota besar meningkat terus setiap tahun sejalan dengan meningkatnya urbanisasi

2.4.3. Ciri-ciri sektor informal

Fenomena dari sektor informal merupakan suatu gambaran unik dari wajah ekonomi kota. Dimana terdapat suatu komunitas masyarakat yang tidak mempunyai akses terhadap sektor ekonomi informal, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. kegiatan usahanya umumnya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak orang dan sistem pembagian kerja yang ketat. Dengan demikian dapat dilakukan oleh perseorangan atau keluarga atau, usaha bersama atas dasar kepercayaan tanpa perjanjian tertulis.

2. Skala usaha relatif kecil, modal kerja dan omset penjualan pada umumnya kecil, dan diusahakan atas dasar hitungan harian.


(44)

3. Usaha sektor informal umumnya tidak memiliki izin usaha seperti halnya dalam bentuk sektor informal.

4. Bekerja disektor informal lebih mudah dibandingkan bekerja disektor formal. Seseorang dapat memulai dan melakukan sendiri usahanya adalkan ia mempunyai keinginan kesediaan untuk itu, misalnya disebabkan oleh adanya hubungan keluarga.

5. Tingkat penghasilan disektor informal umumnya rendah.

6. Keterkaitan sektor informal dengan usaha lain sangat kecil. Kebanyakan usaha-usaha sektor informal berfungsi sebagai produsen atau penyalur kecil yang langsung melayani konsumen. Pendeknya jalur usaha tersebut justru membuat resiko usaha semakin besar dan sangat mudah terpengaruh dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada konsumen.

7. Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus sehingga secara luas menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan tenaga kerja.

8. Usaha sektor informal sangat beraneka ragam seperti pedagang kaki lima,pedagang asongan,tukang becak,dan lain-lain. (simanjuntak, 1996 : 115-117)

Dari study yang dilakukan oleh magdalena (dalam yustika, 2000 : 1940)

Disimpulkan beberapa garis pokok mengenai sektor informal yang tidak jauh berbeda dengan pendapatan yang diutarakan oleh simanjuntak, sebagai berikut :

1. Mempunyai kegiatan yang tidak terorganisir secara baik,karena kegiatan usahanya timbul tanpa adanya bantuan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia disektor formal.

2. Secara umum aktivitas usaha ini tidak mempunyai izin usaha.


(45)

4. Secara umum kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak menyentuh pelaku ekonomi sektor ini.

5. Kegiatan usahanya berganti-ganti dari sub sektor satu kesub sektor lainnya. 6. Menggunakan tehnologi sederhana (tradisional)

7. Tidak memiliki modal besar, sehingga skala operasinya kecil.

8. Usaha didasarkan atas pengalaman sehingga pendidikan tidak terlalu dibutuhkan.

9. Secara umum usahanya dilakukan oleh satu orang dan pekerjanya direkrut dari keluarga. 10. Hasil produksi atau jasa pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat menengah kebawah 2.4.4. Kekuatan sektor informal.

Beberapa kekuatan yang dimiliki sektor informal antara lain : 1. Daya tahan

Selama krisis ekonomi, terbukti bahwa sektor informal tidak hanya dapat bertahan, bahkan berkembang pesat. Hal ini disebabkan faktor permintaan (pasar output) dan faktor penawaran. Dari sisi permintaan, akibat krisis ekonomi pendapat riil rata-rata masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan masyarakat, dari barang-barang sektor formal atau impor (yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

2. Padat karya

Dibanding sektor formal, khususnya usaha skala besar, faktor informal yang pada umumnya adalah usaha kecil bersifat padat karya. Sementara itu persediaan tenaga kerja di indonesia sangat banyak, sehingga upahnya relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara lain dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit dibandingkan indonesia. Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung (seperti kualitas produk yang dibuat baik


(46)

dan tingkat efisiensi usaha serta produktivitas pekerja tinggi), maka upah murah merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki usaha kecil di indonesia. 3. Keahlian Khusus (Tradisional)

Bila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di industri kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT) di indonesia, dapat dikatakan bahwa produk-produk yang mereka buat umumnya seerhana dan tidak terlalu membutuhkan pendidikan formal,tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skills). Disinilah keunggulan lain sektor informal, yang selama ini terbukti bisa membuat mereka bertahan walaupun persaingan dari sektor formal, termasuk impor sangat tinggi. Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau pengusaha secara turun temurun,dari generasi ke generasi.

4. permodalan

kebanykan pengusaha di sektor informal menggantungkan diri pada uang (tabungan)sendiri, atau dana pinjaman dari sumber-sumber informal (diluar sektor perbankan/keuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan investasi mereka. Walaupun banyak juga pengusaha-pengusaha kecil yang memiliki fasilitas-fasilitas kredit khusus dan pemerintah. Selain itu, investasi di sektor informal rata-rata jauh lebih rendah daripaada investasi yang dibutuhkan sektor informal. Tentunya , besarnya investasi bervariasi menurut jenis kegiatan dan skala usaha.

2.4.5. Kelemahan Sektor Informal

Selain faktor –faktor kekuatan tersebut diatas, masa depan perkembangan sektor informal di indonesia juga sangat ditentukan oleh kemampuan sektor tersebut,dibantu maupun dengan kekuatan sendiri, menanggulangi berbagai permasalahan yang mereka hadapi sehari-hari.


(47)

Dengan kata lain, mampu tidaknya sektor informal bersaing dengan sektor formal atau barang-barang import, juga tergantung pada seberapa serius dan sifat serta bentuk dari kelemahan-kelemahan yang dimiliki sektor informal. Kelemahan sektor informal tercermin pada kendala-kendala yang dihadapi sektor tersebut, yang sering kali menjadi hambatan-hambatan serius bagi pertumbuhan dan perkembangannya.

Kendala-kendala yang banyak dialami pengusaha-pengusaha di sektor informal yang paling utama adalah masalah keterbatasan modal, khususnya modal kerja. Kendala lain adalah kesulitan pemasaran dan penyediaan bahan-bahan baku, keterbatasan sumber daya manusia, pengetahuan minim mengenai bisnis dan kurangnya penguasaan tehnologi.

2.4.6. Tantangan dan peluang sektor informal.

Tantangan yang dihadapi sektor informal paada saat ini antara lain : 1. Persaingan Makin Bebas

Dengan diterapkannya sistem pasar bebas dengan bpola atau sistem persaingan yang berbeda dan intensifitas lebih tinggi, ditambah lagi dengan perubahan tekhnologi dan selera masyarakat akibat pendapatan masyarakat yang terus meningkat, maka setiap pengusaha disektor informal, baik disektor industri manufaktur, sektor perdagangan, maupun disektor jasa ditantang apakah mereka sanggup menghadapi/menyesuaikan usaha meeka dengan semua perubahan itu.

2. perkembangan pesat tekhnologi

perubahan tekhnologi mempengaruhi ekonomi atau dunia usaha, dari dua sisi, yakni sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, perkembangan tekhnologi mempengaruhi antara lain metode atau pola produksi, komposisi serta jenis material serta


(48)

kualitas produk yang dibuat. Sedangkan dari sisi permintaan, peubahan tehnologi membuat pola permintaan masyarakat beruba

Peluang dalam sektor informal

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan dan berkembang dapat dilihat dari dua sisi. Dari sisi penawaran, seperti yang telah dibahas sebelumnya, masih ada persoalan struktur ketenagakerjaan didalam negri memberi peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal. Dengan adanya krisis ekonomi, peluang tersebut semakin besar. Terbukti krisis ekonomi selama tahun 1998 lalu memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output (bukan produktivitas) di sektor tersebut lewat pertumbuhan jumlah unit usaha. Selain itu munculnya tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau iliansi dengan sektor informal karena kondisi memaksa. Dengan kata lain, muncul kesempatan besar untuk melakukan kemitraan.

Dari sisi permintaan (pasar output), selama sebagian besar penduduk indonesia berpendapatan rendah, permintaan terhadap produk-produk dari sektor informal tetap besar. Jadi, dapat dikatakan bahwa sektor informal berfungsi sebagai the last resort, tidak hanya dilihat ari sisi kesempatan kerja tetapi juga dari sisi penjaminan ketersediaan kebutuhan pokok bagi masyarakat miskin


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesa penelitian. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan cara sebagai berikut :

3.1Lokasi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penelitian dilakukan pada suatu kawasan perdagangan batik yaitu pasar batik Klewer di kota solo. Dengan alasan bahwa pasar klewer adalah salah satu sentral perdagangan batik terbesar di indonesia, dan kota solo adalah salah satu daerah pengrajin batik terbesar di indonesia. Responden yang dipilih adalah para pedagang batik non-kios. Dimana kriteria dalam pengambilan sample dilakukan secara random.

3.2Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer

Data primer dalam penulisan skripsi ini adalah data-data yang diperoleh langsung dari lapangan yaitu para pedagang batik yang berada di pasar klewer kota solo, dengan menggunakan kuesioner dan wawancara.


(50)

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, buku literatur, internet, serta bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian

3.3Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel sebanyak 50 orang yang ditetapkan sebagai responden, yaitu pedagang batik non-kios yang ada di pasar klewer kota solo yang modalnya berasal dari pinjaman atau kredit. Dimana teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Random Sampling yaitu secara acak.

3.4 Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Observasi adalah salah satu teknik operasional pengumpulan data melalui proses pencatatan secara cermat dan sistematis terhadap obyek yang diamati secara langsung, dalam hal ini adalah pedagang

2. Wawancara

Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data dan informasi dengan mewawancarai para pedagang batik yang ditentukan secara acak

3. Kuesioner (Daftar Pertanyaan)

Kuesioner adalah salah satu teknik pengumpulan data dan informasi dengan cara menyebarkan angket (daftar pertanyaan) yang harus dijawab secara tertulis oleh responden yang dijadikan sampel penelitian. Dalam hal ini yang menjadi responden adalah para pedagang (seller).

4. Studi Kepustakaan

Teknik studi kepustakaan ini adalah mengumpulkan data dan informasi melalui telaahan berbagai literatur yang relevan atau berhubungan dengan


(51)

permasalahan yang ada didalam penulisan skripsi ini, dapat diperoleh dari buku-buku, majalah, koran, brosur, internet dan lain-lain.

3.5 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer E-views 4.1 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

3.6 Model Analisis Data

Model analisis yang digunakan adalah model Ekonometrika, sedangkan metode yang dipakai adalah metode OLS (Ordinary of Least Squares) atau Metode Kuadrat Terkecil Biasa. Metode ini dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss.

Modal, lama usaha, kumlah pegawai dan tingkat bunga kredit sebagai variabel-variabel independen yang mempengaruhi pendapatan pedagang batik sebagai variabel dependen dapat dinyatakan dalam fungsi sebagai berikut :

Y = f ( X1, X2, X3,)

Dengan spesifikasi model ekonometrika sebagai berikut :

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + μ

Dimana :


(52)

α = intercept

X1 = modal (Rp)

X2 = lama usaha (bulan) X3 = kredit (Rp)

β 1, β2, β3, = Koefisien regresi

μ = term error (kesalahan pengganggu)

3.7 Hipotesis Model

Berdasarkan model analisis di atas, maka hipotesis yang dapat diambil sebagai berikut : 1.

1 X 

Y

> 0, artinya: jika terjadi peningkatah pada modal (X1), maka pendapatan (Y) akan

mengalami kenaikan, cateris paribus. 2.

2

X Y

 > 0, artinya: jika terjadi peningkatan pada lama usaha (X2), maka pendapatan (Y) akan mengalami kenaikan, cateris paribus.

3. 3

X Y

 > 0, artinya: jika terjadi kenaikan pada kredit perdagangan (X3), maka pendapatan (Y) akan mengalami kenaikan, cateris paribus.

3.8 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian)

Untuk melihat Goodness of Fit dari hipotesa tersebut maka perlu dilakukan uji statistik, yaitu :


(53)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan mengenai variabel dependen.

3.8.2. Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan pengujian hipotesis secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independent lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : bi = b Ha : bi≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen pertama nilai parameter hipotesis, biasanya dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X1 terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel dependen.

Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :

t-hitung =

Sbi b bi ) ( 

Dimana :

bi = Koefisien variabel independen ke-i b = Nilai hipotesis nol


(54)

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independent secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

H0 = b1 = b2 = bk... bk = 0 (tidak ada pengaruh) Ha = b1 = 0... i = 1 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai hitung dengan tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.

Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :

F-hitung = ) /( ) 1 ( ) 1 /( 2 2 k n R k R    Dimana :

R2 = Koefisien determinasi

K = Jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model n = Jumlah sampel

Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan (1 – α) 100% sebagai berikut : H0 diterima apabila F-hitung < F-tabel

Ha diterima apabila F-hitung > F-tabel

3.9 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik


(55)

Multikolinearitas adalah suatu fenomena yang terjadi pada model regresi jika dua atau lebih variabel independen cenderung berubah dengan pola yang sama. Variabel-variabel tersebut biasanya punya hubungan yang sangat erat dan tidak mungkin dianalisis secara terpisah pengaruhnya terhadap variabel dependen.

Pengaruhnya terhadap nilai taksiran:

 Nilai-nilai koefisien tidak mencerminkan nilai yang benar.

 Karena standar errornya tinggi maka kesimpulan tidak dapat diambil melalui t-test.

 T-test tidak dapat dipakai untuk menguji keseluruhan hasil taksiran.

 Tanda yang diharapkan pada hasil taksiran koefisien akan bertentangan menurut teori. Adapun cara mengatasinya:

 Salah satu variabel independen jangan diikutsertakan dalam menaksir model. Tetapi harus diperhatikan mungkin variabel tersebut secara teori berhubungan terhadap variabel dependen maka hasil taksiran akan menjadi bias.

 Mendefinisikan kembali variabel-variabel tersebut.

 Mencari informasi-informasi teori-teori yang berlaku.

 Penambahan data-data.

3.9.2 Serial Correlation/ Auto Correlation

Auto korelasi terjadi bila error term (µ) dari periode waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa Error Term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila:

Variabel (ei,ej) ≠ 0, untuk i ≠ j, dalam hal ini dapat dikatakan memilki masalah auto korelasi. Adapun cara yang digunakan untuk mengetahui keberadaan auto korelasi yaitu:


(56)

Dengan H0 = ρ = Ha = ρ≠

nilai kri

Dimana H0 dw < dl dw > 4-du < dw dl ≤ dw (4-du) ≤

n hipotesis se = 0, artinya ≠ 0, artinya Dengan itis dl dan du

Hipotesi

a:

dl w < 4-du

≤ du ≤ dw ≤ (4-dl

D

ebagai berik tidak ada au ada auto ko

jumlah sam u dalam tab

is yang digu

: tidak : tolak : tolak : terim : peng l) : peng

 hitung -D kut: uto korelasi orelasi mpel terten el distribusi unakan adal

k ada autoko k H0 (ada ko k H0 (ada ko ma H0 (tidak gujian tidak gujian tidak

 t e e -(e 2 t t

ntu dan jum i Durbin-W

lah:

orelasi orelasi posit orelasi nega k ada auto k dapat disim dapat disim )2 1 -mlah variabe atson untuk tif) atif) krelasi) mpulkan (inc mpulkan (inc el independ k berbagai ni

conclusive) conclusive)

en tertentu ilai α.


(57)

3.10 Defenisi Operasional Variabel

1. pendapatan pedagang adalah laba bersih yang diperoleh pedagang dalam satu hari,yang merupakan selisih antara omset penjualan dengan modal yang dikeluarkan. (Rp)

2. Modal awal adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh pedagang sebagai dana awal untuk memulai usaha (Rp)

3. Lama usaha adalah masa atau waktu pedagang mulai berdiri dan bertahan (Bulan) 4. kredit perdagangan adalah kredit yang digunakan oleh pedagang untuk membeli Barang dagangannya, biasanya pembayarannya setelah barang dagangan tersebut Laku dijual. (Rp)


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum kota surakarta 4.1.1. Kota Surakarta

Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan “Kota Solo” secara umum memang dataran rendah dan berada diantara pertemuan Sungai Pepe, Sungai Anyar, Sungai Jenes yang kesemuanya bermuara di Sungai Bengawan Solo, yang mempunyai ketinggian kurang lebih 92 meter di atas permukaan air laut dan terletak antara 110°45’15”-110°45’35” Bujur Timur, 70°36’00”-70°56’00” Lintang Selatan. Kota Surakarta terletak di Propinsi Daerah Tingkat 1 Jawa Tengah bagian selatan dan merupakan daerah perhubungan antara propinsi Jawa Tengah – Jawa Timur dan propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan keadaan mobilitas masyarakat yang tinggi. Berbicara tentang letak daerah Surakarta,sebenarnya kota ini sangat strategis. Hal ini dikarenakan kota Surakarta sendiri merupakan jalur utama transportasi ke beberapa kota besar di Pulau Jawa. Kota – kota tersebut antara lain adalah Semarang, Yogyakarta dan Surabaya. Karena kota Surakarta yang strategis maka perkembangan kota ini memicu kegiatan ekonomi di berbagai sudut kota kecil disekitar wilayahnya antara lain Boyolali, Klaten, Sragen, Sukoharjo, Karanganyar dan Wonogiri.

Kotamadya Surakarta dibatasi oleh :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karangnanyar c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo


(59)

Dengan 51 Kelurahan, 595 RW dan 2.669 RT yang bergabung dalam 5 Kecamatan yaitu : Kecamatan Banjarsari 33% dari luas wilayah secara keseluruhan, Kecamatan Jebres 29%,

Kecamatan Laweyan 20%, kecamatan Pasar Kliwon 11% dan Kecamatan Serengan 7%. Kelima Kecamatan dan 51 Kelurahan tersebut adalah :

a. Kecamatan Laweyan : Pajang, Laweyan, Bumi, Panularan, Penumping, Sriwedari, Purwosari,sondakan,Kerten, Jajar dan Karangasem.

b. Kecamatan Serengan : Danukusuman, Serengan, Tipes, Kratonan, Jayengan dan Kemlayan

c. Kecamatan Pasar Kliwon : Joyontakan, Semanggi, Pasar Kliwon, Gajahan, Baluwarti, Kampung Baru, KedungLumbu, Sangkrah, dan kauman.

d. Kecamatan Jebres : Kepatihan Kulon, Kepatihan Wetan, Sudiroprajan, Gandekan, Kampung Sewu,Pucang Sawit, Jagalan, Purwodiningratan, Tegalharjo, Jebres, Mojosongo

e. Kecamatan Banjarsari : Kadipiro, Nusukan, Gilingan, Stabelan, Kestalan, Keprabon, T imuran, Ketelan, Punggawan, Mangkubumen, Manahan, Sumber dan Banyuanyar.

Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel dibawah ini :


(60)

Tabel 4 Luas Wilayah Kota Surakarta

no Kecamatan

Luas wilayah (Km²)

1 Laweyan 8,64

2 Serengan 3,19

3 Pasar kliwon 4,82

4 Jebres 12,58

5 Banjarsari 14,81

TOTAL 44,04

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta

Data kependudukan menurut catatan Surakarta dalam angka tahun 2007 adalah: berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2009 penduduk kota Surakarta mencapai 515.372 jiwa, dengan kepadatan penduduk rata-rata 12.827 jiwa/km2. Dari luasan wilayah kota Surakarta yang hanya 44,04 km2 menunjukkan bahwa kota ini merupakan kota yang padat penduduk.

4.1.2. Pasar Klewer Letak Geografis

Pasar Klewer merupakan salah satu dari 38 pasar tradisional yang tersebar di wilayah Surakarta. Secara administrasi Pasar Klewer masuk 152 dalam wilayah Kelurahan Gajahan Kecamatan, Pasar Kliwon dan berada pada wilayah IV (empat) dibawah Dinas Pengelola Pasar


(61)

(DPP) Kota Surakarta. Beberapa pasar yang masuk dalam wilayah ini adalah Pasar Gading, Pasar Hardjodaksimo, Pasar Ayam, Pasar Besi Semanggi dan Pasar Kliwon. Berdasarkan penetapan kelas pasar oleh Pemerintah Kota Surakarta, Pasar Klewer termasuk dalam golongan pasar kelas IA. Pembagian pasar menjadi kelas I, II, dan III ini berdasarkan pada luas pasarnya. Pasar yang masuk dalam golongan ini adalah Pasar Klewer dan Pasar Singosaren. Keberadaan Pasar Klewer memang dikelilingi situs penting bersejarah sejak dari Gladak, Sitinggil Keraton, Alun-Alun, Masjid Agung, Kauman dan bangunan sepanjang Coyudan (Setjoyudan).Bangunan Pasar Klewer menempati tanah seluas 12.950 m², menempel pada tembok keratin Kasunanan Surakarta. Tepatnya di antara sudut sebelah barat dan utara keratin, berseberangan dengan

Masjid Agung Surakarta, melekat dengan pintu gerbang atau gapura keratin sebelah barat. Gapura ini merupakan akses penting ke wilayah pusat pemerintahan situs Keraton Surakarta. Bahkan sekarang, gapura tersebut lebih dikenal dengan nama, gapura Klewer.Pasar Klewer merupakan salah satu pasar sandang terbesar di indonesia. Aset terhandal yang cukup memiliki jaringan bisnis terluas sebagai penyangga ekonomi Kota Surakarta. Posisi Pasar Klewer menghadap ke utara, berada di daerah jalur pusat kota dan tidak jauh 153 dari pusat pemerintahan. Baik pada masa kerajaan maupun pada masa sekarang.

Kondisi Fisik Pasar

Pasar yang diresmikan tahun 1971 ini secara fisik terbagi menjadi dua lokasi dan terbagi ke dalam 3 space (ruang). Pasar yang berada di sebelah barat gapura adalah pasar lama yang lebih dulu ada. Terdiri dari dua lantai, yaitu lantai atas dan lantai bawah. Sedang satu space lagi terdapat di sebelah timur gapura, lokasi ini merupakan lokasi perluasan setelah


(62)

perkembangannya di era tahun 1985-an. Sebelumnya lokasi ini merupakan stanplat (terminal) bagi sarana transportasi bemo (kendaraan sejenis bajaj). Terdapat penambahan untuk sekarang ini, yakni space untuk kios renteng yang menempel pada dinding keraton. Mengacu pada data sekunder dari HPPK

terhadap persebaran kios nampak pada tabel di bawah ini :

Tabel 5

Persebaran Kios di Pasar Klewer

Lokasi jumlah

Pasar Barat Bawah 841

Pasar Barat Atas 675

Pasar Timur 508

Kios Renteng 136

Jumlah keseluruhan 2160

Sumber : HPPK, data tahun 2004

Sebagaimana telah disinggung di atas, data realitas jumlah kios yang ada tidak mencerminkan jumlah pedagangnya. Karena, terjadi perbedaan jumlah dalam penguasaan lahan atau kepemilikan hak penempatan kios. Mengacu dengan penerbitan Surat Hak Penempatan (SHP) yang diterbitkan oleh DPP sebagai legalitas formal pemegang hak kios. Setiap pemilik hak bisa mendapat satu atau lebih Surat Hak Penempatan (SHP) sesuai dengan mekanisme administrasi pemerintah atau DPP.Pasar yang terdiri dari dua bangunan dan tiga ruangan ini terdiri dari dua jenis pedagang, yaitu pedagang kios dan pedagang non kios/pelataran/oprokan.


(63)

Para pedagang tersebut menjual bermacam-macam barang dagangan, seperti terlihat pada tabel di bawah in

Tabel 6

Jenis Pemanfaatan Kios di Pasar Klewer

Jenis pemanfaatan kios jumlah

Batik 683

Kain/pakaian non batik 1179

Makanan/minuman 10

Lembaga/kantor/bank 49

emas 32

sepatu 33

Dll 38

Total 2024

Sumber : Data sekunder Kantor Lurah Pasar Klewer

Berdasarkan data di atas, barang dagangan yang dijual di Pasar Klewer bersifat heterogen, yaitu tidak hanya menjual satu jenis barang dagangan saja. Mayoritas barang dagangan yang dijual di Pasar Klewer adalah berupa barang tekstil (sandang), baik jenia batik maupun non batik.

Perkembangan Pasar Klewer

Pasar Klewer merupakan pusat sandang, baik berupa bahan tekstil dan produk tekstil dengan ciri khas unggulan kain batik. Pasar ini tidak hanya menjadi kegiatan usaha masyarakat Kota Surakarta, tetapi telah menjadi pusat kegiatan usaha berskala nasional. Bahkan


(64)

keberadaannya cukup terkenal sampai ke mancanegara. Sehingga tidak salah jika pasar ini mendapat julukan sebagai Pasar Proyek Tekstil Nasional. Pasar Klewer diresmikan pertamakali pada tanggal 9 Juni 1971 oleh Presiden Soeharto. Pada saat itu, bertepatan dengan ulang tahun beliau yang ke 50 tahun. Pembangunan pasar ini membutuhkan waktu kurang lebih 11 bulan. Pertamakali pasar klewer dibangun terdiri sejumlah 1.370 kios sebagai lahan berdagang. Namun pada saat sekarang, telah berkembang menjadi 2024 kios dengan ditambah sejumlah 136 buah kios renteng di bagian luar pasar.

Awal perkembangan sejarah Pasar Klewer dimulai ketika masa pendudukan penjajahan Jepang di Indonesia. Keterpurukan akibat penjajahan berakibat hancurnya kondisi perekonomian bangsa. Masyarakat berada pada kondisi yang serba kekurangan, karena harga segala kebutuhan menjadi mahal. Demikian pula dengan kebutuhan sandang dan pangan sangat sulit untuk didapat. Akibat kondisi ekonomi buruk maka sejumlah penduduk secara serabutan berjualan kain maupun pakaian jadi. Dimana saat itu, lokasi berjualan masih di Stabelan, sebelah timur Pasar Legi (Banjarsari).Munculnya isu wabah penyakit pes di lokasi tersebut membuat pemerintah mengambil kebijakan untuk memindahkan lokasi pasar ke sebelah Masjid Agung atau sekitar Alun-Alun Utara Keraton Surakarta. Lokasi tersebut berdekatan dengan Pasar Slompretan yang menjadi arena transaksi Pasar Burung. Namun, pindahnya aktifitas pasar sandang tersebut menyebabkan tenggelamnya nama Pasar Slompretan yang lebih dulu ada. Sampai pada perkembangannya, nama Pasar Slompretan berganti dengan nama Pasar Klewer.

Asal kata “Klewer” sebagai nama pasar berasal dari perilaku unik pedagang sandang di dalamnya. Klewer secara etimologi berasal dari 157bahasa Jawa “kleweran” yaitu tergantung menjuntai. Karena, memang awal cara menjajakan (menawarkan) dagangannya dengan cara menggantungkan barang dagangan di bahu para pedagang tersebut. Gantungan sandang tersebut


(65)

dibikin menjuntai ke depan, sehingga berjuntaian dari beberapa dagangannya yang digantungkan. Dalam ucapan bahasa Jawa disebut “pating Klewer”. Kemudian kalau menawarkan, ujung juntaian (kleweran) tersebut dikibaskan untuk menunjukkan dagangan tersebut pada pembeli yang lewat. Begitulah hilir mudik pedagang menawarkan dagangan kepada calon pembeli. Sehingga juntaian dagangan terlihat bergerak “Kleweran”. Kalimat tersebut kemudian terabadikan menjadi penanda jaman menjadi Pasar Klewer hingga jaman sesudahnya.Demikianlah perjalan dan perkembangan pasar mengukuhkan diri sebagai pasar yang legendaries dan cukup berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi perdagangan pasar sandang pada khususnya. Secara periodik, perubahan perkembangan sejarah pembangunan Pasar Klewer.

Pasar Klewer menawarkan berbagai kebutuhan tekstil yang sangat lengkap dan harganyanya lebih murah jika disbanding dengan pasar yang sejenis. Bahkan, Pasar Klewer sempat mengukuhkan diri sebagai pasar sandang terbesar di Asia Tenggara, khususnya batik tradisional.Laju pertumbuhan penduduk dan kebutuhan ekonomi berubah pesat, Pasar Klewer menjadi daya tarik ekonomi masyarakat untuk mencari penghidupan di dalamnya. Namun, kapasitas pasar sangat terbatas secara fisik, hingga kegiatan semakin padat dan terkesan overload. Bangunan fisik serasa tak kuat lagi menampung kegiatan di dalamnya. Beberapa tahun terakhir ini kondisi dan situasi Pasar Klewer sangat memprihatinkan baik di dalam maupun di luar pasar. Setiap sudut pasar akan terlihat pemandangan yang terkesan sumpek dan awut-awutan. Persoalan keamanan, kemacetan, maupun penyakit masyarakat lain mulai melingkupi fan menjadi problem bagi keberadaan pasar tersebut. Sehingga pasar terkesan kumuh, rawan macet dan kehilangan daya tarik penggunanya. Hal ini dikarenakan kurangnya dukungan untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan belanja. Klewer telah menjadi economic space yang


(66)

handal dan patut untuk diperhitungkan. Hingga memiliki nilai ekonomi yang menjadi magnit pengusaha untuk berusaha dan berinvestasi di sana. Peluang ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan Kota Surakarta sebagai upaya untuk mengurangi problem keberadaan Pasar Klewer. Untuk menciptakan situasi dan kondisi yang lebih nyaman, seiring dengan berubahnya jaman yang semakin modern. Kemudian pemerintah Kota Surakarta menggulirkan rencana renovasi Pasar Klewer dengan menggandeng investor.

Namun keberadaan Pasar Klewer dan persoalannya bukan lagi sekedar persoalan pasar sebagai ruang ekonomi. Pasar Klewer telah menjadi wilayah sosial dan budaya Kota Surakarta. Upaya renovasi total oleh pemerintah dipahami belum memiliki kajian komprehensif oleh beberapa kalangan. Bahkan mendapat reaksi penolakan cukup keras dari Pedagang Pasar Klewer. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah tidak berjalan efektif, memiliki beberapa kekurangan implementatif. Hingga apa yang ada sekarang Pasar Klewer masih bertahan sebagaimana mestinya.

Pedagang Pasar Klewer

Pedagang Pasar Klewer dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu pedagang kios dan pedagang oprokan/non kios/pelataran.

a. Pedagang kios adalah pedagang yang menggunakan dasaran (lahan berjualan) pada ruang-ruang yang telah ditentukan sebagai batas penempatan serta pemilikan Surat Hak Penempatan (SHP).

b. Pedagang oprokan/non kios/pelataran adalah pedagang yang berjualan menempati ruang-ruang kosong di dalam maupun di luar pasar. Dalamradius maksimal 50m dari pasar bersangkutan, baik di lorong-lorong gang pasar ataupu menempel pada pemilik los/kios. Keberadaan mereka


(1)

Lampiran 1

Data hasil penelitian

Pendapatan Modal Lama

Usaha Kredit

1250000 850000 14 500000 850000 500000 7 500000 850000 450000 5 500000

1000000 650000 6 500000

700000 500000 4 300000 2500000 1000000 21 1000000 2000000 1000000 17 1000000 750000 500000 5 300000 1500000 800000 10 600000

2500000 1500000 24 500000

800000 600000 4 200000 650000 500000 2 200000 3000000 2000000 36 1500000

1500000 800000 8 500000

1000000 600000 5 300000

650000 300000 4 200000 850000 500000 7 200000 1250000 750000 15 400000

750000 500000 6 400000 1000000 500000 12 400000 2000000 1000000 18 1000000 1250000 700000 12 500000 1500000 100000 12 500000 750000 500000 4 500000


(2)

HASIL REGRESI

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 01/20/09 Time: 14:11 Sample: 1 24

Included observations: 24

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 9.040645 1.408142 6.420264 0.0000

X1 0.080928 0.075420 1.073031 0.2960 X2 0.434683 0.080462 5.402346 0.0000 X3 0.223321 0.107056 2.086028 0.0500 R-squared 0.882701 Mean dependent var 13.95765 Adjusted R-squared 0.865107 S.D. dependent var 0.460643 S.E. of regression 0.169184 Akaike info criterion -0.564646 Sum squared resid 0.572466 Schwarz criterion -0.368304 Log likelihood 10.77575 F-statistic 50.16835 Durbin-Watson stat 1.207363 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Lampiran 3

Uji Multikolinearitas

Hasil Regresi Variabel Modal (LX1) terhadap

Lama Usaha (LX2 ) dan Kredit Perdagangan (LX3)

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 01/20/09 Time: 15:27 Sample: 1 24

Included observations: 24

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8.851020 3.587387 2.467261 0.0223

X2 0.262671 0.225640 1.164114 0.2574 X3 0.301379 0.302690 0.995669 0.3307 R-squared 0.324683 Mean dependent var 13.33813 Adjusted R-squared 0.260367 S.D. dependent var 0.569190 S.E. of regression 0.489514 Akaike info criterion 1.525662 Sum squared resid 5.032105 Schwarz criterion 1.672918 Log likelihood -15.30794 F-statistic 5.048262 Durbin-Watson stat 1.683139 Prob(F-statistic) 0.016212

Hasil Regresi Variabel Lama Usaha (LX2) terhadap

Modal (LX1 ) dan Kredit Perdagangan (LX3)

Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 01/20/09 Time: 15:32 Sample: 1 24

Included observations: 24

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -12.65752 2.637302 -4.799421 0.0001 X1 0.230781 0.198247 1.164114 0.2574 X3 0.899269 0.213985 4.202495 0.0004 R-squared 0.615862 Mean dependent var 2.135646 Adjusted R-squared 0.579278 S.D. dependent var 0.707395 S.E. of regression 0.458838 Akaike info criterion 1.396231 Sum squared resid 4.421185 Schwarz criterion 1.543488 Log likelihood -13.75477 F-statistic 16.83396 Durbin-Watson stat 1.811953 Prob(F-statistic) 0.000043


(4)

Hasil Regresi Variabel Tingkat Usia (LX3) terhadap

Tingkat Pendapatan (LX1 ) dan Tingkat Pendidikan (LX1)

Dependent Variable: X3 Method: Least Squares Date: 01/20/09 Time: 15:34 Sample: 1 24

Included observations: 24

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 9.947261 1.877983 5.296779 0.0000

X1 0.149577 0.150228 0.995669 0.3307 X2 0.507986 0.120877 4.202495 0.0004 R-squared 0.609508 Mean dependent var 13.02722 Adjusted R-squared 0.572318 S.D. dependent var 0.527327 S.E. of regression 0.344858 Akaike info criterion 0.825102 Sum squared resid 2.497472 Schwarz criterion 0.972359 Log likelihood -6.901228 F-statistic 16.38913 Durbin-Watson stat 1.228083 Prob(F-statistic) 0.000052


(5)

Lampiran 4

Uji Heterokedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 1.439159 Probability 0.261138 Obs*R-squared 11.53359 Probability 0.240898 Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares

Date: 01/20/09 Time: 16:28 Sample: 1 24

Included observations: 24

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -13.12445 11.62771 -1.128722 0.2780 X1 0.084440 1.028742 0.082080 0.9357 X1^2 0.003648 0.015729 0.231914 0.8200 X1*X2 -0.013263 0.049297 -0.269046 0.7918 X1*X3 -0.011718 0.073394 -0.159661 0.8754 X2 -0.562327 1.143371 -0.491815 0.6305 X2^2 0.003173 0.026610 0.119259 0.9068 X2*X3 0.057200 0.058784 0.973047 0.3470 X3 2.041051 1.203108 1.696482 0.1119 X3^2 -0.077782 0.043652 -1.781871 0.0965 R-squared 0.480566 Mean dependent var 0.023853 Adjusted R-squared 0.146645 S.D. dependent var 0.022469 S.E. of regression 0.020756 Akaike info criterion -4.617588 Sum squared resid 0.006032 Schwarz criterion -4.126732 Log likelihood 65.41106 F-statistic 1.439159 Durbin-Watson stat 1.703353 Prob(F-statistic) 0.261138


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi M, 1995. Aspek Pengembangan dan Permasalahan Usaha Kecil, Cetakan Pertama, Jakarta, PenerbitErlangga,

Alma, Buchari. 2001. Kewirausahaan. Edisi Revisi, Bandung, Alfabeta.

Bellante, D. and Jackson, M. 1983. Labor Economics. New York: McGraw Hill.

BPS. 1999. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia. Jakarta: PT Citra Mawana Patamaro.

Firnandi. 2005. Studi Profil Pekerja Di Sektor Informal Dan Arah Kebijakan Kedepan. Jakarta: Direktorat Ketenaga Kerjaan dan Analisis Ekonomi.

Gujarati, Damodar N .1988, Basic Econometrics, 2 nd

Edition, MacGraw-Hiil Book Co.; India. Iryanti, Rahma. 2003. Pengembangan Sektor Informal sebagai Alternatif Kesempatan Kerja

Produkti. Jakarta, kumpulan makalah.

Kalejian, Harry and Wallace E.Oates. 1981, Introduction to Econometrics, 2 nd

Edition, Harper International Edition; New York.

Korten, D. 1986. Pembangunan yang Memihak Rakyat, Jakarta: Lembaga Studi Pembangunan. Maloney, William F. 1995, The Informal Sector in Mexico: A Dynamic Aproach, Washington

D.C.: The World Bank.

Moir, Hazel dan Soetjipto Wirosardjono. 1977. ”Sekto Informal di Jakarta”. Widyapura 1 (9-10):49-70.

Nachrowi, Nachrowi D dan Hardius Usman. 2006, Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Jakarta : LPFEUI.

Priyono, E. 1999. Mengapa Angka Pengangguran Rendah di Masa Krisis Ekonomi? Jakarta: Lembaga Demografi FEUI.

Rahardjo, Dawam, M. 2003. Peranan Pekerja dalam Pembangunan Ekonomi, Jakarta: LSPEUI.